Anda di halaman 1dari 5

IMPETIGO KRUSTOSA

Diposkan oleh wawi on Selasa, 01 Desember 2009


I. PENDAHULUAN
Istilah impetigo berasal dari bahasa Latin yang berarti serangan, dan telah digunakan untuk
menjelaskan gambaran seperti letusan berkeropeng yang biasa nampak pada daerah
permukaan kulit. Ada dua tipe impetigo, yaitu impetigo bullosa dan impetigo non-bullosa.
Impetigo non-bullosa disebut juga impetigo krustosa atau impetigo kontagiosa.
Sumber infeksi yang sering ditemukan pada anak-anak adalah berasal dari hewan peliharaan,
kuku yang kotor, dan penularan dari teman sekolahnya. Sedangkan pada orang dewasa,
penularan penyakit dapat diperoleh dari tempat cukur, salon kecantikan, kolam renang dan
tertular dari anak.
Impetigo krustosa merupakan bentuk pioderma yang paling sederhana.dan terbatas pada
daerah epidermis atau superfisialis kulit. Dasar infeksi adalah kurangnya hygiene dan
terganggunya fungsi kulit.
II. EPIDEMIOLOGI
Insiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh dunia dan pada umumnya menyebar melalui
kontak langsung. Paling sering menyerang anak-anak usia 2-5 tahun, namun tidak menutup
kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan wanita sama. Sebuah
penelitian di Inggris menyebutkan bahwa insiden tahunan dari impetigo adalah 2.8 % terjadi
pada anak-anak usia di bawah 4 tahun dan 1.6 persen pada anak-anak usia 5 sampai 15 tahun.
Impetigo nonbullous atau impetigo krustosa meliputi kira-kira 70 persen dari semua kasus
impetigo.
Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta pada negara-negara
yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya masih tergolong lemah atau
miskin.
III. ETIOLOGI
Organisme penyebab dari impetigo krustosa adalah Staphylococcus aureus selain itu, dapat
pula ditemukan Streptococcus beta-hemolyticus grup A (Group A betahemolytic streptococci
(GABHS) yang juga diketahui dengan nama Streptococcus pyogenes). Sebuah penelitian di
Jepang menyatakan peningkatan insiden impetigo yang disebabkan oleh kuman
Streptococcus grup A sebesar 71% dari kasus, dan 72% dari kasus tersebut ditemukan pula
Staphylococcus aureus pada saat isolasi kuman.
Staphylococcus dominan ditemukan pada awal lesi. Jika kedua kuman ditemukan bersamaan,
maka infeksi streptococcus merupakan infeksi penyerta. Kuman S. pyogenes menular ke
individu yang sehat melalui kulit, lalu kemudian menyebar ke mukosa saluran napas. Berbeda
dengan S. aureus, yang berawal dengan kolonisasi kuman pada mukosa nasal dan baru dapat
ditemukan pada isolasi kuman di kulit pada sekitar 11 hari kemudian.
IV. PATOGENESIS
Pada impetigo krustosa (non bullous), infeksi ditemukan pada bagian minor dari trauma
(misalnya : gigitan serangga, abrasi, cacar ayam, pembakaran). Trauma membuka proteinprotein di kulit sehingga bakteri mudah melekat, menyerang dan membentuk infeksi di kulit.
Pada epidermis muncul neutrophilic vesicopustules. Pada bagian atas kulit terdapat sebuah
infiltrate yang hebat yakni netrofil dan limfosit. Bakteri gram-positif juga ada dalam lesi ini.
Eksotoksin Streptococcus pyrogenic diyakini menyebabkan ruam pada daerah berbintik
merah, dan diduga berperan pada saat kritis dari Streptococcal toxic shock syndrome. Kirakira 30% dari populasi bakteri ini berkoloni di daerah nares anterior. Bakteri dapat menyebar

dari hidung ke kulit yang normal di dalam 7-14 hari, dengan lesi impetigo yang muncul 7-14
hari kemudian.
V. GAMBARAN KLINIS
Penyakit ini biasanya asimetris yang ditandai dengan lesi awal berbentuk makula eritem pada
wajah, telinga maupun tangan yang berubah dengan cepat menjadi vesikel berisi cairan
bening atau pustul dengan cepat dan dikelilingi oleh suatu areola inflamasi, bila mengering
akan mengeras menyerupai batu kerikil yang melekat di kulit. Jika diangkat maka daerah
tempat melekatnya tadi nampak basah dan berwarna kemerahan.
Gbr. 1 * Gbr.2 *
Tahap ini jarang terlihat karena kulit vesikel sangat tipis dan mudah rupture. Pada dasar
vesikel terdapat eksudasi, jika mengering akan menjadi krusta warna kuning. Lesi awalnya
kecil (ukuran kira-kira 3-10 mm), tapi kemudian dapat membesar. Bila lesi sembuh tidak
akan meninggalkan bekas. Lesi bias annular, circinata atau bundar menyerupai Tinea
circinata. Lesi satelit dapat terbentuk di sekitar lesi utama yang disebabkan oleh adanya
autoinoculation.
Tanda khas dari impetigo krustosa ini adalah warna kemerahan seperti madu atau kuning
keemasan honey-colored. Pada daerah tropis umumnya terjadi pada anak-anak yang kurang
gizi, erupsinya bias luas dan bereaksi lambat terhadap terapi. Umumnya terjadi pada daerahdaerah tubuh yang terbuka seperti wajah, mulut, telapak tangan atau leher.
Gbr.2 **
Tidak disertai gejala umum. Tempat predileksi di muka, yakni di sekitar lubang hidung dan
mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan
vesikel yang cepat memecah sehingga jika penderita datang berobat, yang terlihat ialah krusta
tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi di bawahnya. Sering krusta
menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.
Streptokkus yang menginfeksi anak-anak dan yang lebih tua tidak berbeda dengan yang
terkena/menyebar pada populasi yang lain, walaupun perlu dipertimbangkan bahwa tingkat
infeksi yang lebih serius bias berbeda dari kedua kelompok umur tersebut. Keluhan utama
adalah rasa gatal. Lesi awal berupa macula eritematosa berukuran 1 2 mm, segera berubah
menjadi vesikel atau bula. Karena dinding vesikel tipis, mudah pecah dan mengeluarkan
secret seropurulen kuning kecoklatan. Selanjutnya mengering membentuk krusta yang
berlapis-lapis. Krusta mudah dilepaskan, di bawah krusta terdapat daerah erosif yang
mengeluarkan secret sehingga krusta kembali menebal.
VI. HISTOPATOLOGI
Gambaran histopatologi berupa peradangan superficial folikel pilosebasea bagian atas.
Terbentuk bula atua vesikopustula subkornea yang berisi kokus serta debris berupa leukosit
dan sel epidermis. Pada lapisan dermis didapatkan reaksi peradangan ringan berupa dilatasi
pembuluh darah, edema dan infiltrasi PMN. Daerah lesi tampak hiperemis, edem dan
infiltrasi netrofil tampak pada vesikel/pustul.
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan penunjang untuk menetapkan diagnosis dilakukan biakan bakteriologis
eksudat lesi, biakan secret dalam media agar darah, dilanjutkan dengan tes resistens. Selain
itu kultur dilakukan untuk mengetahui kuman penyebabnya. Baik staphylococcus maupun
streptococcus mudah berkembang pada media aerob, contohnya blood agar.
Pemeriksaan histopatologi kulit pada infeksi yang sangat superficial yaitu diatas lapisan

epidermis. Pemeriksaan gram dilakukan pada stratum korneum dan lapisan diatas granuler.
Hal tersebut berhubungan dengan akantolisis jaringan sub corneal epidermis. Hanya sedikit
infitrat yang tampak.
Pada pemeriksaan lokalisasi dan efloresensi dari penyakit ini diperoleh bahwa lesi penyakit
ini biasanya terdapat pada daerah yang terpajan, terutama wajah, tangan, leher dan
ekstremitas. Sementara efloresensi / sifat-sifatnya berupa macula eritematosa miliar sampai
lentikular, krusta kuning kecoklatan, berlapis-lapis, mudah diangkat.
VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi. Kultur dilakukan
bila terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi standar, biopsy jarang dilakukan. Biasanya
diagnose dari impetigo dapat dilakukan tanpa adanya tes laboratorium. Namun demikian,
apabila diagnosis tersebut masih dipertanyakan, tes mikrobiologi pasti akan sangat menolong.
- Laboratorium rutin
Pada pemeriksaan darah rutin, lekositosis ringan hanya ditemukan pada 50% kasus pasien
dengan impetigo. Pemeriksaan urinalisis perlu dilakukan untuk mengetahui apakah telah
terjadi glomerulonefritis akut pasca streptococcus (GNAPS), yang ditandai dengan hematuria
dan proteinuria.
- Pemeriksaan imunologis
Pada impetigo yang disebabkan oleh streptococcus dapat ditemukan peningkatan kadar anti
deoksiribonuklease (anti DNAse) B antibody.
- Pemeriksaan mikrobiologis
Eksudat yang diambil di bagian bawah krusta dan cairan yang berasal dari bulla dapat
dikultur dan dilakukan tes sensititas. Hasil kultur bisa memperlihatkan S. pyogenes, S. aureus
atau keduanya. Tes sensitivitas antibiotic dilakukan untuk mengisolasi metisilin resistar. S.
aureus (MRSA) serta membantu dalam pemberian antibiotic yang sesuai. Pewarnaan gram
pada eksudat memberikan hasil gram positif.
Pada blood agar koloni kuman mengalami hemolisis dan memperlihatkan daerah yang
hemolisis di sekitarnya meskipun dengan blood agar telah cukup untuk isolasi kuman,
manitol salt agar atau medium Baierd-Parker egg Yolk-tellurite direkomendasikan jika lesi
juga terkontaminasi oleh organism lain. Kemampuan untuk mengkoagulasi plasma adalah tes
paling penting dalam mengidentifikasi S. aureus. Pada sheep blood agar, S. pyogenes
membentuk koloni kecil dengan daerah hemolisis disekelilingnya. Streptococcus dapat
dibedakan dari Staphylokokkus dengan tes katalase. Streptococcus memberikan hasil yang
negative.
Gbr. Staphylococcus aureus pada media blood agar *
Gbr. Staphylococcus aureus pada media manitol salt agar **
IX. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari jenis impetigo ini adalah :
1. Dermatitis atopi
Lesi gatal yang bersifat kronik dan berulang, kering; pada orang dewasa dapat ditemukan
likenifikasi pada daerah fleksor ekstremitas. Sedangkan pada anak sering berlokasi pada
daerah wajah dan ekstremitas ekstensor *
2. Dermatofitosis

Lesi kemerahan dan bersisik dengan bagian tepi yang aktif agak meninggi; dapat berbentuk
vesikel, terutama berlokasi di kaki. *
3. Ektima
Lesi berkrusta yang menutupi ulkus, jarang berupa erosi; lesi menetap berminggu-minggu
dan dapat sembuh dengan meyisakan jaringan perut jika infeksi meluas hingga ke dermis. **
4. Skabies
Lesi terdiri dari terowongan dan vesikel yang kecil; gatal pada daerah lesi saat malam hari
merupakan gejala yang khas.***
5. Varisela
Vesikel berdinding tipis, ukuran kecil, pada daerah dasar yang eritem yang awalnya berlokasi
di badan dan menyebar ke wajah dan ekstremitas; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi
dengan tingkatan berbeda dapat muncul pada saat yang sama.
X. PENATALAKSANAAN
Perawatan Umum :
1. Memperbaiki higien dengan membiasakan membersihkan tubuh dengan sabun, memotong
kuku dan senantiasa mengganti pakaian.
2. Perawatan luka
3. Titak saling tukar menukar dalam menggunakan peralatan pribadi (handuk, pakaian, dan
alat cukur)
Sistemik
Pengobatan sistemik di indikasikan jika terdapat factor yang memperberat impetigo seperti
eczema. Untuk mencegah infeksi sampai ke ginjal maka di anjurkan untuk melakukan
pemeriksaan urine. Bakteri pun di uji untuk mengetahui ada tidaknya resistensi antibiotic.
Pada impetigo superficial yang disebabkan streptococcus kelompok A, penisilin adalah drug
of choice. Penisilin oral yang digunakan adalah potassium Phemmoxymethylpenicilin. Bila
resisten bias digunakan oxacilin dengan dosis 2,5 gr/ hari dan dosis untuk anak-anak
disesuaikan dengan umur. Dapat juga digunakan eritromisin dosis 1,5 2,0 g yang diberikan
4 kali sehari.
Penisilin V oral (250mg per oral) efektif untuk streptokokkus atau staphylokokkus aureus
non-penisilin. Penisilin semi sentetis, methicin, atau oxacilin (500mg setiap 4-6 jam)
diberikan untuk staphylokokkus yang resisten terhadap penisilin eritromisin (250mg 4 kali
sehari) lebih efektif dan aman, di gunakan pada pasien yang sensitive terhadap penisilin.
Antibiotic oral diberikan bila :
a. Erupsi memberat dan semakin meluas
b. Anak lain yang terpapar infeksi
c. Bila bentuk nephritogenik telah berlebihan
d. Bila pengobatan topical meragukan
e. Pada kasus yang disertai folliculitis
Topikal
Pengobatan topikal dilakukan apabila krusta dan sisa impetigo telah dibersihkan dengan cara
mencucinya menggunakan sabun antiseptic dan air bersih. Untuk krusta yang lebih luas dan
berpotensi menjadi lesi sebaiknya menggunakan larutan antiseptic atau pun bubuk kanji.
Dapat menggunakan asam salisil 3-6% untuk menghilankan krusta. Bila krusta hilang maka
penyebaranya akan terhenti. Pustule dan bula didrainase. Bila dasar lesi sudah terlihat,

sebaiknya diberikan preparat antibiotic pada lesi tersebut dengan hati-hati sebanyak 4 kali
sehari. Preparat antibiotic juga dapat digunakan untuk daerah yang erosive. Misalnya
menggunakan krim neomycin yang mengandung clioquinol 0,5%-1% atau asam salisil 3%5%
XI. KOMPLIKASI
Infeksi dari penyakit ini dapt tersebar keseluruh tubuh utamanya pada anak-anak. Jika tidak
di obati secara teratur, maka penyakit ini dapat berlanjut menjadi glomerulonefritis (2-5%)
akut yang biasanya terjadi 10 hari setelah lesi impetigo pertama muncul, namun bias juga
terjadi setelah 1-5 minggu kemudian.
XII. PROGNOSIS
Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik jika dilakukan pengobatan yang teratur,
meskipun dapat pula komplikasi sistemik seperti glomerulonefritis dan lain-lain. Lesi
mengalami perbaikan setelah 7-10 hari pengobatan

Anda mungkin juga menyukai