Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Bakar
Pembimbing :
DR.dr. Anwar Watik Prakitnya, Phd
Oleh:
Robby Aji Aryadillah
2010730095
Hadyan Rahmat
2010730044
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan Kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia dan
kasih sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Efektivitas
Madu dalam Penyembuhan Luka Bakar dengan baik dan lancar. Makalah ini diajukan
sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti pendidikan Program dokter Universitas
Muhammadiyah Jakarta Makalah ini dapat terselesaikan atas dukungan, bantuan dan
bimbingan dari banyak pihak. Untuk itu perkenankanlah peneliti mengucapkan terimakasih
kepada:
1. DR. dr. Anwar Watik Pratiknya Phd selaku dosen pembimbing
2. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Dokter Universitas Muhammadiyah Jakarta
3. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu,
Yang telah memberikan semangat dan mendoakan peneliti hingga terselesaikannya Makalah
ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik dari isi maupun
tulisan. Oleh sebab itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi
kesempurnaan Makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
1.1
1.2
Rumusan Masalah..................................................................................................................4
1.3
Tujuan Masalah......................................................................................................................4
1.4
Manfaat Penelitian.................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
2.1 Kajian Pustaka.............................................................................................................................5
a.
b.
c.
Hipotesis...............................................................................................................................6
BAB III..................................................................................................................................................7
METODOLOGI PENELITIAN............................................................................................................7
3.1
Rancangan Penelitian..........................................................................................................7
Kesimpulan...........................................................................................................................9
4.2
Saran.....................................................................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Luka bakar atau combusio adalah kasus emergency yang sering ditemukan dalam
dunia kedokteran. Etiologi dari luka bakar dapat terjadi karena factor thermal, kimia, listrik
dan radiasi. Untuk itu luka bakar di klasifikasikan menjadi beberapa derajat sesuai dengan
luas dan dalamnya luka bakar. Dalam kasus emergency seperti ini berbeda dengan
penanganan kasus non emergency seperti penyakit pada umumnya. Dalam penanganan
pertama pasien dengan luka bakar khusunya derajat 3-4 maka perlu dilakukannya primary
survey dan secondary survey. Dalam pembagian luas luka bakar ada istilah rules of nine,
tujuannya adalah menentukan seberapa derajat dan keparahan luka bakar, sehingga berbeda
derajat berbeda pula penanganan. Penatalaksanaan pada luka bakar tergantung dari derajat
keparahan luka bakar, semakin cepat penanganan maka akan menurunkan risiko komplikasi
dan kecacatan hingga kematian.
Penyembuhan luka bakar membutuhkan waktu yang tidak sebentar sehingga
meningkatkan risiko kecacatan yang sangat tinggi sehingga diperlukan terapi yang dapat
mempercepat penyembuhan luka bakar, maka dari itu kami mencoba meneliti sejauh mana
efektifitas madu dalam mempercepat penyembuhan luka bakar.
BAB II
PEMBAHASAN
jaringan parut, dan pengobatannya bertujuan agar pasien merasa nyaman dengan
mengoleskan soothing salves dengan atau tanpa gel lidah buaya.
b. Luka bakar derajat II ( partial thickness burns)
Luka bakar derajat ini merupakan luka bakar yang kedalamannya mencapai batas
dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan dermis (superficial partial
thickness). Lukabakar derajat II superficial ini tampak eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan
ditandai adanya bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena
permeabilitas dindingnya meningkat. Luka ini mereepitelisasi dari struktur epidermis yang
tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah
penyembuhan, luka bakar ini dapat memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka
waktu yang lama.
Luka bakar derajat II yang mengenai bagian reticular dermis (deep partial thickness)
tampak lebih pucat, tetapi masih terasa nyeri jika di tusuk dengan jarum (pin prick test). Luka
bakar ini sembuh dalam 14-35 hari dengan reepitelisasi dari folikel rambut, dan keratinosit
kelenjar keringat, seringkali parut berat muncul sebagai akibat dari hilangnya dermis.
c. Luka bakar derajat III (full-thickness)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis sampai ke lemak
subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang keras, tidak nyeri, dan warnanya hitam,
putih atau merah ceri. Tidak ada sisa epidermis ataupun dermis sehingga luka harus sembuh
dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full thickness memerlukan eksisi dengan skin grafting.
d. Luka bakar derajat IV
Luka bakar derajat ini hingga mencapai organ di bawah kulit seperti otot, dan tulang.
LUAS LUKA BAKAR
Wallace membagi tubuh atas bagian bagian 9 % atau kelipatan dari 9 terkenal
dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.
Kepala dan leher - 9 %
Lengan - 18 %
Badan Depan - 18 %
Badan Belakang - 18 %
Tungkai - 36 %
Genitalia/perineum - 1 %
Total 100 %
KRITERIA BERAT RINGANNYA
(American Burn Association)
1. Luka Bakar Ringan.
-
2.1.3
Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemuikan pasien luka bakar di tempat
kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah membebaskan pasien
dari pajanan atau sumber dengan memperhatikan keselamatan diri sendiri. Kemudian
lepaskan semua bahan yang dapat menahan panas (pakaian, perhiasan, logam), hal ini untuk
mencegah luka yang semakin dalam karena tubuh masih terpajan dengan sumber. Bahan yang
meleleh dan menempel pada kulit tidak boleh dilepaskan. Air suhu kamar dapat disiramkan
ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian,namun air dingin tidak boleh diberikan
untuk mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi.
Resusitasi jalan napas
Resusitasi jalan napas bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat.
Pada luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan sebelum
edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi Sebelum dilakukan intubasi, oksigen
100% diberikan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi
jalan napas, fasilitaspemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan bronchoalveolar
lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi diperdebatkan karena dianggap terlalu agresif dan
morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus
yang diperkirakan akan lama menggunakan endotracheal tube (ETT) yaitu lebih dari 2
minggu pada luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi.
Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui pipa endotrakeal. Terapi
inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik di saluran napas dengan cara uap air
menurunkan suhu yang menigkat pada proses inflamasi dan mencairkan sekret yang kental
sehingga lebih mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi dengan Ringer Laktat hasilnya lebih baik
dibandingkan NaCl 0,9%. Dapat juga diberikan bronkodilator bila terjadi bronkokonstriksi
seperti pada cedera inhalasi yang disebabkan oleh bahan kimiawi dan listrik. Pada cedera
inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan tanda distres pernapasan. Gejala dan tanda
berupa sesak, gelisah, takipnea, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan,
dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah serial dan
foto toraks.
Resusitasi cairan
Syok pada luka bakar umum terjadi dan merupakan faktor utama berkembangnya
SIRS dan MODS.
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid (isotonik), cairan hipertonik
dan koloid.
Larutan kristaloid
Larutan kristaloid terdiri dari cairan dan elektrolit. Contoh larutan kristaloid adalah
Ringer laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya dalam plasma atau
memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan ini tidak
banya dipertahankan di ruang intravaskuler karena cairan ini banyak keluar ke ruang
interstisial. Pemberian 1L Ringer laktat akan meingkatkan volume intravaskuler 300 ml.
Larutan hipertonik
Larutan hipertonik dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan
penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid.Larutan garam hipertonik
tersedia dalam beberapa konsentrasi yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5%, 7,5% dan 10%. Osmolalitas
cairan ini melebihi cairan intraseluler sehingga akan cairan akan berpindah dari intraseluler
ke ekstravaskuler. Larutan garam hipertonik meningkatkan volume intravaskuler melalui
mekanisme penarikan cairan dari intraseluler.
Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES, Hetastarch, Hespan,
Hemacell) dan Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi membran
kapiler, oleh karena itu sebagian besar akan tetap dipertahankan di ruang intravaskuler. Pada
luka bakar dan sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan
berpindah ke ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium yang ada.
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substituted amilopectin sintetik, HES berbentuk
larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T1/2 dalam plasma selama 5 hari, tidak bersifat
toksik, memiliki efek samping koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah
klinis.HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara menutup celah interseluler
pada lapisan endotel sehingga menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein.
Penelitian terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi dengan
menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan oleh endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan
permeabilitas kapiler. Efek antiinflamasi ini diharapkan dapat mencegah terjadiinya SIRS.
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut:
Pada 24 jam pertama : separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak, dan orang tua, kebutuhan cairan adalah
4ml. Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4ml ditambah 1% dari
kebutuhan.Bila dijumpai hipertermia, kebutuhan cairan ditambah 1% dari kebutuhan
Penggunaan zat vasoaktif (Dopamin atau Dobutamin) dengan dosis 3 mg/kgBB dengan
titrasiatau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5%, jumlah teteasan dibagi rata dalam 24 jam.
Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral (minimal
612cmH2O) dan sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi urin melalui kateter,
saatresusitasi (0,5-1ml/kgBB/jam)
Jika produksi
urin<0,5ml/kgBB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya. Jika
produksiurin >1ml/kgBB/jam maka jumlah cairan dikurangi 25% dari jam sebelumnya.
Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan sedimen)
Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas cairan lembung
melalui pipa nasogastrik. Jika <200ml tidak ada gangguan pasase lambung, 200-400ml
adagangguan ringan, >400ml gangguan berat.
Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme bernapas
dan resusitasi cairan dilakuakan. Tindakan meliputi debridement, nekrotomi dan pencucian
luka. Tujuan perawatan luka adalah mencegah degradasi luka dan mengupayakan proses
epitelisasi. Untuk bulla ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar
(>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapis epidermis di atasnya. Untuk eskar yang melingkar
dan mengganggu aliran atau perfusi dilakukan eskarotomi. Pencucian luka dilakukan dengan
memandikan pasien dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut
dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa krim pelembab. Perawatan luka tertutup dengan
oclusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan tulle berfungsi sebagai
penutup luka yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik
diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka.
Penggunaan antibiotik
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis infeksi dan
mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Penggunaan antibiotik sebagai profilaksis masih
merupakan suatu kontroversi. Dalam 3-5 hari pertama populasi kuman yang sering dijumpai
adalah bakteri Gram positif non-patogen. Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram negatif
patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga
tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah silver
sulfadiazin, povidone-iodine 10%, gentamicin sulfate, mupirocin, dan bacitracin/polymixin.
Eksisi dan grafting
Luka bakar derajat dua dalam dan tiga tidak dapat mengalami penyembuhan spontan
tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan menjadi fokus inflamasi
dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan oleh sebagian besar ahli bedah karena
memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan debridement serial.
Setelah dilakukan
eksisi, luka harus ditutup, idealnya luka ditutup dengan kulit pasien sendiri. Pada luka bakar
seluas 20-30%, biasanya dapat dilakukan dalam satu kali operasi dengan penutupan oleh
autograft split-thickness yang diambil dari bagian tubuh pasien. Sebagian besar ahili bedah
melakukan eksisi pada minggu pertama, biasanya dalam satu kali operasi dapat dilakukan
eksisi seluas 20%. Eksisi tidak boleh melebihi kemampuan untuk menutup luka baik dengan
autograft, biologic dressing atau allograft.
2.1.4
honey
hunting.
Fungsi madu: suplemen makanan,
SM
nyeri
SM
memperlihatkan
kegiatan
Asam folat
B12 (sianokobalamin)
C
D
E (tokoferol)
Biotin
Mineral:
Kalsium
Klor
Tembaga (copper)
Yodium
Besi
Magnesium
Fosfor
Kalium
Natrium
Seng
Variable Bebas
Variable Luar
Infeksi
Usia
Nutrisi
Diabetes
(Terapi Madu)
Variable Tergantung
(Penyembuhan luka
Bakar derajat II)
: Terapi Madu
Variabel Luar
: - Usia
- Infeksi
- Nutrisi
- Diabetes
Operasionalisasi Hipotesis
Variabel Bebas
Terapi Madu.
Melihat faktor infeksi, usia, nutrisi, dan diabetes yang dapat memperpanjang
penyembuhan luka..
Definisi Operasional
Melihat seberapa jauh pengaruh variabel luar dapat memperpanjang penyembuhan
luka.
Variabel Tergantung
Penyembuhan luka bakar derajat II
Definisi Operasional
penyembuhan luka bakar derajat II yang diukur berdasarkan waktu penyembuhan
dalam satu minggu.
2.4 Hipotesis
Terapi madu dapat mempercepat penyembuhan luka bakar.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Pasca-konsumsi
Dilakukan pemeriksaan kondisi luka bakar terhadap penderita luka bakar (subjek
penelitian) yang telah diberikan madu terhadap luka bakar mereka.
Adam
Usi
Kondisi
Luka
27
Buruk
thn
Badu
25
Buruk
thn
Caca
30
Buruk
thn
Dede
28
Buruk
thn
Eman
25
Buruk
thn
Fati
29
Buruk
thn
Galih
27
Buruk
thn
Hadi
27
Buruk
thn
Ian
30
Buruk
thn
Juli
26
thn
Buruk
Kaji
25
Buruk
thn
Leo
29
Buruk
thn
Mani
29
Buruk
thn
N eo
25
Buruk
thn
O pi
30
Buruk
thn
Usia
Kondisi
Luka
Pare
27
Buruk
thn
Qisti
25
Buruk
thn
Refa
30
Buruk
thn
Sela
28
Buruk
thn
Tiva
25
Buruk
thn
Ujang
29
Buruk
thn
Vinda
27
thn
Buruk
Welas
27
Buruk
thn
Wand
30
thn
Yusi
26
Buruk
Buruk
thn
Zikra
25
Buruk
thn
Andi
29
Buruk
thn
Bani
29
Buruk
thn
Cakra
25
Buruk
thn
Dudi
30
thn
Buruk
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Mengkonsumsi gorengan secara berlebihan tidak mempengaruhi resiko timbulnya jerawat
4.2 Saran
Dari kesimpulan hasil penelitian diatas, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai
berikut :
1. Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa yang berjerawat di wajah agar lebih memperhatikan dari faktorfaktor lain yang mempengaruhi terhadap timbulnya jerawat dan jangan takut untuk
mengkonsumsi gorengan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Peneliti lebih banyak menggunakan sumber pustaka dari internet karena sumber
pustaka yang tersedia di perpustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini masih
kurang. Oleh karena itu diharapkan pihak lxvi institusi dapat menambah jumlah
referensi bukunya.
3. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan bahwa tidak ada pengaruhnya mengkonsusmsi gorengan
secara berlebihan dengan resiko timbulnya jerawat pada wajah.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat menjadi pertimbangan masukan dalam penelitian selanjutnya yang
meneliti tentang jerawat baik itu kaitannya dengan pola mengkonsumsi gorengan
maupun dengan yang lainnya.