Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN CANCER COLON


A. PENGERTIAN
Kanker kolorektal adalah kanker yang berasal dalam permukaan usus besar
(kolon) atau rektum/rektal, umumnya kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan sel
yang tidak ganas terdapat adenoma atau berbentuk polip. Kanker kolon adalah suatu
bentuk keganasan dari masa abnormal/neoplasma yang muncul dari jaringan epithelial
dari colon (Brooker, 2001 : 72). Kanker kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker
yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum (Boyle & Langman, 2000 : 805).
Kanker kolon adalah pertumbuhan sel yang bersifat ganas yang tumbuh pada
kolon dan menginvasi jaringan sekitarnya (Tambayong, 2000 : 143).
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kanker kolon
adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan jaringan
sehat disekitar kolon (usus besar). Adenoma atau polip pada kolorektal dapat diangkat
dengan mudah hanya saja jarang menimbulkan gejala apapun, sehingga tidak terdeteksi
dalam waktu cukup lama hingga berkembang menjadi kanker kolorektal. Kanker
kolorektal adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix.
Distribusi kanker pada kolon adalah 20% terdapat di sepanjang kolon asenden, 10% di
kolon transversum, 15% di kolon desenden, dan 50 % di rektosigmoideus. Kanker
kolorektal adalah kanker ketiga yang paling sering didiagnosis pada pria dan wanita dan
tertinggi kedua penyebab kematian akibat kanker di Amerika Serikat. Namun, bila
ditemukan lebih awal, sangat dapat disembuhkan. Jenis kanker ini terjadi ketika sel
abnormal tumbuh di lapisan usus besar (kolon) atau dubur.

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Kanker kolon dapat timbul melalui interaksi antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Polip kolon dapat berdegenerasi menjadi maligna sehingga polip kolon harus
dicurigai. Selain itu, radang kronik kolon seperti kolitis ulserosa atau kolitis amuba
kronik dapat beresiko tinggi menjadi kanker kolorektal. Faktor risiko lainnya antara lain:
1. Peradangan (inflamasi) usus dalam periode lama, seperti : kolitis ulseratif.
2. Riwayat keluarga.

3. Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit


keturunan dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda, ditemukan
polip dalam jumlah sedikit.
4. Familial adenomatous polyposis (FAP) merupakan penyakit keturunan yang
jarang ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan rektum.
5. Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat, makanan dengan kadar lemak
tinggi dan lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan rektal
meningkatkan risiko kanker kolorektal.
6. Diabetes, meningkatkan 40 % berkembangnya kanker kolorektal
7. Rokok dan alkohol
8. Riwayat polip atau kanker kolorektal
C. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari dari 95% ca kolorektal adalah adenokarsinoma. Kanker ini berasal dari
sel glandula yang terdapat di lapisan dinding kolon dan rektum. ca kolorektal di dunia
menempati urutan nomor 3 dalam frekuensinya dan merupakan penyebab kematian
nomor 4 dari kematian karena kanker di dunia. WHO mengestimasikan terjadi 945.000
kasus baru setiap tahun dengan 492.000 kematian.
Ca kolorektal ini lebih sering terjadi di negara maju dibandingkan dengan negara
berkembang. Di negara maju merupakan penyebab tersering kedua dari seluruh tumor
dengan insiden pada semua usia adalah 5%, walaupun

sekarang insiden dan

mortalitasnya sudah berkurang. Insidensinya relatif tinggi pada negara yang intake
daging tinggi seperti Kanada dan Australia sedangkan negara di Mediterania lebih rendah
insidensinya karena lebih banyak mengkonsumsi buah, sayuran, dan ikan.
Ca kolorektal menempati urutan ke-5 kanker terbanyak di Amerika Utara bahkan
di seluruh dunia menempati urutan ke-6 dari keganasan yang paling dominan di dunia.
Berdasarkan survei WHO, di USA, ca kolorektal merupakan penyebab kematian kedua
terbesar akibat kanker. Pada tahun 2002 ditemukan 139.534 orang dewasa yang
didiagnosa menderita kanker usus besar, sebanyak 56.603 di antaranya meninggal dunia.
Survival di seluruh dunia sangat bervariasi tergantung dari fasilitas dan obatobatan yang tersedia. Ketahanan hidup sampai 5 tahun (5 years survival rates) di USA
lebih dari 60% tetapi kurang dari 40% di negara berkembang.

Begitu juga insiden di negara-negara Asia yang kecenderungannya juga


meningkat. Insiden paling tinggi di Jepang dan Korea dibandingkan negara-negara Asia
lainnya.
D. PATOFIOLOGI
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip
adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi
di rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi,
menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah
menyebar kedalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang
berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling
permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti
hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran
genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke
kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak
selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih
normal. Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik
atau sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal.
Penyemaian dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor
meluas melalui serosa atau selama pemotongan pembedahan.
Polip adenoma

Polip maligna

Menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur


sekitarnya

Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang
lain.
Penyebaran kanker kolon dapat melalui 3 cara, yaitu penyebaran secara langsung
ke organ terdekat, melalui sistem limpatikus dan hematogen, serta melalui implantasi sel
ke daerah peritoneal. Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan
bertumbuh sambil menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral.
Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya
misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke
kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati.

Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites.


Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 2030 %
terjadi di sigmoid dan kolon desending (Black dan Jacob, 1997). Kanker kolorektal
terutama adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada
kolon asenden lebih banyak ditemukan daripada pada transversum (dua kali lebih
banyak). Tumor bowel maligna menyebar dengan cara:
1. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya
ke abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat
mengenai bladder, ureter dan organ reproduksi.
2. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paruparu, ginjal dan tulang.
3. Tertanam ke rongga abdomen.
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi kanker kolon secara umum adalah :
1. Perdarahan rektum
2. Perubahan pola BAB
3. Tenesmus
4. Obstruksi intestinal
5. Nyeri abdomen
6. Kehilangan berat badan
7. Anorexia
8. Mual dan muntah
9. Anemia
10. Massa palpasi
Manifestasi klinis sesuai dengan bagian kolon yang terkena kaganasan
Colon Kanan
Nyeri dangkal abdomen.
a.
Anemia
Melena (feses hitam)
Dyspepsia
Nyeri di atas umbilicus
b.
Anorexia, nausea, vomiting
Rasa tidak nyaman diperut kanan
c.
bawah
d.
h. Teraba massa saat palpasi
e.
i. Penurunan BB
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Colon Kiri
Obstruksi (nyeri abdomen
a.

Rektal/Rectosigmoid
Evakuasi feses yang

dan kram, penipisan feses, tidak

lengkap

setelah

konstipasi dan distensi )


defekasi.
Adanya darah segar dalam
b.
Konstipasi dan diare
feses.
Perdarahan rektal
Perubahan pola BAB
Obstruksi intestine

(Smeltzer dan Bare, 2002 dan Black dan Jacob, 1997)

bergantian.
c. Feses berdarah.
d.
Perubahan kebiasaan
e.

defekasi.
Perubahan BB

Aspek klinis

Kolon kanan
Kolitis

Kolon kiri
Obstruksi

Rektum
Proktitis

Nyeri

Karena penyusupan

Karena obstruksi

Karena tenesmi

Defekasi

Diare /diare berkala

Konstipasi progresif

Tenesmi terusmenerus

Obstruksi

Jarang

Hampir selalu

Tidak/jarang

Darah pada

Okul

Okul /makroskopik

Makroskopik

Feses

Normal/diare

Normal

Perub bentuk

Dispepsi

Sering

Jarang

Jarang

Memburuknya

Hampir selalu

Lambat

Lambat

Hampir selalu

Lambat

Lambat

feses

keadaan umum
Anemia

F. KLASIFIKASI DAN STADIUM


1. Duke
a.

Stadium 0 (carcinoma in situ)

Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.
b. Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga
(submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum
c.

menyebar keluar dari dinding kolon/rektum (Duke A).


Stadium II
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus
kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah

bening (Duke B).


d. Stadium III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada
organ tubuh lainnya (Duke C).
e. Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).

2. Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)


Stadium
0
I

T
Tis
T1

N
N0
N0

M
M0
M0

Duke
A

II A

T2
T3

N0
N0

M0
M0

II B
III A

T4
T1-T2

N0
N1

M0
M0

III B

T3-T4

N1

M0

III C
IV

Any T
Any T

N2
Any N

M0
M1

Keterangan
T

: Tumor primer

Tx

: Tumor primer tidak dapat di nilai

T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer


Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina
propria
T1 : Tumor menyebar pada submukosa
T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke
dalam jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.
T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi
peritoneum viseral.
N

: Kelenjar getah bening regional/node

Nx

: Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai

N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening


N1

: Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional

N2

: Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening

: Metastasis

Mx : Metastasis tidak dapat di nilai

M0 : Tidak terdapat metastasis


M1 : Terdapat metastasis
3. Klasifikasi Histologi
a. Adenocarcinoma (berdifferensiasi baik, sedang, buruk).
b. Adenocarcinoma musinosum (berlendir)
c. Signet Ring Cell Carcinoma.
d. Carcinoma sel skuamosa.
e. Carsinoma recti
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Palpasi Abdomen. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila
teraba menunjukkan keadaan sudah lanjut. Apabila ada massa, massa di dalam sigmoid
lebih jelas teraba daripada massa di bagian lain kolon
2. Fecal occult blood test, pemeriksaan darah samar feses di bawah mikroskop
3. Colok dubur. Untuk mengetahui letak, luas dan mobilitas tumor.
Tonus sfingter ani (keras atau lembek)
Mukosa (kasar, kaku, licin atau tidak)
Ampula rektum (kolaps, kembung, atau terisi feses)
4. Tumor dapat teraba atau tidak, mudah berdarah atau tidak, jarak dari garis anorektal
sampai tumor, lokasi, pergerakan dari dasar, permukaan, lumen yang dapat ditembus
jari, batas atas, dan jaringan sekitarnya
5. Barium enema, pemeriksaan serial sinar x pada saluran cerna bagian bawah,
6.

sebelumnya pasien diberikan cairan barium ke dalam rektum


Endoskopi (sigmoidoscopy atau colonoscopy), dengan menggunakan teropong,
melihat gambaran rektum dan sigmoid adanya polip atau daerah abnormal lainnya
dalam layar monitor. Sigmoidoskopi atau kolonoskopi adalah test diagnostik utama
digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian dilakukan biopsy jaringan.
Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50 % sampai 65 % dari kanker kolorektal.
Pemeriksaan enndoskopi dari kolonoskopi direkomendasikan untuk mengetahui lokasi
dan biopsy lesi pada klien dengan perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan
visualisasi sekum, barium enema mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak

membesar, merah, ulseratif sentral, seperti penyakit divertikula, ulseratif kolitis


7. Biopsi, tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan pemeriksaan
di bawah mikroskop.
8. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan selsel darah merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum untuk test
diagnostik selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal.

9. Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena semua
kanker kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
10. CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di membran sel
pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat dideteksi oleh
radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Karena test ini
tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari separuh klien dengan
lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skreening atau test diagnostik dalam
pengobatan penyakit. Ini terutama digunakan sebagai prediktor pada prognsis
postoperative dan untuk deteksi kekambuhan mengikuti pemotongan pembedahan
(Way, 1994).
11. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat meninggi,
indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein,
kalsium, dan kreatinin.
12. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan lokasi
tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus bagian bawah,
kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau gangguan
pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan pola mukosa normal hilang.
Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor kolon, sinar-X tidak nyata dalam
mendeteksi rektum
13. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
14. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai
organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
15. Whole-body PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan diagnostik yang
paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang timbul kembali).
16. Pemeriksaan DNA Tinja.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Medis
a. Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan
nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terapi komponen
darah dapat diberikan. Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi
yang berhubungan. Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam

bentuk pendukung atau terapi anjuran. Terapi anjuran biasanya diberikan selain
pengobatan bedah yang mencakup kemoterapi, terapi radiasi, dan imunoterapi.
b. Terapi radiasi: sering digunakan sebelum pembedahan untuk menurunkan ukuran
tumor dan membuat mudah untuk direseksi. Intervensi lokal pada area tumor
setelah pembedahan termasuk implantasi isotop radioaktif ke dalam area tumor.
Isotop yang digunakan termasuk radium, sesium, dan kobalt. Iridium digunakan
pada rektum.
c. Kemoterapi: kemoterapi dilakukan untuk menurunkan metastasis dan mengontrol
manifestasi yang timbul. Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan (5flourauracil (5-FU)) untuk membunuh sel-sel kanker. Ia adalah suatu terapi
sistemik, yang berarti bahwa pengobatan berjalan melalui seluruh tubuh untuk
menghancurkan sel-sel kaker. Setelah operasi kanker usus besar, beberapa pasien
mungkin mengandung microscopic metastasis (foci yang kecil dari sel-sel kanker
yang tidak dapat dideteksi). Kemoterapi diberikan segera setelah operasi untuk
menghancurkan sel-sel mikroskopik (adjuvant chemotherapy).
2. Bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebayakan kanker kolorektal. Tipe
pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan
pilihan, sebagai berikut:
a. Pada tumor sekum dan kolon asenden
Dilakukan hemikolektomi kanan, lalu anastomosis ujung ke ujung. Pada
tumor di fleksura hepatika dilakukan juga hemikolektomi, yang terdiri dari
reseksi bagian kolon yang diperdarahi oleh arteri iliokolika, arteri kolika
kanan, arteri kolika media termasuk kelenjar limfe dipangkal arteri
mesentrika superior.
b. Pada tumor transversum
Dilakukan reseksi kolon transversum (transvesektomi) kemudian dilakukan
anastomosis ujung ke ujung. Kedua fleksura hepatika dan mesentrium daerah
arteria kolika media termasuk kelenjar limfe.
c. Pada Ca Colon desenden dan fleksura lienalis
Dilakukan hemikolektomi kiri yang meliputi daerah arteri kolika kiri dengan
kelenjar limfe sampai dengan di pangkal arteri mesentrika inferior.
d. Tumor rectum

Pada tumor rectum 1/3 proximal dilakukan reseksi anterior tinggi (12-18 cm
dari garis anokutan) dengan atau tanpa stapler. Pada tumor rectum 1/3 tengah
dilakukan reseksi dengan mempertahankan spingter anus, sedangkan pada
tumor 1/3 distal dilakukan reseksi bagian distal sigmoid, rektosigmoid,
rektum melalui abdominal perineal (Abdomino Perineal Resection/APR),
kemudian dibuat end colostomy. Reseksi abdoperineal dengan kel.
retroperitoneal menurut geenu-mies. Alat stapler untuk membuat anastomisis
di dalam panggul antara ujung rektum yang pendek dan kolon dengan
mempertahankan anus dan untuk menghindari anus pneternaturalis. Reseksi
anterior rendah (Low Anterior Resection/LAR) pada rektum dilakukan
melalui laparatomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat
anastomisis kolorektal/koloanal rendah.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama , umur , jenis kelamin , alamat rumah,
agama , suku , bangsa , status perkawinan , pendidikan , nomer registrasi , pekerjaan
pasien dan nama orang tua / istri/ suami .
2. Riwayat Kesehatan
Riwayat Ca pada klien diperoleh perawat berdasarkan usia dan jenis kelamin,sejarah
diet dan keadaan dari letak geografi diet. Sebagian besar resiko yang menjadi
pertanyaan perawat :
a. Sejarah dari keluarga terhadap Ca colorektal
b. Radang usus besar
c. Penyakit Crohns
d. Familial poliposis
e. Adenoma
Perawat bertanya tentang perubahan kebiasaan pada usus besar seperti diare dengan
atau tanpa darah pada feces klien mungkin merasa perutnya terasa penuh ,nyeri atau
berat badan turun tetapi biasanya hal tersebut terlambat ditemukan .
3. Pemeriksaan Fisik.
Tanda-tanda Ca Colorektal tergantung pada letak tumor.Tanda-tanda yang biasanya
terjadi adalah :
a. Perdarahan pada rektal
b. Anemia
c. Perubahan feces

Kemungkinan darah ditunjukan sangat kecil atau lebih hidup seperti mahoni atau
bright-red stooks.Darah kotor biasanya tidak ditemukan tumor pada sebelah kanan
kolon tetapi biasanya ( tetapi bisa tidak banyak ) tumor disebelah kiri kolon dan
rektum.
Hal pertama yang ditunjukkan oleh Ca Colorectal adalah :
a. Teraba massa
b. Pembuntuan kolon sebagian atau seluruhnya
c. Perforasi pada karakteristik kolon dengan distensi abdominal dan nyeri
Ini ditemukan pada indikasi penyakit Cachexia.
4. Pemeriksaan Psikososial.
Orang-orang sering terlambat untuk mencoba perawatan kesehatan karena khawatir
dengan diagnosa

kanker. Kanker biasanya berhubungan dengan kematian dan

kesakitan. Banyak orang tidak sadar dengan kemajuan pengobatan dan peningkatan
angka kelangsungan hidup. Deteksi dini adalah cara untuk mengontrol Ca colorectal
dan keterlambatan dalam mencoba perawatan kesehatan dapat mengurangi kesempatan
untuk bertahan hidup dan menguatkan kekhawatiran klien dan keluarga klien.
Orang-oarang yang hidup dalam gaya hidup sehat dan mengikuti oedoman kesehatan
mungkin merasa takut bila melihat pengobatan klinik, klien ini mungkin merasa
kehilangan kontrol, tidak berdaya dan shock. Proses diagnosa secara umum meluas dan
dapat menyebabkan kebosanan dan menumbuhkan kegelisahan pada pasien dan
keluarga pasien. Perawat membolehkan klien untuk bertanya dan mengungkapkan
perasaanya selama proses ini.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Nilai hemaglobin dan Hematocrit biasanya turun dengan indikasi anemia. Hasil tes
Gualac positif untuk accult blood pada feces memperkuat perdarahan pada GI Tract.
Pasien harus menghindari daging, makanan yang mengandung peroksidase ( Tanaman
lobak dan Gula bit ) aspirin dan vitamin C untuk 48 jam sebelum diberikan feces
spesimen. Perawat dapat menilai apakah klien pada menggumakan obat Non steroidal
anti peradangan ( ibu profen ) Kortikosteroid atau salicylates. Kemudian perawat dapat
konsul ke tim medis tentang gambaran pengobatan lain.
Makanan-makanan dan obat-obatan tersebut menyebabkan perdarahan. Bila
sebenarnya tidak ada perdarahan dan petunjuk untuk kesalahan hasil yang positif. Dua
contoh sampel feses yang terpisah dites selama 3 hari berturut-turut, hasil yang negatif

sama sekali tidak menyampingkan kemungkinan terhadap Ca colorektal. Carsinoma


embrionik antigen (CEA) mungkin dihubungkan dengan Ca colorektal, bagaimanapun
ini juga tidak spesifik dengan penyakit dan mungkin berhubungan dengan jinak atau
ganasnya penyakit. CEA sering menggunakan monitor untuk pengobatan yang efektif
dan mengidentifikasi kekambuhan penyakit
6. Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan
mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan
pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil
kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum
dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari
penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh
yang sudah metastasis.
7. Pemeriksaan Diagnosa lainnya.
Tim medis biasanya melakukan

sigmoidoscopy

dan

colonoscopy

untuk

mengidentifikasi tumor. Biopsi massa dapat juga dilakukan dalam prosedur tersebut.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia misalnya penggunaan
obat-obat farmasi, hipoksia, lingkungan terapeutik yang terbatas misalnya stimulus
sensori yang berlebihan ; stress fisiologis.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan tubuh
secara oral, pengeluaran integritas pembuluh darah
c. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan, trauma muskuloskletal, kehancuran
yang terus-menerus (misalnya lokalisasi)
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pembedahan.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual / muntah
f. Konstipasi berhubungan dengan penurunan asupan cairan dan serat, kelemahan otot
abdomen sekunder akibat mekanisme kanker kolon.
g. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang
berarti, krisis stuasi atau krisis maturasi

K. Rencana asuhan keperawatan


No
1.

Diagnosa keperawatan
Perubahan proses piker

Tujuan dari kriteria hasil


Tujuan : meningkatkan tingkat

Rencana Tindakan
Orientasikan kembali pasien

berhubungan dengan gangguan kesadarn.

secara terus-menerus setelah

aktivitas dan kerja kognitif

Criteria hasil: pasien mampu

keluar dari pengaruh anastesi ;

(misalnya, pikiran sadar,

mengenali keterbatasan diri dan

nyatakan bahwa operasi telah

orientasi realita, pemecahan

mencari sumber bantuan sesuai

selesai dilakukan

masalah, dan penilaian yang

kebutuhan.

terjadi pada individu)

Bicara dengan pasien dengan

suara yang jelas dan normal tanpa

membentak, sadar penuh akan ap


yang di ucapkan
Gunakan bantalan pada tepi
tempat tidur, lakukan pengikatan

jika diperlukan
2.

Kekurangan volume cairan

Tujuan : keseimbangan cairan

Ukur dan catat pemasukan dan

berhubungan dengan

tubuh adekuat

pengeluaran. Tinjau ulang catatan

pembatasan pemasukan cairan

Criteria hasil : tidak ada tanda-

intra operasi.

tubuh secara oral

tanda dehidrasi (tanda-tanda vital


stabil, kualitas denyut nadi baik,
turgor kulit normal, membrane

Kaji pengeluaran urinarius,

mukosa lembab dan pengeluaran

terutama untuk tipe prosedur

urine yang sesuai)

operasi yang di lakukan

Pantau tanda-tanda vital

Pantau suhu kulit, palpasi


denyut perifer.

3.

Nyeri berhubungan dengan

Tujuan : pasien mengatakan

insisi pembedahan, trauma

bahwa rasa nyeri telah terkontrol

reguler, catat karakteristik, lokasi

musculoskeletal

atau hilang.

dan intensiltas (0-10)

Criteria hasil : pasien tampak

Evaluasi rasa sakit secara

Kaji tanda-tanda vital,

rileks, dapat beristirahat / tidur

perhatikan takikardi, hipertensi

dan melakukan pergerakan yang

dan peningkatan pernapasan,

berarti sesuai toleransi.

bahkan jika pasien menyangkal


adanya rasa sakit.
Berikan iinformasikan

mengenai sifat ketidaknyamanan,


sesuai kebutuhan
Observasi efek analgetik

4.

Kerusakan integritas kulit

Tujuan : mencapai penyembuhan

berhubungan dengan

luka pada waktu yang sesuai.

perubahan keadaan kulit yang

Criteria hasil :

tidak di inginkan

tidak ada tanda-tanda infeksi


seperti pus
luka bersih tidak lembab dan
tidak kotor
tanda-tanda vital dalam batas

Kaji kulit dan identifikasi pad


tahap perkembangan luka
Kaji lokasi, ukuran, warna,
bau, serta jumlah dan tipe cairan
luka
Pantau peningkatan suhu
tubuh

normal atau dapat di toleransi.


Jika pemulihan tidak terjadi
kolaborasi tindakan lanjutan,
misalnya debridement.
Setelah debridement, ganti

balutan sesuai dengan kebutuhan.


Kolaborasi pemberian
5.

Perubahan nutrisi kurang dari

Tujuan : klien mampu

antibiotik sesuai indikasi


Kaji sejauh mana

kebutuhan tubuh berhubungan

mempertahankan &

ketidakadekuatan nutrisi pasien

dengan mual / muntah

meningkatkan intake nutrisi.


Criteria hasil :
klien akan memperlihatkan
perilaku mempertahankan atau

Timbang berat badan sesuai


indikasi

Anjurkan makan sedikit tapi


sering

meningkatkan berat badan


dengan nilai laboratorium
normal.

Tawarkan minum saat makan


bila toleran

Klien mengrti dan mengikuti


anjuran diet
Tidak ada mual / muntah.

kOlaborasi dengan ahli gizi


pemberian makanan yang

6.

Konstipasi berhubungan

Tujuan : pola eliminasi dalam

bervariasi
kaji warna dan konsistensi

dengan penurunan frekuensi

rentang yang di harapkan : feses

feses, frekuensi, keluarnya flatus,

defekasi yang normal pada

lembut dan berbentuk.

bising usus dan nyeri tekan

seseorang di sertai dengan

Criteria hasil

abdomen

kesulitan keluarnya feses yang

klien akan menunjukkan

tidak lengkap atau keluarnya

pengetahuan akan program

feses yang keras dan kering

defekasi yang di butuhkan

pantau tanda gejala rupture


usus.

melaporkan keluarnya feses


dengan berkurangnya nyeri dan
mengejan
7.

Kaji faktor penyebab

Ansietas berhubungan dengan

Tujuan : ansietas berkurang atau

konstipasi
Kaji dan dokumentasikan

perasaan ketidaknyamanan

terkontrol.

tingkat kecemasan pasien.

yang tidak mudah atau dread

Criteria hasil :

yang di sertai dengan respons


autonomis

klien mampu merencanakan


stategi koping untuk situasi yang
membuat stress.
Klien mampu

Kaji mekanisme koping yan


di gunakan pasien untuk
mengatasi ansietas di masa lalu
Lakukan pendekatan dan
berikan motivasi kepada pasien

mempertahankan penampilan

untuk mengungkapkan pikiran

peran

dan perasaan.

Klien melaporkan tidak ada


gangguan persepsi sensori
Klien melaporkan tidak ada
manisfestasi kecemasan secara
fisik.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. (Edisi III). Jakarta: EGC.
Hafira.2012.Laporan

Pendahuluan

Ca

Kolorektal

(http://manshabarazhafira-

iriantie.blogspot.com/2012/05/laporan-pendahuluan-ca-kolorektal.html, diakses tanggal 9


september 2014).
Holdstock,H. Ahli bahasa : Petrus Andrianto. 1991. Atlas Bantu Gastroenterologi dan Penyakit
Hati. Jakarta : Hipokrates
Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta:Gosyen
Publishing
Smeltzer and Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi VIII). akarta: EGC.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddarrth Volume 2 Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Soeparman. 1994. Ilmu penyakit dalam (Jilid I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Diposkan oleh Daek Chin di 02.05

Anda mungkin juga menyukai