Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan
kerja, pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi
mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi /
pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. Nada di atas sering digunakan untuk
menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat membantu karyawan menjadi
lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan,
absen dan bahkan pencurian atau vandalisme.
Ekonomi Lokal
Melihat seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat.
Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia
dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran
yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan
mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam
penilaian. Dalam beberapa karyawan, bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat
menjadi faktor pendorong untuk melakukan yang lebih baik.
Persepsi karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat
mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap
curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu. Ini adalah kasus hidup sampai
harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill,
karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok
berharap bahwa dari mereka.
Persaingan di Industri
Tingkat daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan
karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam
lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan pemasok dapat
menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih banyak pekerjaan. Dalam
industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak masalah, karyawan tidak termotivasi
untuk meletakkan etika internal mereka menyisihkan untuk mengejar uang.
Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku etika dalam
bisnis yang nampak pada ilustrasi berikut :
1. Lingkungan Bisnis
Seringkali para eksekutif perusahaan dihadapkan pada suatu dilema yang
menekannya, seperti misalnya harus mengejar kuota penjualan, menekan ongkosongkos, peningkatan efrisiensi dan bersaing. Dipihak lain eksekutif perusahaan juga
harus bertanggung jawab terhadap masyarakat agar kualitas barang terjaga, harga
barang terjangkau. Disini nampak terdapat dua hal yang bertentangan harus
dijalankan misalnya, menekan ongkos dan efisiensi tetapi harus tetap meningkatkan
kualitas produk. Eksekutif perusahaan harus pandai mengambil keputusan etis yang
tidak merugikan perusahaan.
2. Organisasi
Secara umum, anggota organisasi itu sendiri saling mempengaruhi satu dengan
yang lainnya (proses interaktif). Dilain pihak organisasi terhadap individu harus
tetap berprilaku etis, misalnya masalah pengupahan, jam kerja maksimum.
3. Individu
Seseorang yang memiliki filosofi moral, dalam bekerja dan berinteraksi dengan
sesama akan berprilaku etis. Prinsip-prinsip yang diterima secara umum dapat
dipelajari/diperoleh dari interaksi dengan teman, famili, dan kenalan. Dalam
bekerja, individu harus memiliki tanggung jawab moral terhadap hasil pekerjaannya
yang menjaga kehormatan profesinya. Bahkan beberapa profesi memiliki kode etik
tertentu dalam pekerjaan.
a.
b.
c.
sehat.
Untuk mewujudkan integritas perusahaan terhadap lingkungan, masyarakat dan
d.
pemerintah.
Untuk menciptakan
e.
keterangan,
kenyamanan
internasional.
dan
keamanan
batin
bagi
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai
stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan
komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari
stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja
dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan dalam
berbisnis.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan lingkungan
mikro. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada
masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta
etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun
etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan
memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika
bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif.
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam
perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam
melakukan kegiatan sehari-hari. bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan
yaitu etika pergaulan bisnis.Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah:
1. Hubungan antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan antara bisnis dengan langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan,
oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya
dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya.
Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi
suatu bisnis.
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain.
Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir, pengecer, agen
tunggal maupun distributor.
4. Hubungan dengan Investor
Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah go publik
harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor
atau calon investornya. prospek perusahan yang go public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya
manipulasi atau penipuan terhadap informasi terhadap hal ini.
5. Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan
hubungan pergaulan yang bersifat finansial.
C. Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di
tingkat pusat dan sekarang meluas sampai ke daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa
yakni Gus Dur,korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya
dikorupsi adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan elit birokrasi. Hal ini
mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah terjadi krisis moral dengan
menghalalkan segala mecam cara untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri
sendiri maupun tujuan kelompok untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua
adalah pemahaman, implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku
bisnis dan para elit politik.
Dalam kaitan dengan etika bisnis, terutama bisnis berbasis syariah, pemahaman para pelaku
usaha terhadap ekonomi syariah selama ini masih cenderung pada sisi emosional saja dan
terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar dari ekonomi
syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi syariah. Dicontohkan,
segmen pasar konvensional, meski tidak mengenal sistem syariah, namun potensinya cukup
tinggi. Mengenai implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha
memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis tersebut.
Namun, karena pemahaman dari masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis berbedabeda selama ini, maka implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika dan moral pada diri
seseorang atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan yang
melingkupinya.
Walaupun seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba mengendalikan kualitas etika dan
moral mereka, tetapi sebagai sebuah variabel yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas
sistem kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang atau sekelompok orang sewaktuwaktu dapat berubah. Baswir (2004) berpendapat bahwa pembicaraan mengenai etika dan moral
bisnis sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral,
masalah tertib hukum pun masih belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat
lumrah di negeri ini untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan menyiasati
hukum. Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara batas wilayah
etika dan moral dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan moral adalah sebuah wilayah
pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum adalah wilayah benar dan salah yang
harus dipertanggungjawabkandi depan pengadilan. Akan tetapi memang itulah kesalahan kedua
dalam memahami masalah etika dan moral di Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika
dan moral dengan wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia tidak
bisa membedakan antara perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah etik
dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum. Sebagai misal,
sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih didekati dari sudut etika dan
moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati
secara hukum. Demikian halnya dengan masalah penggelapan pajak, pencemaran lingkungan,
dan pelanggaran hak asasi manusia.
D. Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis
1. Situasi
Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan
membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.
Masa
Peralihan:
tahun
1960-an
ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi
mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini
memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan
menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society.
Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3.
Etika
Bisnis
Lahir
di
AS:
tahun
1970-an
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis
dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang
meliputi dunia bisnis di AS.
4.
Etika
Bisnis
Meluas
ke
Eropa:
tahun
1980-an
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun
kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah
bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5.
Etika
Bisnis
menjadi
Fenomena
Global:
tahun
1990-an
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia.
Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada
25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan
tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara
pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya
perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk
itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia
bisnis tersebut.
5. Menerapkan Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu
memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
6. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi,Kolusi dan komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi
apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam
dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh)
karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan katabelece dari koneksi serta
melakukan kongkalikong dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk
mengadakan kolusi serta memberikan komisi kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang kondusif harus ada sikap saling percaya (trust) antara
golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu
berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini
kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya
memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia
bisnis.
9. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang
tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika
bisnis telah disepakati, sementara ada oknum, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain
mencoba untuk melakukan kecurangan demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika
bisnis itu akan gugur satu demi satu.
10. Memelihara Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuh kembangkan Kesadaran dan rasa Memiliki terhadap
apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika ini telah
dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam
berbisnis.
11. Menuangkan ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan
Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut,
seperti proteksi terhadap pengusaha lemah.
Sumber :
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/371/jbptunikompp-gdl-eddysoerya-18531-12-kuliah-1-i.ppt
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/perilaku-etika-dalam-bisnis/
http://ramutz.blogspot.com/2012/10/perilaku-etika-dalam-bisnis.html
http://vegaaugesriana02.blogspot.com/2012/10/bab-2-perilaku-etika-dalam-bisnis.html