Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian
bagi seseorang.Walaupun jenis aktifitas berubah sepanjang kehidupan manusia,
mobilitas

adalah

pusat

berpartisipasi

dalam

menikmati

kehidupan.

Mempertahankan mobilitas optimal sangat penting untuk kesehatan mental dan


fisik semua lansia. ( mickey dkk, 2006 )
Mobilitas bukan merupakan sesuatu yang absolute dan status hanya dalam hal
menentukan kemampuan orang dalam berjalan. Tetapi mobilitas merupakan
sesuatu yang individualis yang bergantung pada interaksi antara factor-faktor
lingkungan dan social, afektif dan fungsi fisik. Untuk seseorang, mobilitas
optimal mungkin berupa berjalan sekitar 8 kilo meter setiap harinya. Tetapi untuk
orang lain termasuk lansia didalamnya, mobilitas dapat melibatkan pergerakan
yang terbatas dengan bantuan. ( mickey dkk, 2006 )
Gangguan yang berhubungan dengan perubahan mobilitas sering kali terjadi
pada lansia.Studi-studi tentang insidensi diagnosis keperawatan yang digunakan
untuk lansia yang berada diinstitusi perawatan mengungkapkan bahwa hambatan
mobilitas fisik adalah diagnosis pertama atau kedua yang paling sering muncul.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang gangguan yang berhubungan dengan
perubahan mobilitas pada lansia, kami akan membahas pada bab berikutnya.

1.2. Tujuan Masalah


Tujuan khusus
Mahasiswa mampu memahami tentang perubahan mobilitas dan
muskuloskeletal pada lansia
Tujuan umum
1.
2.
3.
4.

Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada mobilitas lansia


Untuk mengetahui etiologi perubahan mobilitas pada lansia
Untuk mengetahui perubahan system musculoskeletal lansia
Untuk mengetahui gangguan-gangguan yang terjadi pada system
musculoskeletal lansia.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PERUBAHAN MOBILISASI LANSIA


1. Pengertian mobilisasi
Mobilisasi dalam konteks keperawatan mengacu pada kemampuan seseorang
untuk berjalan, bangkit, berdiri dan kembali ke tempat tidur, kursi, kloset, duduk
dan sebagainya, disamping menggunakan ekstremitas (Darmojo, 1999)
Mobilisasi mempunyai banyak tujuan, seperti mengekspresikan emosi, dengan
gerakan nonverbal, pertahanan diri, pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup
sehari-hari, dan kegiatan rekreasi. Dalam mempertahankan mobilisasi fisik secara
optimal maka sistem saraf, otot, dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik
(Perry&Potter, 2005).
Mobilisasi merupakan salah satu aspek yang paling penting dilihat dari sudut
pandang fungsi psikologis karena mobilisasi adalah hal yang sangat mendasari
untuk mempertahankan atau memelihara kebebasan karena konsekuensi yang
serius akan terjadi ketika kebebasan itu hilang (Miller, 1995).
2. factor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi lansia
a. Faktor fisik
Adanya penyakit-penyakit seperti rematik (arthritis) pada lutut atau
tulang belakang, patah tulang akibat osteoporosis, stroke, gangguan
pada telapak kaki atau jari-jari kaki juga menyebabkan lansia tidak
ingin atau tidak mampu berjalan dan lain-lain.
b. Faktor psikis
Adanya Parkinson, demensia, depresi, kekhawatiran jatuh pada diri
lansia atau keluarga pengaruhnya juga mempengaruhi mobilisasi pada
lanjut usia (Soejono, 2002).
Berbagai penyebab psikis yang mempengaruhi perubahan dalam
kemampuan aktivitas mobilisasi berasal dari kesadaran tentang
merosotnya dan perasaan akan rendah diri kalau dibandingkan dengan
orang yang lebih muda dalam arti kekuatan, kecepatan dan

ketrampilan. Tekanan emosional, yang berasal dari sebab-sebab psikis


dapat mempercepat mobilisasi untuk mencoba melakukan sesuatu
c. Faktor lingkungan
1) Rumah harus memiliki ventilasi, jendela, atap dan pintu yang
memadai untuk sirkulasi udara dan cahaya.
2) Lantai tidak licin dan menggunakan warna yang mencolok
untuk lantai yang bertingkat.
3) Kamar mandi atau toilet dibangun di area yang mudah
dijangkau olah lansia.
4) Tersedianya halaman depan atau halaman belakang yang cukup
luas dan asri.
5) Tempatkan perabotan jauh dari area mobilisasi lansia.
6) Pasang pegangan sepanjang area mobilisasi lansia.
3. Komponen-komponen Mobilisasi
Terdapat beberapa komponen dalam mobilisasi lansia, diantaranya yaitu
(Darmojo, 1999):
a. Kemandirian (Self Efficacy)
Kemandirian seorang lansia akan menimbulkan keberanian lansia
dalam mobilisasi.
b. Latihan pertahanan (Resistance training)
Latihan pertahanan meliputi kecepatan gerak sendi luas lingkup
gerak sendi (Range ofmotion) dan jenis aktivitas fisik bersifat
untuk ketahanan, dapat membantu jantung, paru-paru, otot, dan
sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membantu tubuh mereka
bertenaga. Contoh berjalan kaki, lari ringan, berkebun ataupun di
sawah, kekuatan yang dihasilkan karena pemendekan atau
pemanjangan otot.
c. Daya tahan (Endurance)
Daya tahan akan meningkatkan kekuatan yang didapatkan dari
latihan pertahanan. Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan
dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban
yang diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk
tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap
penyakit seperti osteoporosis (keropos pada tulang). Contoh
membawa berjalan, naik turun tangga, dan angka berat atau beban.
d. Kelenturan
4

Kelenturan merupakan komponen yang sangat penting ketika


lansia melakukan kegiatan karena pada lansia banyak terjadi
pembatasan luas lingkup gerak sendi akibat kekakuan otot dan
tendon. Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat
membantu pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh
tetap lemas (lentur) dan sendi berfungsi dengan baik. Contoh
mencuci piring, mencuci pakaian mobil dan mengepel lantai.
e. Keseimbangan
Keseimbangan pada lansia harus dipertahankan karena gangguan
keseimbangan pada lansia saat kegiatan dapat menyebabkan lansia
mudah terjatuh.
4.

Manfaat Mobilisasi

Manfaat mobilisasi yang tepat dan benar bagi lansia (Darmojo, 1999) :
a. Meningkatkan kemampuan dan kemauan seksual lansia
b. Kulit tidak cepat keriput atau menghambat proses penuaan
c. Meningkatkan keelastisan tulang sehingga tulang tidak mudah
patah
d. Menghambat

pengecilan

otot

dan

mempertahankan

atau

mengurangi kecepatan penurunan kekuatan otot.

5.

Macam-macam Mobilisasi

Macam-macam mobilisasi menurut Koezeir, 2004 dan Miller, 1995 yaitu :


a. Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh ini menunjukkan syaraf motorik dan sensorik
mampu

mengontrol

seluruh

area

tubuh.

Mobilissi

penuh

mempunyai banyak keuntungan bagi kesehatan, baik fisiologi


maupun psikologis bagi seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan
kesehatan secara bebas, mempertahankan interaksi sosial dan peran
dalam kehidupan sehari-hari.
b. Mobilisasi sebagian
Seseorang yang mengalami

mobilisasi sebagian umumnya

mempunyai gangguan syaraf sensorik maupun motorik pada area


tubuh. Mobilisasi sebagian dapat dibedakan menjadi :

Mobilisasi temporer yang disebabkan oleh trauma


reversible

pada

sistem

muskuloskeletal

dislokasi sendi dan tulang


Mobilisasi permanen biasanya

disebabkan

seperti
oleh

rusaknya sistem syaraf yang reversible


6.

Penyebab perubahan mobilisasi pada lansia.

Secara umum perubahan mobilisasi bisa disebabkan oleh hal-hal berikut:


1. Gangguan sendi dan tulang:
2. Penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau patah tulang tentu akan
menghambat pergerakan (mobilisasi)
3. Penyakit saraf:
Adanya stroke, penyakit Parkinson, dan gangguan sarap Penyakit jantung
atau pernafasan.
4. Gangguan penglihatan
5. Masa penyembuhan
Secara khusus terdapad factor internal dan eksternal yang turut menyebabkan
adanya perubahan mobilitas pada lansia.

Faktor-faktor internal yang menyebabkan atau turut berperan terhadap


imobilitas.
1. Penurunan fungsi musculoskeletal :
Otot-otot (atrofi, distrofi, atau cedera), tulang (infeksi, fraktur, tumor,
osteoporosis, atau osteomastia), sendi (arthritis dan tumor), atau
kombinasi struktur (kanker dan obat-obatan).
2. Perubahan fungsi neurologist :
Infeksi (mis; ensefalitis), tumor, trauma, obat-obatan, penyakit
vascular (mis; stroke), penyakit degenerative (mis; penyakit
parkinson), penyakit demielinasi (mis; sklerosis multipel), terpajan
produk racun (mis; karbon monoksida), gangguan metabolic (mis;
hipoglikemia), atau gangguan nutrisi.
3. Nyeri :
Penyebab multiple dan bervariasi seperti penyakit kronis dan trauma.
4. Defisit perceptual :
Kelebihan atau kekurangan masukan persepsi sensori
5. Berkurangnya kemampuan kognitif :
6. Jatuh :

Efek fisik : cedera atau faktur


Efek psikologis : sindrom setelah jatuh
7. Perubahan hubungan social
Faktor-faktor actual ; (mis ; kehilangan pasangan, pindah jauh dari

7.

keluarga atau teman-teman)


Faktor-faktor persepsi (mis; perubahan pola pikir seperti depresi)
8. Aspek psikologis:
Ketidakberdayaan dalam belajar, depresi
Faktor-faktor eksternal yang berperan terhadap imobilitas :
1. Program terapeutik
2. Karakteristik penghuni institusi
3. Karakteristik staf
4. Sistem pemberian asuhan keperawatan
5. Hambatan-hambatan
6. Kebijakan-kebijakan institusi
Manifestasi klinis

Dampak fisik dari perubahan mobilisasi dan ketidakaktifan sangat banyak dan
bermacam-macam.Masalah-masalah yang berhubungan dapat mempengaruhi
semua system tubuh. Perubahan-perubahan yang paling sering terjadi akibat
perubahan mobilitas pada lansia dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Efek
Penurunan konsumsi O2 maksimum

Hasil
Intoleransi ortostatik

Penurunan fungsi ventrikel kiri

peningkatan denyut jantung, sinkop

Penurunan curah jantung

penurunan toleransi latihan

Peningkatan katabolisme protein

penurunan massa otot tubuh


atrofi muscular
penurunan kekuatan otot.

Peningkatan pembuangan kalsium

Osteoporosis disuse

Perlambatan fungsi usus

Konstipas

Penurunan frekuensi miksi

Penurunan evakuasi kandung kemih

Gangguan metabolism glukosa

Intoleransi glukosa

Penurunan ukuran thoraks

Penurunan kapasitas fungsional residual

Penurunan aliran darah pulmonal

Atelektasis
Penurunan O2
Peningkatan pH

Penurunan cairan tubuh total

Penurunan vol.plasma
Penurunan keseimbangan natrium
Penurunan volume darah total

Gangguan sensori

Perubahan kognisi
Depresi dan ansietas
Perubahan persepsi

Gangguan tidur

Bermimpi pada siang hari


Halusinasi

8.

Pemeriksaan Fisik
1. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran.Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh
yang tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya
patah tulang.
2. Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)

Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang


berlebihan)
3. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
4. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot.Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot.
5. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist
yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis. cara berjalan
spastic hemiparesis stroke, cara berjalan selangkah-selangkah penyakit
lower motor neuron, cara berjalan bergetar penyakit Parkinson).
6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema.Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
7. Mengkaji fungsional klien
a. KATZ Indeks
Termasuk katagori yang mana:
1) Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah,dan mandi.
2) Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
3) Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
4) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang
lain.
5) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu
6) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan
satu fungsi yang lain.
7) Ketergantungan untuk semua fungsi diatas.
Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain.
Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak
melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.
b. Indeks ADL BARTHEL (BAI)

NO FUNGSI
1

SKOR

Mengendalikan

rangsang 0
1
pembuangan tinja
2

KETERANGAN

Mengendalikan
berkemih

rangsang 0
1
2

terkendali/tak

teratur

Tak

pencahar).
Kadang-kadang

tak

terkendali

(1x

seminggu).
Terkendali teratur.
Tak terkendali atau

pakai kateter
Kadang-kadang
terkendali

Membersihkan diri (seka 0


1
muka, sisir rambut, sikat
gigi)
Penggunaan
masuk

dan

(melepaskan,
celana,

jamban, 0
1
keluar
2
memakai

orang lain
Mandiri

Tergantung

pertolongan orang lain


Perlu pertolonganpada
tetapi

menyiram)

mengerjakan
beberapa

Berubah

sikap

berbaring ke duduk

dari 0
1
2
3

(hanya

beberapa

0
1
2

tak

1x/24 jam)
Mandiri
Butuh
pertolongan

membersihkan,

Makan

(perlu

kegiatan
dapat
sendiri
kegiatan

yang lain.
Mandiri
Tidak mampu
Perlu
ditolong

memotong makanan
Mandiri
Tidak mampu
Perlu banyak bantuan

untuk bias duduk


Bantuan minimal 1

orang.
Mandiri
10

Berpindah/ berjalan

Memakai baju

0
1
2
3

0
1
2

Naik turun tangga

0
1
2

Mandi

0
1

Tidak mampu
Bisa (pindah) dengan

kursi roda.
Berjalan

bantuan 1 orang.
Mandiri
Tergantung orang lain
Sebagian
dibantu

(mis: memakai baju)


Mandiri.
Tidak mampu
Butuh pertolongan
Mandiri
Tergantung orang lain
Mandiri

dengan

TOTAL SKOR
Skor BAI :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total
9.
1.

Pemeriksaan Diagnostik
Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan

2.

perubahan hubungan tulang.


CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak
atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi

3.

lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.


MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan

11

computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau


4.
5.

penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.


Pemeriksaan Laboratorium:
Hb pada trauma, Ca pada imobilisasi lama, Alkali Fospat , kreatinin
dan SGOT pada kerusakan otot.

10. Penatalaksanaan
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug sepanjang
kehidupan dan episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung
sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi
system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses
episodic pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah
yang dapat tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan.
a. Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan
secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social
yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal,
perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet
yang buruk) depresi gangguan tidur, kurangnya transportasi dan
kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya
tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak
b.

mendukung.
Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan,
dan mengalami peningkatan.Program tersebut disusun untuk
memberikn kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu
kebiasaan yang teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi

santai yang dapat memberikan efek latihan.


c. Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima
oleh lien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan.
Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau
latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih
aktivitas yang tepat.
2.

Pencegahan Sekunder

12

Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat
dkurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan.Keberhasilan
intervensi berasal dri suatu pengertian tentang berbagai factor yang
menyebabkan

atau

turut

berperan

terhadap

imobilitas

dan

penuaan.Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi


dan pencegahan komplikasi.Diagnosis keperawaqtan dihubungkan dengan
poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik.
a. Kontraksi Otot Isometrik
Kontraksi otot isometrik meningkatkan tegangan otot tanpa
mengubah panjang otot yang menggerakkan sendi.Kontraksikontraksi ini digunakan untuk mempertahankan kekuatan otot dan
mobilitas dalam keadaan berdiri (misalnya otot-otot kuadrisep,
abdominal dan gluteal) dan untuk memberikan tekanan pada
tulang

bagi

orang-orang

dengan

dan

tanpa

penyakit

kardiovaskuler. Kontraksi isometrik dilakukan dengan cara


bergantian mengencangkan dan merelaksasikan kelompok otot.
b. Kontraksi Otot Isotonik
Kontraksi otot yang berlawanan atau isotnik berguna untk
mempertahankan kekuatan otot-otot dan tulang.Kontraksi ini
mengubah panjang otot tanpa mengubah tegangan.Karena otototot memendek dan memanjang, kerja dapat dicapai. Kontraksi
isotonik dapat dicapai pada saat berada di tempat tidur, dengan
tungkai menggantung di sisi tempat tidur, atau pada saat duduk di
kursi dengan cara mendorong atau menarik suatu objek yang tidak
dapat bergerak. Ketika tangan atau kaki dilatih baik otot-otot
fleksor dan ekstensor harus dilibatkan.
c. Latihan Kekuatan
Aktivitas penguatan adalah latihan

pertahanan

yang

progresif.Kekuatan otot harus menghasilkan peningkatan setelah


beberapa waktu.Latihan angkat berat dengan meningkatkan
pengulangan dan berat adalah aktivitas pengondisian kekuatan.
Latihan ini meningkatkan kekuatan dan massa otot serta mencegah
kehilangan densitas tulang dan kandungan mineral total dalam
tubuh.
d. Sikap
13

Variabel utama yang dapat mengganggu keberhasilan intervensi


pada individu yang mengalami imobilisasi adalah sikap perawat
dan klien tentang pentingnya latihan dan aktivitas dalam rutinitas
sehari-hari.Sikap perawat tidak hanya memengaruhi komitmen
untuk memasukkan latihan sebagai komponen rutin seharihariyang berkelanjutan, tetapi juga integrasi aktif dari latihan
sebagai intervensi bagi lansia di berbagai lingkungan; komunitas,
rumah sakit, dan fasilitas jangka panjang.Demikian pula halnya
sikap klien dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas latihan.
e. Latihan Rentang Gerak
Latihan rentang gerak aktif dan pasif memberikan keuntungankeuntungan

yang

berbeda.Latihan

aktif

membantu

mempertahankan fleksibilitas sendi dan kekuatan otot serta


meningkatkan penampilan kognitif.Sebaliknya, gerakan pasif,
yaitu menggerakkan sendi seseorang melalui rentang geraknya
f.

oleh orang lain, hanya membantu mempertahankan fleksibilitas.


Mengatur Posisi
Mengatur posisi juga digunakan untuk meningkatkan tekanan
darah balk vena. Jika seseorang diposisikan dengan tungkai
tergantung, pengumpulan dan penurunan tekanan darah balik vena
akan terjadi. Posisi duduk di kursi secara normal dengan tungkai
tergantung secara potensial berbahaya untuk seseorang yang
beresiko mengalami pengembangan trombosis vena.Mengatur
posisi

tungkai

meninggikan
3.

dengan
tungkai

ketergantungan
diatas

dudukan

minimal

(misalnya

kaki)

mencegah

pengumpulan darah pada ekstremitas bawah.


Pencegahan tersier
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia
melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli
fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial, dan
keluarga serta teman-teman.

B. Perubahan Struktur dan Fungsi Sistem Muskuloskeletal pada lansia


1. Sistem skeletal

14

Penurunan progresif dalam tinggi badan adalah hal yang universal terjadi
diantara semua ras dan pada kedua jenis kelamin dan terutama ditujukan pada
penyempitan pada diktus ntervertebrata dan penekanan pada kolumna spinalis.
Bahu menjadi lebih sempit dan pelvis menjadi lebih lebar, ditunjukan oleh
peningkatan diameter anteroposterior dada.(Stanley, 1999)
Ketika manusai mangalami penuaan, jumlah massa otot tubuh mengalami
penurunan. Hilangnya lemak subkutan perifer cenderung untuk mempertajam
kontur tubuh dan menperdalam cekungan disekitar kelopak mata, aksila, bbahu
dan tulang rusuk. Tonjolan tulang (vertebra, Krista iliaka, tulang rusuk, scapula)
menjadi lebih menonjol. (stanley, 1999)

2. Sistem muskular
Kekurangan muscular mulai merosot sekitar usia 40 tahun, dengan suatu
kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun. Perubahan gaya hidup dan
penurunan pengunaan system neuromuscular adalah penyebab utama untuk
kehilangan kekurangan otot. Kerusakan otot terjadi karena penurunan jumlah
serabut otot dan atrofi secara umum pada organ dan jaringan tubuh. Regenerasi
jaringan otot melambat dengan penambahan usia daan jaringan atrofi diganti
jaringan fibrosa. (stanley, 1999)
3. Sendi
Secara umum terdapat kemunduran kartilago sendi, sebagian besar terjadi
pada sendi sendi yang menahan berat, dan pembentukan tulang dipermukaan
sendi. Komponen komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada
jaringan penyambung meningkat secara progresif yang tidak dipakai lagi,
mungkin menyebablkan inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan
deformitus. (stanley, 1999)
4. Masalah Masalah Umum yang Sering Terjadi pada Sistem Muskuloskeletal

15

Masalah masalah yang umum sering terjadi pada sistem muskuluskletal


sangat banyak tapi kelompok hanya membahasan beberapa masalah yang sering
terjadi diantaranya sebagai berikut :
4.1. Rhematik
Rhematik diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu Rhematoid Artritis (RA),
osteoartritis, ghouty artritis.
a. Rhematoid Artritis (RA)
1) Pengertian
Rheumatoid Artritis (RA) adalah penyakit peradangan inflamasi,
sitemik, dan kronik. Menyebabkan kerusakan dan kelainan bentuk sendi .
serangan penyakit ini umumnya terjadi dalam 3 sampai 4 dasawarsa.
(Stanley, 1999)
Atritis reumatoid adalah inflamasi sistemik kronik yang tidak diketahui
penyebabnya, dikarakteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi membran
sinovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis dan
dan deformitas. (kushariyadi, 2010)
2) Etiologi
Penyebab rheumatoid artritis (RA) tidak diketahui. Ada teori
mengatakan penyebabnya dari teori autoimun menyebabkan inflamasi
paling sering pada sendi tapi kadang kadang juga pada jaringan
penyambung. Sendi yang terkena paling sering pada interfalang proksimal,
matakarpal palanng, pergelanangan (pada penyakit stadium lanjut) lutut
dan tulang paha. (Stanley, 1999)
3) Patofisiologi
Penyakit inflamasi artikula yang paling sering pada lansia, RA
adalah suatu penyakit kronis sistemik, yang secara khas berkembang
perlahan-lahan dan di tandai oleh adanya radang yang sering kambuh pada
sendi-sendi diatrodial dan struktur yang berhubungan. RA sering di sertai
dengan nodul-nodul delmatoid, arthritis, neuropati, sklerisis, ferikarditis,
limphadeopati, stenomegali. RA di tandai dengan periode-periode remisi
dan bertambah parahnya penyakit. (Stanley, 1999)
4) Manifestasi klinis
Pada lansia, RA dapat di golongkan ke dalam tiga kelompok.
Kelompok 1 adalah RA klasik. Sendi-sendi pada kaki dan tangan sebagian
besar terlibat. Terdapat factor rheumatoid, dan nodula-nodula rheumatoid

16

sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat mendorong kearah


kerusakan sendi yang progresif.
Kelompok 2 termasuk klien yang memenuhi kriteria dari American
rheumatologic association untuk RA karena mereka mempunyai radang
sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering melibatkan pergelangan
tangan dan sendi-sendi jari.
Kelompok 3, sinovitis terutama mempengaruhi bagian proksimal sendi,
bahu, dan panggul. Awitannyamendadak, sering di tandai dengan
kekakuan pada pagi hari. Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal
ini, dengan adanya bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman,
dan sindrom cartal tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang
dapat sembuh sendiri yang dapat di kendalikan secara baik dengan
menggunakan prepnison dosis rendah atau agen antiinflamasi yang
memiliki prognosis yang baik. (Stanley, 1999)
Jika tidak di istirahatkan, RA akan berkembang menjadi 4 tahap :
o Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membrane synovial
dan kelebihan produksi cairan synovial. Tidak ada perubahan yang
bersifat merusak terlihat pada radiografi bukti osteoporosis
mungkin ada.
o Secara radiologis, kerusakan tulang pipi atau tulang rawan dapat di
lihat. Klien mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak
ada deformitas sendi.
o Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga
mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan
penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan
deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerudsakan kartilago
dan tulang.
o d) Ketika jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang
dapat mengakibatkan terjadinya immobilisasi sendi secara total.
Atrofi otot yang meluas dan luka pada jaringan lunak seperti
nodula-nodula mungkin terjadi.
5) Penatalaksanaan
Penanganan medis bergantung pada tahap penyakit ketika
diagnosis di buat dan termasuk dalam kelompok mana yang sesuai dengan
kondisi tersebut. Untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan agen

17

antiinflamasi, obat yang dapat di lihat adalah aspirin. Namun efek


antiinflamasi dari aspirin tidak terlihat pada dosis kurang dari 12 tablet per
hari, yang dapat menyebabkan gejala system gastrointestinal dan system
saraf pusat. Obat antiinflamasi non steroid sangat bermanfaat, tetepi di
anjurkan untuk menggunakan dosis yang di rekomendasikan oleh pabrik
atau pemantauan efek samping secara hati-hati sangat perlu di lakukan.
Tetapi kortikosteroid yang di infeksi melalui sendi mungkin di gunakan
untuk infeksi di dalam satu atau dua sendi. Infeksi secara cepat di
hubungkan dengan nekrosis dan penurunan kekuatan tulang. Biasanya
injeksi yang di berikan ke dalam sendi apapuntidak boleh di ulangi lebih
dari tiga kali. Rasa nyeri dan pembengkakan umumnya untuk satu sampai
enam bulan. (Stanley, 1999)
Penatalaksanaan keperawatan menekankan pemahaman klien
tentang sifat alami RA kronis dan kelompok serta tahapan-tahapan yang
berbeda untuk memantau perkembangan penyakit. Klien harus ingat
bahwa walaupun pengobatan mungkin mengurangi radang dan nyeri sendi,
mereka harus pula mempertahankan pergerakan dan kekuatan untuk
mensegah deformitas sendi, suatu program aktivitas dan istirahat yang
seimbang sangat penting untuk mencegah peningkatan tekanan pada sendi.
(Stanley, 1999)
b. Osteoartritis
1) Pengertian
Osteoartritis atau sering disebut juga penyakit sendi degeratif
adalah sebuah penyakit sendi non inflamasi yang dikarakteristikkan
sebagai kemunduran tulang rawan artikular yang progresif dengan
pembentukan tulang baru diruas sendi. Ini adalah tipe artritis yang paling
umum terjadi pada lansia. (Meiner, 2006)
2) Etiologi
Penyebab pasti dari osteoatritis

sulit

diketahui

nsecara

pasti.degerasi dari sendi tidak disebabkan oleh proses dari penuaan itu
sendiri. Umur, trauma, gaya hidup, obesitas dan genetik merupakan faktor
faktor predisposisi dalam perkembangan dari osteoartritis.
Di osteoartritis, tulang rawan menipis dan hilang. Saat tulang
rawan sendi hilang, dua permukaan tulang ketemu satu sama lain,
akibatnya sendi akan terasa nyeri. Interfalang distal, interfalang proksimal,
18

lutut, tulang paha, tulang punggung adalah yang paling umum


dipengaruhim oleh osteoartritis.
3) Klasifikasi
Osteoarthritis terjadi dalam 2 pola :

OA Primer: Terjadi dinovial terutama pada laki-laki usia


pertengahan dan pada wanita usia lebih tua.

OA Sekunder : Terjadi pada setiap usia dan abnormal sejak


lahir.

4) Patofisiologi
Osteoartritis (juga disebut penyakit degenerative sendi, hipertrofi
arthritis, arthritis senescent, dan osteoartrosis) adalah gangguan yang
berkembang secara lambat, tidak simetris, dan non inflamasi yang terjadi
pada sendi sendi yang dapat digerakkan, khusus pada sendi sendi yang
menahan berat tubuh. Osteoarthritis ditandai oleh degenerasi kartilago
sendi dan oleh membentukan tulang baru pada bagian pinggir sendi.
Kerusakan pada sendi sendi akibat penuaan diperkirakan memainkan
suatu peran penting dalam perkembangan osteoarthritis. Perubahan
degenerative menyababkan kartilago yang secara normal halus, putih,
tembus cahaya manjadi buram dan kuning, dengan permukaan yang kasar
dan area malacea (pelunakan). Ketika lapisan kartilago menjadi lebih tipis,
permukaan tulang tumbuh semakin dekat satu sama lain. Inflamasi
sekunder dari membrane sinovial mungkin mengikuti. Pada saat
permukaan sendi menipiskan kartilago, tulang sukondrial meningkat
kepadatanya dan menjadi sklerosis. (Stanley, 1999)
5) Manifestasi klinis
Nyeri, kekakuan, hilangnya gerakan, penurunan fungsi, dan
deformitas sendi secara khas dihubungkan dengan tanda tanda inflamasi
seperti nyeri tekan, pembengkakan, dan kehangatan. Klien mungkin positif
mempunyai riwayat trauma, pengunaan sendi berlebihan, atau penyakit
sendi sebelumnya.
Pada awalnya, nyeri terjadi bersama gerakan kemudian nyeri juga
dapat terjadi pada saat istirahat. Pemeriksaan menunjukan adanya daerah
nyeri tekan krepitus, berkurangnya rentang gerak, seringnya pembesaran

19

tulang, dan taanda-tanda inflamasi pada saat saat tertentu. Peningkatan


rasa nyeri di iringi oleh kehilangan fungsi progresif keseluruhan
koordinasi dan postur tubuh mungkin terpengaruh sebagai hasil dari nyeri
dan hilangnya mobilitas nodus heberden, walaupun tidak terbatas pada
lansia semua manifestasi osteoarthritis yang sering terjadi.pertumbuhan
berlebihan dari tulang yang reaktif terletak pada bagian distal sendi-sendi
interfalang. Nodus heberden merupakan pembengkakan yang dapat di
palpasi yang sering di hubungkan dengan fleksi dan defiasi lateral dari
bagian distal tulang jari. Nodus ini mungkin menjadi nyeri tekan, merah
dan bengkak, sering di mulai dari satu jari dan menyebar ke jari yang lain.
Pada umumnya tidak ada kehilangan fungsi, tetepi klien sering merasa
tertekan sebagai akibat dari perubahan bentuk yang terjadi. (Stanley, 1999)
6) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gangguan kronis ini di mulai dengan menemukan
aktivitas kehidupan sehari-hari yang mungkin ikut berperan terhadap
tekanan pada sendi yang sakit, memberikan alat bantu pada klien, untuk
mengurangi beban berat pada sendi yang sakit, mengajarkan klien untuk
menggunakan alat bantu ini, dan merencanakan penatalaksanaan nyeri
yang sesuai. Jika fisioterapi dan alat bantu tidak mendorong kearah
perbaikan yang berarti dan nyeri yang telah melumpuhkan, operasi
penggantian sendi mungkin di indikasikan.(Stanley, 1999)
c. Gout artritis
1) Pengertian
Gout adalah penyakit serangan akut dari nyeri artritis yang terjadi
sebagai hasil dari peningkatan asam urik serum. Selama serangan gout
akut, inflamasi tualng sendi disebabkan adanya kristal kristal urate
sodium pada tulang sendi. gout diklasifikasikan menjadi 2 yaitu gout
primer dan gout acquired. Gout primer adalah penyakit bawaan sejak lahir
dari metabolisme purine sedankan out acquired adalah disebabkan oleh
medikasi yang mempengaruhi sekresi dari asam uric. Yang termasuk
dalam

medikasi

ini

adalah

golongan

deuretik

thiazide

seperti

hidroklorothiazide. Gout biasanya terjadi pada usia pertengahan atau juga


dapat mempengaruhi pada lansia. Prevalensi gout lebih sering terjadi pada
laki laki dari pada wanita.( Meiner, 2006)

20

2) Manifestasi
Manifestasi klinik gout terdiri dari artritis gout akut, intelklitikal
gout dan gout menahun. Ketiga stadium ini merupakan stadium yang
klasik dan didapat diposisi yang kristal urat.
o Stadium artritis gout akut
Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan yang timbul
sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada
gejala gejala apa apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit
yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat
monoartrikuler dengan keluhan utama berupa nyeri,
bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik
berupa demam, dan menggil dan merasa lelah.
o Stadium interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana
terjadi periode interkritik asimtomatik. Walaupun secara
klinik tidak didapatkan tanda tanda radang akut namun
pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat.
o Stadium artritis gout menahun
Stadium ini umumnya pada pasien mengobati sendiri
sehingga dalam waktu lama tidak berobat secara teratur
pada dokter. Artritis gout menahun biasanya disertai tofi
yang banyak dan terdapat poliartrikuler. Tofi ini sering
pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang kadang
dapat timbul infeksi sekunder.
3) Penatalaksanaan
Secara umum penanganan artritis gout adalah memberika edukasi,
pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan di lakukan
secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain,
misalnya

opada ginjal. Pengobatan artritis

gout akut bertujuan

menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obat,


antara

lain

kolkisin,

obat

anti

inflamasi

nonsteroid

(OAINS),

Kortikosteroid, atau hormon ACTH. Obat penurun asam urat seperti


arupurinol atau obat urikosurik tidak boleh di berikan pada stadium akut.
Namun pada pasien yang telah rutin mendapat obat penurun asam urat,
sebaiknya tetap di berikan. Pemberian OAINS dapat pula di berikan. Dosis

21

tergantung dari jenis OAINS yang di pakai. Di samping efek anti inflamasi
obat ini juga mempunyai efek analgetik. Jenis OAINS yang banyak di
pakai pada artriris gout akut adalah indometasin. Dosis obat ini adalah
150/200 mg/hari selama 2-3 hari dan di lanjutkan 75-100 mg/hari sampai
minggu berikutnya atau sampai nyeri atau peradangan berkurang.
Kortikosteroid dan ACTH di berikan apabila kolkisin dan OAINS tidak
efektif atau merupakan kontraindikasi. Pemakaian kortikosteroid pada
gout dapat di berikan oral atau parenteral. Indikasi pemberian adalah pada
artritis gout akut yang mengenai banyak sendi (poliartikular). Pada
stadium interkritik dan menahun tujuan pengobatan adalah untuk
menurunkan kadar asam urat, sampai kadar normal guna mencegah
kekambuhan. Penurunan kadar asam urat di lakukan dengan pemberian
diet rendah purin dan pemakaian obat alupurinol bersama obat orikusurik
yang lain. ( Aru W.Sudoyo.2006).
4.2. Osteoporosis
1) Pengertian
Osteoporosis pada umumnya adalah tentang penyakit rapuh
tulang dan dibedakan oleh pengurangan massa dan kekuatan
tulang. Tulang terus-menerus memperbaiki diri dan proses
melindungi tulang tetap konstan. Sel tulang yang tua diabsorbsi
oleh osteoklas dan sel tulang yang baru dibentuk osteoblast. Proses
lengkap remodeling membutuhkan waktu 4-8 bulan. Massa tulang
dibentuk saat usia masih muda dengan berat jenis mineral tulang
(BMD = bone mineral density) meningkat sampai kira kira usia
30 tahun, massa tulang dicapai. ( Stanley, 1999)
2) Patofisiologi
Osteoporosis adalah suatu kondisi penurunan massa tulang
secara keseluruhan, merupakan suatu keadaan tidak mampu
berjalan / bergerak, sering merupakan penyakit tulang yang
menyakitkan yang terjadi dalam proporsi endemic. Walaupun
osteoporosis serimg terjadi pada wanita, pria juga berisiko untuk
mengalami osteoporosis. Hilangnya substansi tulang menybabkan
tulang manjadi lemah secara mekanis dan cenderung untuk

22

mengalami fraktur akibat trauma minimal. Ketika kemampuan


Manahan berat badan normal menurun atau tidaka da sebagai
konsekuensi dari penurunan atau gangguan mobilitas, akan terjadi
osteoporosis karena tulang ynag jarang digunakan. Aktivitas
asteoklastik reabsorbsi tulang dan pelepasan kalsium dan fosfor
kemudian dipercepat. (Stanley, 1999)
3) Manifestasi klinis
Fraktur fraktur primer yang paling sering ditemukan pada klien
dengan osteoporosis adalah fraktur vertebra, fraktur tulang
panggul, dan fraktur lengan bawah. Fraktur ini tarjadi salah
satunya akibat dari stress cedera yang berulang ulang atau akibat
trauma akut, yang mungkin memperberat mikro fraktur ini.
Sebagai konsekuensinya, tidak diketahui dengan pasti factor apa
yang memulai terjadinya fraktur panggul. Fraktur osteoporosis
cenderung barkelompok, dan kejadian satu jenis fraktir pada
umumnya menunjukan bahwa seorang pasien berisiko tinggi
mengalami fraktur pada lokasi yang lain.
Fraktur vertebra dan lengan bagian bawah cenderung
terjadi lebih awal dalam hidup dibandingkan fraktur panggul.
Fraktur membatasi mobilitas dan menempatkan pasien pada risiko
tinggi untuk mengalami kemunduran status fungsional dan
perkembangan

komplikasi

selanjutnya

akibat

keterbatasan

mobilitas. (Stanley, 1999)


4) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan untuk osteoporosis termasuk
pencegahan melalui pendidikan kesehatan dengan menekankan
pada pengurangan fraktur risiko, asupan kalsium dan nutrisi yang
adekuat, aktivitas fisik dan terapi sulih hormone.
Lansia yang tinggal diinstitusi, yang mengalami gangguan
mobilitas, terutama sangat rentan osteoporosis meningkat dengan
cepat dari hari ketiga sampai minggu ketiga dari immobilisasi dan
mencapai puncaknya selama minggu keliama atau keenam.
Namun, dengan ambulasi, mineral tulang disimpan kembali dengan

23

kecepatan hanya !% setiap bulanya, tekankan pentingnya


pencegahan kehilangan awal. (Aru W. Sudoyo, 2006)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

24

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang dalam bergerak secara bebas dan


mandiri.Perubahan mobilisasi pada lansia meliputi gangguan imobilisasi,
intoleransi aktifitas dan sindrom disuse.
Hal-hal tersebut dapat terjadi dikarnakan berbagai factor baik internal
maupun eksternal.
Untuk penanganannyapun terdapat 3 fase yaitu dari upaya pencegahan
primer, pencegahan sekunder hingga pencegahan tersier.Tergantung skor
keparahan imobilisasi atau perubahan mobilitas lansia.
Perubahan fungsi musculoskeletal pada lansia meliputi berubahnya system
skeletal, muscular, dan sendi.
Beberapa ganguan musculoskeletal yang sering terjadi pada lansia adalah
rematik dan osteoporosis. Dimana rematik diklasifikasikan men jadi 3 yaitu
Rhematoid Artritis, Osteoartritis, dan Gout arthritis.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi
musculoskeletal disesuaikan dengan gangguan dan perubahan yang dialami lansia
tersebut.
B. Saran

Saran kami bagi para lansia yang sudah mengalami perubahan mobilitas
akan lebih baik jika terus melatih dan membiasakan mobilisasinya. Hal
tersebut membantu mencegah terjadinya intoleransi aktifitas yang lebih

parah.
Saran kami bagi masyarakat agar lebih memperhatikan kesehatan tulang
dan otot dan tubuh secara keseluruhan selagi dalam usia muda. Hal itu
mampu

memperlambat

proses

penuaan

yang

tentunya

dapat

memperlambat proses perubahan mobilitas ketika berusia lanjut kelak.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. http://bernando18.blogspot.com/2011/10/gangguan-mobilitas-padalansia.html
2. Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses
dan praktik.Edisi 4.Jakarta : EGC.
3. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan
intervensi NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.

26

4. http://www.minangforum.com/Thread-Perubahan-anatomik-organ-tubuhpada-penuaan
5. mickey & patricia. 2006. Buku ajar keperawatan gerontik. Edisi 2 . Jakarta :
EGC.
6. http://texbuk.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-danperubahan_5791.html

27

Anda mungkin juga menyukai