Anda di halaman 1dari 16

PRESENTASI KASUS

MELENA

Diajukan kepada Yth:


dr. Mamun, Sp. PD

Disusun oleh :
Sania Nadianisa M.

G4A014002

Shofa Shabrina H.

G4A014004

Sarah Shafira Aulia R.

G4A014005

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

2014

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
MELENA

Disusun Oleh :
Sania Nadianisa M.

G4A014002

Shofa Shabrina H.

G4A014004

Sarah Shafira Aulia R.

G4A014005

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di


bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal :

Dokter Pembimbing :

dr. Mamun , Sp. PD

2014

BAB I
PENDAHULUAN
Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami
perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber
perdarahannya berasal dari esofagus, gaster dan duodenum. Penampilan klinis
pasien dapat berupa hematemesis yaitu muntah darah berwarna hitam seperti
bubuk kopi, melena yaitu buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal,
hematemesis dan melena, serta hematosezia yaitu buang air besar berwarna
merah marun, biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan perdarahan masif
dimana transit time dalam usus yang pendek. Penampilan klinis lainnya yang
dapat terjadi adalah sinkope, instabilitas hemodinamik karena hipovolemik dan
gambaran klinis dari komorbid seperti penyakit hati kronis, penyakit paru,
penyakit jantung, penyakit ginjal, dan lain-lain.
Di negara barat insidensi perdarahan akut saluran cerna bagian atas
mencapai 100 per 100.000 penduduk/tahun, laki-laki lebih banyak dari wanita.
Insidensi ini meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Di Indonesia
kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui. Dari catatan medik
pasien-pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam RS Hasan Sadikin
Bandung pada tahun 1996-1998, pasien yang dirawat karena perdarahan SCBA
sebesar 2,5% - 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bagian penyakit
dalam.
Berbeda dengan di negara barat dimana perdarahan karena tukak peptik
menempati urutan terbanyak maka di Indonesia perdarahan karena ruptura
varises gastroesofagei merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%,
gastritis erosiva hemoragika sekitar 25- 30%, tukak peptik sekitar 10-15% dan
karena sebab lainnya < 5%. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu
sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60%
sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebagian
besar penderita perdarahan saluran cerna bagian atas meninggal bukan karena
perdarahannya itu sendiri melainkan karena penyakit lain yang ada secara
bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati
kronis, pneumonia dan sepsis.
1

BAB II
STATUS PENDERITA
A.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Status
Pekerjaan
Tanggal masuk
Tanggal pemeriksaan

:
:
:
:
:
:
:
:
:

Ny. M
74 Tahun
Perempuan
Sambeng Kulon RT 02/03, Kembaran
Islam
Menikah
Ibu Rumah Tangga
17 November 2014
18 November 2014

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama

: BAB berdarah

Keluhan Tambahan

: Nyeri perut dan tubuh lemas

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan BAB berdarah dan
berwarna kecoklatan sejak 2 hari yang lalu. Sebelumnya darah segar keluar
menetes saat BAB, namun sekarang sudah tidak lagi. BAB lebih dari tiga
kali sehari dengan konsistensi cair. Setelah BAB pasien merasa anus terasa
perih. Pasien memiliki riwayat penyakit wasir. Pasien juga mengeluhkan
nyeri perut di bagian perut tengah bagian atas dan tubuh terasa lemas.
Riwayat Penyakit Dahulu
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Riwayat keluhan yang sama


Riwayat hipertensi
Riwayat DM
Riwayat penyakit jantung
Riwayat alergi
Riwayat mondok

: Diakui
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Riwayat keluhan yang sama


Riwayat sakit kuning
Riwayat hipertensi
Riwayat DM
Riwayat penyakit jantung
Riwayat penyakit ginjal

: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
2. Kesadaran
3. Vital sign
17 November 2014
Tekanan Darah
Nadi
Respiration Rate
Suhu
18 November 2014
Tekanan Darah
Nadi
Respiration Rate
Suhu

: Lemas
: Compos Mentis
: 120/60 mmHg
: 73 x/menit
: 26 x/menit
: 36 0C
: 120/50 mmHg
: 80 x/menit
: 16 x/menit
: 36,5 0C

4. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)
2) Rambut
Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut dan terdistribusi merata
3) Mata
Simetris, konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
4) Telinga
Discharge (-), deformitas (-)
5) Hidung
Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)
6) Mulut
Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Palpasi : JVP 5+2 cm
c. Pemeriksaan thoraks
Paru
Inspeksi
: Dinding dada tampak simetris, tidak tampak
ketertinggalan gerak antara hemithoraks kanan dan
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

kiri, kelainan bentuk dada (-)


: Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri
: Perkusi orientasi selurus lapang paru sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD
: Suara dasar vesikuler +/+
Ronki basah halus -/Ronki basah kasar -/Wheezing -/-

Jantung
3

Inspeksi
Palpasi
Perkusi

Auskultasi

: Ictus Cordis tampak di SIC V 2 jari medial LMCS


Pul epigastrium (-), pul parasternal (-).
: Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS
dan kuat angkat (-)
: Batas atas kanan
: SIC II LPSD
Batas atas kiri
: SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri
: SIC V 2 jari medial LMCS
: S1>S2 reguler; Gallop (-), Murmur (-)

d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi
: Datar
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Perkusi
: Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi
: Nyeri tekan (+), undulasi (-), nyeri Ketok CVA (-)
Hepar
: Tidak teraba
Lien
: Tidak teraba
e. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan

Ekstremitas
superior
Dextra Sinistra
+
+
-

Edema
Sianosis
Akral dingin
Reflek fisiologis
Reflek patologis

D.

Ekstremitas inferior
Dextra
+
-

Sinistra
+
-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.

Laboratorium darah tanggal 17 November


2014
Hemoglobin

: 11.2 g/dL

Leukosit

: 10380 /uL

Hematokrit

: 30 %

Eritrosit

: 3.8x106 /uL

Trombosit

: 208000 /uL

Ureum

: 36.7 mg/dL

Kreatinin

: 0.99 mg/dL

PT

: 20 U/L

APTT

: 26 U/L

GDS

: 119 mg/dL

Na

: 129 mmol/L

: 2.9 mmol/L

Cl

: 99 mmol/L

b.

Laboratorium darah tanggal 18 November


2014
PT
APTT
HBSAG

c.
Kesimpulan

E.

: 10.2 U/L
: 43.5 U/L
: non reaktif
Esofagogastroduodenoskopi
: Ulkus ventrikuli gaster.

RESUME
1. Anamnesis
Keluhan Utama

: BAB berdarah

Keluhan Tambahan

: Nyeri perut dan tubuh lemas

RPS

: Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan


BAB berdarah dan berwarna kecoklatan sejak 2
hari yang lalu. Sebelumnya darah segar keluar
menetes saat BAB, namun sekarang sudah tidak
lagi. BAB lebih dari tiga kali sehari dengan
konsistensi cair. Setelah BAB pasien merasa anus
terasa perih. Pasien memiliki riwayat penyakit

wasir. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut di


bagian perut tengah bagian atas dan tubuh terasa
lemas.
RPD

: Keluhan yang sama diakui

RPK

: Disangkal

2. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum
- Kesadaran
- Vital sign

: Lemas
: Compos Mentis

Vital Sign
Tekanan Darah
Nadi
Respiratory Rate
Suhu

17 November 2014
120/60
73x/m
26x/m
36 0C

Leher

: JVP 5+ 2 cmH2O
Jantung : Ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari medial

LMCS dan kuat angkat (-)


3. Pemeriksaan penunjang
- Hemoglobin : rendah
- Hematokrit : rendah
- Eritrosit
: rendah
- APTT
: rendah
- Natrium
: rendah
- Kalium
: rendah

F. DIAGNOSIS KERJA
Melena e.c ulkus gaster
G.

TERAPI
Farmakologis:
1.
2.
3.
4.
5.

H.

IVFD RL 20 tpm
Inj. Omeprazol 2x1 amp. (IV)
Inj. Kalnex 3x1 amp. IV
Inj. Vit. K 1x1 amp. IV
P.o. Braxidin 2x1 tab

PROGNOSIS
Ad vitam

18 November 2014
120/50
80x/m
16x/m
36,5 0C

: dubia ad bonam
6

Ad sanationam

: dubia ad bonam

Ad functionam

: dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan
lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta
dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari
konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Melena dapat
disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau dyspnea (Laine,
L., 2008; Price, 2006).
B. Etiologi
1. Kelainan di esophagus
7

a.

Varises Esofagus
Pada umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif
(Riechter, 1999).

b.

Karsinoma Esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena. Pasien
mengeluh disfagia, badan mengurus, dan anemis. Pada pemeriksaan
endoskopi jelas terlihat gambaran karsinoma yang hampir menutup
esofagus dan mudah berdarah yang terletak di sepertiga bawah
esofagus (Hadi, 2002).

c.

Sindroma Mallory Weiss


Mallory- Weiss Tear muncul pada bagian distal esophagus di
bagian gastroesophageal junction. Perdarahan muncul ketika luka
sobekan telah melibatkan esophageal venous atau arterial plexus.
Pasien dengan hipertensi portal dapat meningkatkan resiko daripada
perdarahan oleh Mallory-Weiss Tear dibandingkan dengan pasien
hipertensi non-portal (Jutabha et al., 2003).

d.

Esofagitis dan tukak Esofagus


Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering
bersifat intermitten atau kronis dan biasanya ringan, sehingga sering
timbul melena. Tukak di esofagus jarang sekali mengakibatkan
perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum
(Hadi, 2002).

2. Kelainan di Lambung
a. Gastritis erosif hemoragika
Penyebab terbanyak adalah akibat obat-obatan yang mengiritasi
mukosa

lambung

atau

obat

yang

merangsang

timbulnya

tukak (ulcerogenic drugs). Gastritis erosiva hemoragika merupakan


urutan kedua penyebab perdarahan saluran cerna atas. Pada endokopi
tampak erosi di angulus, antrum yang multipel, sebagian tampak
bekas perdarahan atau masih terlihat perdarahan aktif di tempat erosi.
Di sekitar erosi umumnya hiperemis, tidak terlihat varises di
esophagus dan fundus lambung (Hadi, 2002; Riechter, 1999).
b.

Tukak Lambung

Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu


hati (Hadi, 2002).
c.

Karsinoma Lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat
jarang dan pada umumnya datang berobat sudah dalam fase lanjut,
dan sering mengeluh rasa pedih,nyeri di daerah ulu hati, sering
mengeluh merasa lekas kenyang, dan badan menjadi lemah (Hadi,
2002).

2. Penegakan Diagnosis
Prinsip-prinsip

penegakan

diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (Djumhana, 2011).


1. Anamnesis :
Riwayat

penyakit

hati

kronis,

riwayat

dispepsia,

riwayat

mengkonsumsi NSAID, obat rematik, alkohol, jamujamuan, obat untuk


penyakit jantung, obat stroke, riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit
paru, dan adanya perdarahan ditempat lainnya.
2. Pemeriksaan fisik:
Dalam pemeriksaan fisik yang pertama harus dilakukan adalah
penilaian ABC (Airway-Breathing-Circulation) pasien. Khusus untuk
penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi
jumlah perdarahan.
a.

Perdarahan < 8%

: hemodinamik stabil

b.

Perdarahan 8%-15%

: hipotensi ortostatik

c.

Perdarahan 15-25%

: renjatan (shock)

d.

Perdarahan 25%-40%

: renjatan + penurunan kesadaran

e.

Perdarahan >40%

: moribund

Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu mencari stigmata


penyakit hati kronis (ikterus, spider nevi, asites, splenomegali, eritema
palmaris, edema tungkai), massa abdomen, nyeri abdomen, rangsangan
peritoneum,

penyakit

paru,

penyakit

jantung,

penyakit

rematik.

Pemeriksaan colok dubur (rectal toucher) juga dapat dilakukan karena


warna feses itu sendiri mempunyai nilai prognostik.

3. Pemeriksaan Penunjang :
Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold
standard. Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula
untuk terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera (bukan prosedur
emergensi), dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien
masuk dan keadaan hemodinamik stabil. Tidak ada keuntungan yang nyata
bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan
endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan melena dapat
ditentukan lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya.
Pada beberapa keadaan dimana pemeriksaan endoskopi tidak dapat
dilakukan, pemeriksaan dengan kontras barium (OMD) dapat dilakukan.
Untuk pasien yang tidak mungkin dilakukan endoskopi dapat dilakukan
pemeriksaan dengan angiografi atau skintigrafi. Pemeriksaan lain yang
sering dilakukan antara lain laboratorium darah lengkap, faal hemostasis,
faal hati, faal ginjal, gula darah, elektrolit, golongan darah, rontgen
thoraks, dan elektrokardiografi.
Ulkus peptikum
Gastritis erosif
Varises esofagus
3. Patofisiologi
Ruptur mukosa esofagogastrika

Erosi

Perdarahan di proksimal
Pertahanan mukosa menurun
Sekresi mukus sedikit
Barier terhadap asam lambung
menurun

Kontak darah dengan asam hidroklorida


dan bakteri melewati traktus
gastrointestinal
Konversi
Pembentukan hematin
10
BAB berwarna
hitam

Gambar 1. Patofisiologi Melena (Porter et al., 2008).


4.

Penatalaksanaan
Pengelolaan pasien dengan melena meliputi tindakan umum dan
tindakan khusus antara lain (Djumhana, 2011):
a.
Tindakan umum:
Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC. Terhadap
pasien yang stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai, pasien dapat
segera dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi. Untuk
pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti:
1)

Pemasangan IV line paling sedikit 2 dengan jarum (kateter) yang


besar minimal no 18. Hal ini penting untuk keperluan transfusi.
Dianjurkan pemasangan CVP.

2)

Oksigen sungkup/ kanula. Bila ada gangguan A-B perlu dipasang


ETT.

3)

Mencatat intake output, harus dipasang kateter urine

4)

Memonitor tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dan keadaan


lainnya sesuai dengan komorbid yang ada.

5)

Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%

6)

Pemberian vitamin K, obat penekan sintesa asam lambung (PPI), dan


terapi lainnya sesuai dengan komorbid

7)

Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan


endoskopi

b. Tindakan Khusus
1)

Varises gastroesofageal

Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif.


o Otreotid
o Somatostatin
o Glipressin (Terlipressin)

Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau


Minesota

Terapi endoskopi

11

o Skleroterapi
o Ligasi
Terapi secara radiologik dengan pemasangan TIPS (Transjugular
Intrahepatic Portosystemic Shunting) dan Perkutaneus obliterasi
spleno porta.

Terapi pembedahan
o Shunting
o Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi
o Devaskularisasi + splenektomi

2)

Tukak peptik

Terapi medikamentosa
o PPI
o Obat vasoaktif

Terapi endoskopi
o Injeksi (adrenalin-saline, sklerosan, glue, etanol)
o Termal (koagulasi, heatprobe, laser)
o Mekanik (hemoklip, stapler)

5.

Terapi bedah.

Komplikasi
a. Intraktibilitas, yaitu ulkus yang membandel, yang berarti bahwa terapi
medik telah gagal mengatasi gejala-gejala secara adekuat. Penderita dapat
terganggu tidurnya oleh nyeri, kehilangan waktu untuk bekerja, sering
memerlukan perawatan di RS atau hanya tidak mampu mengikuti cara
pengobatan.
b. Perdarahan, feses dapat positif akan darah samar atau mungkin hitam dan
seperti ter (melena). Perdarahan massif dapat mengakibatkan hematemesis
(muntah darah), menimbulkan syok dan memerlukan transfusi darah dan
pembedahan darurat.
c. Perforasi
d. Obstruksi, terjadi pada pintu keluar lambung akibat peradangan dan
edema.
12

e. Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut, sindrom


hepatorenal komahepatikum, anemia karena perdarahan. (Davey, 2006).

BAB IV
KESIMPULAN
1. Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan
lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta
dicernanya darah pada usus halus.
2. Etiologi melena dapat berasal dari adanya gangguan di esofagus dan
lambung. Kelainan di esophagus antara lain adanya varises esofagus,
karsinoma esofagus, sindroma Mallory Weiss, esofagitis, dan tukak Esofagus.
Sedangkan kelainan di lambung seperti gastritis erosif hemoragika, tukak
lambung, dan karsinoma lambung.
3. Prinsip-prinsip penegakan diagnosis melena dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dalam prosedur
diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold standard.
4. Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC. Terhadap pasien
yang stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai, pasien dapat segera
dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi.

13

DAFTAR PUSTAKA

Davey, Patrick. 2006. At A Glance: Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga.


Djumhana, A. 2011. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. Makalah.
Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
Jutabha, R., et al. 2003. Acute Upper Gastrointestinal Bleeding dalam Current
Diagnosis & Treatment in Gastroenterology 2 ed. USA: McGraw-Hill
Companies.
Hadi, S. 2002. Gastroenterologi. Bandung: PT Alumni.
Laine, L., 2008. Gastrointestinal Bleeding dalam Harrisons Principles of
Internal Medicine: 17th ed. Vol 1. USA: McGraw-Hill Companies.
Porter, R.S., et al., 2008. The Merck Manual of Patient Symptoms. USA: Merck
Research Laboratories.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Richter, J.M. & K.J. Isselbacher. 1999. Harrison (Prinsip Ilmu Penyakit Dalam)
Jilid I. Jakarta : EGC.

14

Anda mungkin juga menyukai