Anda di halaman 1dari 131

Bahasa Jawa (bahasa Jawa: ) adalah bahasa yang digunakan penduduk bersuku

bangsa Jawa di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Selain itu, bahasa Jawa juga
digunakan oleh penduduk yang tinggal di beberapa daerah lain
seperti Banten (terutama Serang, Cilegon, danTangerang) serta Jawa Barat (terutama kawasan
pantai utara yang meliputiKarawang, Subang, Indramayu, dan Cirebon).
Daftar isi
[sembunyikan]

1 Penyebaran Bahasa Jawa

2 Fonologi
o

2.1 Vokal

2.2 Konsonan

2.3 Fonotaktik

3 Bahasa Jawa halus dan kasar

4 Tata Bahasa
o

4.1 Aksara Jawa

4.2 Tembung

4.3 Ater ater Seselan Panambang

4.3.1 Ater ater

4.3.2 Seselan

4.3.3 Panambang

4.4 Homonim

4.5 Antonim

4.6 Sinonim

4.7 Homograf

4.8 Jejer(J)/ Wasesa(W) Lisan(L)

4.9 Ukara

4.10 Peribahasa Jawa

4.11 Purwakanthi (syair - pantun - kata bersajak)

4.11.1 Purwakanthi guru swara

4.11.2 Purwakanthi guru sastra


4.12 Tembang , Gending dan Karawitan

4.12.1 Tembang gedhe

4.12.2 Tembang tengahan

4.12.3 Tembang Macapat

4.13 Serat

4.14 Babad

4.15 Suluk

4.16 Sastra Jawa

4.16.1 Sastra Jawa Kuno

4.16.2 Sastra Jawa Kuno dalam bentuk prosa

4.16.3 Sastra Jawa Kuno dalam bentuk puisi (kakawin)

4.16.4 Petikan dari Kakawin Sutasoma

4.16.4.1 Manggala

4.16.4.2 Penutup

4.16.4.3 Bhinneka Tunggal Ika


4.16.5 Petikan dari Kakawin Bharatayuddha dalam budaya Jawa Baru

4.16.5.1 Pupuh V.1

4.16.5.2 Terjemahan
4.16.6 Petikan dari Kakawin Arjunawiwha

4.16.6.1 Manggala

4.17 Prasasti Nusantara

4.18 Bentuk tingkat tutur bahasa Jawa

4.19 Makna tingkat tutur

4.20 Register (undhak-undhuk basa)

5 Ngoko

6 Krama

7 Madya

8 Variasi
o

8.1 Dialek geografi

8.2 Dialek temporal

9 Pranatacara

10 Wayang Kulit

11 Dalang

12 Ketoprak

13 Wayang orang

14 Ludruk

15 Primbon Jawa
o

15.1 Gugon tuhon

16 Mantra jawa

17 Pegon

18 Abjad Jawi

19 Bahasa Jawa Suriname


o

19.1 Dialek bahasa Jawa di Suriname

19.2 Pengaruh bahasa lain

19.3 Fonologi

19.4 Ejaan

19.5 Bahasa krama dalam bahasa Jawa Suriname

19.6 Kursus Bahasa Jawa di Suriname

20 Bahasa Jawa gaul

21 Bilangan dalam bahasa Jawa


o

21.1 Fraksi

22 Bahasa pemrograman Java

23 Hanacaraka v.1.0

24 Mongosilakan.net

25 Bahasa Jawa di Google Translate

26 Metro Duos GT-C3322

27 Buku-buku agama Islam dalam bahasa Jawa

28 Naskah Terjemahan Al-Quran Pegon koleksi Perpustakaan Masjid Agung Surakarta

29 Audio Digital Al Quran Terjemah Dalam Bahasa Jawa Dan Sunda

30 Tafsir al-Qur'an al-Aziz Tafsir Berbahasa Jawa Karya KH Bisri Musthofa

31 Kuran Jawi

32 Penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa daerah

33 Sejarah
o

33.1 Penggunaan bahasa Jawa masa kini

34 Demografi pemakai bahasa Jawa di Indonesia

35 Referensi

36 Pranala luar

Penyebaran Bahasa Jawa[sunting | sunting sumber]


Migrasi suku Jawa membuat bahasa Jawa bisa ditemukan di berbagai daerah, bahkan di luar
negeri. Banyaknya orang Jawa yang merantau ke Malaysia turut membawa bahasa dan
kebudayaan Jawa ke Malaysia, sehingga terdapat kawasan pemukiman mereka yang dikenal
dengan nama kampung Jawa, padang Jawa. Di samping itu, masyarakat pengguna Bahasa
Jawa juga tersebar di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kawasankawasan luar Jawa yang didominasi etnis Jawa atau dalam persentase yang cukup signifikan
adalah Lampung (61,9%), Sumatera Utara (32,6%), Jambi (27,6%),Sumatera
Selatan (27%), Aceh(15,87%) yang dikenal sebagai Aneuk Jawoe. Khusus masyarakat Jawa
di Sumatera Utara, mereka merupakan keturunan para kuli kontrak yang dipekerjakan di
berbagai wilayah perkebunan tembakau, khususnya di wilayah Deli sehingga kerap disebut
sebagai Jawa Deli atau Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera), dengan dialek dan
beberapa kosa kata Jawa Deli. Sedangkan masyarakat Jawa di daerah lain disebarkan melalui
program transmigrasiyang diselenggarakan semenjak zaman penjajahan Belanda.
Selain di kawasan Nusantara, masyarakat Jawa juga ditemukan dalam jumlah besar
di Suriname, yang mencapai 15% dari penduduk secara keseluruhan, kemudian di Kaledonia
Baru bahkan sampai kawasan Aruba dan Curacao serta Belanda. Sebagian kecil bahkan
menyebar ke wilayah Guyana Perancis dan Venezuela. Pengiriman tenaga kerja ke Korea, Hong
Kong, serta beberapa negara Timur Tengah juga memperluas wilayah sebar pengguna bahasa
ini meskipun belum bisa dipastikan kelestariannya.

Fonologi[sunting | sunting sumber]


Ucapan selamat datang di Wikipedia, yang ditulis dalam Bahasa Jawa menggunakan aksara Jawa

Dialek baku bahasa Jawa, yaitu yang didasarkan pada dialek Jawa Tengah, terutama dari sekitar
kota Surakarta dan Yogyakarta memilikifonem-fonem berikut:

Vokal[sunting | sunting sumber]


Aksara swara

Depan

Lamban
g

Terbuka i

Terbuka e

()
Tertutup

(nama)

Tengah

Lamban
g

(nama)

i-jejeg

Lamban
g

-jejeg: ditulis ''


i-miring: ditulis
'i'

e-pepet: ditulis 'e' atau


o
''

e-miring: ditulis
'e'

Tertutup

Belakang

( )

(nama)

u-jejeg: ditulis 'u'

o-jejeg
u-miring: ditulis
'u'

o-miring: ditulis
'o'
a-jejeg: ditulis 'a'

a-miring

Perhatian: Fonem-fonem antara tanda kurung merupakan alofon. Catatan pembaca


pakar bahasa Jawa: Dalam bahasa Jawa [a],[], dan [o] itu membedakan makna [baba ]
'luka'; [bb]'param' atau 'lobang', sikile di-bbi 'kakinya diberi param', lawange
dibbi 'pintunya dilubangi'; dan [bobo] 'tidur'. [war] 'rakus' sedang [wara] 'badak';
[lr] 'utara' sedangkan [lar] 'sayap', [g] 'gedung' sedangkan [ga] 'pisang;
[cr]'cara' sedang [coro] 'kecoak', [lr]'sakit' sedang [loro] 'dua', dan [pl] 'pala/rempahrempah' sedang [polo] 'otak'. Dengan demikian, bunyi [] itu bukan alofon [a] ataupun
alofon [o] melainkan fonem tersendiri.
Tekanan kata (stress) direalisasikan pada suku kata kedua dari belakang, kecuali apabila
sukukata memiliki sebuah pepet sebagai vokal. Pada kasus seperti ini, tekanan kata jatuh
pada sukukata terakhir, meskipun sukukata terakhir juga memuat pepet. Apabila sebuah
kata sudah diimbuhi dengan afiks, tekanan kata tetap mengikuti tekanan kata kata dasar.
Contoh: /jaran/ (kuda) dilafazkan sebagai [j'aran] dan /pajaranan/ (tempat kuda) dilafazkan
sebagai [paj'aranan].
Semua vokal kecuali //, memiliki alofon. Fonem /a/ pada posisi tertutup dilafazkan sebagai
[a] (a-miring), namun pada posisi terbuka sebagai [] ( a-jejeg). Contoh: /lara/ (sakit)
dilafazkan sebagai [l'r], tetapi /larane/ (sakitnya) dilafazkan sebagai [l'arane]

Fonem /i/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [i] (i-jejeg) namun pada posisi tertutup
lafaznya kurang lebih mirip [] (i-miring). Contoh: /panci/ dilafazkan sebagai [p'aci] , tetapi
/kancil/ kurang lebih dilafazkan sebagai [k'acl].
Fonem /u/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [u] (u-jejeg) namun pada posisi tertutup
lafaznya kurang lebih mirip [o] (u-miring). Contoh: /wulu/ (bulu) dilafazkan sebagai [w'ulu] ,
tetapi /uyul/ (tuyul) kurang lebih dilafazkan sebagai ['uyol].
Fonem /e/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [e] (e-jejeg) namun pada posisi tertutup
sebagai [] (e-miring). Contoh: /ll/ dilafazkan sebagai [l'ele] , tetapi /bebek/ dilafazkan
sebagai [b'b].
Fonem /o/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [o] (o-jejeg) namun pada posisi tertutup
sebagai [] (o-miring). Contoh: /loro/ dilafazkan sebagai [l'oro] , tetapi /bolo/ dilafazkan
sebagai [b'l].

Konsonan[sunting | sunting sumber]


Aksara wyanjana

Labial

Letupan

pb

Dental

Alveolar

td

Frikatif

Likuida & semivokal

Sengau

Retrofleks

Palatal

t d

Velar

kg

( )

Glotal

( )

Fonem /k/ memiliki sebuah alofon. Pada posisi terakhir, dilafazkan sebagai []. Sedangkan
pada posisi tengah dan awal tetap sebagai [k].
Fonem /n/ memiliki dua alofon. Pada posisi awal atau tengah apabila berada di depan
fonem eksplosiva palatal atauretrofleks, maka fonem sengau ini akan berubah sesuai
menjadi fonem homorgan. Kemudian apabila fonem /n/ mengikuti sebuah /r/, maka akan
menjadi [] (fonem sengau retrofleks). Contoh: /panja/ dilafazkan sebagai [p'a ja], lalu
/anap/ dilafazkan sebagai ['aap]. Kata /warna/ dilafazkan sebagai [w'ar ].
Fonem /s/ memiliki satu alofon. Apabila /s/ mengikuti fonem /r/ atau berada di depan fonem
eksplosiva retrofleks, maka akan direalisasikan sebagai []. Contoh: /warsa/ dilafazkan
sebagai [w'ar], lalu /esi/ dilafazkan sebagai ['ei].

Nama dan penulisan abjad Latin dalam bahasa Jawa

Pra 1942

Yogyakarta (1991)

Nama

tj

dh

dh

ef

ha

dj

ka

el

em

en

ki

er

es

th[1] [2]

th

eks

zet

Fonotaktik[sunting | sunting sumber]


Dalam bahasa Jawa baku, sebuah suku kata bisa memiliki bentuk seperti berikut: (n)-K 1-(l)V-K2.
Artinya ialah sebagai berikut:

(n) adalah fonem sengau homorgan.

K1 adalah konsonan letupan atau likuida.

(l) adalah likuida yaitu /r/, /l/, atau /w/, namun hanya bisa muncul kalau K 1 berbentuk
letupan.

V adalah semua vokal. Tetapi apabila K2 tidak ada maka fonem // tidak bisa berada
pada posisi ini.

K2 adalah semua konsonan kecuali letupan palatal dan retrofleks; /c/, /j/, / /, dan / /.

Contoh:

a (V)

ang (VK)

pang (KVK)

prang (KlVK)

mprang (nKlVK)

Sama halnya dengan bahasa-bahasa Austronesia lainnya, kata dasar asli dalam bahasa
Jawa terdiri atas dua suku kata(bisilabis); kata yang terdiri dari lebih dari tiga suku kata akan
dipecah menjadi kelompok-kelompok bisilabis untuk pengejaannya. Dalam bahasa Jawa
modern, kata dasar bisilabis memiliki bentuk: nKlvVnKlvVK.

Bahasa Jawa halus dan kasar[sunting | sunting sumber]


Jawa bagian tengah yang mempunyai bahasa jawa kasar dan halus juga, bahasa jawa halus
kebanyakan berada di kota kota disekitar ibukota jawa tengah ini contohnya di solo dan di
ibukotanya sendiri yaitu di semarang , di DI Yogyakarta juga memakai bahasa yang halus,
sedangkan untuk yang bahasa jawa kasar berada di kota daerah perbatasan antara jawa
barat dan jawa tengah biasanya di kota daerah sekitar pantai utara dan pantai selatan.
Untuk wilayah jawa timur bahasa jawanya kebanyakan sama dengan bahasa yang ada di
jawa tengah ,tapi di daerah barat jawa timur cara bicara didaerah ini agak lantang atau
tegas, bahasa ini terletak berdekatan dengan daerah Madura .Dan ada lagi daerah Bali yang
bahasanya terdengar seperti bahasa jawa tapi jauh sekali berbeda juga bahasa Nusa
tenggara yang terdengar seperti bahasa bali.

Tata Bahasa[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Tata Bahasa Jawa
Tingkat tutur dalam bahasa Jawa dibagi menjadi tiga yaitu tingkat tutur ngoko, tingkat tutur
madya dan tingkat tutur karma. Atau secara umum dibagi menjadi dua saja yaitu tingkat tutur
ngoko dan tingkat tutur karma.

Aksara Jawa [sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Aksara Jawa
Aksara jawa berbeda dengan huruf Latin yang kita gunakan sekarang ini untuk menulis.
Aksara jawa terdiri dari :
1. Aksara Carakan / . Aksara inti yang terdiri dari 20 suku kata ato
biasa disebut Dentawiyanjana, yaitu : ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha,
ja, ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga ;

2. Aksara Pasangan / . Bentuk mati (huruf) dari aksara inti, yaitu :


h, n, c, r, k, d, t, s, w, l, p, dh, j, y, ny, m, g, b, th, ng ; pasangan
3. Aksara Swara / . Biasanya untuk huruf awal penulisan nama kota
ato nama orang yang dihormati yang diawali dengan huruf hidup, yaitu : A, I, U, E, O
4. Aksara Rekan / . Untuk penulisan huruf-huruf yang berasal dari
serapan bahasa asing, yaitu : kh, f, dz, gh, z
5. Aksara Murda / . Biasanya untuk huruf awal penulisan nama kota
ato nama orang yang dihormati, yaitu : Na, Ka, Ta, Sa, Pa, Nya, Ga, Ba
6. Aksara Wilangan / . Untuk penulisan bilangan dalam bahasa
Jawa, yaitu angka 1 s/d 10 dalam aksara Jawa.
7. Tanda Baca (Sandangan / ). Merupakan tanda baca yang biasa
digunakan, huruf hidup serta huruf mati yang biasa dipakai dalam bahasa seharihari, yaitu tanda : koma, titik, awal kamimat, dll. huruf : i, o, u, e. huruf mati : _r, _ng,
_ra, _re, dll

Tembung [sunting | sunting sumber]


Tembung dalam bahasa Indonesia artinya kata. Silah silahing tembung atau jenis kata
(Gramar) dalam Bahasa Jawa ada 10 macam:
1. Tembung aran / (kata benda). contoh: meja, kursi.
2. Tembung Kriya / (kata kerja) Contoh: turu, adus.
3. Tembung ganti / ( kata ganti). Contoh: aku, kowe, bapak.
4. Tembung Wilangan / (kata bilangan). Contoh: enem, telu,
papat.
5. Tembung Kahanan / (kata sifat). Contoh: ayu, kuru, seneng.
6. Tembung Katrangan / (kata keterangan). Contoh: ngisor,
lor, tengah.
7. Tembung Pangguwuh / (kata seru). Contoh: wah,
aduh, ah, eh.

8. Tembung Sandhangan / (kata sandang). Contoh: Sang,


Hyang, Raden.
9. Tembung Panyambung / (kata sambung). Contoh: lan,
mulane, sarta.
10. Tembung Pangarep / (kata Depan). Contoh: saka, ing, sing.

Ater ater Seselan


Panambang [sunting | sunting
sumber]
Ater ater (Awalan),Seselan (Sisipan),Panambang (Akhiran).
Ater ater [sunting | sunting sumber]
Ater ater Hanuswara

m [m+bathik=mbathik]

n [n+tulis=nulis]

ng [ng+kethok=ngethok]

ny [ny+cuwil=nyuwil]

Ater ater Tripurasa

dak [dak+pangan=dakpangak]ko [ko+jupuk=kojupuk]

di [di+goreng=digoreng]

Ater ater liya

a [a+lungguh=alungguh]

ma [ma+lumpat=malumpat]

ka [ka+gawa=kagawa]

ke [ke+sandhung=kesandhung]

sa [sa+gegem=sagegem]

pa [pa+lilah=palilah]

pi [pi+tutur=pitutur]

pra [pra+tandha=pratandha]

tar [tar+buka=tarbuka]

kuma [kuma+wani=kumawani]

kami [kami+tuwa=kamituwa]

kapi [kapi+temen=kapitemen]

Seselan [sunting | sunting sumber]

um [..um..+guyu=gumuyu]

in [..in..+carita=cinarita]

el [..el..+siwer=seliwer]

er [..er..+canthel=cranthel]

Panambang [sunting | sunting sumber]

i [kandh+i=kandhani]

ake [jupuk+ake=jupukake]

ne [teka+ne=tekane]

e [omah+e=omahe]

ane [jaluk+ane=jalukane]

ke [kethok+ke=kethokke]

a [dudut+a=duduta]

na [gawa+na=gawakna]

ana [weneh+ana=wenehana]

en [lepeh+en=lepehen]

ku [buku+ku=bukuku]

mu [klambi+mu=klambimu]

e [omah+e=omahe]

Homonim[sunting | sunting sumber]


Homonim yaiku tembung-tembung kata sama ucapannya sama penulisannya tapi beda arti
karena asal kata beda. Contoh:

Kula rade pandung panjenengan punika sinten? (pangling)

Rehning punika kathah pandung, mila kedah ngantos-atos. (maling)

Mengko yen ibu duka kepriye, mbak? (nesu)

Bocah ditakoni kok mung duka bae, sebel aku! (embuh)

Antonim[sunting | sunting sumber]


Antonim / Tembung kosok balen yaiku tembung kata yang memiliki arti berkebalikan dengan
yang lain. Kata kata antonim antara lain: padhang-peteng, bungah-susah, gedhe-cilik, bejacilaka, kasar-alus, lan sapiturute. Contoh:

Bab sugih mlarat iku sejatine jatahe dhewe-dhewe.

Kali ing Kalimantan kuwi tiga rendheng banyune ajeg gedhe.

Sinonim[sunting | sunting sumber]


Sinonim (nunggal misah) yaiku rong tembung dua kata atau lebih yang bentuk penulisannya
beda, arti sama atau hampir sama, arti yang sama persis itu jarang. Contoh:

Bocah kuwi senenge randha kemul.

Bocah kuwi senenge tempe goreng diwenehi glepung.

Tawangmangu iku hawane pancen adhem banget.

Tawangmangu iku hawane pancen atis banget.

Homograf[sunting | sunting sumber]


Homograf yaiku tembung-tembung kata yang penulisannya beda artinya beda. Contoh:

Tiyang punika asring ngagem busana cemeng. cemeng = ireng

Aku yen sowan budhe arep nyuwun cemeng loro. cemeng = anak kucing

Yen duwe meri kudu dikandhangake. meri = anak bebek

Kowe ora perlu meri karo adhimu. meri = ewa, iri

Jejer(J)/ Wasesa(W) Lisan(L) [sunting | su


nting sumber]
Dalam bahasa indonesia kita mengenal adanya struktur atau susun kalimat, seperti subjek,
predikat dan objek. Dalam bahasa jawa pun juga memiliki hal yang sama akan tetatpi
bernama lain,

Jejer = subjek

Wasesa = predikat

Lisan = objek

seperti halnya dalam bahasa indonesia, jejer dikenai pekerjaan dengan pola sama seperti
bahasa Indonesia tidak seperti english yang dibolak balik.
Contoh kalimatnya: - aku mangan (aku makan) aku = jejer mangan = wasesa
- aku mangan sego (aku makan nasi) aku = jejer mangan = wasesa sego = objek
Untuk bagian kalimat seperti keteran (katrangan) sama saja seperti bahasa Indonesia.

Ukara [sunting | sunting sumber]


Silah silahing ukara (Jenis-jenis Kalimat dlm Bhs. Jawa)
1. Ukara Kandha / (Kalimat Langsung).Tuladha : Ibu ngendika 'Kowe
kudu sekolah' /
2. Ukara Crita / (Kalimat Cerita). Tuladha : Ngendikane Ibu yen sregep
sekolah mesthi
pinter
/

.
3. Ukara Tanduk / (Kalimat Aktif). Tuladha : Bapak tindak
kantor /
4. Ukara Tanggap / (Kalimat Pasif). Tuladha : Sepedane dicet
abang /
5. Ukara Pakon / (Kalimat Perintah). Tuladha : Jupukna sepedaku
neng omahe Paklik /

6. Ukara Panjaluk / (kalimat Permohonan). Tuladha : Tulung


njupukna buku kuwi /

Peribahasa Jawa [sunting | sunting sumber]


Peribahasa Jawa merupakan suatu bentuk kearifan lokal budaya Jawa yang filosofis. Di
dalam peribahasa, terdapat makna mendalam dari sebuah kalimat atau frasa, tidak sekadar
dapat dipahami secara harfiah.
Contoh Paribasan (peribahasa) dan pepatah Jawa

nyolong pethek = nggak cocok dgn apa ygdi harapkan.

kepara kepere = tdk adil (berbagi).

criwis cawis= banyak bicara tp cekatan dlm bekerja.

keplok ora tombok = merasakan kesenangan tanpa keluar biaya.

yitna yuwana,lena kena = yg hati2 akanselamat,yg ceroboh akan celaka.

busuk ketekuk,pinter keblinger = yg pintar dan yg bodoh sama2 celaka.

jalukan ora wewehan = mau minta tp tak mau memberi.

welas tanpa alis= karena saking dermawannya jd sengsara sendiri (derma yg berlebihan
tanpa mengukur kemampuan sendiri).

kerot tanpa untu = kemauan banyak tapi tdk punya kekuatan.

anakpolah bapa kepradah = orang tua yg slalu menuruti keinginan sang anak.

Nabok nyilih tangan = menyuruh orang untuk mencelakai orang laen.

suduk gunting tatu loro =mendapat kesedihan rangkap.

ora ganja ora unus = orangnya jelek,kelakuannya jg jelek.

nututi layangan pedhot =berusaha mengembalikan situasi yg sudah semrawut.

idu di dilatmaneh = mengingkari janji sendiri.

ngubak ubak banyu bening = membuat keonaran di tmpt yg damai.

mban cindhe,mban siladan = pilih kasih (nggak adil).

dudu berase di tempurake = memberi komentar tp di luar permasalan yg sedang di


bahas.

adol lenga kari busike = yg membagi justru gak kebagian jatah.

ora mambu enthong irus= tidak kelihatan kalau bersaudara.

Purwakanthi (syair - pantun - kata bersajak)


[sunting | sunting sumber]
Purwakanthi merupakan alunan bunyi yang sama pada beberapa kata dalam sastra Jawa
dan Sunda. Terdapat dua macam purwakanthi yaitu purwakanthi swara dan purwakanthi
sastra. Purwakanthi swara adalah persamaan bunyi, sementara purwakanthi sastra adalah
persamaan huruf.
Pitutur dan ungkapan-ungkapan Jawa umumnya disampaikan secara ringkas, dengan
padanan kata bersanjak yang pas sehingga terkesan indah sekaligus mudah diingat.
Purwakanthi guru swara [sunting | sunting

sumber]

Ana awan, ana pangan

Ngalah nanging oleh

Sing salah kudu seleh

Becik ketitik ala ketara

Sing weweh bakal pikoleh

Adigang adigung adiguna

Inggih-inggih ora kepanggih

Ciri wanci lelai ginawa mati

Desa mawa cara negara mawa tata

Witing tresna jalaran seka kulina

Giri lungsi, jalma tan kena ingina

Yen menang, aja njur sewenang wenang

Ana bungah, ana susah iku wis lumrah

Sing gelem ngalah, bakal luhur wekasane

Yen krasa enak, aja njur lali anak, lali bojo, lali kanca

Purwakanthi guru sastra [sunting | sunting

sumber]

Tata titi titig tatag, tanggung tertib

Aja dhemen memada, dhateng saphadhaning dumadi

Taberi nastiti lan ngati-ati, mesthi bakal dadi

Wong jejodohan kudu ngelingi : babat,bibit,bobot,bebet

Ruruh,rereh,ririh ing wewarihipun, mrih reseping para muyarsi

Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karya, tut wuri handayani

Tarti tata-tata, ate metu turut ratan, diutus tuku tahu tempe dhuwite kertas telung atus

Tindak tanduk lan tutur kang kalantur, tamtu katula-tula katali, bakal kacatur,katutuh,
kapatuh, pan dadi awon

Sluman slumun slamet, salamun nyemplung kali plung, slulup slelep-slelep oleh slepi isi
klobot, Njumbul bul klambine teles bles

Kala kula kelas kalih, kula kilak kalo kalih kuli-kuli kula, kalo kula kli, kali kiln kula, kalo
kula kampul-kampul, kula kelap kelip kala-kala keling-keling

Tembang , Gending dan


Karawitan [sunting | sunting sumber]

Dua sinden asing, Hiromikano dari Jepang dan Megan dari Amerika Serikat Hibur Warga Kendal.

Syair gending Jawa selalu terucap tembang-tembang yang di alunkan pesinden/seniwati


maupun penggerong pada sebuah musik karawitan. Syair ini berbahasa Jawa dan bahasa
Kawi yang unik dan mengandung pesan atau nasihat untuk hidup yang damai sejahtera di
dunia ini. Syair-syair tiap gending berbeda-beda, mulai dair gending gedhe, ladrang,
ketawang maupun tembang dolanan. Masing-masing mengandung makna dan tersendiri
yang disampaikan penciptanya lewat syair tersebut.
Tembang gedhe [sunting | sunting sumber]
Tembang gedhe jenisnya:

Lebdajiwa

Kusumawicitra

Sudiradraka

Basanta

Manggalagita

Sukarini

Nagabanda

Kusumastuti

Merakng

Tebukasol

Banjaransari

Tepikawuri

Pamularsih

Bremarakrasa

Madayanti

Sudirwicitra

Madurenta

Kuswarini

Sarapada

Candrakusuma

Tembang tengahan [sunting | sunting sumber]


Tembang tengahan jenisnya :

Balabak

Wirangrong

Juru Demung

Kuswaraga

Palugon

Pangajabsih

Pranasmara

Sardulakawekas

Sarimulat

Rarabentrok

Tembang Macapat [sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Macapat
Tembang Macapat juga sering disebut sekar Macapat, sekar Alit, atau sekar Dhagelan.
Karsana H. Saputra dalam bukunya yang berjudul Sekar Macapat menyebutkan, macapat
adalah suatu bentuk puisi Jawa yang menggunakan bahasa Jawa baru, diikat oleh

persajakan yang meliputi guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu. Jadi Sekar macapat atau
tembang macapat dapat diartikan sebagai salah satu bentuk sekar (tembang) yang
menggunakan aturan guru wilangan dan guru lagu yang sudah ditentukan. Masing-masing
jenis tembang macapat memiliki jumlah gatra yang berbeda-beda dan untuk membedakan
jenis sekar macapat antara yang satu dengan lainnya dapat dilihat dari jumlah gatra, guru
lagu, dan guru wilangan.
Macapat adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris
kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan)
tertentu, dan berakhir pada bunyi sanjak akhir yang disebut guru lagu. Biasanya macapat
diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara
membaca terjalin tiap empat suku kata. Namun ini bukan satu-satunya arti, karena pada
prakteknya tidak semua tembang macapat bisa dinyanyikan empat-empat suku kata. [1]
Tembang macapat ada 11 ( sebelas ) :
1. Maskumambang
2. Pocung
3. Gambuh
4. Megatruh
5. Mijil
6. Kinanthi
7. Asmaradana
8. Durma
9. Pangkur
10. Sinom
11. Dhandhanggula
Tembang macapat itu terdiri dari Guru Gatra, Guru wilangan, guru lagu, dan watak. Guru
gatra adalah jumlah baris dalam tembang macapat. Guru wilangan adalah jumlah suku kata
dalam tembang macapat. Guru lagu adalah jatuhnya suara diakhir baris tembang macapat.

Serat [sunting | sunting sumber]

1. Serat berisi tentang ajaran atau Piwulang dan pitutur kearah kebaikan dan
kebajikan.
2. Didalam serat berisi tuntunan agung yang dapat dijadikan seabagai pedoman dan
suri tauladan bagi manusia.
3. Serat menganduing makna moralitas yang berkenaan dengan dengan etika hidup.
Contoh Serat

Serat Sastra Ganding diciptakan oleh Kanjeng Sultan Agung.

Serat Wulangreh merupakan karya sastra berbentuk tembang hasil buah karya Sri
Susuhunan Pakubuwana IV.

Serat Wedhatama adalah sebuah karya sastra Jawa baru yang secara formal dinyatakan
ditulis oleh Magkunegara IV.

Serat Wulang Estri merupakan karya sastra kelanjutan dari ajaran Paku Buwana IV yang
ditujukan bagi putrinya, yaitu berupa ajaran berumah tangga.

Serat Wedaraga merupakan salah satu karya sastra berbentuk tembang macapat
karangan R. Ng. Ranggawarsita.

Serat Nitisastra karya Raden Ngabehi Yasadipura II.

Babad [sunting | sunting sumber]

Babad Giyanti

1. Babad berisi tentang sejarah lokal yang berhubungan dengan nama tempat, daerah,
kerajaan maupun tokoh besar (historis)
2. Babad bersifat lokal yang ditulis dengan cara pandang tradisional, sehingga sering
dibumbui dengan berbagai hal yang bersifat pralogis atau bahkan bersifat fiktif dan
simbolik.
3. Babad bersifat istana centris karena pada umumnya ditulis pada lingkungan kraton
dengan raja selaku penguasa daerah yang bersangkutan , atau lingkungn
bangsawan yang lebih kecil.
4. Pada umumnya babad ditulis dengan tujuan: (a) mencatat segala peristiwa,
kejadian, atau pengalaman yang pernah terjadi pada masa lampau. (b) untuk
menjadi teladan yang baik agar dapat diambil manfaatnya. (c) untuk memperkuat
sakti raja.(Sedyawati, ed. 2001: 267)

5. Babad bersifat subjektif karena kebanyakan penulisnya berasal dari latar belakang,
kecenderunga, dan pendiriannya yang ditentukan oleh pengalaman, situasi, dan
kondisi hidupnya pada sebagai manusia sosial budaya pada masa dan masyarakat
tertentu (Teeuw, 1988)
6. Babad bersifat fragmentatif artinya bahwa fakta-fakta yang ditampilkan dalam babad
tidaklah lengkap.
7. Babad menekankan pada pengagungan leluhur maupun raja, yang menekankan
pada pengukuhan legitimasi sebagai catatan sejarah bagi kepentingan penguasa
dan keturunanya.
8. Babad bersifat sugestif artinya bahwa babad dapat mempengaruhi pandangan
seseorang.
Contoh Babad

Babad Giyanti

Babad kartasura

Babad Sengkala

Babad Surapati

Babad Damarwulan

Babad demak

Suluk [sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1898, pengangkatan Ratu Wilhelmina di Belanda cukup menyita perhatian masyarakat.
Sebuah buku bahkan dicetak di Semarang untuk memperingati kejadian tersebut. Dengan bahasa dan
aksara Jawa, halaman depan buku tersebut berbunyi: "Sri Makutho, merayakan Keluarga Kerajaan
kami dan Pengangkatan Ratu Nederland Wilhelmina"

1. Suluk kental dengan ajaran agama islam.


2. Suluk sering kali dihubungkan dengan ajaran-ajaran tasawuf yang kemudian
dimaknai dengn pengembaraan atau perjalanan dalam rangk mencari makna hidup.
3. Suluk sering dianalogikan dengan kata yen sinusul muluk yang berarti kalau dikejar
semakin membumbung tinggi. Maksutnya, keilmuan suluk, bila semakin dipikirkan
akan semakin jauh untuk dijangkau pikiran atau logika awam.
4. Permasalahan yang sering diangkat dalam suluk berhubungan erat dengan hal-hal
ghaib yakni hal-hal supranatural yang yang hubungannya dengan Tuhan dan
kehidupan manusia.
5. Suluk memiliki struktur yang tidak mudah difahami maknanya atau relatif
membingungkan, terutama bagi yang tidak bisa menggelutinya.
6. Sastra suluk umumnya ditulis dalam bentuk tembang (macapat) namun juga ada
yang berbentuk prosa.
Contoh suluk:

Suluk Seh Takawardi

Suluk Malang Sumirang

Suluk Wujil

Sastra Jawa [sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sastra Jawa
Sejarah Sastra Jawa dimulai dengan sebuah prasasti yang ditemukan di daerah Sukabumi
(Sukobumi), Pare, Kediri Jawa Timur. Prasasti yang biasa disebut dengan nama Prasasti
Sukabumi ini bertarikh 25 Maret tahun 804 Masehi. Isinya ditulis dalam bahasa Jawa Kuna.
Setelah prasasti Sukabumi, ditemukan prasasti lainnya dari tahun 856 M yang berisikan
sebuah sajak yang disebut kakawin. Kakawin yang tidak lengkap ini adalah sajak tertua
dalam bahasa Jawa (Kuna).
Sastra Jawa dibagi dalam empat masa:

Sastra Jawa Kuna

Sastra Jawa Tengahan

Sastra Jawa Baru

Sastra Jawa Modern

Sastra Jawa Kuno [sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sastra Jawa Kuno
Sastra Jawa Kuno atau seringkali dieja sebagai Sastra Jawa Kuna meliputi sastra yang
ditulis dalam bahasa Jawa Kuna pada periode kurang-lebih ditulis dari abad ke-9 sampai
abad ke-14 Masehi, dimulai dengan Prasasti Sukabumi. Karya sastra ini ditulis baik dalam
bentuk prosa (gancaran) maupun puisi (kakawin). Karya-karya ini mencakup genre seperti
sajak wiracarita, undang-undang hukum, kronik (babad), dan kitab-kitab keagamaan. Sastra
Jawa Kuno diwariskan dalam bentuk manuskrip dan prasasti. Manuskrip-manuskrip yang
memuat teks Jawa Kuno jumlahnya sampai ribuan sementara prasasti-prasasti ada puluhan
dan bahkan ratusan jumlahnya. Meski di sini harus diberi catatan bahwa tidak semua
prasasti memuat teks kesusastraan.
Karya-karya sastra Jawa penting yang ditulis pada periode ini termasuk Candakarana,
Kakawin Ramayana dan terjemahan Mahabharata dalam bahasa Jawa Kuno.
Sastra Jawa Kuno dalam bentuk prosa[sunting | sunting sumber]
1. Candakarana
2. Sang Hyang Kamahayanikan
3. Brahmandapurana
4. Agastyaparwa
5. Uttarakanda
6. Adiparwa
7. Sabhaparwa
8. Wirataparwa, 996
9. Udyogaparwa
10. Bhismaparwa

11. Asramawasanaparwa
12. Mosalaparwa
13. Prasthanikaparwa
14. Swargarohanaparwa
15. Kunjarakarna
Sastra Jawa Kuno dalam bentuk puisi (kakawin)[sunting | sunting sumber]
1. Kakawin Tertua Jawa, 856
2. Kakawin Ramayana ~ 870
3. Kakawin Arjunawiwaha, Empu Kanwa, ~ 1030
4. Kakawin Kresnayana
5. Kakawin Sumanasantaka
6. Kakawin Smaradahana
7. Kakawin Bhomakawya
8. Kakawin Bharatayuddha, Empu Sedah dan Empu Panuluh, 1157
9. Kakawin Hariwangsa
10. Kakawin Gatotkacasraya
11. Kakawin Wrettasacaya
12. Kakawin Wrettayana
13. Kakawin Brahmandapurana
14. Kakawin Kunjarakarna, Empu Dusun
15. Kakawin Nagarakretagama, Empu Prapanca, 1365
16. Kakawin Arjunawijaya, Empu Tantular

17. Kakawin Sutasoma, Empu Tantular


18. Kakawin Siwaratrikalpa, Kakawin Lubdhaka
19. Kakawin Parthayajna
20. Kakawin Nitisastra
21. Kakawin Nirarthaprakreta
22. Kakawin Dharmasunya
23. Kakawin Harisraya
24. Kakawin Banawa Sekar Tanakung
Petikan dari Kakawin Sutasoma[sunting | sunting sumber]

Lontar Sutasoma dari Jawa Tengah dalam aksara Buda.

Di bawah ini diberikan beberapa contoh petikan dari kakawin ini bersama dengan
terjemahannya. Yang diberikan contohnya adalahmanggala, penutup dan sebuah petikan
penting.
Kakawin Sutasoma adalah sebuah kakawin dalam bahasa Jawa Kuna. Kakawin ini
termasyhur, sebab setengah bait dari kakawin ini menjadi motto nasional Indonesia:
Bhinneka Tunggal Ika (Bab 139.5).
Motto atau semboyan Indonesia tidaklah tanpa sebab diambil dari kitab kakawin ini. Kakawin
ini mengenai sebuah cerita epis dengan pangeran Sutasoma sebagai protagonisnya.
Amanat kitab ini mengajarkan toleransi antar agama, terutama antar agama Hindu-Siwa dan
Buddha. Kakawin ini digubah oleh Empu Tantular pada abad ke-14.
Manggala[sunting | sunting sumber]
Pada Kakawin Sutasoma terdapat sebuah manggala. Manggala ini memuja Sri Bajrajana
yang merupakan intisari kasunyatan.Jika beliau menampakkan dirinya, maka hal ini keluar
dalam samadi sang Boddhacitta dan bersemayam di dalam benak. Lalu
beberapa yuga disebut di mana Brahma, Wisnu dan Siwa melindungi. Maka sekarang
datanglah Kaliyuga di mana sang Buddha datang ke dunia untuk membinasakan kekuasaan
jahat.
Manggala
1 a. r Bajrajna nytmaka parama
sirnindya ring rat wies.a

Terjemahan
1 a. Sri Bajrajana, manifestasi sempurna Kasunyatan
adalah yang utama di dunia.

1 b. ll uddha pratis.t.hng hredaya jayajayngken mahswargaloka

1 b. Nikmat dan murni teguh di hati, menguasai semuanya


bagai kahyangan agung.
1 c. Ia adalah titisan Pelindung tunggal yang menganugrahi
1 c. ekacchattrng arrnghuripi
kehidupan kepada tri buwana bumi, langit dan sorga
sahananing bhur bhuwah swah prakrn.a
seru sekalian alam.
1 d. sks.t candrrka prn.dbhuta ri
1 d. Bagaikan terang bulan dan matahari sifat yang keluar
wijilira n sangka ring Boddhacitta
dari batin orang yang telah sadar.
2 a. Singgih yan siddhayogwara wekasira 2 a. Ia yang diterangi, yang manunggal dengan Tuhan,
sang stmya lwan bhat.ra
memang benar-benar Raja kaum Yogi yang berhasil.
2 b. Perwujudan segala ilmu Kasunyatan baik kasar
2 b. Sarwajmrti nyganal alit inucap
ataupun halus, diajikan dalam sebuah doa dan puja yang
mus.t.ining dharmatattwa
khusyuk.
2 c. Sangsipta n pt wulik ring hati sira
2 c. Singkatnya, mari mencari-Nya dengan betul dalam
sekung ing yoga lwan samdhi
hati, didukung dengan yoga dan samadi penuh.
2 d. Byakta lwir bhrntacittngrasa riwa2 d. Persis bagaikan seseorang yang merana hatinya
riwaning nirmalcintyarpa
merasakan rasa kemurnian Yang Tak Bisa Dibayangkan.
3 a. Ndah yka n mangkana ng nti kineep 3 a. Maka itulah ketentraman hati yang dituju seorang yogi
i tutur sang huwus siddhayogi
sempurna.
3 b. Pjan ring jna uddhprimita
3 b. Biarkan aku memuja dengan kemurnian dan kebaktian
aran.ning miket langwa-langwan
tak tertara sebagai sarana untuk menulis syair indah.
3 c. Dr ngwang siddhakawyngitung
3 c. Mustahil aku akan berhasil menulis kakawin sebab
ahiwang apan tan wruh ing stra mtra
tiada tahu akan tatacara bersastra.
3 d. Nghing kwran dning ambek raga3 d. Namun, sungguh malu dan terganggu oleh pikiran
ragan i manah sang kawrja obha
akan sebuah penyair sempurna di ibukota.
4 a. Prwaprastwaning parwaracana
4 a. Pertama dari semua cerita yang saya gubah diturunkan
ginelar sangka ring Boddhakwya
dari kisah-kisah sang Buddha.
4 b. Ngni dwpra ring treat kretayuga
4 b. Dahulukala ketika dwapara-, treta- dan kretayuga,
sirang sarwadharmnggaraks.a
beliau merupakan perwujudan segala bentuk dharma.
4 c. Tan ln hyang Brahma Wis.n.wwara
4 c. Tiada lain sang hyang Brahma, Wisnu dan Siwa.
sira matemah bhpati martyaloka
Semuanya menjadi raja-raja di Mercapada (dunia fana).
4 d. Mangk n prpta ng kali r Jinapati
4 d. Dan sekarang pada masa Kaliyuga, Sri Jinapati turun
manurun matyana ng kla murkha
di sini untuk menghancurkan kejahatan dan keburukan.
Penutup[sunting | sunting sumber]
Pupuh penutup adalah pupuh nomor 148.

Epilog
1 a. Nhan tntyanikang kathtiaya
Boddhacarita ng iniket
1 b. D sang kawy aparab mpu Tantular
amarn.a kakawin alang
1 c. Khytng rat Purus.danta
pangaranya katuturakena
1 d. Drghyuh sira sang rumengwa tuwi
sang mamaca manulisa
2 a. Bhras.t.a ng durjana nyakya
kumeter mawedi giri-girin
2 b. D r rjasa raja bhpati sang
angd.iri ratu ri Jawa
2 c. uddhmbek sang aswa tan salah

Terjemahan
1 a. Maka inilah akhir dari sebuah cerita indah dan digubah dari
kisah sang Buddha.
1 b. Oleh seorang penyair bernama Empu Tantular yang
menggubah kakawin indah.
1 c. Termasyhur di dunia dengan nama Purusadasanta
(pasifikasi raja Purusada).
1 d. Semoga semua yang mendengarkan, membaca dan
menyalin akan panjang umurnya.
2 a. Hancur lebur para durjana, tak berdaya, gemetar, takut
karena ngeri.
2 b. Oleh Sri Rajasa yang bertakhta di Jawa.
2 c. Para abdinya berhati murni dan melaksanakan segala

ulah sawarahira tinut


2 d. Sk wrdhika mwwu yka magaw
resaning ari teka
3 a. Ramya ng sgara parwatki
sakapunpunan i sira lengeng
3 b. Mwang tang rjya ri Wilwatikta
pakarjyanira n anupama
3 c. Krn.kang kawi gta lambing
atuhnwam umarek i haji
3 d. Lwir sang hyang ai rakwa prn.a
pangapusnira n anuluhi rat
4 a. Bhda mwang damel I nghulun kadi
patangga n umiber i lemah
4 b. Ndan dra n mad.anka pan wwang
atimd.ha kumawih alang
4 c. Lwir bhrn.tgati dharma ring kawi
turung wruh ing aji sakath
4 d. Nghing sang r Ran.amanggalki
sira sang titir anganumata.

perintahnya tanpa salah.


2 d. Sungguh banyak para pahlawan unggul, jumlahnya ada
ribuan yang memberikan rasa takut kepada para musuh.
3 a. Indahlah laut dan gunung di bawah penguasaannya.
3 b. Dan ibukota Wilwatikta (= Majapahit) sungguh indah di
luar bayangan.
3 c. Banyaklah jumlah para penyair, tua dan muda yang
menggubah nyanyian dan kakawin yang menghadap sang ratu.
3 d. Bagaikan Dewa Candra kekuasaannya menyinari dunia.
4 a. Berbeda dengan karyaku bagaikan gajah yang terbang di
atas tanah.
4 b. Mustahillah menyamai karena orang bodoh yang seolaholah menulis kakawin indah.
4 c. Seperti seseorang yang bingung mengenai kewajiban
seorang penyair tidak mengenal peraturan bersyair.
4 d. Namun Sri Ranamanggala juga yang menjadi panutanku.

Bhinneka Tunggal Ika [sunting | sunting sumber]

Lambang Indonesia dengan mottoBhinneka Tunggal Ika

Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5. Lengkapnya ialah:


Jawa Kuna
Rwneka dhtu winuwus Buddha Wiswa,

Alih bahasa
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa
Bhinnki rakwa ring apan kena parwanosen,
dikenali?
Mangka ng Jinatwa kalawan iwatatwa
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
tunggal,
Bhinnka tunggal ika tan hana dharma
Berbeda-beda tetapi tetap satu,, tidak ada kebenaran yang
mangrwa.
mendua.
Petikan dari Kakawin Bharatayuddha dalam budaya Jawa Baru[sunting | sunting

sumber]
Kakawin ini menceritakan peperangan antara kaum Korawa dan Pandawa, yang disebut
peperangan Bharatayuddha.

Kakawin ini digubah oleh dua orang, yaitu: Empu Sedah dan Empu Panuluh. Bagian
permulaan sampai tampilnya prabu Salya ke medan perang adalah karya Empu Sedah,
selanjutnya adalah karya Empu Panuluh.
Kakawin Bharatayuddha adalah salah satu dari beberapa dari karya sastra Jawa Kuna yang
tetap dikenal pada masa Islam. Dalam pertunjukan wayang, beberapa bagian dari
Bharatayuddha dinyanyikan sebagai bagian dari nyanyian suluk, bahkan juga dalam
pertunjukan wayang yang bernafaskan Islam, misalkan cerita wayang Menak. Terutama
cuplikan dari pupuh kelima, bait satu sangat sering dipakai:
Pupuh V.1[sunting | sunting sumber]
<span lang="jv" xml:lang="jv" title ="Aksara Jawa

ln
glng

ramya
nikang
ang

ka
kum
ar

mangr
ngga

rmni

ng pur " style="font-family:Tuladha Jejeg; font-size:18px; line-height:2em; word-wrap: break-word;


text-decoration: none;">

ma
ngkin

tan
pasirin
g

halpn
ikang
umah

ms
lwir
murub
ring
langit

tk
wan

sarwa
man ik
tawing
nya
sinawu
ng
sks at
skarn
ing
suji

un
ggwan
Bhnu
mat
yan
amrm
alang
mwan
g
ntha
Duryo
dhana

Terjemahan[sunting | sunting sumber]

Sinar bulan yang menawan sungguh menambah keindahan puri

Tiadalah bandingan keindahan paviliun emas yang bersinar-sinar seakan-akan berkilau


di langit

Dinding-dindingnya terbuat dari batu-batu ratna manikam yang dirangkai bagaikan bunga

Tempat sang Bhanumati dan prabu Duryodhana tidur dalam cinta

Petikan dari Kakawin Arjunawiwha[sunting | sunting sumber]

Dua lembaran lontar kakawin Arjunawiwha.

Kakawin Arjunawiwha (Jawa:) adalah kakawin pertama yang


berasal dari Jawa Timur. Karya sastra ini ditulis oleh Empu Kanwa pada masa pemerintahan
Prabu Airlangga, yang memerintah di Jawa Timur dari tahun 1019 sampai dengan 1042
Masehi. Sedangkan kakawin ini diperkirakan digubah sekitar tahun 1030.
Manggala[sunting | sunting sumber]
Kakawin Arjunawiwaha memiliki sebuah manggala. Berikut adalah manggala beserta
terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
Manggala
1. Ambek sang paramrthapan d ita huwus
limpad sakng nyat,
Tan sangkng wis aya prayojananira lwir
sanggrahng lokika,
Siddhning yaawrya donira sukhning rt
kininkinira,
santos heletan kelir sira sakng sang hyang
Jagatkran a.
2. Us.n.is.angkwi lebni pdukanir sang
hyang Jagatkran.a
Manggeh manggalaning miket kawijayan
sang Prtha ring kahyangan

Terjemahan
Batin sang tahu Hakikat Tertinggi telah mengatasi
segalanya karena menghayati Kehampaan[3],
Bukanlah terdorong nafsu indria tujuannya, seolah-olah
saja menyambut yang duniawi,
Sempurnanya jasa dan kebajikan tujuannya. Kebahagiaan
alam semesta diperihatinkannya.
Damai bahagia, selagi tersekat layar pewayangan dia dari
Sang Penjadi Dunia.
Hiasan kepalaku merupakan debu pada alas kaki beliau
Sang Hyang Penjadi Dunia
Terdapatkan pada manggala dalam menggubahkan
kemenangan sang Arjuna di kahyangan

Prasasti Nusantara[sunting | sunting sumber]

Prasasti Ngadoman ditemukan di desa Ngadoman, dekat Salatiga, Jawa Tengah.

Prasasti Nusantara adalah prasasti yang berasal dari wilayah Nusantara. Prasasti-prasasti
ini ditulis dalam aksara serta bahasa-bahasa asli Nusantara dan bahasa-bahasa asing,
seperti bahasa Sanskerta. Di bawah ini disajikan daftar seleksi beberapa prasasti Nusantara
Jawa yang penting atau menarik. Semua tahun yang disebut di bawah ini adalah tahun
Masehi.
Prasasti-prasasti berikut berbahasa Jawa, baik Jawa Kuna (Kawi) maupun Baru.

Prasasti Plumpungan, Dukuh Plumpungan, Desa Kauman Kidul, Kecamatan


Sidorejo, Salatiga, Jawa Tengah, 24 Juli 750

Prasasti Sukabumi, Sukabumi, Pare, Kediri, Jawa Timur, 25 Maret 804

Prasasti Kayumwungan, Karangtengah, Temanggung, Jawa Tengah (dwibahasa), 824

Prasasti Siwagrha (Prasasti kakawin tertua Jawa), 856

Prasasti Taji, 901

Prasasti Mantyasih, Desa Meteseh, Magelang Utara, Jawa Tengah, 11 April 907

Prasasti Rukam, 907

Prasasti Wanua Tengah III, 908

Prasasti Wurudu Kidul, tanpa tahun, ~ 922

Prasasti Mula Malurung, Kediri, 1255[4]

Prasasti Sarwadharma, pemerintahan Kertanegara, 1269

Prasasti Sapi Kerep, Desa Sapi Kerep, Sukapura, Probolinggo, 1275[4]

Prasasti Singhasari 1351, Singosari, Malang, Jawa Timur, 1351

Prasasti Ngadoman, Ngadoman (Salatiga), Jawa Tengah, 1450

Prasasti Pakubuwana X, Surakarta, Jawa Tengah, 1938

Bentuk tingkat tutur bahasa Jawa[sunting | sunting sumber]


Menurut bentuknya, secara garis besar tingkat tutur bahasa Jawa dibagi menjadi 5
tingkatan,
1. basa ngoko,
2. basa madya,
3. basa krama,
4. basa kedaton atau bagongan, dan
5. basa kasar.
Kelima tingkat tutur tersebut secara rinci semuanya dibagi menjadi 13 tingkat, yaitu:

1. ngoko lugu,
2. ngoko andhap antya basa,
3. ngoko andhap basa antya,
4. madyo ngoko,
5. madyatara,
6. madyakrama,
7. mudokrama,
8. kramantara,
9. wredakrama,
10. krama inggil
11. krama deso,
12. basa kedaton atau bagongan, dan
13. basa kasar.

Makna tingkat tutur[sunting | sunting sumber]


Sebetulnya bila diringkas bahasa Jawa sehari-hari ada 3 tataran,
1. Krama (halus),
2. Madya (biasa),
3. Ngoko (pergaulan), atau basa kasar.

Register (undhak-undhuk basa)[sunting | sunting sumber]


Bahasa Jawa mengenal undhak-undhuk basa dan menjadi bagian integral dalam tata krama
(etiket) masyarakat Jawa dalam berbahasa. Dialek Surakarta biasanya menjadi rujukan
dalam hal ini. Bahasa Jawa bukan satu-satunya bahasa yang mengenal hal ini karena
beberapa bahasa Austronesia lain dan bahasa-bahasa Asia Timur seperti bahasa Korea dan
bahasa Jepang juga mengenal hal semacam ini. Dalam sosiolinguistik, undhak-undhuk
merupakan salah satu bentuk register.

Terdapat tiga bentuk utama variasi, yaitu ngoko ("kasar"), madya ("biasa"),
dan krama ("halus"). Di antara masing-masing bentuk ini terdapat bentuk "penghormatan"
(ngajengake, honorific) dan "perendahan" (ngasorake, humilific). Seseorang dapat berubahubah registernya pada suatu saat tergantung status yang bersangkutan dan lawan bicara.
Status bisa ditentukan oleh usia, posisi sosial, atau hal-hal lain. Seorang anak yang
bercakap-cakap dengan sebayanya akan berbicara dengan varian ngoko, namun ketika
bercakap dengan orang tuanya akan menggunakan krama andhap dan krama inggil. Sistem
semacam ini terutama dipakai di Surakarta, Yogyakarta, dan Madiun. Dialek lainnya
cenderung kurang memegang erat tata-tertib berbahasa semacam ini.
Sebagai tambahan, terdapat bentuk bagongan dan kedhaton, yang keduanya hanya dipakai
sebagai bahasa pengantar di lingkungan keraton. Dengan demikian, dikenal bentuk-bentuk
ngoko lugu, ngoko andhap, madhya, madhyantara, krama, krama inggil, bagongan,
kedhaton.
Di bawah ini disajikan contoh sebuah kalimat dalam beberapa gaya bahasa yang berbedabeda ini.

Bahasa Indonesia: "Maaf, saya mau tanya rumah Kak Budi itu, di mana?"
1. Ngoko kasar: Eh, aku arep takon, omah Budi kuwi, nng *ndi?
2. Ngoko alus: Aku nyuwun pirsa, dalem mas Budi kuwi, nng endi?
3. Ngoko meninggikan diri sendiri: Aku kersa ndangu, omah mas Budi kuwi, nng
ndi? (ini dianggap salah oleh sebagian besar penutur bahasa Jawa karena
menggunakan leksikon krama inggil untuk diri sendiri)
4. Madya: Nuwun swu, kula ajeng tanglet, griyan mas Budi niku, teng pundi? (ini
krama desa (substandar))
5. Madya alus: Nuwun swu, kula ajeng tanglet, dalem mas Budi niku, teng pundi?
(ini juga termasuk krama desa (krama substandar))
6. Krama andhap: Nuwun swu, dalem badh nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi
punika, wonten pundi? (dalem itu sebenarnya pronomina persona kedua, kagungan
dalem 'kepunyaanmu'. Jadi ini termasuk tuturan krama yang salah alias krama desa)
7. Krama lugu: Nuwun sewu, kula badh takn, griyanipun mas Budi punika, wonten
pundi?
8. Krama alus Nuwun sewu, kula badhe nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika,
wonten pundi?

nng adalah bentuk percakapan sehari-hari dan merupakan kependekan dari bentuk baku

ana ing yang disingkat menjadi (a)nng.


Dengan memakai kata-kata yang berbeda dalam sebuah kalimat yang secara tatabahasa
berarti sama, seseorang bisa mengungkapkan status sosialnya terhadap lawan bicaranya
dan juga terhadap yang dibicarakan. Walaupun demikian, tidak semua penutur bahasa Jawa
mengenal semuanya register itu. Biasanya mereka hanya mengenal ngoko (kasar) dan
sejenismadya (biasa).

Ngoko[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk kategori ini adalah Ngoko.
Ngoko adalah salah satu tingkatan bahasa dalam Bahasa Jawa. Bahasa ini paling
umum dipakai di kalangan orang Jawa. Pemakaiannya dihindari untuk berbicara dengan
orang yang dihormati atau orang yang lebih tua.
Tingkat tutur ngoko yaitu ungah ungguh bahasa jawa yang berintikan leksikon ngoko.
Ciri-ciri katanya terdapat afiks di-,-e dan ake. Ragam ngoko dapat digunakan oleh
mereka yang sudah akrab dan oleh mereka yang merasa dirinya lebih tinggi status
sosialnya daripada lawan bicara (mitra wicara). Ragam ngoko mempunyai dua bentuk
varian, yaitu ngoko lugu dan ngoko alus (Sasangka 2004:95).

Krama[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk kategori ini adalah Krama.
Krama adalah salah satu tingkatan bahasa dalam Bahasa Jawa. Bahasa ini paling
umum dipakai di kalangan orang Jawa. Pemakaiannya sangat baik untuk berbicara
dengan orang yang dihormati atau orang yang lebih tua.
Yang dimaksud dengan ragam krama adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa
yang berintikan leksikon krama, atau yang menjadi unsur inti di dalam ragam krama
adalah leksikon krama bukan leksikon yang lain. Afiks yang muncul dalam ragam ini
pun semuanya berbentuk krama (misalnya, afiks dipun-, -ipun, dan aken). Ragam
krama digunakan oleh mereka yang belum akrab dan oleh mereka yang merasa
dirinya lebih rendah status sosialnya daripada lawan bicara. Ragam krama
mempunyai tiga bentuk varian, yaitu krama lugu, karma andhap dan krama alus
(Sasangka 2004:104).

Madya[sunting | sunting sumber]


Madya adalah salah satu tingkatan bahasa Jawa yang paling umum dipakai di
kalangan orang Jawa. Tingkatan ini merupakan bahasa campuran antara ngoko dan
krama, bahkan kadang dipengaruhi dengan bahasa Indonesia. Bahasa madya ini
mudah dipahami dan dimengerti.

Variasi[sunting | sunting sumber]


Bahasa Jawa sangat beragam, dan keragaman ini masih terpelihara sampai
sekarang, baik karena dituturkan maupun melalui dokumentasi tertulis. Dialek
geografi, dialek temporal serta register dalam bahasa Jawa sangat kaya sehingga
seringkali menyulitkan orang yang mempelajarinya.

Dialek geografi[sunting | sunting sumber]


Klasifikasi berdasarkan dialek geografi mengacu kepada pendapat E.M. Uhlenbeck
(1964) [5]. Peneliti lain seperti W.J.S. Poerwadarminta dan Hatley memiliki pendapat
yang berbeda.[butuh rujukan]
Kelompok Barat
1. dialek Banten
2. dialek Cirebon. Menurut hasil penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan metode Guiter, bahasa Cirebonan memiliki perbedaan
sekitar 75% dengan bahasa Jawa Yogyakarta / Surakarta. [6]
3. dialek Tegal
4. dialek Banyumasan
5. dialek Bumiayu (peralihan Tegal dan Banyumas)
Kelompok Tengah
1. dialek Pekalongan
2. dialek Kedu
3. dialek Bagelen
4. dialek Semarang
5. dialek Pantai Utara Timur (Jepara, Rembang, Demak, Kudus, Pati)
6. dialek Blora
7. dialek Mataram (dialek Surakarta dan dialek Yogyakarta)
8. dialek Madiun

Kelompok kedua ini dikenal sebagai bahasa Jawa Tengahan atau Mataraman.
Dialek Surakarta dan Yogyakarta menjadi acuan baku bagi pemakaian resmi bahasa
Jawa (bahasa Jawa Baku).
Kelompok Timur
1. dialek Pantura Jawa Timur (Tuban, Bojonegoro)
2. dialek Surabaya
3. dialek Malang
4. dialek Jombang
5. dialek Tengger
6. dialek Banyuwangi
Kelompok ketiga ini dikenal sebagai bahasa Jawa Wetanan (Timur).
Selain dialek-dialek di tanah asal, dikenal pula dialek-dialek yang dituturkan oleh
orang Jawa diaspora, seperti di Sumatera Utara, Lampung, Suriname, Kaledonia
Baru, dan Curaao.

Dialek temporal[sunting | sunting sumber]


Berdasarkan dokumentasi tertulis, bahasa Jawa paling tidak memiliki dua variasi
temporal, yaitu bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Modern. Bahasa Jawa Kuna
sering kali disamakan sebagai bahasa Kawi, meskipun sebenarnya bahasa Kawi
lebih merupakan genre bahasa susastra yang diturunkan dari bahasa Jawa Kuna.
Bahasa Jawa Kuna dikenal dari berbagai prasasti serta berbagai "kakawin" yang
berasal dari periode Medang atau Mataram Hindu sampai surutnya
pengaruh Majapahit (abad ke-8 sampai abad ke-15).
Bahasa Jawa Modern adalah bahasa dikenal dari literatur semenjak periode
Kesultanan Demak (abad ke-16) sampai sekarang. Ciri yang paling khas adalah
masuknya kata-kata dari bahasa Arab, Portugis, Belanda, dan juga Inggris.

Pranatacara[sunting | sunting sumber]

Pranatacara atau sering disebut pambyawara, pranata adicara, pranata titilaksana


atau pranata laksitaning adicara adalah salah satu jenis pekerjaan yang
berhubungan dengan suatu pertemuan atau acara dalam masyarakat Jawa.
Pranatacara dalam bahasa Indonesia disebut pewara. Pranatacara merupakan
pembawa acara dalam upacara adat Jawa seperti pernikahan (temanten), kematian
(kesripahan), pertemuan (pepanggihan), perjamuan (pasamuan), pengajian
(pengaosan), pentas, dan sebagainya.
Pranatacara merupakan pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus karena
orang yang melakukan pekerjaan tersebut biasanya memahami dengan benar
susunan suatu acara dengan menggunakan bahasa Jawa krama Inggil. Pranatacara
lebih sering dihubungkan dengan upacara adat pengantin Jawa.

Wayang Kulit[sunting | sunting sumber]

Pagelaran wayang kulit oleh dalang terkemuka di Indonesia, Ki Manteb Sudharsono.

Wayang salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di
antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni
suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni
perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga
merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat,
serta hiburan.
Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat
bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa
Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli
bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara
para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats,
Rentse, dan Kruyt.
Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat
kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya
orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar,
Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di
negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari
bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain.
Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa
bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel,
Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua
ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.
Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah sepakat bahwa
wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari
negara lain.
Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman
pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di
Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Karya sastra yang menjadi bahan
cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain,
naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa
pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab
Ramayana karangan pujangga India, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa
tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna,
tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah
Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang
merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang
lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi India, adalah Baratayuda Kakawin
karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa
pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).

Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak
zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu
antara lain sudah menyebutkan kata-kata "mawayang" dan `aringgit' yang
maksudnya adalah pertunjukan wayang.

Dalang[sunting | sunting sumber]


Dalang adalah pemimpin, pengarah, sutradara dan dirijen dari suatu pertunjukkan
wayang. Kecuali pertunjukkan Wayang Orang dan Wayang Topeng, Dalang harus
memainkan seluruh gerak peraga tokoh wayang yang dimainkannya. Ia juga
member ipengarahan pada para penabuh gamelan, pesinden dan wiraswara.
Pengarahan itu dilakukan dengan berbagai isyarat yang dipahami oleh anak
buahnya.
Dalam pelajaran pedalangan Wayang Kulit Purwa ada delapan pasyarat yang harus
dimiliki oleh seorang dalang, yakni :
1. Parama Sastra, seorang dalang harus kaya akan perbendaharaan kata, ahli
dalam tata bahasa, terutama bahasa lisan.
2. Parameng Kawi, seorang dalang harus memahami arti kata-kata dan istilah
bahasa Kawi dan bahasa Jawa Kuno.
3. Mardi Basa, Dalang yang baik harus pandai memainkan atau mengolah
kata-kata yang digunakan, sehingga penceritaannya lebih meikat perhatian
penonton, lebih dapat membawakan suasana cerita.
4. Mardawa lagu, artinya dalang harus menguasai berbagai tembang, gending
dan seni karawitan.
5. Mandra Guna, seorang dalang harus menguasai berbagai keterampilan
dalam seni pedalangan. Ada juga yang mengartikan dalang yang harus
memiliki kelebihan batiniah dan sugesti diri yang kuat, sehingga dapat
menguasai dan mengendalikan emosi penonton.
6. Hawicarita, Dalang harus seorang yang mempunyai kemampuan bercerita,
kemahiran untuk membawakan cerita secara runtut dan memikat. Tidak ada
bagian cerita yang terlupa.
7. Nawung Krida, dalang harus mengerti dasar-dasar ilmu psikologi,
memahami karakter semua tokoh wayang dan kaitannya dengan karakter
manusia.

8. Sambegana, dalang harus mempunyai ingatan kua terhadap semua lakon


wayang dan tahu benar urutan scenario ceritanya.

Ketoprak[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Ketoprak

Pementasan Ketoprak

Ketoprak merupakan teater rakyat yang paling populer, terutama di daerah


Yogyakarta dan daerah Jawa Tengah. Namun di Jawa Timur pun dapat ditemukan
ketoprak. Di daerah-daerah tersebut ketoprak merupakan kesenian rakyat yang
menyatu dalam kehidupan mereka dan mengalahkan kesenian rakyat lainnya
seperti srandul dan emprak. Pada mulanya ketoprak merupakan permainan orangorang desa yang sedang menghibur diri dengan menabuh lesung pada waktu bulan
purnama, yang disebut gejogan. Dalam perkembangannya menjadi suatu bentuk
teater rakyat yang lengkap.
Ketoprak merupakan salah satu bentuk teater rakyat yang sangat memperhatikan
bahasa yang digunakan. Bahasa sangat memperoleh perhatian, meskipun yang
digunakan bahasa Jawa, namun harus diperhitungkan masalah unggah- ungguh
bahasa. Dalam bahasa Jawa terdapat tingkat-tingkat bahasa yang digunakan, yaitu:

Bahasa Jawa biasa (sehari-hari)

Bahasa Jawa kromo (untuk yang lebih tinggi)

Bahasa Jawa kromo inggil (yaitu untuk tingkat yang tertinggi)

Menggunakan bahasa dalam ketoprak, yang diperhatikan bukan saja penggunaan


tingkat-tingkat bahasa, tetapi juga kehalusan bahasa. Karena itu muncul yang
disebut bahasa ketoprak, bahasa Jawa dengan bahasa yang halus dan spesifik.
Adapun ciri khas dari ketoprak ini dilakukan dengan dialog bahasa Jawa. Tema
cerita dalam sebuah pertunjukan ketoprak bermacam-macam. Biasanya diambil dari
cerita legenda atau sejarah Jawa. Banyak pula diambil cerita dari luar negeri. Tetapi
tema cerita tidak pernah diambil dari repertoar cerita epos (wiracarita): Ramayana

dan Mahabharata. Sebab nanti pertunjukkan bukan ketoprak lagi melainkan menjadi
pertunjukan wayang orang.
Kesenian yang dalam penyajian atau pementasannya menggunakan bahasa Jawa
ini memiliki cerita yang beragam dan menarik. Mirip dengan teater, pertunjukan ini
diisi dengan dialog-dialog yang membawa penonton merasakan atmosfir dunia
Jawa pada masa Raja-Raja berkuasa.

Wayang orang[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Wayang orang

Pandawa dan Kresna dalam suatu adegan pagelaranwayang wong.

Wayang orang disebut juga dengan istilah wayang wong (bahasa Jawa) adalah
wayang yang dimainkan dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam cerita
wayang tersebut. Wayang orang diciptakan oleh Sultan Hamangkurat I pada tahun
1731.
Wayang Wong dalam bahasa Indonesia artinya wayang orang, yaitu pertunjukan
wayang kulit, tetapi dimainkan oleh orang. Wayang wong adalah bentuk teater
tradisional Jawa yang berasal dari Wayang Kulit yang dipertunjukan dalam bentuk
berbeda: dimainkan oleh orang, lengkap dengan menari dan menyanyi, seperti pada
umumnya teater tradisional dan tidak memakai topeng. Pertunjukan wayang orang
terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan di Jawa Barat ada juga
pertunjukan wayang orang (terutama di Cirebon) tetapi tidak begitu populer.
Lahirnya Wayang Orang, dapat diduga dari keinginan para seniman untuk keperluan
pengembangan wujud bentuk Wayang Kulit yang dapat dimainkan oleh orang.
Wayang yang dipertunjukan dengan orang sebagai wujud dari wayang kulit -hingga
tidak muncul dalang yang memainkan, tetapi dapat dilakukan oleh para pemainnya
sendiri.
Sedangkan wujud pergelarannya berbentuk drama, tari dan musik.
Pada dasarnya, cerita atau peran yang ditampilkan dalam pertunjukan wayang
orang tidak berbeda dengan wayang kulit. Biasanya lakon yang dibawakan adalah
lakon dalam cerita epik seperti Mahabrata dan Ramayana. Bedanya jika dalam

wayang kulit peran itu ditampilkan dalam sosok wayang, maka dalam wayang orang
lakon atau peran semacam itu dibawakan oleh orang atau wong dalam bahasa
jawa.
Tugas dalang wayang wong tidak jauh berbeda dengan dalang wayang kulit. Namun
tugas dayang wong lebih ringan karena para pelakon melakukan percakapan
sendiri. Dalang wayang wong hanya menyampaikan sedikit narasi baik ketika
membuka pertunjukan, di tengah pertunjukan atau di akhir pertunjukan.
Wayang orang dapat dikatakan masuk kelompok seni teater tradisional, karena
tokoh-tokoh dalam cerita dimainkan oleh para pelaku (pemain). Sang Dalang
bertindak sebagai pengatur laku dan tidak muncul dalam pertunjukan. Di Madura,
terdapat pertunjukan wayang orang yang agak berbeda, karena masih
menggunakan topeng dan menggunakan dalang seperti pada wayang kulit. Sang
dalang masih terlihat meskipun tidak seperti dalam pertunjukan wayang kulit. Sang
Dalang ditempatkan dibalik layar penyekat dengan diberi lubang untuk mengikuti
gerak pemain di depan layar penyekat. Sang Dalang masih mendalang dalam
pengertian semua ucapan pemain dilakukan oleh Sang Dalang karena para pemain
memakai topeng. Para pemain di sini hanya menggerakgerakan badan atau tangan
untuk mengimbangi ucapan yang dilakukan oleh Sang Dalang. Para pemain harus
pandai menari. Pertunjukan ini di Madura dinamakan topeng dalang. Semua pemain
topeng dalang memakai topeng dan para pemain tidak mengucapkan dialog.

Ludruk[sunting | sunting sumber]

Kartolo, salah seorang pemain ludruk terkenal.

Tari Remo, diperagakan sebagai pembuka pementasan Ludruk

Ludruk merupakan teater tradisional yang bersifat kerakyatan di daerah Jawa Timur,
berasal dari daerah Jombang. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa dengan
dialek Jawa Timuran. Dalam perkembangannya ludruk menyebar ke daerah-daerah
sebelah barat seperti karesidenan Madiun, Kediri, dan sampai ke Jawa Tengah. Ciriciri bahasa dialek Jawa Timuran tetap terbawa meskipun semakin ke barat makin
luntur menjadi bahasa Jawa setempat. Peralatan musik daerah yang digunakan,
ialah kendang, cimplung, jidor dan gambang dan sering ditambah tergantung pada
kemampuan grup yang memainkan ludruk tersebut. Dan lagu-lagu (gending) yang
digunakan, yaitu Parianyar, Beskalan, Kaloagan, Jula-juli, Samirah, Junian.
Pemain ludruk semuanya adalah pria. Untuk peran wanitapun dimainkan oleh pria.
Hal ini merupakan ciri khusus ludruk. Padahal sebenarnya hampir seluruh teater
rakyat di berbagai tempat, pemainnya selalu pria (randai, dulmuluk, mamanda,
ketoprak), karena pada zaman itu wanita tidak diperkenankan muncul di depan
umum.
Kesenian ludruk ini sendiri sebenarnya adalah sebuah pertunjukan drama tradisional
yang pada awalnya ada di Jawa Timur dengan menggunakan bahasa Jawa sebagai
bahasa pengantarnya. Ludruk hanya ditampilkan di dalam sebuah panggung oleh
grup kesenian ludruk sendiri.
Cerita yang dijadikan tema di dalam pementasan ludruk ini adalah cerita mengenai
kehidupan rakyat dan keseharian mereka. Ada pula tema tentang perjuangan
kehidupan. Yang menjadi ciri khas dalam pertunjukan ludruk ini adalah
mengeksploitasi tentang humor yang dalam bahasa jawa dikenal dengan guyonan
dan lawakan.
Karena cerita yang dibawakan merupakan cerita sehari-hari, yang dekat dengan
kehidupan masyarakat, ludruk pun digemari oleh semua kalangan masyarakat.
Selain itu, walau menggunakan bahasa Jawa Timur, guyonan yang dilontarkan para

pemain ludruk pun dapat dimengerti oleh orang dari luar Jawa Timur. Ini
dikarenakan para pemain tidak hanya mengandalkan guyonan dalam bentuk
perbincangan, tapi juga dalam gerak.

Primbon Jawa[sunting | sunting sumber]


Primbon adalah pengetahuan Jawa yang berusia ratusan tahun, dan kini masih
lazim digunakan dalam masyarakat Jawa. Primbon merupakan sistem perhitungan
atau ramalan berkaitan dengan aktivitas orang Jawa. Primbon sedikitnya
membicarakan tentang perhitungan berkaitan dengan baik buruknya waktu kegiatan
(upacara perkawinan, mendirikan rumah, menempati rumah, dan sebagainya),
ramalan watak manusia dan hewan berdasarkan ciri-ciri fisiknya, ramalan yang
bersifat gaib (misal, mimpi dan kedutan), serta perhitungan mengenai tempat
tinggal.
Inti pesan dari primbon adalah agar kita senantiasa bersikap peka dan waspada.

Gugon tuhon[sunting | sunting sumber]


Gugon tuhon berada di tengah masyarakat Jawa disebut pepali atau larangan atau
pamali atau pantangan. Gugon tuhon ini tergolong kepercayaan yang sudah ada
dari jaman dahulu.
Gugon tuhon adalah solusi terpercaya untuk beberapa masalah atau yang tidak
ditemukan dalam akal sehat. Terhadap dengan beberapa orang-orang yang selalu
rasa merasa sedih bahwa dia tidak bisa mempersiapkn atau mengantisipasi sesuatu
yang dianggap berbahaya di kemudian hari.
Pantangan adalah hal yang dilarang untuk dilakukan karena akan mengakibatkan
sesuatu buruk akan terjadi. Biasanya pantangan ini hanya terjadi pada orang
Indonesia terutama orang Jawa yang banyak mempercayai hal-hal yang ghaib.
Namun pantangan yang disebutkan ini merupakan pantangan yang unik dan aneh
dan hanya dilakukan oleh orang Indonesia yang mempengaruhinya.
Gugon tuhon adalah mengikuti dengan setia dan tanpa reserve, pokoknya ikut.
Pada umumnya nasihat dalam gugon tuhon bersifat wewaler atau larangan.
Rumusnya adalah: Jangan melakukan .... nanti akan ..... .
Wewaler untuk makanan bisa baik bisa buruk pengaruhnya. Kalau anak dilarang
makanan yang justru zat bergizi, akan berpengaruh buruk untuk tumbuhkembangnya. Sebaliknya andaikan ada gugon tuhon bahwa orang darah tinggi
dilarang merokok, akan bagus untuk membantu menurunkan tekanan darahnya.
Sayang tidak ada gugon tuhon yang seperti itu.
Gugon tuhon ada yang menyembunyikan nasihat sayangnya tidak diberi penjelasan.
Umumnya terkait dengan perilaku manusia. Gugon tuhon ini sebenarnya baik.

Hanya saja di jaman modern ini semestinya dijelaskan reasoningnya apa. Jangan
sekedar ora ilok atau akan ditelan buaya, dan sebagainya.
Ada gugon tuhon terhadap terjadinya suatu penyakit. Misalnya suatu penyakit
dikatakan akibat kutukan, padahal sebenarnya penyakit menular. Dengan
penemuan mikroskop banyak yang dapat diluruskan, misalnya penyebab kolera
yang dikatakan lelembut atau penyebab kusta dan TB Paru yang dikatakan
sebagai kutukan. Ada pula gugon tuhon untuk tempat-tempat yang dianggap
keramat, karena dipercaya orang banyak, kita pun jadi takut.

Mantra jawa[sunting | sunting sumber]


Mantra adalah perkataan atau ucapan yang mampu untuk mendatangkan daya gaib,
menyembuhkan, mendatangkan celaka dan sebagainya. Susunan kata berunsur
puisi yang dianggap mengandung kekuatan gaib ini biasanya diucapkan oleh dukun
atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain. Mantra juga dapat
disamakan dengan doa.
Dalam tradisi Jawa, mantra disebut pula dengan japa, japa mantra, kemad, peled,
aji-aji, rajah, donga, sidikara yang semuanya dianggap mempunya daya kekuatan
gaib. Mantra jika dibaca dengan bersuara disebut di-mel-kan dan kalau hanya
dibaca dalam hati disebut matek mantra atau matek aji.
Wujud mantra ada beberapa macam di antaranya: (1) Mantra dalam wujud katakata/puisi lisan yang dibaca dalam batin disebut japa mantra, aji-aji dan rapal. (2).
Mantra dalam wujud tulisan misalnya tertulis pada kain, kertas, kulit disebut rajah.
(3). Mantra yang ditanam pada benda disebut jimat, aji-aji. [2]

Pegon[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pegon
Huruf Pegon adalah huruf Arab yang dimodifikasi untuk menuliskan bahasa Jawa
juga Bahasa Sunda. Kata Pegon konon berasal dari bahasa Jawa pgo yang berarti
menyimpang. Sebab bahasa Jawa yang ditulis dalam huruf Arab dianggap sesuatu
yang tidak lazim.
Berbeda dengan huruf Jawi, yang ditulis gundul, pegon hampir selalu dibubuhi tanda
vokal. Jika tidak, maka tidak disebut pegon lagi melainkan Gundhil. Bahasa Jawa
memiliki kosakata vokal (aksara swara) yang lebih banyak daripada bahasa Melayu
sehingga vokal perlu ditulis untuk menghindari kerancuan.

Abjad Jawi[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Abjad Jawi

Abjad Jawi (Bahasa Arab: Jwi) (atau Yawi di daerah Patani, Gundhil di daerah
Jawa disamping Pegon, Jawoe di daerah Aceh) adalah abjad Arab yang diubah
untuk menuliskan Bahasa Melayu. Abjad ini digunakan sebagai salah satu dari
tulisan resmi di Brunei, dan juga di Malaysia, Indonesia, Patani dan Singapura untuk
keperluan religius.
Kemunculannya berkait secara langsung dengan kedatangan agama Islam ke
Nusantara. Abjad ini didasarkan pada abjad Arab dan digunakan untuk menuliskan
ucapan Melayu. Dengan demikian, tidak terhindarkan adanya tambahan atau
modifikasi beberapa huruf untuk mengakomodasi bunyi yang tidak ada dalam
bahasa Arab (misalnya ucapan /o/, /p/, atau //).
Bukti terawal tulisan Jawi ini berada di Malaysia dengan adanya Prasasti
Terengganu yang bertarikh 702 Hijriah atau abad ke-14 Masehi (Tarikh ini agak
problematis sebab bilangan tahun ini ditulis, tidak dengan angka). Di sini hanya bisa
terbaca tujuh ratus dua: 702H. Tetapi kata dua ini bisa diikuti dengan kata lain: (20
sampai 29) atau -lapan -> dualapan -> "delapan". Kata ini bisa pula diikuti dengan
kata "sembilan". Dengan ini kemungkinan tarikh ini menjadi banyak: (702, 720 - 729,
atau 780 - 789 H). Tetapi karena prasasti ini juga menyebut bahwa tahun ini adalah
"Tahun Kepiting" maka hanya ada dua kemungkinan yang tersisa: yaitu tahun
1326M atau 1386M.

Bahasa Jawa Suriname[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Bahasa Jawa Suriname
Bahasa Jawa Suriname merupakan ragam atau dialek bahasa Jawa yang dituturkan
di Suriname dan oleh komunitas Jawa Suriname di Belanda. Jumlah penuturnya
kurang lebih ada 65.000 jiwa di Suriname dan 30.000 jiwa di Belanda. Orang Jawa
Suriname merupakan keturunan kuli kontrak yang didatangkan dari Tanah Jawa dan
sekitarnya.
Di Suriname Orang Indonesia tersebar dibeberapa tempat dan kampung yang
gampang dikenali karena Kampung mereka masih menggunakan nama-nama
dalam bahasa Indonesia seperti Desa Tamansari, Desa Tamanrejo dan semacam
itu. Untuk mengingat akan Tanah airnya Indonesia selain dengan menggunakan
nama Pemukiman mereka dengan Bahasa Indonesia, bahasa yang digunakanpun
adalah Bahasa Jawa.
Pada Tahun 1990 sekitar 34,2% Penduduk Suriname atau 143.640 Orang keturunan
asal Indonesia ( etnis jawa ) dan merupakan salah satu etnis terbesar di Suriname
saat itu. Namun seiring dengan perkembangan jaman banyak diantara mereka yang
pindah mengikuti keluarga dan bermukim di Belanda. Anehnya walau mereka pada
umumnya belum pernah melihat Indonesia, mereka sangat fasih dalam berbahasa
Jawa yang digunakan sehar-hari dalam pergaulan antara sesama etnis Jawa. Bukan

di Suraname saja bahasa Jawa digunakan oleh masyarakat yang berasal dari
Indonesia tapi juga di Belanda. Bahkan dari sebuah catatan menyebutkan kurang
lebih 65 ribu orang Warga Negara Suriname etnis Jawa dan 30 puluh ribu orang
Warga Negara Belanda etnis Jawa menggunakan Bahasa Jawa dalam
bersosialisasi dengan sesama mereka dalam pergaulan sosial ditengah-tengah
masyarakatnya.
Mungkin ada beberapa dialek yang kurang pas kedengarannya di telinga kita, itu
disebabkan oleh pengaruh bahasa Belanda dan Bahasa Tongo, namun hanya pada
dialek saja yang nampak lucu namun akan dapat dimengerti dengan baik oleh
Orang Indonesia bila mendengarnya. Fonologi bahasa Jawa Suriname menggunaan
dialek Kedu yang menjadi bahasa induk Warga Negara Suriname asal Indonesia
yang tentunya tak jauh berbeda dengan Bahasa Jawa yang baku.

Dialek bahasa Jawa di Suriname[sunting | sunting sumber]


Di Suriname hanya terdapat satu dialek Jawa. Namun, adanya varian-varian kata
menunjukkan bahwa di masa lalu para migran Jawa itu menuturkan sejumlah dialek
yang berbeda. Di Suriname juga pernah ada penutur bahasa Banyumasan (ngapakngapak). Sayangnya, bahasa ini dianggap tidak baik dan penuturnya sering dihina.
Akibatnya, keturunan mereka tak lagi mempelajari dan menuturkan bahasa
Banyumasan.

Pengaruh bahasa lain[sunting | sunting sumber]


Kosakata bahasa Jawa di Suriname banyak dipengaruhi oleh bahasa Belanda dan
Sranan Tongo. Meskipun demikian, kedua bahasa tersebut tak memengaruhi
fonologi dan tata bahasa. Akan tetapi orang Jawa di Suriname tidak bisa berbahasa
Indonesia karena sejak Belanda mendatangkan orang jawa untuk menjadi kuli
kontrak , ketika itu orang asli Jawa dahulu hanya bisa berbahasa jawa saja. Katakata Sranan Tongo yang sudah diserap malah ada yang memiliki bentuk bahasa
krama.

Fonologi[sunting | sunting sumber]


Fonologi bahasa Jawa di Suriname tak berbeda dengan bahasa Jawa baku di Tanah
Jawa. Fonologi Dialek Kedu yang menjadi leluhur bahasa Jawa Suriname tak
berbeda dengan bahasa Jawa baku. Namun terdapat fenomena baru dalam bahasa
Jawa Suriname, yakni perbedaan antara fonem dental dan retrofleks (/t/ dan /d/
vs. /t / dan /d/) semakin hilang.

Ejaan[sunting | sunting sumber]


Namun, bahasa Jawa Suriname memiliki cara penulisan yang berbeda dengan
bahasa Jawa di Pulau Jawa. Pada tahun 1986, bahasa Jawa Suriname
mendapatkan cara pengejaan baku. Tabel di bawah ini menunjukkan perbedaan

antara sistem Belanda sebelum PD II dengan ejaan Pusat Bahasa di Daerah


Istimewa Yogyakarta.

Bahasa krama dalam bahasa Jawa Suriname[sunting | sunting


sumber]
Dalam bahasa Jawa Suriname, terdapat juga basa krama (bahasa halus), namun
tak lagi serupa dengan bahasa Jawa di Jawa. Bahkan generasi mudanya sudah
banyak yang tak bisa menuturkan basa krama. Terdapat 3 ragam bahasa Jawa di
Suriname, yakni ngoko, krama dan krama napis. Krama di Jawa adalah madya dan
krama napis adalah krama dan krama inggil.

Kursus Bahasa Jawa di Suriname[sunting | sunting sumber]


Sejak tahun 2000 di buka kursus bahasa Indonesia dan bahasa Jawa untuk warga
Suriname. Bertempat di KBRI Paramaribo, Pesertanya memang tidak banyak dan
masih didominasi orang tua. Agar kemampuan berbahasa yang diperoleh dari
kursus tidak hilang begitu saja, dibentuk Ikatan Alumni Kursus Bahasa Jawa (IKAKBJ) dan Ikatan Alumni Kursus Bahasa Indonesia (IKA-KBI). Secara berkala, alumni
berkumpul untuk berbicara dalam bahasa Jawa dan Indonesia.
Dari kursus itulah mereka menguasai bahasa Indonesia serta mengerti tata bahasa
Jawa sesuai yang berlaku di tempat asalnya. Selama ini penggunakan ejaan
Belanda untuk menulis kosa kata bahasa Jawa marak digunakan oleh masyarakat
suku jawa di Suriname. Kemampuan berbahasa Jawa dan Indonesia itu penting
bagi warga keturunan Jawa di Suriname. Meski bukan berkebangsaan Indonesia,
mereka tetaplah manusia Jawa. "Manusia Jawa itu punya identitas, salah satunya
bahasa Jawa. Maka agar tidak kehilangan identitas, mereka harus menguasai
bahasa Jawa."

Bahasa Jawa gaul[sunting | sunting sumber]


Sering kita mendengarkan percakapan dikalangan anak muda Yogyakarta yang
menggunakan bahasa jawa yang tidak formal. Tren penggunaan bahasa Jawa
seperti itu sudah lama muncul, sebagai tren khusus bahasa anak muda Yogyakarta
atau bahasa gaul anak muda Yogyakarta. Kadang masyarakat Jogja sendiri banyak
yang tidak mengenal bahasa tersebut.
Contoh:
Basa Jawa gaul
jape
Panyu
Dab

Bahasa Jawa sebenarnya


Cahe (bocahe)
Aku
Mas

Bilangan dalam bahasa Jawa[sunting | sunting

sumber]

Bahasa Indonesia
Teman
Saya
Kakak laki-laki

Lihat informasi mengenai


nama angka dalam
bahasa
jawa di Wiktionary.

Bila dibandingkan dengan bahasa Melayu atau Indonesia, bahasa Jawa memiliki
sistem bilangan yang agak rumit.
Bahasa
Kuna
Kawi
Krama
Ngoko

1
sa
eka
setunggal
siji

2
rwa
dwi
kalih
loro

3
telu
tri
tiga
telu

4
pat
catur
sekawan
papat

5
lima
panca
gangsal
lima

6
enem
sad
enem
enem

7
pitu
sapta
pitu
pitu

8
walu
asta
wolu
wolu

9
sanga
nawa
sanga
sanga

Fraksi[sunting | sunting sumber]

1/2 setengah, separo, sepalih (Krama)

1/4 seprapat, seprasekawan (Krama)

3/4 telung prapat, tigang prasekawan (Krama)

1,5 siji setengah, setunggal kalih tengah (Krama)

Bahasa pemrograman Java[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Java

Logo Java

10
sapuluh
dasa
sedasa
sepuluh

Bahasa Jawa adalah bahasa yang berasal dari Jawa. Sedangkan. Bahasa Java
adalah bahasa yang digunakan untuk membuat program dan merupakan salah satu
jenis dari Bahasa Pemrograman tingkat tinggi atau High Level Language.
Java dikembangkan pada tahun 1990 oleh insinyur Sun, James Gosling sebagai
bahasa pemrograman yang berperan sebagai otak untuk peralatan pintar (TV
interaktif, oven serba bisa). Gosling tidak puas dengan hasil yang ia peroleh ketika
menulis program dengan C++, bahasa pemrograman lain, sehingga ia
mengasingkan diri di kantornya dan menulis bahasa pemrograman baru agar lebih
sesuai dengan kebutuhannya.
Gosling menamakan bahasa pemograman barunya Oak, nama sebuah pohon yang
bisa ia lihat dari jendela kantornya; ia kemudian menamainya Green, dan kemudian
mengganti namanya menjadi Java, berasal dari kopi Jawa (Java Coffee) , yang
katanya banyak dikonsumsi dalam jumlah besar oleh pencipta bahasa ini. Bahasa
pemograman ini kemudian menjadi bagian dari strategi Sun untuk menghasilkan
uang jutaan dolar ketika TV interaktif menjadi industri bernilai jutaan dolar. Hal itu
memang masih belum terjadi hari ini, tetapi sesuatu yang benar-benar berbeda
kemudian terjadi pada bahasa pemograman baru Gosling itu.
Secara kebetulan World Wide Web menjadi begitu populer, banyak kelebihan yang
membuat bahasa Gosling dapat digunakan dengan baik dan cocok pada proyek
maupun alat untuk adaptasi ke Web. Pengembang Sun merancang cara bagi
program yang akan berjalan dengan aman dari halaman web dan memilih nama
baru yang menarik untuk menemani fokus baru bahasa itu, yakniJava.
Walaupun Java dapat digunakan untuk banyak hal, Web menyediakan tampilan
yang dibutuhkan untuk menarik perhatian internasional. Seorang programmer yang
menempatkan program Java pada halaman web dapat langsung diakses ke seluruh
planet "Web-surfing". Karena Java adalah teknologi pertama yang bisa menawarkan
kemampuan ini, Java kemudian menjadi bahasa pemrograman komputer pertama
yang menerima perlakuan bagai bintang di media.
Java adalah bahasa pemrograman untuk berbagai tujuan (general purpose), bahasa
pemrogramn yang concurrent, berbasis kelas, dan berorientasi objek, yang
dirancang secara khusus untuk memiliki sesedikit mungkin ketergantungan dalam
penerapannya. Hal ini dimaksudkan untuk memungkinkan pengembang aplikasi
"write once, run anywhere" (WORA), yang berarti bahwa kode yang dijalankan pada
satu platform tidak perlu dikompilasi ulang untuk di tempat lain. Java saat ini menjadi
salah satu bahasa pemrograman yang paling populer digunakan, terutama untuk
aplikasi web client-server, dengan 10 juta pengguna.

Hanacaraka v.1.0[sunting | sunting sumber]

Aplikasi Hanacaraka v.1.0 adalah aplikasi untuk menerjemah aksara latin ke aksara
jawa dan juga sebaliknya. Aplikasi yang dapat membantu auntuk mengembangkan
budaya Jawa melalui aksara Jawa.

Mongosilakan.net[sunting | sunting sumber]

LogoMongosilakan.net

Mongosilakan.net merupakan layanan terjemahan daring bahasa Indonesia ke basa


Jawa dan sebaliknya dengan unggah-ungguh basa Jawa.
Bahasa yang didukung:

Indonesia

Ngoko

Krama

Krama Inggil

Bahasa Jawa di Google Translate[sunting | sunting

sumber]

Google Translate dengan pilihan bahasa Jawa.

Google Translate merupakan aplikasi daring untuk urusan penerjemahan bahasa.


Hasil terjemahan memang kadang tidak sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia
sehingga kalau diterjemahkan apa adanya justru lebih sulit dipahami daripada
bahasa aslinya (bahasa Inggris). Beberapa sumber menyebutkan update itu mulai 9
Mei 2013. Dengan masuknya Bahasa Jawa, berarti Google Translate sudah
mendukung lebih dari 70 bahasa di dunia, baik bahasa nasional maupun bahasa
daerah.

Sistem penerjemahan bahasa Jawa di Google Translate ini masih berstatus "Alpha"
atau masih dalam proses pengembagan, sehingga hasil terjemahan mungkin tidak
sesuai dengan yang diharapkan.

Metro Duos GT-C3322[sunting | sunting sumber]

Metro Duos GT-C3322 dengan bahasa Jawa.

Metro Duos GT-C3322 menyediakan pilihan bahasa Jawa di menu konfigurasi


ponsel. Samsung pun ternyata cukup serius dengan opsi bahasa yang terbilang
jarang ditemukan di produk ponsel ini. Semua menu berhasil diterjemahkan dalam
bahasa Jawa yang baik dan benar.

Buku-buku agama Islam dalam bahasa


Jawa[sunting | sunting sumber]
KH Muhammad Saleh Darat adalah orang pertama yang mempelopori penulisan
buku-buku dalam agama dalam bahasa jawa. Karya-karyanya di tulis dengan huruf
Arab gundul (pegong) di era akhir tahun 1800-an. Al-Quran pun ia terjemahkan
dengan huruf itu. Kitab Faid ar-Rahman merupakan kitab tafsir pertama di
Nusantara yang di tulis dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab. Satu eksemplar
buku terjemahan itu di hadiahkan pada RA Kartini ketika ia menikah dengan RM
Joyodiningrat, bupati Rembang.

Naskah Terjemahan Al-Quran Pegon koleksi


Perpustakaan Masjid Agung
Surakarta[sunting | sunting sumber]
Naskah ini ditulis sebagai bahan ajar di Madrasah Manbaul Ulumpesantren yang
pendiriannya didukung penuh oleh pihak keraton, di bawah kekuasaan Sri
Susuhunan Pakubuwono IX (1861-1893). Jenis bahasa yang digunakan adalah
bahasa Jawa ngoko dan model terjemahan tafsriyyah-manawiyyah. Secara
historis, naskah ini menjadi salah satu bukti tentang hubungan yang intens antara
Islam dan keraton di Surakarta serta peran keraton dalam proses pendidikan dan

pengembangan Islam pada akhir abad ke-19 M. Pada sisi lain, naskah ini ikut
memperkaya keilmuan pesantren yang selama ini lebih dikenal dengan tradisi
keilmuan fikih dan tasawuf.

Audio Digital Al Quran Terjemah Dalam Bahasa Jawa


Dan Sunda[sunting | sunting sumber]
Digital Al QuranAl Hira Technologi dan bekerjasama dengan Lembaga Pendidikan
Ilmu Al Quran (LPIQ) MUI Propinsi Jawa Barat selaku pemegang Hak Cipta untuk
Program Terjemah Al-Quran Sistem 40 telah mengembangkan Digital Al Quran
selain terjemahan Bahasa Indonesia juga diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan
Sunda. Tidak menutup kemungkinan jika permintaan Digatal Al Quran dapat
diterjemahkan dalam bahasa suku yang lain selain Bahasa Indonesia. Digital Al
Quran tersebut diberi nama Digital Al Quran tersebut adalah Al Mubarak.

Tafsir al-Qur'an al-Aziz Tafsir Berbahasa Jawa Karya


KH Bisri Musthofa[sunting | sunting sumber]
Satu dari beberapa karya tafsir al-Quran berbahasa Jawa yang cukup fenomenal,
adalah al-Ibriz Li Marifah Tafsir al-Quran al-Aziz karya KH Bisri Musthofa, seorang
ulama kharismatis dan materialistis asal Rembang Jawa Tengah. Karya tafsir ini
memuat penafsiran ayat secara lengkap, 30 juz, mulai dari Surah al-Fatihah hingga
Surah al-Nas.
Dalam tradisi pesantren, terutama pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur, karya
tafsir Kiai Bisri ini sama sekali tidak asing. Karya ini lumrah dikaji dan diaji oleh para
santri, dari sejak kemunculannya hingga kini. Seperti dituturkan penulisnya, karya
ini, antara lain, memang ditujukan untuk para santri pesantren. Sehingga tidak aneh
jika karya ini dikenal sangat luas di kalangan pesantren dan tidak di luar pesantren.
Dan dengan penggunaan bahasa Jawa yang sangat kental, karya ini menjadi kian
akrab dengan suasana pesantren di Jawa.

Kuran Jawi[sunting | sunting sumber]


Museum Radya Pustaka Surakarta, Jawa Tengah menyimpan peninggalan bendabenda kuno milik Raja Keraton Surakarta. Bahkan, museum ini juga menyimpan
koleksi karya sastra terjemahan Alquran dalam bentuk aksara Jawa lengkap dengan
tutur bahasa Jawa.
Karya sastra yang diberi nama "Kuran Jawi" ini dibuat periode 1835 tahun alit.
Lantaran lama tersimpan, maka kondisi kertas dari buku ini pun menguning
kecokelatan. Saat ini buku dengan tebal kurang lebih 10 centimeter itu sudah
banyak yang terlepas dari sampul jilidnya. Bahkan saat membuka lembaran buku
pun harus hati-hati dengan bantuan petugas museum.

Kuran Jawi ini dipecah dalam 3 buah buku yang berjumlah 30 juz. Untuk namanama surah tetap menggunakan nama bahasa Arab. Tetapi untuk tulisannya
menggunakan aksara Jawa. Untuk membacanya juga sebagaimana membaca
aksara Jawa mulai dari kiri.
Tiga buah Alquran ini dibuat oleh abdi dalem Keraton Surakarta. Mereka adalah
Bagus Ngarpah sebagai penerjemah ke bahasa Jawa, Mas Ngabehi Wiro Pustoko,
serta Ki Rono Suboyo sebagai penyelaras dan penulis ke dalam tulisan Jawa.

Penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa


daerah[sunting | sunting sumber]
Negara Indonesia selain memiliki satu bahasa nasional, bahasa Indonesia, juga
memiliki lebih dari 700 bahasa daerah. Beberapa bahasa daerah dengan populasi
penutur yang tinggi telah memiliki Alkitab dalam versi bahasa daerah tersebut,
termasuk Alkitab dalam bahasa Jawa telah diterbitkan oleh LAI.
Kitab suci terjemahan resmi LAI dalam bahasa Jawa itu ada dua versi. Versi bahasa
Jawa sehari-hari ini kira-kira sama dengan Alkitab Kabar Baik, yang memang lebih
sederhana kata-katanya dan versi Terjemahan Baru bahasa Indonesia, 1974 yang
digunakan di hampir semua gereja di Indonesia saat ini.
Saat ini terdapat proyek yang sedang berjalan untuk menerjemahkan Alkitab ke
dalam bahasa-bahasa daerah lainnya. Hal ini juga berguna untuk melestarikan
bahasa daerah. Salah satu organisasi yang berusaha menerjemahkan Alkitab ke
bahasa-bahasa daerah Indonesia adalah Wycliffe Bible Translator.

Sejarah[sunting | sunting sumber]


Bagian ini
membutuhkanpengembangan

Penggunaan bahasa Jawa masa kini[sunting | sunting sumber]

Demografi pemakai bahasa Jawa di


Indonesia[sunting | sunting sumber]
[7]

Provinsi di Indonesian

1.

Aceh

2.

Sumatra Utara

% dari populasi provinsi

Berbahasa Jawa (1980)

6,7%

175.000

21,0%

1.757.000

Provinsi di Indonesian

3.

Sumatra Barat

4.

Jambi

5.

% dari populasi provinsi

Berbahasa Jawa (1980)

1%

56.000

17%

245.000

Sumatra Selatan

12,4%

573.000

6.

Bengkulu

15,4%

118.000

7.

Lampung

62,4%

2.886.000

8.

Riau

8,5%

184.000

9.

Jakarta

3,6%

236.000

10. Jawa Barat[8]

13,3%

3.652.000

11. Jawa Tengah

96,9%

24.579.000

12. Yogyakarta

97,6%

2.683.000

13. Jawa Timur

74,5%

21.720.000

14. Bali

1,1%

28.000

15. Kalimantan Barat

1,7%

41.000

16. Kalimantan Tengah

4%

38.000

17. Kalimantan Selatan

4,7%

97.000

Provinsi di Indonesian

% dari populasi provinsi

18. Kalimantan Timur

Berbahasa Jawa (1980)

10,1%

123.000

1%

20.000

20. Sulawesi Tengah

2,9%

37.000

21. Sulawesi Tenggara

3,6%

34.000

22. Maluku

1,1%

16.000

19. Sulawesi Utara

Referensi[sunting | sunting sumber]


1. ^ "Language Documentation Training Center". Diakses 2013-09-25.
2. ^ Herrfurth, Hans (1964). Lehrbuch des modernen Djawanisch. Lehrbcher fr
das Studium der orientalischen und afrikanischen Sprachen IX. Leipzig: VEB
Verlag Enzyklopdie. hlm. 19.
3. ^ Terjemahan berdasarkan buku Ignatius Kuntara Wiryamartana, Arjunawiwha, (1990:124) dengan
beberapa perubahan kecil

4. ^ a b Intrik Berdarah Tak Jemu-jemu, artikel pada Kompas Online


5. ^ Uhlenbeck, E.M. 1964.A Critical Survey of Studies on the Languages of Java
and Madura. The Hague: Martinus Nijhoff
6. ^ Menimbang-nimbang bahasa Cirebon
7. ^ The data are taken from the census of 1980 as provided by James J. Fox and
Peter Gardiner and published by S. A. Wurm and Shiro Hattori, eds.
1983. Language Atlas of the Pacific Area, Part II: (Insular South-East Asia),
Canberra.

8. ^ In 1980 this included the now separate Banten province.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]


Wikipedia juga
mempunyaiedisi Bahasa
Jawa

(Inggris) Kamus bahasa Jawa ke bahasa lain

(Indonesia) Belajar bahasa Jawa bagi pemula

(Indonesia) Situs web belajar bahasa Jawa

(Indonesia) Translator Jawa

(Indonesia) Kamus Jawa


[sembunyikan]

Bahasa-bahasa di Indonesia

Bahasa Indonesia

[tampilkan]

Bahasa-bahasa di Sumatera

[tampilkan]

Bahasa-bahasa di Jawa

[tampilkan]

Bahasa-bahasa di Kepulauan Nusa Tenggara

[tampilkan]

Bahasa-bahasa di Kalimantan *

[tampilkan]

[tampilkan]

Bahasa-bahasa di Kepulauan Maluku

[tampilkan]

Bahasa-bahasa di Papua *

Portal Indonesia

Kreol 2 Bahasa isyarat 3 Bahasa isolat 4 Bahasa Pidgin 5 Tidak diklasifikasikan

juga dituturkan di Malaysia dan/ Brunei Darussalam. b juga dituturkan di Timor Leste, Papua Nugini dan/ negara-negara Os
punah atau bahasa mati.
Catatan: Kalimantan dan Papua di sini hanya yang termasuk dalam teritori Indonesia.

[sembunyikan]

Bahasa dan Aksara Jawa

Dialek

Banten

Banyumas
Bagian Barat
Bumiayu

Tegal

Bagian Tengah

Pekalongan

Kedu

Bagelan

Semarang

Muria

Blora

Surakarta
Yogyakarta

Madiun

Pantura Jawa Timur

Surabaya
Bagian Timur
Malang

Jombang

Bahasa terkait

Topik terkait

Bagongan Kawi (Jawa Kuna) Osing Suriname Tengger Cirebon

Angka Jawanisme O Jawa Sastra Jawa Kongres Bahasa Jawa Rumpun bahasa Wikipedia

Kategori:
Artikel yang perlu diterjemahkan dari bahasa Inggris November 2014

Artikel dengan pernyataan yang tidak disertai rujukan November 2014

Bahasa Jawa

Bahasa Austronesia

Bahasa di Indonesia

Bahasa di Suriname

Bahasa di Jawa Timur

Bahasa di Jawa

Mari bergabung dengan komunitas Wikipedia bahasa Indonesia!

[tutup]

Bahasa Jawa
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Halaman ini belum atau baru diterjemahkan sebagian dari bahasa Inggris.

Bantulah Wikipedia untuk melanjutkannya. Lihat panduan penerjemahan Wikipedia.


Artikel ini memuat aksara Jawa. Tanpa dukungan multibahasa, Anda mungkin akan melihat
tanda tanya, tanda kotak, atau karakter lain selain dari aksara Jawa.

Bahasa Jawa

(Basa Jawa)
Dituturkan di

Jawa (Indonesia), Suriname,Kaledonia Baru

Jumlah penutur

sekitar 80 juta (tidak ada tanggal)

Rumpun bahasa

Austronesia

Malayo-Polinesia

Malayo-Polinesia Inti

Sunda-Sulawesi

Bahasa
Jawa

Sistem penulisan

Aksara Jawa,
aksara Arab,
aksara Latin
Kode-kode bahasa

ISO 639-1

jv

ISO 639-2

jav

ISO 639-3

Variously:

jav bahasa Jawa


jvn bahasa Jawa Karibia
jas bahasa Jawa Kaledonia Baru
osi bahasa Osing
tes bahasa Tengger
kaw bahasa Jawa Kuna

Bahasa Jawa (bahasa Jawa: ) adalah bahasa yang digunakan penduduk bersuku
bangsa Jawa di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Selain itu, bahasa Jawa juga
digunakan oleh penduduk yang tinggal di beberapa daerah lain
seperti Banten (terutama Serang, Cilegon, danTangerang) serta Jawa Barat (terutama kawasan
pantai utara yang meliputiKarawang, Subang, Indramayu, dan Cirebon).
Daftar isi
[sembunyikan]

1 Penyebaran

Bahasa Jawa

2 Fonologi
o

2.1 Vokal

2.2 Konsonan

2.3 Fonotaktik

3 Bahasa

4 Tata

Jawa halus dan kasar

Bahasa

4.1 Aksara

Jawa

4.2 Tembung

4.3 Ater

ater Seselan

Panambang

4.3.1 Ater

ater

4.3.2 Seselan

4.3.3 Panambang

4.4 Homonim

4.5 Antonim

4.6 Sinonim

4.7 Homograf

4.8 Jejer(J)/ Wasesa(W) Lisan(L)

4.9 Ukara

4.10 Peribahasa

4.11 Purwakanthi (syair

kata bersajak)

Jawa
- pantun -

4.11.1 Purwakanthi

guru

swara

4.11.2 Purwakanthi

guru

sastra
o

4.12 Tembang ,

Gending dan

Karawitan

4.12.1 Tembang

gedhe

4.12.2 Tembang

tengahan

4.12.3 Tembang

Macapat

4.13 Serat

4.14 Babad

4.15 Suluk

4.16 Sastra

Jawa

4.16.1 Sastra

Jawa Kuno

4.16.2 Sastra

Jawa Kuno dalam bentuk prosa

4.16.3 Sastra

Jawa Kuno dalam bentuk puisi

(kakawin)

4.16.4 Petikan

dari Kakawin Sutasoma

4.16.4.1 Manggala

4.16.4.2 Penutup

4.16.4.3 Bhinneka

Tunggal

Ika

4.16.5 Petikan

dari Kakawin Bharatayuddha dalam

budaya Jawa Baru

4.16.5.1 Pupuh

4.16.5.2 Terjemahan

4.16.6 Petikan

V.1

dari Kakawin Arjunawiwha

4.16.6.1 Manggala

4.17 Prasasti

4.18 Bentuk

tingkat tutur bahasa Jawa

4.19 Makna

tingkat tutur

4.20 Register

5 Ngoko

6 Krama

7 Madya

8 Variasi

Nusantara

(undhak-undhuk basa)

8.1 Dialek

geografi

8.2 Dialek

temporal

9 Pranatacara

10 Wayang

11 Dalang

12 Ketoprak

13 Wayang

14 Ludruk

15 Primbon
o

Kulit

orang

Jawa

15.1 Gugon

tuhon

16 Mantra

17 Pegon

18 Abjad

19 Bahasa

jawa

Jawi
Jawa Suriname

19.1 Dialek

19.2 Pengaruh

19.3 Fonologi

19.4 Ejaan

19.5 Bahasa

19.6 Kursus

20 Bahasa

21 Bilangan
o

bahasa Jawa di Suriname


bahasa lain

krama dalam bahasa Jawa Suriname


Bahasa Jawa di Suriname

Jawa gaul
dalam bahasa Jawa

21.1 Fraksi

22 Bahasa

pemrograman Java

23 Hanacaraka

24 Mongosilakan.net

25 Bahasa

26 Metro

27 Buku-buku

28 Naskah

v.1.0

Jawa di Google Translate

Duos GT-C3322
agama Islam dalam bahasa Jawa

Terjemahan Al-Quran Pegon koleksi

Perpustakaan Masjid Agung Surakarta

29 Audio

Digital Al Quran Terjemah Dalam Bahasa Jawa

Dan Sunda

30 Tafsir

al-Qur'an al-Aziz Tafsir Berbahasa Jawa Karya KH

Bisri Musthofa

31 Kuran

32 Penerjemahan

33 Sejarah
o

Jawi
Alkitab ke dalam bahasa daerah

33.1 Penggunaan

34 Demografi

35 Referensi

36 Pranala

bahasa Jawa masa kini

pemakai bahasa Jawa di Indonesia

luar

Penyebaran Bahasa Jawa[sunting | sunting sumber]


Migrasi suku Jawa membuat bahasa Jawa bisa ditemukan di berbagai daerah, bahkan di luar
negeri. Banyaknya orang Jawa yang merantau ke Malaysia turut membawa bahasa dan
kebudayaan Jawa ke Malaysia, sehingga terdapat kawasan pemukiman mereka yang dikenal
dengan nama kampung Jawa, padang Jawa. Di samping itu, masyarakat pengguna Bahasa
Jawa juga tersebar di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kawasankawasan luar Jawa yang didominasi etnis Jawa atau dalam persentase yang cukup signifikan
adalah Lampung (61,9%), Sumatera Utara (32,6%), Jambi (27,6%),Sumatera
Selatan (27%), Aceh(15,87%) yang dikenal sebagai Aneuk Jawoe. Khusus masyarakat Jawa
di Sumatera Utara, mereka merupakan keturunan para kuli kontrak yang dipekerjakan di
berbagai wilayah perkebunan tembakau, khususnya di wilayah Deli sehingga kerap disebut
sebagai Jawa Deli atau Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera), dengan dialek dan
beberapa kosa kata Jawa Deli. Sedangkan masyarakat Jawa di daerah lain disebarkan melalui
program transmigrasiyang diselenggarakan semenjak zaman penjajahan Belanda.
Selain di kawasan Nusantara, masyarakat Jawa juga ditemukan dalam jumlah besar
di Suriname, yang mencapai 15% dari penduduk secara keseluruhan, kemudian di Kaledonia
Baru bahkan sampai kawasan Aruba dan Curacao serta Belanda. Sebagian kecil bahkan
menyebar ke wilayah Guyana Perancis dan Venezuela. Pengiriman tenaga kerja ke Korea, Hong
Kong, serta beberapa negara Timur Tengah juga memperluas wilayah sebar pengguna bahasa
ini meskipun belum bisa dipastikan kelestariannya.

Fonologi[sunting | sunting sumber]


Ucapan selamat datang di Wikipedia, yang ditulis dalam Bahasa Jawa menggunakan aksara Jawa

Dialek baku bahasa Jawa, yaitu yang didasarkan pada dialek Jawa Tengah, terutama dari sekitar
kota Surakarta dan Yogyakarta memilikifonem-fonem berikut:

Vokal[sunting | sunting sumber]


Aksara swara

Depan

Lamban
g

Terbuka i

Terbuka e

()
Tertutup

Tertutup

Tengah

Lamban
g

(nama)

(nama)

i-jejeg

Belakang

Lamban
g

-jejeg: ditulis ''


i-miring: ditulis
'i'

e-pepet: ditulis 'e' atau


o
''

e-miring: ditulis
'e'

( )

(nama)

u-jejeg: ditulis 'u'

o-jejeg
u-miring: ditulis
'u'

o-miring: ditulis
'o'
a-jejeg: ditulis 'a'

a-miring

Perhatian: Fonem-fonem antara tanda kurung merupakan


alofon. Catatan pembaca pakar bahasa Jawa: Dalam
bahasa Jawa [a],[], dan [o] itu membedakan makna [baba]
'luka'; [bb]'param' atau 'lobang', sikile di-bbi 'kakinya
diberi param', lawange dibbi 'pintunya dilubangi'; dan
[bobo] 'tidur'. [war] 'rakus' sedang [wara] 'badak'; [lr]
'utara' sedangkan [lar] 'sayap', [g] 'gedung' sedangkan
[ga] 'pisang; [cr]'cara' sedang [coro] 'kecoak',
[lr]'sakit' sedang [loro] 'dua', dan [pl] 'pala/rempahrempah' sedang [polo] 'otak'. Dengan demikian, bunyi [] itu
bukan alofon [a] ataupun alofon [o] melainkan fonem
tersendiri.
Tekanan kata (stress) direalisasikan pada suku kata kedua dari
belakang, kecuali apabila sukukata memiliki sebuah pepet
sebagai vokal. Pada kasus seperti ini, tekanan kata jatuh pada
sukukata terakhir, meskipun sukukata terakhir juga memuat
pepet. Apabila sebuah kata sudah diimbuhi dengan afiks,
tekanan kata tetap mengikuti tekanan kata kata dasar. Contoh:
/jaran/ (kuda) dilafazkan sebagai [j'aran] dan /pajaranan/
(tempat kuda) dilafazkan sebagai [paj'aranan].

Semua vokal kecuali //, memiliki alofon. Fonem /a/ pada posisi
tertutup dilafazkan sebagai [a] (a-miring), namun pada posisi
terbuka sebagai [] (a-jejeg). Contoh: /lara/ (sakit) dilafazkan
sebagai [l'r], tetapi /larane/ (sakitnya) dilafazkan sebagai
[l'arane]
Fonem /i/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [i] (i-jejeg)
namun pada posisi tertutup lafaznya kurang lebih mirip [] (imiring). Contoh: /panci/ dilafazkan sebagai [p'aci] , tetapi
/kancil/ kurang lebih dilafazkan sebagai [k'acl].
Fonem /u/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [u] (u-jejeg)
namun pada posisi tertutup lafaznya kurang lebih mirip [o] (umiring). Contoh: /wulu/ (bulu) dilafazkan sebagai [w'ulu] ,
tetapi /uyul/ (tuyul) kurang lebih dilafazkan sebagai ['uyol].
Fonem /e/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [e] (e-jejeg)
namun pada posisi tertutup sebagai [] (e-miring). Contoh: /ll/
dilafazkan sebagai [l'ele] , tetapi /bebek/ dilafazkan sebagai
[b'b].
Fonem /o/ pada posisi terbuka dilafazkan sebagai [o] (o-jejeg)
namun pada posisi tertutup sebagai [] (o-miring). Contoh: /loro/
dilafazkan sebagai [l'oro] , tetapi /bolo/ dilafazkan sebagai
[b'l].

Konsonan[sunting | sunting sumber]


Aksara wyanjana

Labial

Letupan

pb

Dental

Alveolar

td

Frikatif

Likuida & semivokal

Sengau

Retrofleks

Palatal

t d

Velar

kg

( )

Glotal

( )

Fonem /k/ memiliki sebuah alofon. Pada posisi terakhir,


dilafazkan sebagai []. Sedangkan pada posisi tengah dan awal
tetap sebagai [k].
Fonem /n/ memiliki dua alofon. Pada posisi awal atau tengah
apabila berada di depan
fonem eksplosiva palatal atauretrofleks, maka fonem sengau ini
akan berubah sesuai menjadi fonem homorgan. Kemudian
apabila fonem /n/ mengikuti sebuah /r/, maka akan menjadi []
(fonem sengau retrofleks). Contoh: /panja/ dilafazkan sebagai
[p'aja], lalu /anap/ dilafazkan sebagai ['aap]. Kata /warna/
dilafazkan sebagai [w'ar].

Fonem /s/ memiliki satu alofon. Apabila /s/ mengikuti fonem /r/
atau berada di depan fonem eksplosiva retrofleks, maka akan
direalisasikan sebagai []. Contoh: /warsa/ dilafazkan sebagai
[w'ar], lalu /esi/ dilafazkan sebagai ['ei].
Nama dan penulisan abjad Latin dalam bahasa Jawa

Pra 1942

Yogyakarta (1991)

Nama

tj

dh

dh

ef

ha

dj

ka

el

em

en

ki

er

es

th[1] [2]

th

eks

zet

Fonotaktik[sunting | sunting sumber]


Dalam bahasa Jawa baku, sebuah suku kata bisa memiliki
bentuk seperti berikut: (n)-K1-(l)-V-K2.
Artinya ialah sebagai berikut:

(n) adalah fonem sengau homorgan.

K1 adalah konsonan letupan atau likuida.

(l) adalah likuida yaitu /r/, /l/, atau /w/, namun hanya bisa
muncul kalau K1 berbentuk letupan.

V adalah semua vokal. Tetapi apabila K2 tidak ada maka


fonem // tidak bisa berada pada posisi ini.

K2 adalah semua konsonan kecuali letupan palatal dan


retrofleks; /c/, /j/, //, dan //.

Contoh:

a (V)

ang (VK)

pang (KVK)

prang (KlVK)

mprang (nKlVK)

Sama halnya dengan bahasa-bahasa Austronesia lainnya, kata


dasar asli dalam bahasa Jawa terdiri atas dua suku
kata(bisilabis); kata yang terdiri dari lebih dari tiga suku kata
akan dipecah menjadi kelompok-kelompok bisilabis untuk
pengejaannya. Dalam bahasa Jawa modern, kata dasar
bisilabis memiliki bentuk: nKlvVnKlvVK.

Bahasa Jawa halus dan kasar[sunting | sunting


sumber]
Jawa bagian tengah yang mempunyai bahasa jawa kasar dan
halus juga, bahasa jawa halus kebanyakan berada di kota kota
disekitar ibukota jawa tengah ini contohnya di solo dan di
ibukotanya sendiri yaitu di semarang , di DI Yogyakarta juga
memakai bahasa yang halus, sedangkan untuk yang bahasa
jawa kasar berada di kota daerah perbatasan antara jawa barat
dan jawa tengah biasanya di kota daerah sekitar pantai utara
dan pantai selatan. Untuk wilayah jawa timur bahasa jawanya
kebanyakan sama dengan bahasa yang ada di jawa tengah
,tapi di daerah barat jawa timur cara bicara didaerah ini agak
lantang atau tegas, bahasa ini terletak berdekatan dengan
daerah Madura .Dan ada lagi daerah Bali yang bahasanya
terdengar seperti bahasa jawa tapi jauh sekali berbeda juga
bahasa Nusa tenggara yang terdengar seperti bahasa bali.

Tata Bahasa[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Tata Bahasa Jawa
Tingkat tutur dalam bahasa Jawa dibagi menjadi tiga yaitu
tingkat tutur ngoko, tingkat tutur madya dan tingkat tutur karma.
Atau secara umum dibagi menjadi dua saja yaitu tingkat tutur
ngoko dan tingkat tutur karma.

Aksara Jawa [sunting | sunting


sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Aksara Jawa
Aksara jawa berbeda dengan huruf Latin yang kita gunakan
sekarang ini untuk menulis. Aksara jawa terdiri dari :

1. Aksara Carakan / . Aksara inti yang


terdiri dari 20 suku kata ato biasa disebut
Dentawiyanjana, yaitu : ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa,
la, pa, dha, ja, ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga ;
2. Aksara Pasangan / . Bentuk mati
(huruf) dari aksara inti, yaitu : h, n, c, r, k, d, t, s, w, l, p,
dh, j, y, ny, m, g, b, th, ng ; pasangan
3. Aksara Swara / . Biasanya untuk
huruf awal penulisan nama kota ato nama orang yang
dihormati yang diawali dengan huruf hidup, yaitu : A, I,
U, E, O
4. Aksara Rekan / . Untuk penulisan
huruf-huruf yang berasal dari serapan bahasa asing,
yaitu : kh, f, dz, gh, z
5. Aksara Murda / . Biasanya untuk
huruf awal penulisan nama kota ato nama orang yang
dihormati, yaitu : Na, Ka, Ta, Sa, Pa, Nya, Ga, Ba
6. Aksara Wilangan / . Untuk
penulisan bilangan dalam bahasa Jawa, yaitu angka 1
s/d 10 dalam aksara Jawa.
7. Tanda Baca (Sandangan / ). Merupakan
tanda baca yang biasa digunakan, huruf hidup serta
huruf mati yang biasa dipakai dalam bahasa sehari-hari,
yaitu tanda : koma, titik, awal kamimat, dll. huruf : i, o, u,
e. huruf mati : _r, _ng, _ra, _re, dll

Tembung [sunting | sunting sumber]


Tembung dalam bahasa Indonesia artinya kata. Silah silahing
tembung atau jenis kata (Gramar) dalam Bahasa Jawa ada 10
macam:
1. Tembung aran / (kata benda).
contoh: meja, kursi.
2. Tembung Kriya / (kata kerja)
Contoh: turu, adus.

3. Tembung ganti / ( kata ganti).


Contoh: aku, kowe, bapak.
4. Tembung Wilangan / (kata
bilangan). Contoh: enem, telu, papat.
5. Tembung Kahanan / (kata
sifat). Contoh: ayu, kuru, seneng.
6. Tembung Katrangan / (kata
keterangan). Contoh: ngisor, lor, tengah.
7. Tembung Pangguwuh /

(kata seru). Contoh: wah, aduh, ah, eh.


8. Tembung Sandhangan /

(kata sandang). Contoh: Sang, Hyang,


Raden.
9. Tembung Panyambung /

(kata sambung). Contoh: lan, mulane,


sarta.
10. Tembung Pangarep / (kata
Depan). Contoh: saka, ing, sing.

Ater ater Seselan


Panambang [s
unting | sunting sumber]
Ater ater (Awalan),Seselan (Sisipan),Panambang (Akhiran).
Ater ater [sunting | sunting sumber]
Ater ater Hanuswara

m [m+bathik=mbathik]

n [n+tulis=nulis]

ng [ng+kethok=ngethok]

ny [ny+cuwil=nyuwil]
Ater ater Tripurasa

dak [dak+pangan=dakpangak]ko [ko+jupuk=kojupuk]

di [di+goreng=digoreng]
Ater ater liya

a [a+lungguh=alungguh]

ma [ma+lumpat=malumpat]

ka [ka+gawa=kagawa]

ke [ke+sandhung=kesandhung]

sa [sa+gegem=sagegem]

pa [pa+lilah=palilah]

pi [pi+tutur=pitutur]

pra [pra+tandha=pratandha]

tar [tar+buka=tarbuka]

kuma [kuma+wani=kumawani]

kami [kami+tuwa=kamituwa]

kapi [kapi+temen=kapitemen]

Seselan [sunting | sunting sumber]

um [..um..+guyu=gumuyu]

in [..in..+carita=cinarita]

el [..el..+siwer=seliwer]

er [..er..+canthel=cranthel]

Panambang [sunting | sunting sumber]

i [kandh+i=kandhani]

ake [jupuk+ake=jupukake]

ne [teka+ne=tekane]

e [omah+e=omahe]

ane [jaluk+ane=jalukane]

ke [kethok+ke=kethokke]

a [dudut+a=duduta]

na [gawa+na=gawakna]

ana [weneh+ana=wenehana]

en [lepeh+en=lepehen]

ku [buku+ku=bukuku]

mu [klambi+mu=klambimu]

e [omah+e=omahe]

Homonim[sunting | sunting sumber]


Homonim yaiku tembung-tembung kata sama ucapannya sama
penulisannya tapi beda arti karena asal kata beda. Contoh:

Kula rade pandung panjenengan punika sinten? (pangling)

Rehning punika kathah pandung, mila kedah ngantos-atos.


(maling)

Mengko yen ibu duka kepriye, mbak? (nesu)

Bocah ditakoni kok mung duka bae, sebel aku! (embuh)

Antonim[sunting | sunting sumber]


Antonim / Tembung kosok balen yaiku tembung kata yang
memiliki arti berkebalikan dengan yang lain. Kata kata antonim
antara lain: padhang-peteng, bungah-susah, gedhe-cilik, bejacilaka, kasar-alus, lan sapiturute. Contoh:

Bab sugih mlarat iku sejatine jatahe dhewe-dhewe.

Kali ing Kalimantan kuwi tiga rendheng banyune ajeg


gedhe.

Sinonim[sunting | sunting sumber]

Sinonim (nunggal misah) yaiku rong tembung dua kata atau


lebih yang bentuk penulisannya beda, arti sama atau hampir
sama, arti yang sama persis itu jarang. Contoh:

Bocah kuwi senenge randha kemul.

Bocah kuwi senenge tempe goreng diwenehi glepung.

Tawangmangu iku hawane pancen adhem banget.

Tawangmangu iku hawane pancen atis banget.

Homograf[sunting | sunting sumber]


Homograf yaiku tembung-tembung kata yang penulisannya
beda artinya beda. Contoh:

Tiyang punika asring ngagem busana cemeng. cemeng =


ireng

Aku yen sowan budhe arep nyuwun cemeng loro. cemeng =


anak kucing

Yen duwe meri kudu dikandhangake. meri = anak bebek

Kowe ora perlu meri karo adhimu. meri = ewa, iri

Jejer(J)/ Wasesa(W) Lisan(L)


[sunting | sunting sumber]
Dalam bahasa indonesia kita mengenal adanya struktur atau
susun kalimat, seperti subjek, predikat dan objek. Dalam bahasa
jawa pun juga memiliki hal yang sama akan tetatpi bernama
lain,

Jejer = subjek

Wasesa = predikat

Lisan = objek

seperti halnya dalam bahasa indonesia, jejer dikenai pekerjaan


dengan pola sama seperti bahasa Indonesia tidak seperti
english yang dibolak balik.
Contoh kalimatnya: - aku mangan (aku makan) aku = jejer
mangan = wasesa
- aku mangan sego (aku makan nasi) aku = jejer mangan =
wasesa sego = objek
Untuk bagian kalimat seperti keteran (katrangan) sama saja
seperti bahasa Indonesia.

Ukara [sunting | sunting sumber]


Silah silahing ukara (Jenis-jenis Kalimat dlm Bhs. Jawa)
1. Ukara Kandha / (Kalimat
Langsung).Tuladha : Ibu ngendika 'Kowe kudu
sekolah'
/

2. Ukara Crita / (Kalimat Cerita). Tuladha :


Ngendikane Ibu yen sregep sekolah mesthi
pinter
/

.
3. Ukara Tanduk / (Kalimat Aktif).
Tuladha : Bapak tindak
kantor /
4. Ukara Tanggap / (Kalimat Pasif).
Tuladha : Sepedane dicet
abang /
5. Ukara Pakon / (Kalimat Perintah).
Tuladha : Jupukna sepedaku neng omahe
Paklik
/

6. Ukara Panjaluk / (kalimat


Permohonan). Tuladha : Tulung njupukna buku
kuwi /

Peribahasa Jawa [sunting | sunting


sumber]
Peribahasa Jawa merupakan suatu bentuk kearifan lokal
budaya Jawa yang filosofis. Di dalam peribahasa, terdapat
makna mendalam dari sebuah kalimat atau frasa, tidak sekadar
dapat dipahami secara harfiah.
Contoh Paribasan (peribahasa) dan pepatah Jawa

nyolong pethek = nggak cocok dgn apa ygdi harapkan.

kepara kepere = tdk adil (berbagi).

criwis cawis= banyak bicara tp cekatan dlm bekerja.

keplok ora tombok = merasakan kesenangan tanpa keluar


biaya.

yitna yuwana,lena kena = yg hati2 akanselamat,yg ceroboh


akan celaka.

busuk ketekuk,pinter keblinger = yg pintar dan yg bodoh


sama2 celaka.

jalukan ora wewehan = mau minta tp tak mau memberi.

welas tanpa alis= karena saking dermawannya jd sengsara


sendiri (derma yg berlebihan tanpa mengukur kemampuan
sendiri).

kerot tanpa untu = kemauan banyak tapi tdk punya


kekuatan.

anakpolah bapa kepradah = orang tua yg slalu menuruti


keinginan sang anak.

Nabok nyilih tangan = menyuruh orang untuk mencelakai


orang laen.

suduk gunting tatu loro =mendapat kesedihan rangkap.

ora ganja ora unus = orangnya jelek,kelakuannya jg jelek.

nututi layangan pedhot =berusaha mengembalikan situasi


yg sudah semrawut.

idu di dilatmaneh = mengingkari janji sendiri.

ngubak ubak banyu bening = membuat keonaran di tmpt yg


damai.

mban cindhe,mban siladan = pilih kasih (nggak adil).

dudu berase di tempurake = memberi komentar tp di luar


permasalan yg sedang di bahas.

adol lenga kari busike = yg membagi justru gak kebagian


jatah.

ora mambu enthong irus= tidak kelihatan kalau bersaudara.

Purwakanthi (syair - pantun kata bersajak)[sunting | sunting sumber]


Purwakanthi merupakan alunan bunyi yang sama pada
beberapa kata dalam sastra Jawa dan Sunda. Terdapat dua
macam purwakanthi yaitu purwakanthi swara dan purwakanthi
sastra. Purwakanthi swara adalah persamaan bunyi, sementara
purwakanthi sastra adalah persamaan huruf.
Pitutur dan ungkapan-ungkapan Jawa umumnya disampaikan
secara ringkas, dengan padanan kata bersanjak yang pas
sehingga terkesan indah sekaligus mudah diingat.
Purwakanthi guru
swara [sunting | suntin

g sumber]

Ana awan, ana pangan

Ngalah nanging oleh

Sing salah kudu seleh

Becik ketitik ala ketara

Sing weweh bakal pikoleh

Adigang adigung adiguna

Inggih-inggih ora kepanggih

Ciri wanci lelai ginawa mati

Desa mawa cara negara mawa tata

Witing tresna jalaran seka kulina

Giri lungsi, jalma tan kena ingina

Yen menang, aja njur sewenang wenang

Ana bungah, ana susah iku wis lumrah

Sing gelem ngalah, bakal luhur wekasane

Yen krasa enak, aja njur lali anak, lali bojo, lali kanca

Purwakanthi guru
sastra [sunting | sunti

ng sumber]

Tata titi titig tatag, tanggung tertib

Aja dhemen memada, dhateng saphadhaning dumadi

Taberi nastiti lan ngati-ati, mesthi bakal dadi

Wong jejodohan kudu ngelingi : babat,bibit,bobot,bebet

Ruruh,rereh,ririh ing wewarihipun, mrih reseping para


muyarsi

Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karya, tut wuri
handayani

Tarti tata-tata, ate metu turut ratan, diutus tuku tahu tempe
dhuwite kertas telung atus

Tindak tanduk lan tutur kang kalantur, tamtu katula-tula


katali, bakal kacatur,katutuh, kapatuh, pan dadi awon

Sluman slumun slamet, salamun nyemplung kali plung,


slulup slelep-slelep oleh slepi isi klobot, Njumbul bul
klambine teles bles

Kala kula kelas kalih, kula kilak kalo kalih kuli-kuli kula, kalo
kula kli, kali kiln kula, kalo kula kampul-kampul, kula kelap
kelip kala-kala keling-keling

Tembang , Gending dan


Karawitan [sunting | su
nting sumber]

Dua sinden asing, Hiromikano dari Jepang dan Megan dari Amerika
Serikat Hibur Warga Kendal.

Syair gending Jawa selalu terucap tembang-tembang yang di


alunkan pesinden/seniwati maupun penggerong pada sebuah
musik karawitan. Syair ini berbahasa Jawa dan bahasa Kawi
yang unik dan mengandung pesan atau nasihat untuk hidup
yang damai sejahtera di dunia ini. Syair-syair tiap gending
berbeda-beda, mulai dair gending gedhe, ladrang, ketawang
maupun tembang dolanan. Masing-masing mengandung makna
dan tersendiri yang disampaikan penciptanya lewat syair
tersebut.
Tembang gedhe [sunting | sunting

sumber]
Tembang gedhe jenisnya:

Lebdajiwa

Kusumawicitra

Sudiradraka

Basanta

Manggalagita

Sukarini

Nagabanda

Kusumastuti

Merakng

Tebukasol

Banjaransari

Tepikawuri

Pamularsih

Bremarakrasa

Madayanti

Sudirwicitra

Madurenta

Kuswarini

Sarapada

Candrakusuma

Tembang
tengahan [sunting | sunting

sumber]
Tembang tengahan jenisnya :

Balabak

Wirangrong

Juru Demung

Kuswaraga

Palugon

Pangajabsih

Pranasmara

Sardulakawekas

Sarimulat

Rarabentrok

Tembang Macapat [sunting | sunting

sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Macapat
Tembang Macapat juga sering disebut sekar Macapat, sekar
Alit, atau sekar Dhagelan. Karsana H. Saputra dalam bukunya
yang berjudul Sekar Macapat menyebutkan, macapat adalah
suatu bentuk puisi Jawa yang menggunakan bahasa Jawa baru,
diikat oleh persajakan yang meliputi guru gatra, guru wilangan,
dan guru lagu. Jadi Sekar macapat atau tembang macapat
dapat diartikan sebagai salah satu bentuk sekar (tembang) yang
menggunakan aturan guru wilangan dan guru lagu yang sudah
ditentukan. Masing-masing jenis tembang macapat memiliki
jumlah gatra yang berbeda-beda dan untuk membedakan jenis
sekar macapat antara yang satu dengan lainnya dapat dilihat
dari jumlah gatra, guru lagu, dan guru wilangan.
Macapat adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait
macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan
setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan)
tertentu, dan berakhir pada bunyi sanjak akhir yang disebut guru
lagu. Biasanya macapat diartikan sebagai maca papat-papat
(membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara membaca
terjalin tiap empat suku kata. Namun ini bukan satu-satunya arti,
karena pada prakteknya tidak semua tembang macapat bisa
dinyanyikan empat-empat suku kata. [1]
Tembang macapat ada 11 ( sebelas ) :
1. Maskumambang
2. Pocung
3. Gambuh
4. Megatruh
5. Mijil
6. Kinanthi
7. Asmaradana

8. Durma
9. Pangkur
10. Sinom
11. Dhandhanggula
Tembang macapat itu terdiri dari Guru Gatra, Guru wilangan,
guru lagu, dan watak. Guru gatra adalah jumlah baris dalam
tembang macapat. Guru wilangan adalah jumlah suku kata
dalam tembang macapat. Guru lagu adalah jatuhnya suara
diakhir baris tembang macapat.

Serat [sunting | sunting sumber]


1. Serat berisi tentang ajaran atau Piwulang dan pitutur
kearah kebaikan dan kebajikan.
2. Didalam serat berisi tuntunan agung yang dapat
dijadikan seabagai pedoman dan suri tauladan bagi
manusia.
3. Serat menganduing makna moralitas yang berkenaan
dengan dengan etika hidup.
Contoh Serat

Serat Sastra Ganding diciptakan oleh Kanjeng Sultan


Agung.

Serat Wulangreh merupakan karya sastra berbentuk


tembang hasil buah karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV.

Serat Wedhatama adalah sebuah karya sastra Jawa baru


yang secara formal dinyatakan ditulis oleh Magkunegara IV.

Serat Wulang Estri merupakan karya sastra kelanjutan dari


ajaran Paku Buwana IV yang ditujukan bagi putrinya, yaitu
berupa ajaran berumah tangga.

Serat Wedaraga merupakan salah satu karya sastra


berbentuk tembang macapat karangan R. Ng.
Ranggawarsita.

Serat Nitisastra karya Raden Ngabehi Yasadipura II.

Babad [sunting | sunting sumber]

Babad Giyanti

1. Babad berisi tentang sejarah lokal yang berhubungan


dengan nama tempat, daerah, kerajaan maupun tokoh
besar (historis)
2. Babad bersifat lokal yang ditulis dengan cara pandang
tradisional, sehingga sering dibumbui dengan berbagai
hal yang bersifat pralogis atau bahkan bersifat fiktif dan
simbolik.
3. Babad bersifat istana centris karena pada umumnya
ditulis pada lingkungan kraton dengan raja selaku
penguasa daerah yang bersangkutan , atau lingkungn
bangsawan yang lebih kecil.

4. Pada umumnya babad ditulis dengan tujuan: (a)


mencatat segala peristiwa, kejadian, atau pengalaman
yang pernah terjadi pada masa lampau. (b) untuk
menjadi teladan yang baik agar dapat diambil
manfaatnya. (c) untuk memperkuat sakti raja.
(Sedyawati, ed. 2001: 267)
5. Babad bersifat subjektif karena kebanyakan penulisnya
berasal dari latar belakang, kecenderunga, dan
pendiriannya yang ditentukan oleh pengalaman, situasi,
dan kondisi hidupnya pada sebagai manusia sosial
budaya pada masa dan masyarakat tertentu (Teeuw,
1988)
6. Babad bersifat fragmentatif artinya bahwa fakta-fakta
yang ditampilkan dalam babad tidaklah lengkap.
7. Babad menekankan pada pengagungan leluhur
maupun raja, yang menekankan pada pengukuhan
legitimasi sebagai catatan sejarah bagi kepentingan
penguasa dan keturunanya.
8. Babad bersifat sugestif artinya bahwa babad dapat
mempengaruhi pandangan seseorang.
Contoh Babad

Babad Giyanti

Babad kartasura

Babad Sengkala

Babad Surapati

Babad Damarwulan

Babad demak

Suluk [sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1898, pengangkatan Ratu Wilhelmina di Belanda cukup


menyita perhatian masyarakat. Sebuah buku bahkan dicetak di
Semarang untuk memperingati kejadian tersebut. Dengan bahasa dan
aksara Jawa, halaman depan buku tersebut berbunyi: "Sri Makutho,
merayakan Keluarga Kerajaan kami dan Pengangkatan Ratu
Nederland Wilhelmina"

1. Suluk kental dengan ajaran agama islam.


2. Suluk sering kali dihubungkan dengan ajaran-ajaran
tasawuf yang kemudian dimaknai dengn pengembaraan
atau perjalanan dalam rangk mencari makna hidup.
3. Suluk sering dianalogikan dengan kata yen sinusul
muluk yang berarti kalau dikejar semakin
membumbung tinggi. Maksutnya, keilmuan suluk, bila
semakin dipikirkan akan semakin jauh untuk dijangkau
pikiran atau logika awam.
4. Permasalahan yang sering diangkat dalam suluk
berhubungan erat dengan hal-hal ghaib yakni hal-hal
supranatural yang yang hubungannya dengan Tuhan
dan kehidupan manusia.
5. Suluk memiliki struktur yang tidak mudah difahami
maknanya atau relatif membingungkan, terutama bagi
yang tidak bisa menggelutinya.

6. Sastra suluk umumnya ditulis dalam bentuk tembang


(macapat) namun juga ada yang berbentuk prosa.
Contoh suluk:

Suluk Seh Takawardi

Suluk Malang Sumirang

Suluk Wujil

Sastra Jawa [sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sastra Jawa
Sejarah Sastra Jawa dimulai dengan sebuah prasasti yang
ditemukan di daerah Sukabumi (Sukobumi), Pare, Kediri Jawa
Timur. Prasasti yang biasa disebut dengan nama Prasasti
Sukabumi ini bertarikh 25 Maret tahun 804 Masehi. Isinya ditulis
dalam bahasa Jawa Kuna.
Setelah prasasti Sukabumi, ditemukan prasasti lainnya dari
tahun 856 M yang berisikan sebuah sajak yang disebut kakawin.
Kakawin yang tidak lengkap ini adalah sajak tertua dalam
bahasa Jawa (Kuna).
Sastra Jawa dibagi dalam empat masa:

Sastra Jawa Kuna

Sastra Jawa Tengahan

Sastra Jawa Baru

Sastra Jawa Modern

Sastra Jawa Kuno [sunting | sunting

sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sastra Jawa Kuno
Sastra Jawa Kuno atau seringkali dieja sebagai Sastra Jawa
Kuna meliputi sastra yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuna
pada periode kurang-lebih ditulis dari abad ke-9 sampai abad
ke-14 Masehi, dimulai dengan Prasasti Sukabumi. Karya sastra
ini ditulis baik dalam bentuk prosa (gancaran) maupun puisi
(kakawin). Karya-karya ini mencakup genre seperti sajak
wiracarita, undang-undang hukum, kronik (babad), dan kitabkitab keagamaan. Sastra Jawa Kuno diwariskan dalam bentuk
manuskrip dan prasasti. Manuskrip-manuskrip yang memuat
teks Jawa Kuno jumlahnya sampai ribuan sementara prasastiprasasti ada puluhan dan bahkan ratusan jumlahnya. Meski di
sini harus diberi catatan bahwa tidak semua prasasti memuat
teks kesusastraan.

Karya-karya sastra Jawa penting yang ditulis pada periode ini


termasuk Candakarana, Kakawin Ramayana dan terjemahan
Mahabharata dalam bahasa Jawa Kuno.
Sastra Jawa Kuno dalam bentuk prosa[sunting | sunting

sumber]
1. Candakarana
2. Sang Hyang Kamahayanikan
3. Brahmandapurana
4. Agastyaparwa
5. Uttarakanda
6. Adiparwa
7. Sabhaparwa
8. Wirataparwa, 996
9. Udyogaparwa
10. Bhismaparwa
11. Asramawasanaparwa
12. Mosalaparwa
13. Prasthanikaparwa
14. Swargarohanaparwa
15. Kunjarakarna
Sastra Jawa Kuno dalam bentuk puisi (kakawin)

[sunting | sunting sumber]


1. Kakawin Tertua Jawa, 856
2. Kakawin Ramayana ~ 870
3. Kakawin Arjunawiwaha, Empu Kanwa, ~ 1030

4. Kakawin Kresnayana
5. Kakawin Sumanasantaka
6. Kakawin Smaradahana
7. Kakawin Bhomakawya
8. Kakawin Bharatayuddha, Empu Sedah dan Empu
Panuluh, 1157
9. Kakawin Hariwangsa
10. Kakawin Gatotkacasraya
11. Kakawin Wrettasacaya
12. Kakawin Wrettayana
13. Kakawin Brahmandapurana
14. Kakawin Kunjarakarna, Empu Dusun
15. Kakawin Nagarakretagama, Empu Prapanca, 1365
16. Kakawin Arjunawijaya, Empu Tantular
17. Kakawin Sutasoma, Empu Tantular
18. Kakawin Siwaratrikalpa, Kakawin Lubdhaka
19. Kakawin Parthayajna
20. Kakawin Nitisastra
21. Kakawin Nirarthaprakreta
22. Kakawin Dharmasunya
23. Kakawin Harisraya
24. Kakawin Banawa Sekar Tanakung
Petikan dari Kakawin Sutasoma[sunting | sunting sumber]

Lontar Sutasoma dari Jawa Tengah dalam aksara Buda.

Di bawah ini diberikan beberapa contoh petikan dari kakawin ini


bersama dengan terjemahannya. Yang diberikan contohnya
adalahmanggala, penutup dan sebuah petikan penting.
Kakawin Sutasoma adalah sebuah kakawin dalam bahasa Jawa
Kuna. Kakawin ini termasyhur, sebab setengah bait dari kakawin
ini menjadi motto nasional Indonesia: Bhinneka Tunggal Ika
(Bab 139.5).
Motto atau semboyan Indonesia tidaklah tanpa sebab diambil
dari kitab kakawin ini. Kakawin ini mengenai sebuah cerita epis
dengan pangeran Sutasoma sebagai protagonisnya. Amanat
kitab ini mengajarkan toleransi antar agama, terutama antar
agama Hindu-Siwa dan Buddha. Kakawin ini digubah oleh
Empu Tantular pada abad ke-14.
Manggala[sunting | sunting sumber]
Pada Kakawin Sutasoma terdapat sebuah manggala. Manggala
ini memuja Sri Bajrajana yang merupakan intisari
kasunyatan.Jika beliau menampakkan dirinya, maka hal ini
keluar dalam samadi sang Boddhacitta dan bersemayam di
dalam benak. Lalu beberapa yuga disebut di mana Brahma,
Wisnu dan Siwa melindungi. Maka sekarang datanglah Kaliyuga
di mana sang Buddha datang ke dunia untuk membinasakan
kekuasaan jahat.
Manggala
1 a. r Bajrajna nytmaka parama
sirnindya ring rat wies.a
1 b. ll uddha pratis.t.hng hredaya jayajayngken mahswargaloka

Terjemahan
1 a. Sri Bajrajana, manifestasi sempurna Kasunyatan
adalah yang utama di dunia.
1 b. Nikmat dan murni teguh di hati, menguasai semuanya
bagai kahyangan agung.
1 c. Ia adalah titisan Pelindung tunggal yang menganugrahi
1 c. ekacchattrng arrnghuripi
kehidupan kepada tri buwana bumi, langit dan sorga
sahananing bhur bhuwah swah prakrn.a
seru sekalian alam.
1 d. sks.t candrrka prn.dbhuta ri
1 d. Bagaikan terang bulan dan matahari sifat yang keluar
wijilira n sangka ring Boddhacitta
dari batin orang yang telah sadar.
2 a. Singgih yan siddhayogwara wekasira 2 a. Ia yang diterangi, yang manunggal dengan Tuhan,
sang stmya lwan bhat.ra
memang benar-benar Raja kaum Yogi yang berhasil.
2 b. Perwujudan segala ilmu Kasunyatan baik kasar
2 b. Sarwajmrti nyganal alit inucap
ataupun halus, diajikan dalam sebuah doa dan puja yang
mus.t.ining dharmatattwa
khusyuk.
2 c. Sangsipta n pt wulik ring hati sira
2 c. Singkatnya, mari mencari-Nya dengan betul dalam
sekung ing yoga lwan samdhi
hati, didukung dengan yoga dan samadi penuh.
2 d. Byakta lwir bhrntacittngrasa riwa2 d. Persis bagaikan seseorang yang merana hatinya
riwaning nirmalcintyarpa
merasakan rasa kemurnian Yang Tak Bisa Dibayangkan.
3 a. Ndah yka n mangkana ng nti kineep 3 a. Maka itulah ketentraman hati yang dituju seorang yogi
i tutur sang huwus siddhayogi
sempurna.
3 b. Pjan ring jna uddhprimita
3 b. Biarkan aku memuja dengan kemurnian dan kebaktian
aran.ning miket langwa-langwan
tak tertara sebagai sarana untuk menulis syair indah.
3 c. Dr ngwang siddhakawyngitung
3 c. Mustahil aku akan berhasil menulis kakawin sebab

ahiwang apan tan wruh ing stra mtra


3 d. Nghing kwran dning ambek ragaragan i manah sang kawrja obha
4 a. Prwaprastwaning parwaracana
ginelar sangka ring Boddhakwya
4 b. Ngni dwpra ring treat kretayuga
sirang sarwadharmnggaraks.a
4 c. Tan ln hyang Brahma Wis.n.wwara
sira matemah bhpati martyaloka
4 d. Mangk n prpta ng kali r Jinapati
manurun matyana ng kla murkha

tiada tahu akan tatacara bersastra.


3 d. Namun, sungguh malu dan terganggu oleh pikiran
akan sebuah penyair sempurna di ibukota.
4 a. Pertama dari semua cerita yang saya gubah diturunkan
dari kisah-kisah sang Buddha.
4 b. Dahulukala ketika dwapara-, treta- dan kretayuga,
beliau merupakan perwujudan segala bentuk dharma.
4 c. Tiada lain sang hyang Brahma, Wisnu dan Siwa.
Semuanya menjadi raja-raja di Mercapada (dunia fana).
4 d. Dan sekarang pada masa Kaliyuga, Sri Jinapati turun
di sini untuk menghancurkan kejahatan dan keburukan.

Penutup[sunting | sunting sumber]


Pupuh penutup adalah pupuh nomor 148.
Epilog
1 a. Nhan tntyanikang kathtiaya
Boddhacarita ng iniket
1 b. D sang kawy aparab mpu Tantular
amarn.a kakawin alang
1 c. Khytng rat Purus.danta
pangaranya katuturakena
1 d. Drghyuh sira sang rumengwa tuwi
sang mamaca manulisa
2 a. Bhras.t.a ng durjana nyakya
kumeter mawedi giri-girin
2 b. D r rjasa raja bhpati sang
angd.iri ratu ri Jawa
2 c. uddhmbek sang aswa tan salah
ulah sawarahira tinut
2 d. Sk wrdhika mwwu yka magaw
resaning ari teka
3 a. Ramya ng sgara parwatki
sakapunpunan i sira lengeng
3 b. Mwang tang rjya ri Wilwatikta
pakarjyanira n anupama
3 c. Krn.kang kawi gta lambing
atuhnwam umarek i haji
3 d. Lwir sang hyang ai rakwa prn.a
pangapusnira n anuluhi rat
4 a. Bhda mwang damel I nghulun kadi
patangga n umiber i lemah
4 b. Ndan dra n mad.anka pan wwang
atimd.ha kumawih alang
4 c. Lwir bhrn.tgati dharma ring kawi
turung wruh ing aji sakath
4 d. Nghing sang r Ran.amanggalki
sira sang titir anganumata.

Terjemahan
1 a. Maka inilah akhir dari sebuah cerita indah dan digubah dari
kisah sang Buddha.
1 b. Oleh seorang penyair bernama Empu Tantular yang
menggubah kakawin indah.
1 c. Termasyhur di dunia dengan nama Purusadasanta
(pasifikasi raja Purusada).
1 d. Semoga semua yang mendengarkan, membaca dan
menyalin akan panjang umurnya.
2 a. Hancur lebur para durjana, tak berdaya, gemetar, takut
karena ngeri.
2 b. Oleh Sri Rajasa yang bertakhta di Jawa.
2 c. Para abdinya berhati murni dan melaksanakan segala
perintahnya tanpa salah.
2 d. Sungguh banyak para pahlawan unggul, jumlahnya ada
ribuan yang memberikan rasa takut kepada para musuh.
3 a. Indahlah laut dan gunung di bawah penguasaannya.
3 b. Dan ibukota Wilwatikta (= Majapahit) sungguh indah di
luar bayangan.
3 c. Banyaklah jumlah para penyair, tua dan muda yang
menggubah nyanyian dan kakawin yang menghadap sang ratu.
3 d. Bagaikan Dewa Candra kekuasaannya menyinari dunia.
4 a. Berbeda dengan karyaku bagaikan gajah yang terbang di
atas tanah.
4 b. Mustahillah menyamai karena orang bodoh yang seolaholah menulis kakawin indah.
4 c. Seperti seseorang yang bingung mengenai kewajiban
seorang penyair tidak mengenal peraturan bersyair.
4 d. Namun Sri Ranamanggala juga yang menjadi panutanku.

Bhinneka Tunggal
Ika [sunting | sunting

sumber]

Lambang Indonesia dengan mottoBhinneka Tunggal Ika

Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5. Lengkapnya ialah:


Jawa Kuna
Rwneka dhtu winuwus Buddha Wiswa,

Alih bahasa
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa
Bhinnki rakwa ring apan kena parwanosen,
dikenali?
Mangka ng Jinatwa kalawan iwatatwa
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
tunggal,
Bhinnka tunggal ika tan hana dharma
Berbeda-beda tetapi tetap satu,, tidak ada kebenaran yang
mangrwa.
mendua.
Petikan dari Kakawin Bharatayuddha dalam budaya Jawa
Baru[sunting | sunting sumber]
Kakawin ini menceritakan peperangan antara kaum Korawa dan
Pandawa, yang disebut peperangan Bharatayuddha.
Kakawin ini digubah oleh dua orang, yaitu: Empu Sedah dan
Empu Panuluh. Bagian permulaan sampai tampilnya prabu
Salya ke medan perang adalah karya Empu Sedah, selanjutnya
adalah karya Empu Panuluh.
Kakawin Bharatayuddha adalah salah satu dari beberapa dari
karya sastra Jawa Kuna yang tetap dikenal pada masa Islam.
Dalam pertunjukan wayang, beberapa bagian dari
Bharatayuddha dinyanyikan sebagai bagian dari nyanyian suluk,
bahkan juga dalam pertunjukan wayang yang
bernafaskan Islam, misalkan cerita wayang Menak. Terutama
cuplikan dari pupuh kelima, bait satu sangat sering dipakai:
Pupuh V.1[sunting | sunting sumber]
<span lang="jv" xml:lang="jv" title ="Aksara Jawa

ln
glng

ramya
nikang

ang
ka
kum

ar
mangr
ngga

rmni

" style="font-family:Tuladha Jejeg; font-size:18px; line-height:2em; word-wrap: break-word;


ng pur text-decoration: none;">

ma
ngkin

tan
pasirin

g
halpn
ikang

umah
ms
lwir
murub
ring
langit

tk
wan
sarwa
man ik
tawing
nya
sinawu
ng
sks at
skarn
ing
suji

un
ggwan

Bhnu
mat
yan
amrm
alang
mwan
g
ntha
Duryo
dhana
Terjemahan[sunting | sunting sumber]

Sinar bulan yang menawan sungguh menambah keindahan


puri

Tiadalah bandingan keindahan paviliun emas yang bersinarsinar seakan-akan berkilau di langit

Dinding-dindingnya terbuat dari batu-batu ratna manikam


yang dirangkai bagaikan bunga

Tempat sang Bhanumati dan prabu Duryodhana tidur dalam


cinta

Petikan dari Kakawin Arjunawiwha[sunting | sunting

sumber]

Dua lembaran lontar kakawin Arjunawiwha.

Kakawin Arjunawiwha (Jawa:)


adalah kakawin pertama yang berasal dari Jawa Timur. Karya
sastra ini ditulis oleh Empu Kanwa pada masa pemerintahan
Prabu Airlangga, yang memerintah di Jawa Timur dari tahun
1019 sampai dengan 1042 Masehi. Sedangkan kakawin ini
diperkirakan digubah sekitar tahun 1030.
Manggala[sunting | sunting sumber]
Kakawin Arjunawiwaha memiliki sebuah manggala. Berikut
adalah manggala beserta terjemahannya dalam bahasa
Indonesia.
Manggala

Terjemahan

1. Ambek sang paramrthapan d ita huwus


limpad sakng nyat,
Tan sangkng wis aya prayojananira lwir
sanggrahng lokika,
Siddhning yaawrya donira sukhning rt
kininkinira,
santos heletan kelir sira sakng sang hyang
Jagatkran a.
2. Us.n.is.angkwi lebni pdukanir sang
hyang Jagatkran.a
Manggeh manggalaning miket kawijayan
sang Prtha ring kahyangan

Batin sang tahu Hakikat Tertinggi telah mengatasi


segalanya karena menghayati Kehampaan[3],
Bukanlah terdorong nafsu indria tujuannya, seolah-olah
saja menyambut yang duniawi,
Sempurnanya jasa dan kebajikan tujuannya. Kebahagiaan
alam semesta diperihatinkannya.
Damai bahagia, selagi tersekat layar pewayangan dia dari
Sang Penjadi Dunia.
Hiasan kepalaku merupakan debu pada alas kaki beliau
Sang Hyang Penjadi Dunia
Terdapatkan pada manggala dalam menggubahkan
kemenangan sang Arjuna di kahyangan

Prasasti Nusantara[sunting | sunting sumber]

Prasasti Ngadoman ditemukan di desa Ngadoman, dekat Salatiga,


Jawa Tengah.

Prasasti Nusantara adalah prasasti yang berasal dari wilayah


Nusantara. Prasasti-prasasti ini ditulis dalam aksara serta
bahasa-bahasa asli Nusantara dan bahasa-bahasa asing,
seperti bahasa Sanskerta. Di bawah ini disajikan daftar seleksi
beberapa prasasti Nusantara Jawa yang penting atau menarik.
Semua tahun yang disebut di bawah ini adalah tahun Masehi.
Prasasti-prasasti berikut berbahasa Jawa, baik Jawa Kuna
(Kawi) maupun Baru.

Prasasti Plumpungan, Dukuh Plumpungan, Desa Kauman


Kidul, Kecamatan Sidorejo, Salatiga, Jawa Tengah, 24 Juli
750

Prasasti Sukabumi, Sukabumi, Pare, Kediri, Jawa Timur, 25


Maret 804

Prasasti Kayumwungan, Karangtengah, Temanggung, Jawa


Tengah (dwibahasa), 824

Prasasti Siwagrha (Prasasti kakawin tertua Jawa), 856

Prasasti Taji, 901

Prasasti Mantyasih, Desa Meteseh, Magelang Utara, Jawa


Tengah, 11 April 907

Prasasti Rukam, 907

Prasasti Wanua Tengah III, 908

Prasasti Wurudu Kidul, tanpa tahun, ~ 922

Prasasti Mula Malurung, Kediri, 1255[4]

Prasasti Sarwadharma, pemerintahan Kertanegara, 1269

Prasasti Sapi Kerep, Desa Sapi Kerep, Sukapura,


Probolinggo, 1275[4]

Prasasti Singhasari 1351, Singosari, Malang, Jawa


Timur, 1351

Prasasti Ngadoman, Ngadoman (Salatiga), Jawa


Tengah, 1450

Prasasti Pakubuwana X, Surakarta, Jawa Tengah, 1938

Bentuk tingkat tutur bahasa Jawa[sunting | sunting


sumber]
Menurut bentuknya, secara garis besar tingkat tutur bahasa
Jawa dibagi menjadi 5 tingkatan,
1. basa ngoko,
2. basa madya,
3. basa krama,
4. basa kedaton atau bagongan, dan
5. basa kasar.
Kelima tingkat tutur tersebut secara rinci semuanya dibagi
menjadi 13 tingkat, yaitu:
1. ngoko lugu,

2. ngoko andhap antya basa,


3. ngoko andhap basa antya,
4. madyo ngoko,
5. madyatara,
6. madyakrama,
7. mudokrama,
8. kramantara,
9. wredakrama,
10. krama inggil
11. krama deso,
12. basa kedaton atau bagongan, dan
13. basa kasar.

Makna tingkat tutur[sunting | sunting sumber]


Sebetulnya bila diringkas bahasa Jawa sehari-hari ada 3
tataran,
1. Krama (halus),
2. Madya (biasa),
3. Ngoko (pergaulan), atau basa kasar.

Register (undhak-undhuk basa)[sunting | sunting


sumber]
Bahasa Jawa mengenal undhak-undhuk basa dan menjadi
bagian integral dalam tata krama (etiket) masyarakat Jawa
dalam berbahasa. Dialek Surakarta biasanya menjadi rujukan
dalam hal ini. Bahasa Jawa bukan satu-satunya bahasa yang
mengenal hal ini karena beberapa bahasa Austronesia lain dan
bahasa-bahasa Asia Timur seperti bahasa Korea dan bahasa
Jepang juga mengenal hal semacam ini. Dalam sosiolinguistik,
undhak-undhuk merupakan salah satu bentuk register.
Terdapat tiga bentuk utama variasi,
yaitu ngoko ("kasar"), madya ("biasa"), dan krama ("halus"). Di
antara masing-masing bentuk ini terdapat bentuk

"penghormatan" (ngajengake, honorific) dan "perendahan"


(ngasorake, humilific). Seseorang dapat berubah-ubah
registernya pada suatu saat tergantung status yang
bersangkutan dan lawan bicara. Status bisa ditentukan oleh
usia, posisi sosial, atau hal-hal lain. Seorang anak yang
bercakap-cakap dengan sebayanya akan berbicara dengan
varian ngoko, namun ketika bercakap dengan orang tuanya
akan menggunakan krama andhap dan krama inggil. Sistem
semacam ini terutama dipakai di Surakarta, Yogyakarta, dan
Madiun. Dialek lainnya cenderung kurang memegang erat tatatertib berbahasa semacam ini.
Sebagai tambahan, terdapat bentuk bagongan dan kedhaton,
yang keduanya hanya dipakai sebagai bahasa pengantar di
lingkungan keraton. Dengan demikian, dikenal bentuk-bentuk
ngoko lugu, ngoko andhap, madhya, madhyantara, krama,
krama inggil, bagongan, kedhaton.
Di bawah ini disajikan contoh sebuah kalimat dalam beberapa
gaya bahasa yang berbeda-beda ini.

Bahasa Indonesia: "Maaf, saya mau tanya rumah Kak Budi


itu, di mana?"
1. Ngoko kasar: Eh, aku arep takon, omah Budi kuwi,
nng*ndi?
2. Ngoko alus: Aku nyuwun pirsa, dalem mas Budi kuwi,
nng endi?
3. Ngoko meninggikan diri sendiri: Aku kersa ndangu,
omah mas Budi kuwi, nng ndi? (ini dianggap salah
oleh sebagian besar penutur bahasa Jawa karena
menggunakan leksikon krama inggil untuk diri
sendiri)
4. Madya: Nuwun swu, kula ajeng tanglet, griyan mas
Budi niku, teng pundi? (ini krama desa (substandar))
5. Madya alus: Nuwun swu, kula ajeng tanglet, dalem
mas Budi niku, teng pundi? (ini juga termasuk krama
desa (krama substandar))
6. Krama andhap: Nuwun swu, dalem badh nyuwun
pirsa, dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?
(dalem itu sebenarnya pronomina persona kedua,

kagungan dalem 'kepunyaanmu'. Jadi ini termasuk


tuturan krama yang salah alias krama desa)
7. Krama lugu: Nuwun sewu, kula badh takn,
griyanipun mas Budi punika, wonten pundi?
8. Krama alus Nuwun sewu, kula badhe nyuwun pirsa,
dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?
*

nng adalah bentuk percakapan sehari-hari dan merupakan


kependekan dari bentuk baku ana ing yang disingkat menjadi
(a)nng.
Dengan memakai kata-kata yang berbeda dalam sebuah
kalimat yang secara tatabahasa berarti sama, seseorang bisa
mengungkapkan status sosialnya terhadap lawan bicaranya dan
juga terhadap yang dibicarakan. Walaupun demikian, tidak
semua penutur bahasa Jawa mengenal semuanya register itu.
Biasanya mereka hanya mengenal ngoko (kasar) dan
sejenismadya (biasa).

Ngoko[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk kategori ini adalah Ngoko.
Ngoko adalah salah satu tingkatan bahasa dalam Bahasa
Jawa. Bahasa ini paling umum dipakai di kalangan orang
Jawa. Pemakaiannya dihindari untuk berbicara dengan
orang yang dihormati atau orang yang lebih tua.
Tingkat tutur ngoko yaitu ungah ungguh bahasa jawa yang
berintikan leksikon ngoko. Ciri-ciri katanya terdapat afiks
di-,-e dan ake. Ragam ngoko dapat digunakan oleh
mereka yang sudah akrab dan oleh mereka yang merasa
dirinya lebih tinggi status sosialnya daripada lawan bicara
(mitra wicara). Ragam ngoko mempunyai dua bentuk
varian, yaitu ngoko lugu dan ngoko alus (Sasangka
2004:95).

Krama[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk kategori ini adalah Krama.
Krama adalah salah satu tingkatan bahasa dalam
Bahasa Jawa. Bahasa ini paling umum dipakai di
kalangan orang Jawa. Pemakaiannya sangat baik untuk
berbicara dengan orang yang dihormati atau orang
yang lebih tua.
Yang dimaksud dengan ragam krama adalah bentuk
unggah-ungguh bahasa Jawa yang berintikan leksikon
krama, atau yang menjadi unsur inti di dalam ragam
krama adalah leksikon krama bukan leksikon yang lain.
Afiks yang muncul dalam ragam ini pun semuanya
berbentuk krama (misalnya, afiks dipun-, -ipun, dan
aken). Ragam krama digunakan oleh mereka yang

belum akrab dan oleh mereka yang merasa dirinya lebih


rendah status sosialnya daripada lawan bicara. Ragam
krama mempunyai tiga bentuk varian, yaitu krama lugu,
karma andhap dan krama alus (Sasangka 2004:104).

Madya[sunting | sunting sumber]


Madya adalah salah satu tingkatan bahasa Jawa yang
paling umum dipakai di kalangan orang Jawa. Tingkatan
ini merupakan bahasa campuran antara ngoko dan
krama, bahkan kadang dipengaruhi dengan bahasa
Indonesia. Bahasa madya ini mudah dipahami dan
dimengerti.

Variasi[sunting | sunting sumber]


Bahasa Jawa sangat beragam, dan keragaman ini
masih terpelihara sampai sekarang, baik karena
dituturkan maupun melalui dokumentasi tertulis. Dialek
geografi, dialek temporal serta register dalam bahasa
Jawa sangat kaya sehingga seringkali menyulitkan
orang yang mempelajarinya.

Dialek geografi[sunting | sunting sumber]


Klasifikasi berdasarkan dialek geografi mengacu
kepada pendapat E.M. Uhlenbeck (1964) [5]. Peneliti lain
seperti W.J.S. Poerwadarminta dan Hatley memiliki
pendapat yang berbeda.[butuh rujukan]
Kelompok Barat
1. dialek Banten
2. dialek Cirebon. Menurut hasil penelitian yang
dilakukan dengan menggunakan metode
Guiter, bahasa Cirebonan memiliki perbedaan
sekitar 75% dengan bahasa Jawa Yogyakarta /
Surakarta.[6]
3. dialek Tegal
4. dialek Banyumasan
5. dialek Bumiayu (peralihan Tegal dan
Banyumas)
Kelompok Tengah
1. dialek Pekalongan
2. dialek Kedu

3. dialek Bagelen
4. dialek Semarang
5. dialek Pantai Utara Timur (Jepara, Rembang,
Demak, Kudus, Pati)
6. dialek Blora
7. dialek Mataram (dialek Surakarta dan dialek
Yogyakarta)
8. dialek Madiun
Kelompok kedua ini dikenal sebagai bahasa Jawa
Tengahan atau Mataraman. Dialek Surakarta dan
Yogyakarta menjadi acuan baku bagi pemakaian resmi
bahasa Jawa (bahasa Jawa Baku).
Kelompok Timur
1. dialek Pantura Jawa Timur (Tuban, Bojonegoro)
2. dialek Surabaya
3. dialek Malang
4. dialek Jombang
5. dialek Tengger
6. dialek Banyuwangi
Kelompok ketiga ini dikenal sebagai bahasa Jawa
Wetanan (Timur).
Selain dialek-dialek di tanah asal, dikenal pula dialekdialek yang dituturkan oleh orang Jawa diaspora,
seperti di Sumatera Utara, Lampung, Suriname,
Kaledonia Baru, dan Curaao.

Dialek temporal[sunting | sunting sumber]


Berdasarkan dokumentasi tertulis, bahasa Jawa paling
tidak memiliki dua variasi temporal, yaitu bahasa Jawa
Kuna dan bahasa Jawa Modern. Bahasa Jawa Kuna
sering kali disamakan sebagai bahasa Kawi, meskipun
sebenarnya bahasa Kawi lebih
merupakan genre bahasa susastra yang diturunkan dari
bahasa Jawa Kuna.

Bahasa Jawa Kuna dikenal dari berbagai prasasti serta


berbagai "kakawin" yang berasal dari
periode Medang atau Mataram Hindu sampai surutnya
pengaruh Majapahit (abad ke-8 sampai abad ke-15).
Bahasa Jawa Modern adalah bahasa dikenal dari
literatur semenjak periode Kesultanan Demak (abad ke16) sampai sekarang. Ciri yang paling khas adalah
masuknya kata-kata dari bahasa
Arab, Portugis, Belanda, dan juga Inggris.

Pranatacara[sunting | sunting sumber]

Pranatacara atau sering disebut pambyawara, pranata


adicara, pranata titilaksana atau pranata laksitaning
adicara adalah salah satu jenis pekerjaan yang
berhubungan dengan suatu pertemuan atau acara
dalam masyarakat Jawa. Pranatacara dalam bahasa
Indonesia disebut pewara. Pranatacara merupakan
pembawa acara dalam upacara adat Jawa seperti
pernikahan (temanten), kematian (kesripahan),
pertemuan (pepanggihan), perjamuan (pasamuan),
pengajian (pengaosan), pentas, dan sebagainya.
Pranatacara merupakan pekerjaan yang membutuhkan
keahlian khusus karena orang yang melakukan
pekerjaan tersebut biasanya memahami dengan benar
susunan suatu acara dengan menggunakan bahasa
Jawa krama Inggil. Pranatacara lebih sering
dihubungkan dengan upacara adat pengantin Jawa.

Wayang Kulit[sunting | sunting sumber]

Pagelaran wayang kulit oleh dalang terkemuka di Indonesia,


Ki Manteb Sudharsono.

Wayang salah satu puncak seni budaya bangsa


Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya
budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran,
seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis,
seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang,
yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga
merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan,
hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua
pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal
dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa
Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh
para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga
merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di
antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini,
adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.
Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni
wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan
sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya
orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam
pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong,
hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di
negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis
pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa
(Kuna), dan bukan bahasa lain.
Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang
berasal dari India, yang dibawa bersama dengan
agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah
Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan
Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah
sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah
India.
Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan
seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal
dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari
negara lain.

Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia


setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga,
raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di
Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Karya
sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis
oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara
lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin
berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan
raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan
gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga India, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak
lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata
ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan
menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah
Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa
Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang
berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang
lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi India,
adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan
Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa
pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 1160).
Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun
sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja
Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu
antara lain sudah menyebutkan kata-kata "mawayang"
dan `aringgit' yang maksudnya adalah pertunjukan
wayang.

Dalang[sunting | sunting sumber]


Dalang adalah pemimpin, pengarah, sutradara dan
dirijen dari suatu pertunjukkan wayang. Kecuali
pertunjukkan Wayang Orang dan Wayang Topeng,
Dalang harus memainkan seluruh gerak peraga tokoh
wayang yang dimainkannya. Ia juga member
ipengarahan pada para penabuh gamelan, pesinden
dan wiraswara. Pengarahan itu dilakukan dengan
berbagai isyarat yang dipahami oleh anak buahnya.
Dalam pelajaran pedalangan Wayang Kulit Purwa ada
delapan pasyarat yang harus dimiliki oleh seorang
dalang, yakni :
1. Parama Sastra, seorang dalang harus kaya
akan perbendaharaan kata, ahli dalam tata
bahasa, terutama bahasa lisan.
2. Parameng Kawi, seorang dalang harus
memahami arti kata-kata dan istilah bahasa
Kawi dan bahasa Jawa Kuno.

3. Mardi Basa, Dalang yang baik harus pandai


memainkan atau mengolah kata-kata yang
digunakan, sehingga penceritaannya lebih
meikat perhatian penonton, lebih dapat
membawakan suasana cerita.
4. Mardawa lagu, artinya dalang harus menguasai
berbagai tembang, gending dan seni karawitan.
5. Mandra Guna, seorang dalang harus
menguasai berbagai keterampilan dalam seni
pedalangan. Ada juga yang mengartikan dalang
yang harus memiliki kelebihan batiniah dan
sugesti diri yang kuat, sehingga dapat
menguasai dan mengendalikan emosi
penonton.
6. Hawicarita, Dalang harus seorang yang
mempunyai kemampuan bercerita, kemahiran
untuk membawakan cerita secara runtut dan
memikat. Tidak ada bagian cerita yang terlupa.
7. Nawung Krida, dalang harus mengerti dasardasar ilmu psikologi, memahami karakter
semua tokoh wayang dan kaitannya dengan
karakter manusia.
8. Sambegana, dalang harus mempunyai ingatan
kua terhadap semua lakon wayang dan tahu
benar urutan scenario ceritanya.

Ketoprak[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Ketoprak

Pementasan Ketoprak

Ketoprak merupakan teater rakyat yang paling populer,


terutama di daerah Yogyakarta dan daerah Jawa
Tengah. Namun di Jawa Timur pun dapat ditemukan
ketoprak. Di daerah-daerah tersebut ketoprak
merupakan kesenian rakyat yang menyatu dalam
kehidupan mereka dan mengalahkan kesenian rakyat
lainnya seperti srandul dan emprak. Pada mulanya
ketoprak merupakan permainan orang-orang desa yang
sedang menghibur diri dengan menabuh lesung pada
waktu bulan purnama, yang disebut gejogan. Dalam
perkembangannya menjadi suatu bentuk teater rakyat
yang lengkap.
Ketoprak merupakan salah satu bentuk teater rakyat
yang sangat memperhatikan bahasa yang digunakan.
Bahasa sangat memperoleh perhatian, meskipun yang
digunakan bahasa Jawa, namun harus diperhitungkan
masalah unggah- ungguh bahasa. Dalam bahasa Jawa
terdapat tingkat-tingkat bahasa yang digunakan, yaitu:

Bahasa Jawa biasa (sehari-hari)

Bahasa Jawa kromo (untuk yang lebih tinggi)

Bahasa Jawa kromo inggil (yaitu untuk tingkat yang


tertinggi)

Menggunakan bahasa dalam ketoprak, yang


diperhatikan bukan saja penggunaan tingkat-tingkat
bahasa, tetapi juga kehalusan bahasa. Karena itu
muncul yang disebut bahasa ketoprak, bahasa Jawa
dengan bahasa yang halus dan spesifik.
Adapun ciri khas dari ketoprak ini dilakukan dengan
dialog bahasa Jawa. Tema cerita dalam sebuah
pertunjukan ketoprak bermacam-macam. Biasanya
diambil dari cerita legenda atau sejarah Jawa. Banyak
pula diambil cerita dari luar negeri. Tetapi tema cerita
tidak pernah diambil dari repertoar cerita epos
(wiracarita): Ramayana dan Mahabharata. Sebab nanti
pertunjukkan bukan ketoprak lagi melainkan menjadi
pertunjukan wayang orang.
Kesenian yang dalam penyajian atau pementasannya
menggunakan bahasa Jawa ini memiliki cerita yang
beragam dan menarik. Mirip dengan teater, pertunjukan
ini diisi dengan dialog-dialog yang membawa penonton
merasakan atmosfir dunia Jawa pada masa Raja-Raja
berkuasa.

Wayang orang[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Wayang
orang

Pandawa dan Kresna dalam suatu adegan pagelaranwayang


wong.

Wayang orang disebut juga dengan istilah wayang


wong (bahasa Jawa) adalah wayang yang dimainkan
dengan menggunakan orang sebagai tokoh dalam
cerita wayang tersebut. Wayang orang diciptakan oleh
Sultan Hamangkurat I pada tahun 1731.
Wayang Wong dalam bahasa Indonesia artinya wayang
orang, yaitu pertunjukan wayang kulit, tetapi dimainkan
oleh orang. Wayang wong adalah bentuk teater
tradisional Jawa yang berasal dari Wayang Kulit yang
dipertunjukan dalam bentuk berbeda: dimainkan oleh
orang, lengkap dengan menari dan menyanyi, seperti
pada umumnya teater tradisional dan tidak memakai
topeng. Pertunjukan wayang orang terdapat di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan di Jawa Barat ada
juga pertunjukan wayang orang (terutama di Cirebon)
tetapi tidak begitu populer. Lahirnya Wayang Orang,
dapat diduga dari keinginan para seniman untuk
keperluan pengembangan wujud bentuk Wayang Kulit
yang dapat dimainkan oleh orang. Wayang yang
dipertunjukan dengan orang sebagai wujud dari wayang
kulit -hingga tidak muncul dalang yang memainkan,
tetapi dapat dilakukan oleh para pemainnya sendiri.
Sedangkan wujud pergelarannya berbentuk drama, tari
dan musik.
Pada dasarnya, cerita atau peran yang ditampilkan
dalam pertunjukan wayang orang tidak berbeda dengan
wayang kulit. Biasanya lakon yang dibawakan adalah
lakon dalam cerita epik seperti Mahabrata dan
Ramayana. Bedanya jika dalam wayang kulit peran itu
ditampilkan dalam sosok wayang, maka dalam wayang
orang lakon atau peran semacam itu dibawakan oleh
orang atau wong dalam bahasa jawa.
Tugas dalang wayang wong tidak jauh berbeda dengan
dalang wayang kulit. Namun tugas dayang wong lebih
ringan karena para pelakon melakukan percakapan
sendiri. Dalang wayang wong hanya menyampaikan
sedikit narasi baik ketika membuka pertunjukan, di
tengah pertunjukan atau di akhir pertunjukan.

Wayang orang dapat dikatakan masuk kelompok seni


teater tradisional, karena tokoh-tokoh dalam cerita
dimainkan oleh para pelaku (pemain). Sang Dalang
bertindak sebagai pengatur laku dan tidak muncul
dalam pertunjukan. Di Madura, terdapat pertunjukan
wayang orang yang agak berbeda, karena masih
menggunakan topeng dan menggunakan dalang seperti
pada wayang kulit. Sang dalang masih terlihat
meskipun tidak seperti dalam pertunjukan wayang kulit.
Sang Dalang ditempatkan dibalik layar penyekat
dengan diberi lubang untuk mengikuti gerak pemain di
depan layar penyekat. Sang Dalang masih mendalang
dalam pengertian semua ucapan pemain dilakukan oleh
Sang Dalang karena para pemain memakai topeng.
Para pemain di sini hanya menggerakgerakan badan
atau tangan untuk mengimbangi ucapan yang dilakukan
oleh Sang Dalang. Para pemain harus pandai menari.
Pertunjukan ini di Madura dinamakan topeng dalang.
Semua pemain topeng dalang memakai topeng dan
para pemain tidak mengucapkan dialog.

Ludruk[sunting | sunting sumber]

Kartolo, salah seorang pemain ludruk terkenal.

Tari Remo, diperagakan sebagai pembuka pementasan


Ludruk

Ludruk merupakan teater tradisional yang bersifat


kerakyatan di daerah Jawa Timur, berasal dari daerah

Jombang. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa


dengan dialek Jawa Timuran. Dalam perkembangannya
ludruk menyebar ke daerah-daerah sebelah barat
seperti karesidenan Madiun, Kediri, dan sampai ke
Jawa Tengah. Ciri-ciri bahasa dialek Jawa Timuran
tetap terbawa meskipun semakin ke barat makin luntur
menjadi bahasa Jawa setempat. Peralatan musik
daerah yang digunakan, ialah kendang, cimplung, jidor
dan gambang dan sering ditambah tergantung pada
kemampuan grup yang memainkan ludruk tersebut.
Dan lagu-lagu (gending) yang digunakan, yaitu
Parianyar, Beskalan, Kaloagan, Jula-juli, Samirah,
Junian.
Pemain ludruk semuanya adalah pria. Untuk peran
wanitapun dimainkan oleh pria. Hal ini merupakan ciri
khusus ludruk. Padahal sebenarnya hampir seluruh
teater rakyat di berbagai tempat, pemainnya selalu pria
(randai, dulmuluk, mamanda, ketoprak), karena pada
zaman itu wanita tidak diperkenankan muncul di depan
umum.
Kesenian ludruk ini sendiri sebenarnya adalah sebuah
pertunjukan drama tradisional yang pada awalnya ada
di Jawa Timur dengan menggunakan bahasa Jawa
sebagai bahasa pengantarnya. Ludruk hanya
ditampilkan di dalam sebuah panggung oleh grup
kesenian ludruk sendiri.
Cerita yang dijadikan tema di dalam pementasan ludruk
ini adalah cerita mengenai kehidupan rakyat dan
keseharian mereka. Ada pula tema tentang perjuangan
kehidupan. Yang menjadi ciri khas dalam pertunjukan
ludruk ini adalah mengeksploitasi tentang humor yang
dalam bahasa jawa dikenal dengan guyonan dan
lawakan.
Karena cerita yang dibawakan merupakan cerita seharihari, yang dekat dengan kehidupan masyarakat, ludruk
pun digemari oleh semua kalangan masyarakat. Selain
itu, walau menggunakan bahasa Jawa Timur, guyonan
yang dilontarkan para pemain ludruk pun dapat
dimengerti oleh orang dari luar Jawa Timur. Ini
dikarenakan para pemain tidak hanya mengandalkan
guyonan dalam bentuk perbincangan, tapi juga dalam
gerak.

Primbon Jawa[sunting | sunting sumber]


Primbon adalah pengetahuan Jawa yang berusia
ratusan tahun, dan kini masih lazim digunakan dalam
masyarakat Jawa. Primbon merupakan sistem
perhitungan atau ramalan berkaitan dengan aktivitas
orang Jawa. Primbon sedikitnya membicarakan tentang
perhitungan berkaitan dengan baik buruknya waktu
kegiatan (upacara perkawinan, mendirikan rumah,
menempati rumah, dan sebagainya), ramalan watak
manusia dan hewan berdasarkan ciri-ciri fisiknya,

ramalan yang bersifat gaib (misal, mimpi dan kedutan),


serta perhitungan mengenai tempat tinggal.
Inti pesan dari primbon adalah agar kita senantiasa
bersikap peka dan waspada.

Gugon tuhon[sunting | sunting sumber]


Gugon tuhon berada di tengah masyarakat Jawa
disebut pepali atau larangan atau pamali atau
pantangan. Gugon tuhon ini tergolong kepercayaan
yang sudah ada dari jaman dahulu.
Gugon tuhon adalah solusi terpercaya untuk beberapa
masalah atau yang tidak ditemukan dalam akal sehat.
Terhadap dengan beberapa orang-orang yang selalu
rasa merasa sedih bahwa dia tidak bisa mempersiapkn
atau mengantisipasi sesuatu yang dianggap berbahaya
di kemudian hari.
Pantangan adalah hal yang dilarang untuk dilakukan
karena akan mengakibatkan sesuatu buruk akan terjadi.
Biasanya pantangan ini hanya terjadi pada orang
Indonesia terutama orang Jawa yang banyak
mempercayai hal-hal yang ghaib. Namun pantangan
yang disebutkan ini merupakan pantangan yang unik
dan aneh dan hanya dilakukan oleh orang Indonesia
yang mempengaruhinya.
Gugon tuhon adalah mengikuti dengan setia dan
tanpa reserve, pokoknya ikut. Pada umumnya nasihat
dalam gugon tuhon bersifat wewaler atau larangan.
Rumusnya adalah: Jangan melakukan .... nanti
akan ..... .
Wewaler untuk makanan bisa baik bisa buruk
pengaruhnya. Kalau anak dilarang makanan yang justru
zat bergizi, akan berpengaruh buruk untuk tumbuhkembangnya. Sebaliknya andaikan ada gugon tuhon
bahwa orang darah tinggi dilarang merokok, akan
bagus untuk membantu menurunkan tekanan darahnya.
Sayang tidak ada gugon tuhon yang seperti itu.
Gugon tuhon ada yang menyembunyikan nasihat
sayangnya tidak diberi penjelasan. Umumnya terkait
dengan perilaku manusia. Gugon tuhon ini sebenarnya
baik. Hanya saja di jaman modern ini semestinya
dijelaskan reasoningnya apa. Jangan sekedar ora ilok
atau akan ditelan buaya, dan sebagainya.
Ada gugon tuhon terhadap terjadinya suatu penyakit.
Misalnya suatu penyakit dikatakan akibat kutukan,
padahal sebenarnya penyakit menular. Dengan
penemuan mikroskop banyak yang dapat diluruskan,
misalnya penyebab kolera yang dikatakan lelembut
atau penyebab kusta dan TB Paru yang dikatakan
sebagai kutukan. Ada pula gugon tuhon untuk tempattempat yang dianggap keramat, karena dipercaya orang
banyak, kita pun jadi takut.

Mantra jawa[sunting | sunting sumber]

Mantra adalah perkataan atau ucapan yang mampu


untuk mendatangkan daya gaib, menyembuhkan,
mendatangkan celaka dan sebagainya. Susunan kata
berunsur puisi yang dianggap mengandung kekuatan
gaib ini biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang
untuk menandingi kekuatan gaib yang lain. Mantra juga
dapat disamakan dengan doa.
Dalam tradisi Jawa, mantra disebut pula dengan japa,
japa mantra, kemad, peled, aji-aji, rajah, donga, sidikara
yang semuanya dianggap mempunya daya kekuatan
gaib. Mantra jika dibaca dengan bersuara disebut dimel-kan dan kalau hanya dibaca dalam hati disebut
matek mantra atau matek aji.
Wujud mantra ada beberapa macam di antaranya: (1)
Mantra dalam wujud kata-kata/puisi lisan yang dibaca
dalam batin disebut japa mantra, aji-aji dan rapal. (2).
Mantra dalam wujud tulisan misalnya tertulis pada kain,
kertas, kulit disebut rajah. (3). Mantra yang ditanam
pada benda disebut jimat, aji-aji. [2]

Pegon[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pegon
Huruf Pegon adalah huruf Arab yang dimodifikasi untuk
menuliskan bahasa Jawa juga Bahasa Sunda. Kata
Pegon konon berasal dari bahasa Jawa pgo yang
berarti menyimpang. Sebab bahasa Jawa yang ditulis
dalam huruf Arab dianggap sesuatu yang tidak lazim.
Berbeda dengan huruf Jawi, yang ditulis gundul, pegon
hampir selalu dibubuhi tanda vokal. Jika tidak, maka
tidak disebut pegon lagi melainkan Gundhil. Bahasa
Jawa memiliki kosakata vokal (aksara swara) yang lebih
banyak daripada bahasa Melayu sehingga vokal perlu
ditulis untuk menghindari kerancuan.

Abjad Jawi[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Abjad Jawi
Abjad Jawi (Bahasa Arab: Jwi) (atau Yawi di
daerah Patani, Gundhil di daerah Jawa disamping
Pegon, Jawoe di daerah Aceh) adalah abjad Arab yang
diubah untuk menuliskan Bahasa Melayu. Abjad ini
digunakan sebagai salah satu dari tulisan resmi di
Brunei, dan juga di Malaysia, Indonesia, Patani dan
Singapura untuk keperluan religius.
Kemunculannya berkait secara langsung dengan
kedatangan agama Islam ke Nusantara. Abjad ini
didasarkan pada abjad Arab dan digunakan untuk
menuliskan ucapan Melayu. Dengan demikian, tidak
terhindarkan adanya tambahan atau modifikasi
beberapa huruf untuk mengakomodasi bunyi yang tidak
ada dalam bahasa Arab (misalnya ucapan /o/, /p/,
atau //).

Bukti terawal tulisan Jawi ini berada di Malaysia dengan


adanya Prasasti Terengganu yang bertarikh 702 Hijriah
atau abad ke-14 Masehi (Tarikh ini agak problematis
sebab bilangan tahun ini ditulis, tidak dengan angka). Di
sini hanya bisa terbaca tujuh ratus dua: 702H. Tetapi
kata dua ini bisa diikuti dengan kata lain: (20 sampai 29)
atau -lapan -> dualapan -> "delapan". Kata ini bisa pula
diikuti dengan kata "sembilan". Dengan ini kemungkinan
tarikh ini menjadi banyak: (702, 720 - 729, atau 780 789 H). Tetapi karena prasasti ini juga menyebut bahwa
tahun ini adalah "Tahun Kepiting" maka hanya ada dua
kemungkinan yang tersisa: yaitu tahun 1326M atau
1386M.

Bahasa Jawa Suriname[sunting | sunting


sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Bahasa Jawa
Suriname
Bahasa Jawa Suriname merupakan ragam atau dialek
bahasa Jawa yang dituturkan di Suriname dan oleh
komunitas Jawa Suriname di Belanda. Jumlah
penuturnya kurang lebih ada 65.000 jiwa di Suriname
dan 30.000 jiwa di Belanda. Orang Jawa Suriname
merupakan keturunan kuli kontrak yang didatangkan
dari Tanah Jawa dan sekitarnya.
Di Suriname Orang Indonesia tersebar dibeberapa
tempat dan kampung yang gampang dikenali karena
Kampung mereka masih menggunakan nama-nama
dalam bahasa Indonesia seperti Desa Tamansari, Desa
Tamanrejo dan semacam itu. Untuk mengingat akan
Tanah airnya Indonesia selain dengan menggunakan
nama Pemukiman mereka dengan Bahasa Indonesia,
bahasa yang digunakanpun adalah Bahasa Jawa.
Pada Tahun 1990 sekitar 34,2% Penduduk Suriname
atau 143.640 Orang keturunan asal Indonesia ( etnis
jawa ) dan merupakan salah satu etnis terbesar di
Suriname saat itu. Namun seiring dengan
perkembangan jaman banyak diantara mereka yang
pindah mengikuti keluarga dan bermukim di Belanda.
Anehnya walau mereka pada umumnya belum pernah
melihat Indonesia, mereka sangat fasih dalam
berbahasa Jawa yang digunakan sehar-hari dalam
pergaulan antara sesama etnis Jawa. Bukan di
Suraname saja bahasa Jawa digunakan oleh
masyarakat yang berasal dari Indonesia tapi juga di
Belanda. Bahkan dari sebuah catatan menyebutkan
kurang lebih 65 ribu orang Warga Negara Suriname
etnis Jawa dan 30 puluh ribu orang Warga Negara
Belanda etnis Jawa menggunakan Bahasa Jawa dalam
bersosialisasi dengan sesama mereka dalam pergaulan
sosial ditengah-tengah masyarakatnya.
Mungkin ada beberapa dialek yang kurang pas
kedengarannya di telinga kita, itu disebabkan oleh
pengaruh bahasa Belanda dan Bahasa Tongo, namun

hanya pada dialek saja yang nampak lucu namun akan


dapat dimengerti dengan baik oleh Orang Indonesia bila
mendengarnya. Fonologi bahasa Jawa Suriname
menggunaan dialek Kedu yang menjadi bahasa induk
Warga Negara Suriname asal Indonesia yang tentunya
tak jauh berbeda dengan Bahasa Jawa yang baku.

Dialek bahasa Jawa di


Suriname[sunting | sunting sumber]
Di Suriname hanya terdapat satu dialek Jawa. Namun,
adanya varian-varian kata menunjukkan bahwa di masa
lalu para migran Jawa itu menuturkan sejumlah dialek
yang berbeda. Di Suriname juga pernah ada penutur
bahasa Banyumasan (ngapak-ngapak). Sayangnya,
bahasa ini dianggap tidak baik dan penuturnya sering
dihina. Akibatnya, keturunan mereka tak lagi
mempelajari dan menuturkan bahasa Banyumasan.

Pengaruh bahasa lain[sunting | sunting


sumber]
Kosakata bahasa Jawa di Suriname banyak
dipengaruhi oleh bahasa Belanda dan Sranan Tongo.
Meskipun demikian, kedua bahasa tersebut tak
memengaruhi fonologi dan tata bahasa. Akan tetapi
orang Jawa di Suriname tidak bisa berbahasa Indonesia
karena sejak Belanda mendatangkan orang jawa untuk
menjadi kuli kontrak , ketika itu orang asli Jawa dahulu
hanya bisa berbahasa jawa saja. Kata-kata Sranan
Tongo yang sudah diserap malah ada yang memiliki
bentuk bahasa krama.

Fonologi[sunting | sunting sumber]


Fonologi bahasa Jawa di Suriname tak berbeda dengan
bahasa Jawa baku di Tanah Jawa. Fonologi Dialek
Kedu yang menjadi leluhur bahasa Jawa Suriname tak
berbeda dengan bahasa Jawa baku. Namun terdapat
fenomena baru dalam bahasa Jawa Suriname, yakni
perbedaan antara fonem dental dan retrofleks (/t/ dan
/d/ vs. /t / dan /d/) semakin hilang.

Ejaan[sunting | sunting sumber]


Namun, bahasa Jawa Suriname memiliki cara penulisan
yang berbeda dengan bahasa Jawa di Pulau Jawa.
Pada tahun 1986, bahasa Jawa Suriname
mendapatkan cara pengejaan baku. Tabel di bawah ini
menunjukkan perbedaan antara sistem Belanda
sebelum PD II dengan ejaan Pusat Bahasa di Daerah
Istimewa Yogyakarta.

Bahasa krama dalam bahasa Jawa


Suriname[sunting | sunting sumber]
Dalam bahasa Jawa Suriname, terdapat juga basa
krama (bahasa halus), namun tak lagi serupa dengan
bahasa Jawa di Jawa. Bahkan generasi mudanya
sudah banyak yang tak bisa menuturkan basa krama.
Terdapat 3 ragam bahasa Jawa di Suriname, yakni

ngoko, krama dan krama napis. Krama di Jawa adalah


madya dan krama napis adalah krama dan krama inggil.

Kursus Bahasa Jawa di


Suriname[sunting | sunting sumber]
Sejak tahun 2000 di buka kursus bahasa Indonesia dan
bahasa Jawa untuk warga Suriname. Bertempat di
KBRI Paramaribo, Pesertanya memang tidak banyak
dan masih didominasi orang tua. Agar kemampuan
berbahasa yang diperoleh dari kursus tidak hilang
begitu saja, dibentuk Ikatan Alumni Kursus Bahasa
Jawa (IKA-KBJ) dan Ikatan Alumni Kursus Bahasa
Indonesia (IKA-KBI). Secara berkala, alumni berkumpul
untuk berbicara dalam bahasa Jawa dan Indonesia.
Dari kursus itulah mereka menguasai bahasa Indonesia
serta mengerti tata bahasa Jawa sesuai yang berlaku di
tempat asalnya. Selama ini penggunakan ejaan
Belanda untuk menulis kosa kata bahasa Jawa marak
digunakan oleh masyarakat suku jawa di Suriname.
Kemampuan berbahasa Jawa dan Indonesia itu penting
bagi warga keturunan Jawa di Suriname. Meski bukan
berkebangsaan Indonesia, mereka tetaplah manusia
Jawa. "Manusia Jawa itu punya identitas, salah satunya
bahasa Jawa. Maka agar tidak kehilangan identitas,
mereka harus menguasai bahasa Jawa."

Bahasa Jawa gaul[sunting | sunting


sumber]
Sering kita mendengarkan percakapan dikalangan anak
muda Yogyakarta yang menggunakan bahasa jawa
yang tidak formal. Tren penggunaan bahasa Jawa
seperti itu sudah lama muncul, sebagai tren khusus
bahasa anak muda Yogyakarta atau bahasa gaul anak
muda Yogyakarta. Kadang masyarakat Jogja sendiri
banyak yang tidak mengenal bahasa tersebut.
Contoh:
Basa Jawa gaul
jape
Panyu
Dab

Bahasa Jawa sebenarnya


Cahe (bocahe)
Aku
Mas

Bilangan dalam bahasa


Jawa[sunting | sunting sumber]
Lihat informasi mengenai
nama angka dalam
bahasa
jawa di Wiktionary.

Bahasa Indonesia
Teman
Saya
Kakak laki-laki

Bila dibandingkan dengan bahasa


Melayu atau Indonesia, bahasa Jawa memiliki sistem
bilangan yang agak rumit.
Bahasa
Kuna
Kawi
Krama
Ngoko

1
sa
eka
setunggal
siji

2
rwa
dwi
kalih
loro

3
telu
tri
tiga
telu

4
pat
catur
sekawan
papat

5
lima
panca
gangsal
lima

6
enem
sad
enem
enem

7
pitu
sapta
pitu
pitu

8
walu
asta
wolu
wolu

9
sanga
nawa
sanga
sanga

Fraksi[sunting | sunting sumber]

1/2 setengah, separo, sepalih (Krama)

1/4 seprapat, seprasekawan (Krama)

3/4 telung prapat, tigang prasekawan (Krama)

1,5 siji setengah, setunggal kalih tengah (Krama)

Bahasa pemrograman
Java[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Java

Logo Java

Bahasa Jawa adalah bahasa yang berasal dari Jawa.


Sedangkan. Bahasa Java adalah bahasa yang
digunakan untuk membuat program dan merupakan

10
sapuluh
dasa
sedasa
sepuluh

salah satu jenis dari Bahasa Pemrograman tingkat


tinggi atau High Level Language.
Java dikembangkan pada tahun 1990 oleh insinyur Sun,
James Gosling sebagai bahasa pemrograman yang
berperan sebagai otak untuk peralatan pintar (TV
interaktif, oven serba bisa). Gosling tidak puas dengan
hasil yang ia peroleh ketika menulis program dengan
C++, bahasa pemrograman lain, sehingga ia
mengasingkan diri di kantornya dan menulis bahasa
pemrograman baru agar lebih sesuai dengan
kebutuhannya.
Gosling menamakan bahasa pemograman barunya
Oak, nama sebuah pohon yang bisa ia lihat dari jendela
kantornya; ia kemudian menamainya Green, dan
kemudian mengganti namanya menjadi Java, berasal
dari kopi Jawa (Java Coffee) , yang katanya banyak
dikonsumsi dalam jumlah besar oleh pencipta bahasa
ini. Bahasa pemograman ini kemudian menjadi bagian
dari strategi Sun untuk menghasilkan uang jutaan dolar
ketika TV interaktif menjadi industri bernilai jutaan dolar.
Hal itu memang masih belum terjadi hari ini, tetapi
sesuatu yang benar-benar berbeda kemudian terjadi
pada bahasa pemograman baru Gosling itu.
Secara kebetulan World Wide Web menjadi begitu
populer, banyak kelebihan yang membuat bahasa
Gosling dapat digunakan dengan baik dan cocok pada
proyek maupun alat untuk adaptasi ke Web.
Pengembang Sun merancang cara bagi program yang
akan berjalan dengan aman dari halaman web dan
memilih nama baru yang menarik untuk menemani
fokus baru bahasa itu, yakniJava.
Walaupun Java dapat digunakan untuk banyak hal,
Web menyediakan tampilan yang dibutuhkan untuk
menarik perhatian internasional. Seorang programmer
yang menempatkan program Java pada halaman web
dapat langsung diakses ke seluruh planet "Websurfing". Karena Java adalah teknologi pertama yang
bisa menawarkan kemampuan ini, Java kemudian
menjadi bahasa pemrograman komputer pertama yang
menerima perlakuan bagai bintang di media.
Java adalah bahasa pemrograman untuk berbagai
tujuan (general purpose), bahasa pemrogramn yang
concurrent, berbasis kelas, dan berorientasi objek, yang
dirancang secara khusus untuk memiliki sesedikit
mungkin ketergantungan dalam penerapannya. Hal ini
dimaksudkan untuk memungkinkan pengembang
aplikasi "write once, run anywhere" (WORA), yang
berarti bahwa kode yang dijalankan pada satu platform
tidak perlu dikompilasi ulang untuk di tempat lain. Java
saat ini menjadi salah satu bahasa pemrograman yang
paling populer digunakan, terutama untuk aplikasi web
client-server, dengan 10 juta pengguna.

Hanacaraka v.1.0[sunting | sunting sumber]

Aplikasi Hanacaraka v.1.0 adalah aplikasi untuk


menerjemah aksara latin ke aksara jawa dan juga
sebaliknya. Aplikasi yang dapat membantu auntuk
mengembangkan budaya Jawa melalui aksara Jawa.

Mongosilakan.net[sunting | sunting
sumber]

LogoMongosilakan.net

Mongosilakan.net merupakan layanan terjemahan


daring bahasa Indonesia ke basa Jawa dan sebaliknya
dengan unggah-ungguh basa Jawa.
Bahasa yang didukung:

Indonesia

Ngoko

Krama

Krama Inggil

Bahasa Jawa di Google


Translate[sunting | sunting sumber]

Google Translate dengan pilihan bahasa Jawa.

Google Translate merupakan aplikasi daring untuk


urusan penerjemahan bahasa. Hasil terjemahan
memang kadang tidak sesuai dengan ejaan bahasa
Indonesia sehingga kalau diterjemahkan apa adanya
justru lebih sulit dipahami daripada bahasa aslinya
(bahasa Inggris). Beberapa sumber menyebutkan
update itu mulai 9 Mei 2013. Dengan masuknya Bahasa
Jawa, berarti Google Translate sudah mendukung lebih
dari 70 bahasa di dunia, baik bahasa nasional maupun
bahasa daerah.
Sistem penerjemahan bahasa Jawa di Google Translate
ini masih berstatus "Alpha" atau masih dalam proses

pengembagan, sehingga hasil terjemahan mungkin


tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Metro Duos GT-C3322[sunting | sunting


sumber]

Metro Duos GT-C3322 dengan bahasa Jawa.

Metro Duos GT-C3322 menyediakan pilihan bahasa


Jawa di menu konfigurasi ponsel. Samsung pun
ternyata cukup serius dengan opsi bahasa yang
terbilang jarang ditemukan di produk ponsel ini. Semua
menu berhasil diterjemahkan dalam bahasa Jawa yang
baik dan benar.

Buku-buku agama Islam dalam


bahasa Jawa[sunting | sunting sumber]
KH Muhammad Saleh Darat adalah orang pertama
yang mempelopori penulisan buku-buku dalam agama
dalam bahasa jawa. Karya-karyanya di tulis dengan
huruf Arab gundul (pegong) di era akhir tahun 1800-an.
Al-Quran pun ia terjemahkan dengan huruf itu. Kitab
Faid ar-Rahman merupakan kitab tafsir pertama di
Nusantara yang di tulis dalam bahasa Jawa dengan
aksara Arab. Satu eksemplar buku terjemahan itu di
hadiahkan pada RA Kartini ketika ia menikah dengan
RM Joyodiningrat, bupati Rembang.

Naskah Terjemahan Al-Quran


Pegon koleksi Perpustakaan Masjid
Agung Surakarta[sunting | sunting sumber]
Naskah ini ditulis sebagai bahan ajar di Madrasah
Manbaul Ulumpesantren yang pendiriannya didukung
penuh oleh pihak keraton, di bawah kekuasaan Sri
Susuhunan Pakubuwono IX (1861-1893). Jenis bahasa
yang digunakan adalah bahasa Jawa ngoko dan model
terjemahan tafsriyyah-manawiyyah. Secara historis,
naskah ini menjadi salah satu bukti tentang hubungan
yang intens antara Islam dan keraton di Surakarta serta
peran keraton dalam proses pendidikan dan
pengembangan Islam pada akhir abad ke-19 M. Pada

sisi lain, naskah ini ikut memperkaya keilmuan


pesantren yang selama ini lebih dikenal dengan tradisi
keilmuan fikih dan tasawuf.

Audio Digital Al Quran Terjemah


Dalam Bahasa Jawa Dan
Sunda[sunting | sunting sumber]
Digital Al QuranAl Hira Technologi dan bekerjasama
dengan Lembaga Pendidikan Ilmu Al Quran (LPIQ) MUI
Propinsi Jawa Barat selaku pemegang Hak Cipta untuk
Program Terjemah Al-Quran Sistem 40 telah
mengembangkan Digital Al Quran selain terjemahan
Bahasa Indonesia juga diterjemahkan ke dalam bahasa
Jawa dan Sunda. Tidak menutup kemungkinan jika
permintaan Digatal Al Quran dapat diterjemahkan dalam
bahasa suku yang lain selain Bahasa Indonesia. Digital
Al Quran tersebut diberi nama Digital Al Quran tersebut
adalah Al Mubarak.

Tafsir al-Qur'an al-Aziz Tafsir


Berbahasa Jawa Karya KH Bisri
Musthofa[sunting | sunting sumber]
Satu dari beberapa karya tafsir al-Quran berbahasa
Jawa yang cukup fenomenal, adalah al-Ibriz Li Marifah
Tafsir al-Quran al-Aziz karya KH Bisri Musthofa,
seorang ulama kharismatis dan materialistis asal
Rembang Jawa Tengah. Karya tafsir ini memuat
penafsiran ayat secara lengkap, 30 juz, mulai dari
Surah al-Fatihah hingga Surah al-Nas.
Dalam tradisi pesantren, terutama pesantren di Jawa
Tengah dan Jawa Timur, karya tafsir Kiai Bisri ini sama
sekali tidak asing. Karya ini lumrah dikaji dan diaji oleh
para santri, dari sejak kemunculannya hingga kini.
Seperti dituturkan penulisnya, karya ini, antara lain,
memang ditujukan untuk para santri pesantren.
Sehingga tidak aneh jika karya ini dikenal sangat luas di
kalangan pesantren dan tidak di luar pesantren. Dan
dengan penggunaan bahasa Jawa yang sangat kental,
karya ini menjadi kian akrab dengan suasana pesantren
di Jawa.

Kuran Jawi[sunting | sunting sumber]


Museum Radya Pustaka Surakarta, Jawa Tengah
menyimpan peninggalan benda-benda kuno milik Raja
Keraton Surakarta. Bahkan, museum ini juga
menyimpan koleksi karya sastra terjemahan Alquran
dalam bentuk aksara Jawa lengkap dengan tutur
bahasa Jawa.
Karya sastra yang diberi nama "Kuran Jawi" ini dibuat
periode 1835 tahun alit. Lantaran lama tersimpan, maka
kondisi kertas dari buku ini pun menguning kecokelatan.

Saat ini buku dengan tebal kurang lebih 10 centimeter


itu sudah banyak yang terlepas dari sampul jilidnya.
Bahkan saat membuka lembaran buku pun harus hatihati dengan bantuan petugas museum.
Kuran Jawi ini dipecah dalam 3 buah buku yang
berjumlah 30 juz. Untuk nama-nama surah tetap
menggunakan nama bahasa Arab. Tetapi untuk
tulisannya menggunakan aksara Jawa. Untuk
membacanya juga sebagaimana membaca aksara
Jawa mulai dari kiri.
Tiga buah Alquran ini dibuat oleh abdi dalem Keraton
Surakarta. Mereka adalah Bagus Ngarpah sebagai
penerjemah ke bahasa Jawa, Mas Ngabehi Wiro
Pustoko, serta Ki Rono Suboyo sebagai penyelaras dan
penulis ke dalam tulisan Jawa.

Penerjemahan Alkitab ke dalam


bahasa daerah[sunting | sunting sumber]
Negara Indonesia selain memiliki satu bahasa nasional,
bahasa Indonesia, juga memiliki lebih dari 700 bahasa
daerah. Beberapa bahasa daerah dengan populasi
penutur yang tinggi telah memiliki Alkitab dalam versi
bahasa daerah tersebut, termasuk Alkitab dalam
bahasa Jawa telah diterbitkan oleh LAI.
Kitab suci terjemahan resmi LAI dalam bahasa Jawa itu
ada dua versi. Versi bahasa Jawa sehari-hari ini kirakira sama dengan Alkitab Kabar Baik, yang memang
lebih sederhana kata-katanya dan versi Terjemahan
Baru bahasa Indonesia, 1974 yang digunakan di hampir
semua gereja di Indonesia saat ini.
Saat ini terdapat proyek yang sedang berjalan
untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa
daerah lainnya. Hal ini juga berguna untuk melestarikan
bahasa daerah. Salah satu organisasi yang berusaha
menerjemahkan Alkitab ke bahasa-bahasa daerah
Indonesia adalah Wycliffe Bible Translator.

Sejarah[sunting | sunting sumber]


Bagian ini
membutuhkanpengembangan

Penggunaan bahasa Jawa masa


kini[sunting | sunting sumber]

Demografi pemakai bahasa Jawa di


Indonesia[sunting | sunting sumber]
[7]

Provinsi di Indonesian

1.

Aceh

2.

% dari populasi provinsi

Berbahasa Jawa (1980)

6,7%

175.000

Sumatra Utara

21,0%

1.757.000

3.

Sumatra Barat

1%

56.000

4.

Jambi

17%

245.000

5.

Sumatra Selatan

12,4%

573.000

6.

Bengkulu

15,4%

118.000

7.

Lampung

62,4%

2.886.000

8.

Riau

8,5%

184.000

9.

Jakarta

3,6%

236.000

10. Jawa Barat[8]

13,3%

3.652.000

11. Jawa Tengah

96,9%

24.579.000

12. Yogyakarta

97,6%

2.683.000

13. Jawa Timur

74,5%

21.720.000

14. Bali

1,1%

28.000

15. Kalimantan Barat

1,7%

41.000

4%

38.000

16. Kalimantan Tengah

Provinsi di Indonesian

% dari populasi provinsi

Berbahasa Jawa (1980)

17. Kalimantan Selatan

4,7%

97.000

18. Kalimantan Timur

10,1%

123.000

1%

20.000

20. Sulawesi Tengah

2,9%

37.000

21. Sulawesi Tenggara

3,6%

34.000

22. Maluku

1,1%

16.000

19. Sulawesi Utara

Referensi[sunting | sunting sumber]


1. ^ "Language Documentation Training Center".
Diakses 2013-09-25.
2. ^ Herrfurth, Hans (1964). Lehrbuch des
modernen Djawanisch. Lehrbcher fr das
Studium der orientalischen und afrikanischen
Sprachen IX. Leipzig: VEB Verlag Enzyklopdie.
hlm. 19.
3. ^ Terjemahan berdasarkan buku Ignatius Kuntara
Wiryamartana, Arjunawiwha, (1990:124) dengan beberapa
perubahan kecil

4. ^ a b Intrik Berdarah Tak Jemu-jemu, artikel pada


Kompas Online

5. ^ Uhlenbeck, E.M. 1964.A Critical Survey of


Studies on the Languages of Java and Madura.
The Hague: Martinus Nijhoff
6. ^ Menimbang-nimbang bahasa Cirebon
7. ^ The data are taken from the census of 1980 as
provided by James J. Fox and Peter Gardiner and
published by S. A. Wurm and Shiro Hattori, eds.
1983. Language Atlas of the Pacific Area, Part II:
(Insular South-East Asia), Canberra.
8. ^ In 1980 this included the now separate Banten
province.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]


Wikipedia juga
mempunyaiedisi Bahasa
Jawa

(Inggris) Kamus bahasa Jawa ke bahasa lain

(Indonesia) Belajar bahasa Jawa bagi pemula

(Indonesia) Situs web belajar bahasa Jawa

(Indonesia) Translator Jawa

(Indonesia) Kamus Jawa


[sembunyikan]

Bahasa-bahasa di Indonesia

Bahasa Indonesia

[tampilkan]

[tampilkan]

Bahasa-bahasa di Jawa

[tampilkan]

Bahasa-bahasa di Kepulauan Nusa Tenggara

[tampilkan]

Bahasa-bahasa di Kalimantan *

[tampilkan]

Bahasa-bahasa di Sulawesi

[tampilkan]

Bahasa-bahasa di Kepulauan Maluku

[tampilkan]

Bahasa-bahasa di Papua *

Portal Indonesia

Kreol 2 Bahasa isyarat 3 Bahasa isolat 4 Bahasa Pidgin 5 Tidak diklasifikasikan

juga dituturkan di Malaysia dan/ Brunei Darussalam. b juga dituturkan di Timor Leste, Papua Nugini dan/ negara-negara Os
punah atau bahasa mati.
Catatan: Kalimantan dan Papua di sini hanya yang termasuk dalam teritori Indonesia.

[sembunyikan]

Bahasa dan Aksara Jawa

Dialek

Bagian Barat

Banten

Banyumas

Bumiayu

Tegal

Pekalongan

Kedu

Bagelan

Semarang
Bagian Tengah

Muria

Blora

Surakarta
Yogyakarta

Madiun

Pantura Jawa Timur

Surabaya
Bagian Timur
Malang

Jombang

Bahasa terkait

Topik terkait

Bagongan Kawi (Jawa Kuna) Osing Suriname Tengger Cirebon

Angka Jawanisme O Jawa Sastra Jawa Kongres Bahasa Jawa Rumpun bahasa Wikipedia

Kategori:
Artikel yang perlu diterjemahkan dari bahasa Inggris

November 2014
Artikel dengan pernyataan yang tidak disertai rujukan

November 2014
Bahasa Jawa

Bahasa Austronesia

Bahasa di Indonesia

Bahasa di Suriname

Bahasa di Jawa Timur

Bahasa di Jawa

Menu navigasi

Buat akun baru

Masuk log

Baca
Sunting
Sunting sumber
Versi terdahulu
Tuju ke

Halaman Utama
Perubahan terbaru
Peristiwa terkini
Halaman baru
Halaman sembarang
Komunitas

Warung Kopi

Portal komunitas

Bantuan
Wikipedia

Tentang Wikipedia

Pancapilar

Kebijakan

Menyumbang

Hubungi kami

Bak pasir
Bagikan

Facebook

Google+

Twitter
Cetak/ekspor

Buat buku

Unduh versi PDF

Versi cetak
Peralatan

Pranala balik

Perubahan terkait

Halaman istimewa

Pranala permanen

Informasi halaman

Item di Wikidata

Kutip halaman ini


Bahasa lain

Halaman
Pembicaraan

Ach
Afrikaans

Asturianu
Azrbaycanca
Bikol Central

Bahasa Banjar

Brezhoneg
Catal
etina
Cymraeg
Deutsch
English
Esperanto
Espaol
Eesti
Euskara

Suomi
Franais
Gaeilge
Galego

Fiji Hindi
Hrvatski
Ilokano
Italiano

Basa Jawa

Ligure
Lietuvi
Latvieu
Basa Banyumasan
Malagasy
Baso Minangkabau

Bahasa Melayu

Nederlands
Norsk nynorsk
Norsk bokml

Polski
Piemontis

Portugus
Runa Simi
Romn


Scots
Srpskohrvatski /
Simple English
/ srpski
Basa Sunda
Svenska
Kiswahili

Trke
/tatara
/ Uyghurche

Ting Vit
Yorb

Bn-lm-g

Sunting interwiki

Halaman ini terakhir diubah pada 03.30, 19 November 2014.

Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative


Commons; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan
Penggunaan untuk lebih jelasnya.

Kebijakan privasi

Tentang Wikipedia

Penyangkalan

Developers

Tampilan seluler

Anda mungkin juga menyukai