Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN Kerja Praktek

Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3


Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) adalah salah satu unit kerja di lingkungan
Deputi Bidang Tenaga Energi Nuklir BATAN yang mempunyai tugas melaksanakan penelitian
dan pengembangan teknologi pengelolaan limbah radioaktif sesuai dengan Perka BATAN
Nomor 123 Tahun 2007. Pengelolaan limbah B3 yang dilakukan berdasarkan Peraturan
Pemerintah no. 101/2014 yang mencakup kegiatan reduksi, penyimpanan, pengumpulan, dan
pengangkutan.
Dalam hal pengembangan riset dan teknologi yang dilakukan oleh BATAN, tidak dapat
dihindarkan penggunaan berbagai bahan/senyawa kimia terutama yang mengandung B3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun). Penggunaan bahan B3 ini menghasilkan sejumlah limbah selama
proses tersebut dan menjadi limbah B3. Limbah B3 ini memerlukan pengelolaan khusus agar
tidak mencemari lingkungan sekitar.
Limbah B3 yang dihasilkan oleh internal BATAN selanjutnya dikoordinir dan dikelola
oleh Bagian Pengolahan Limbah (BPL) dan selanjutnya dikirim ke PPLI untuk pengelolaan
lebih lanjut. Dalam hal ini, limbah B3 yang ditangani khusus internal BATAN Kawasan Nuklir
Serpong saja.
Pada laporan ini dijelaskan lebih rinci tentang pengelolaan limbah B3 yang dilakukan
oleh internal BATAN Kawasan Nuklir Serpong.

1.2 TUJUAN
Tujuan dilaksanakannya kerja praktik di PTLR- BATAN, Serpong adalah untuk melaksanakan
salah satu kuliah pada kurikulum program S1 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil
dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Adapun secara rinci tujuan
kerja praktik adalah sebagai berikut
1. Memperoleh gambaran nyata tentang penerapan atau implementasi dari ilmu atau teori
pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun(B3) yang selama ini diperoleh di
bangku kuliah dan membandingkannya dengan sistem pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun di PTLR- BATAN, Serpong.
1

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

2. Menganalisis sumber-sumber, timbulan, serta klasifikasi atau jenis limbah B3 yang ada di
PTLR- BATAN, Serpong.
3. Mempelajari sistem pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun(B3) di PTLRBATAN, Serpong.
4. Mengevaluasi sistem pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun(B3) di PTLRBATAN, Serpong berdasarkan undang-undang atau peraturan-peraturan terbaru yang
terkait dengan pengelolaanLimbah Bahan Berbahaya dan Beracun(B3).

1.3 RUANG LINGKUP


Ruang lingkup dalam pelaksanaan Kerja Praktik di PTLR-BATAN Kawasan Nuklir Serpong ini
terbatas pada sistem pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang telah
diterapkan di PTLR BATAN Kawasan Nuklir Serpong, yang mengacu pada undang-undang atau
peraturan-peraturan terbaru yang terkait dengan pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3).

1.4 WAKTU DAN PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK


Kerja praktek dilaksanakan selama 1 bulan hari kerja mulai 27 Juli 2015 hingga 21 Agustus 2015
dan dilaksanakan di PTLR Bidang Pengolahan Limbah BATAN Kawasan Nuklir Serpong yang
berlokasi di kawasan PUSPITEK Serpong, Gedung 50 Tangerang Selatan Banten.

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

BAB II
GAMBARAN UMUM INSTANSI
2.1 Profil PTLR BATAN
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) adalah unit organisasi di bawah BADAN
TENAGA NUKLIR NASIONAL (BATAN) yang bertugas melaksanakan penelitian dan
pengembangan

teknologi

pengelolaan

limbah

radioaktif

dalam

rangka

mendukung

pengembangan industri nuklir dan aplikasi IPTEK nuklir dalam berbagai bidang pembangunan.
PTLR juga merupakan pelaksana pengelolaan limbah radioaktif dari seluruh wilayah Indonesia.
Terletak di kawsan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang, Propinsi Banten. PTLR memiliki fasilitas
dengan luas bangunan keseluruhan 4.440 m2 yang diresmikan presiden RI tahun 1989.
PTLR terdiri dari Gedung Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif (Gedung 50), Gedung
Penyedia Media dan Energi (Gedung 51), Gedung Penyimpanan Sementara Limbah Radioaktif I
dan II (Gedung 52 dan 56), Gedung Proses Dekontaminasi (Gedung 53), Gedung Penyimpanan
Bahan Pendukung Pengolahan Limbah (Gedung 54), Gedung Penyimpanan Sementara Limbah
Aktivitas Tinggi (Gedung 55), Gedung Penampungan Buangan Terpadu, dan perencanaan
fasilitas Demoplant serta gedung penyimpanan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
(Gedung H).Gedung Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif terdiri dari instalasi Evaporasi,
Sementasi, Kompaksi dan Insenerasi, proses dirancang untuk insulasi panas dan dibagi menjadi 4
interconnected sub struktur :
1. Fasilitas penampungan limbah cair dan truck air lock. Luas sub struktur 375 m2.
2. Fasilitas evaporasi, ruang laboratorium, fasilitas binatu nuklir, peralatan VAC, ruang proteksi
radiasi dan ruang ganti pakaian. Sub struktur ini terdiri dari dua ruang lantai satu (Ground
floor) dengan luas 725 m2 dan lantai 2 (first floor) dengan luas 725 m2.
3. Fasilitas Sementasi, Kompaksi, Penyimpanan Shell dan Drum, Insenerator, dan Ruck Air
Lock untuk limbah padat dengan total luas 7300 m2.
4. Ruang administrasi dan perkantoran terdiri dari 2 lantai, masing-masing mempunyai luas 380
m2.

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Di bagian bawah gedung proses sub struktur kedua dan ketiga (basement) terdapat ruang sistem
pemipaan (crew space). Bagian ini dilengkapi satu pintu akses dan satu pintu darurat. Maksimum
penurunan permukaan gedung yang diizinkan 3 cm. Gedung proses secara keseluruhan dirancang
kedap air dan dengan kategori bangunan kelas II. Dinding penahan dan lantai di zona 3 dan 4
dirancang tahan api selama 2 jam. Sedangkan untuk lantai tangga dirancang tahan api selama 7
jam.
2.2 Dasar-Dasar Hukum
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1997 tentang ketenaganukliran, Bab
IV Pengelolaan Limbah Radioaktif, Pasal 23 menyebutkan bahwa pengelolaan limbah radioaktif
dilaksanakan Badan Pelaksana. Sesuai dengan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Pasal 5 dan
penjelasannya ditentukan bahwa Badan Tenaga Atom Nasional adalah instansipengelola limbah
radioaktif. Selain itu, limbah radioaktif juga diatur dalam peraturan pemerintah No. 27 tahun
2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif.

2.3 Sumber Daya Manusia


Untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya PTLR didukung oleh sumber daya
manusia sejumlah 133 orang dengan tingkat pendidikan S3 sejumlah 4 orang, S2 sejumlah 2
orang, S1 sejumlah 42 orang dan selebihnya setingkat Diploma, SMU, dan SLTP.

2.4 Visi Misi Instansi


a. Visi
Menjadi sentra nasional pengembangan teknologi dan layanan pengelolaan limbah radioaktif.
(Sumber: Renstra PTLR-BATAN 2010-2014 Rev-3)
b. Misi
1. Melaksanakan

penelitian,

pengembangan,

dan

penerapan(litbangrap)

teknologi

pengelolaan limbah radioaktif,


2. Melaksanakan layanan pengelolaan limbah radioaktif, secara selamat, aman, handal, dan
berwawasan lingkungan.

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

2.5 Struktur Organisasi


Organisasi PTLR dipimpin oleh seorang Pejabat Eselon II sebagai Kepala Pusat dan terdiri dari
satu bagian dan 4 bidang yang dipimpin Pejebat Eselon III. Selain itu, terdapat 2 unit setingkat
Eselon IV yang bertanggungjawab langsung kepada Kepala Pusat yaitu Unit Jaminan mutu dan
Unit Pengamanan.
Kepala Pusat

: Ir. Suryantoro, MT.

Bagian dan Bidang

Bagian Tata Usaha

Bidang Teknologi Pengelolaan dan Penyimpanan Limbah : Ir. I. Wayan B.W.

Bidang Pengelolaan Limbah

: Ir. Husein Zamroni

Bidang Pengembangan Fasilitas Limbah

: Ir. R. Sumarbagiono, MT.

Bidang Keselamatan Kerja dan Operasi

: Ir. Untara

Unit Jaminan Mutu

: Zulfiyandi

Pengamanan Nuklir

: Ade Rustiadam, S.ST

: Lestari Widowati, SE.

Unit

2.6 Fasilitas
Untuk mendukung aktivitas instansi dan memebeikan pelayanan, PTLR memiliki berbagai
fasiitas, yaitu :
1. Evaporator (kapasitas 0,75 m3/jam)
2. Chemical Treatment (kapasitas 0,5 m3/hari)
3. Insinerator (kapasitas 50 kg/jam)
4. Kompaktor (600 kN)
5. Immobilisasi/Sementasi
6. Penyimpanan sementara
7. Penyimpanan sementara Limbah Aktivitas Tinggi
8. Vaqua Blast Abrasive System (Sistem Dekontaminasi/Pengikis Permukaan Logam)
9. Mobil Pengangkut Limbah Cair dan Padat
10. Sistem Pemantau Radioaktivitas Lingkungan
11. Alat-alat analisis laboratorium.

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengertian Limbah Berbahaya dan Beracun(B3)
Berdasarkan PP No. 101 tahun 2014 pengertian limbah B3 adalah zat, energi, dan/ atau
komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/ atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain .Sedangkan pengertian
limbah B3 oleh Resource Conservation and Recovery Act (RCRA) adalah limbah (padat) atau
gabungan berbagai limbah yang karena jumlahnya dan konsentrasinya, atau karena karakteristik
fisik-kimia dan daya infeksiusnya bersifat:
a. Dapat mengakibatkan timbulnya atau menyebabkan semakin parahnya penyakit yang tidak
dapat disembuhkan atau penyakit yang melumpuhkan.
b. Menyebabkan timbulnya gangguan atau berpotensi menimbulkan gangguan terhadap
kesehatan manusia atau lingkungan, apabila tidak diolah, disimpan, diangkut, dibuang atau
dikelola dengan baik.
3.2 Klasifikasi Limbah B3
Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 101 tahun 2014 Mengenai Pengelolaan Limbah B3,
disebutkan bahwa limbah B3 dapat diidentifikasi menurut:
1. Kategori,
2. Sumber,
3. Uji karakteristik.
a. Identifikasi Limbah B3 menurut kategori meliputi :

Limbah B3 kategori 1

Limbah B3 kategori 2

b. Identifikasi Limbah B3 Menurut Sumber

Limbah B3 dari sumber tidak spesifik, merupakan Limbah B3 dari B3 kadaluarsa, B3


yang tumpah, B3 yang tidak memenuhi spesifikasi produk yang akan dibuang dan bekas
kemasan B3.

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Limbah B3 dari sumber spesifik, yaitu ada dari sumber spesifik umum dan dari sumber
spesifik khusus.

Daftar semua limbah telah tercantum dalam lampiran I PP No. 101 Tahun 2014.
c. Identifikasi Limbah B3 Menurut Uji Karakteristik
Uji karakteristik dialkukan untuk mengidentifikasi limbah yang diindikasikan sebagi limbah
B3 dimana tidak tercantum dalam lampiran I PP No. 101 Tahun 2014. Untyk jemudian akan
diindikasikan sebagai limbah B3 kategori 1, limbah B3 kategori 2, dan limbah non B3.
Identifikasi limbah sebagaimana dimaksud, terlampir pada lampiran II PP No. 101 Tahun 2014
sebagai berikut

Limbah mudah meledak (Explosive- E)


Limbah mudah meledak adalah limbah yang ada pada suhu dan tekanan standard (25C, 760
mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia atau fisika sehingga mengasilkan suatu gas
dengan suhu dan tekanan tinggi yang dapat dengan cepat merusak lingkungan sekitar.

Limbah mudah menyala (Ignitable- I)


Limbah mudah menyala adalah limbah yang mempunyai salah satu atau lebih sifat- sifat

sebagai berikut :
a. Limbah yang berupa cairan mengandung alcohol <24% volume dana tau pada titik nyala
tidak lebih dari titik nyala 60C atau 140F akan menyala bila terjadi kontak dengan api,
percikan api, atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg. Pengujiannya
dilakukan dengan metode seta closed tester, pensky martens closed up, atau metode lain
yang setara dan termutakhir.
b. Limbah yang bukan berupa cairan yang pada temperatur dan tekanan standard (25C, 760
mmHg) mudah menyala melalui gesekan, penyerapan uap air, atau perubahan kimia
secara spontan dan jika menyala dapat menyebabkan nyala terus menrus. Sifat ini dapat
diketahui secara langsung tanpa harus melalui pengujian di laboratorium.

Limbah yang bersifat reaktif (Reactive- R)


Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah yang mempunyai salah satu atau lebih sifat

sebagai berikut:

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

a. Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa
peledakan. Limbah ini secara visual menunjukkan adanya antara lain gelembung gas,
asap, dan perubahan warna.
b. Limbah yang bila bercampur dengan air (termasuk uap air) berpotensi menimbulkan
ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun . sifat ini dapat diketahui secara
langsung tanpa melalui pengujian di laboratorium; dan/atau
c. Merupakan Limbah sianida, sulfida yang pada pH antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan
gas, uap, atau asap beracun. Sifat ini dapat diketahui melalui pengujian Limbah yang
dilakukan secara kualitatif.

Limbah Beracun (toxic- T)


Limbah beracun (toxic) adalah limbah yang memiliki karakteristik beracun berdasarkan uji

penentuan karakteristik beracunmelalui TCLP, Uji toksikologi LD50, dan uji sub kronis.
a. Penentuan karakteristik beracun melalui TCLP
Limbah diidentifikasikan sebagai limbah B3 kategori 1 jika limbah memiliki
konsentrasi zat pencemar lebih besar dari TCLP-A sebagaimana tercantum dalam
lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Limbah diidentifikasikan sebagai limbah B3 kategori 2 jika limbah memiliki
konsentrasi zat pencemar sama dengan atau lebih kecil dari TCLP-A dan lebih besar
dari TCLP B sebagaimana tercantum dalam lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
b. Uji Toksikologi LD50
Limbah diidentifikasikan sebagai limbah B3 kategori 1 jika limbah memiliki nilai
sama dengan atau lebih kecil dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 hari dengan nilai lebih
kecil atau sama dengan 50 mg/kg berat badan hewan uji mencit.
Limbah diidentifikasikan sebagai limbah B3 kategori 2 jika limbah memiliki nilai
lebih besar dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 hari dengan nilai lebih kecil atau sama
dengan 50 mg/kg berat badan hewan uji mencit dan lebih kecil atau sama dari Uji
Toksikologi LD50 oral 7 hari dengan nilai lebih kecil atau sama dengan 5000mg/kg
berat badan hewan uji mencit.

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Nilai uji toksikologi LD50 dihasilkan dari uji toksikologi, yaitu penentuan sifat akut
limbah melalui uji hayati untuk mengukur hubungan dosis respon antara limbah
dengan kematian hewan uji. Nilai uji toksikologi LD50 diperoleh dari analisa probitterhadap hewan uji.
c. Sub-kronis
Limbah diidentifikasikan sebagai limbah B3 kategori 2 jika uji toksikologi subkronis pada hewan uji mencit selama 90 hari menunjukkan sifat racun sub kronis,
berdasarkan

hasil

pengamatan

terhadap

pertumbuhan,

akumulasi

atau

biokonsentrasi, stusi perilaku respon antar individu hewan uji, dan/atau hispatologis.

Limbah Infeksius (Infeksius- X)


Yaitu limbah medis padat yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada

di lingkungan , dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk
menularkan penyakit pada manusia rentan. Yang termasuk ke dalam limbah infeksius antara lain
a. Limbah yang berasal dari perawatan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular
atau perawatan intensif dan limbah laboratorium;
b. Limba yng berupa benda tajam seprti jarum suntik, perlengkapan intravena, pipet Pasteur,
dan pecahan gelas;
c. Limbah patologi yang merupakan limbah jaringan tubuh yang terbuang dari proses bedah
atau otopsi;
d. Limbah yang berasal dari pembiakan dan stok bahan infeksius, organ binatang
percobaan, bahan lain yang telah diinokulasi, dan terinfeksi atau kontak dengan bahan
yang sangat infeksius; dan/atau
e. Limbah sitotoksik yaitu limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan
pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan
membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.

Limbah yang bersifat korosif (Corrosive- C)


Adalah limbah yang memiliki salah satu sifat sebagai berikut:
a. Limbah dengan pH lebih kecil atau sama dengan 2 untuk limbah bersifat asam atau lebih
besar dari 12,5 untuk limbah yang bersifat basa. Sifat korosif limbah padat dilakukan
dengan mencampurkan limbah dengan air sesuai dengan metode yang berlaku;
9

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

b. Limbah yang menyebabkan tingkat iritasi yang ditandai dengan adanya kemerahan atau
eritema dan pembengkakan atau edema. Sifat ini dapat diketahui dengan melakukan
pengujian pada hewan uji mencit dengan menggunakan metode yang berlaku.
3.3

Identifikasi Limbah B3
Menurut PP No 101 Thun 2014, Identifikasi limbah B3 yang dilakukan melalui uji

karakteristik dapat dilakukan terhadap limbah B3 yang terdapat dalam Kategori I dan kategori II.
Untuk kategori I, meliputi uji:
a. Karakteristik mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, dan/atau korosif sesuai
dengan parameter uji sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini;
b. Karakteristik beracun melalui TCLP untuk menentukan limbah yang diuji memiliki
konsentrasi zat pencemar lebih besar dari konsentrasi zat pencemar pada kolom TCLP A
sebagaimana tercantum dalam lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Pemerintah ini; dan
c. Karakteristik beracun melalui Uji Toksikologi LD50 untuk menentukan limbah yang diuji
memiliki nilai uji toksikologi LD50 lebih kecil dari atau sama dengan 50 mg/kg berat
badan hewan uji.
Sedangkan untuk kategori 2, meliputi uji :
a. Karakteristik beracun melalui TCLP untuk menentukan limbah yang diuji memiliki
konsentrasi zat pencemar lebih kecil atau sama dengan konsentrasi zat pencemar pada
kolom TCLP A dan memiliki konsentrasi zat pencemar lebih besar dari konsentrasi
sebagaimana tercantum dalam lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Pemerintah ini;
b. Karakteristik beracun melalui Uji Toksikologi LD50 untuk menentukan limbah yang diuji
memiliki nilai uji toksikologi LD50 lebih besar dari 50 mg/kg berat badan hewan uji dan
lebih kecil dari atau sama dengan 5000 mg/kg berat badan hewan uji; dan
c. Karakteristik beracun melalui uji sebagaimana tercantum dalam lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

10

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Gambar 3.1 Identifikasi Limbah B3

Uji karakterisasi dan Kodifikasi

Penanganan limbah B-3 bersifat spesifik sesuai dengan jenis senyawaan yang terkandung di
dalamnya. Untuk memasuki tahap pengolahan, perlakuan pertama terhadap limbah B-3 yang
tidak diketahui jenis senyawaannya adalah karakterisasi terbatas untuk mengetahui sifat-sifat
kimia-fisik terpenting berkaitan dengan proses pengolahan.
Karakterisasi ini meliputi;
sifat kelarutan dalam air (water solubility),
senyawa organik/anorganik,
pH (korosifitas),
potensi oksidator/reduktor,
sifat dapat bakar dan reaktifitas.
Untuk menentukan sifat-sifat tersebut dapat dilakukan uji sederhana sebagai berikut:
1. Kelarutan Dalam Air
Ambil sejumlah volume / berat tertentu sample (5 mL / 1 g), tempatkan dalam beakerglass berisi
100 mL akuades, diaduk seksama. Perhatikan apakah sample dapat melarut sempurna.
Simpulkan sifat kelarutan sample berdasarkan pengamatan yang dilakukan.
2. Organik/anorganik

11

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Untuk senyawa yang dapat larut dalam air, lakukan pengukuran konduktivita menggunakan
konduktivitimeter; celupkan electrode ke dalam larutan, amati pembacaan konduktivita pada
display, atur tombol satuan (mS/cm atau mS/cm) agar pembacaan oleh instrument berlangsung
baik.
3. pH dan Sifat Korosif
Ukur pH Larutan pada point 1 di atas, bila mempunyai nilai pH 2 atau 12,5 maka limbah
tersebut digolongkan bersifat korosif.
4. Sifat Dapat Terbakar
Ambil sample cair menggunakan penyulut api, dekatkan perlahan-lahan kearah api lampu
spiritus. Amati apakah dapat menyala.
5. Potensi Oksidator/Reduktor
a. Uji sifat reduktor
Sampel cair dapat langsung dikenakan uji berikut ini, untuk sample padat dilarutkan
terlebih dulu sebanyak 1 g dalam 100 mL akuades. Tambahkan 5 mL H2SO4 2N dan
panaskan sampai 80 C kemudian teteskan KMnO4 0,1 N. Perhatikan apakah terjadi
perubahan warna lembayung menjadi bening. Hal tersebut menunjukkan sifat potensi
reduktor.
b. Uji Sifat Oksidator
Sampel cair dapat langsung dikenakan uji berikut ini untuk sampel padat dilarutkan
terlebih dulu sebanyak 1 gram dalam 100 mL akuades. Tambahkan 5 mL H2SO4 2n DAN
5Ml ki 5% . Perhatikan Apakah timbul warna coklat dari iod. Hal ini menunjukkan sifat
potensi oksidator.

Uji TCLP ( Toxicity Characteristic Leaching Process)

PREPARASI CONTOH UJI TCLP UNTUK SENYAWA ION VOLATIL


MENGGUNAKAN ROTARY AGITATOR
A.

PRINSIP

TCLP digunakan untuk menentukan mobilitas bahan pencemar organic atau anorganik yang
terdapat dalam larutan, padatan, atau limbah campuran, Untuk limbah yang mengandung padatan
kurang dari 0.5 % langsung disaring dan filtratnya disebut ekstrak TCLP. Sedangkan untuk
12

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

limbah padat yang tidak mengandung cairan, diekstrak dengan menggunakan Rotary Agitator
kemudian disaring dan filtratnya disebut ekstrak TCLP, dan untuk limbah berbentuk
multifasa(setengah padat-setengah cair) maka disaring dahulu dan filtratnya ditampung,
sedangkan padatannya diekstrak dengan menggunakan Rotary Agitator seperti diatas, maka
kedua filtrat tadi disebut ekstrak TCLP.
B.

BAHAN DAN ALAT


1. Bahan
a. Larutan NaOH 1 N
Timbang 40 gram NaOH kemudian dilarutkan dengan 1 liter aquades yang telah
dididihkan dan didinginkan kembali, lalu dikocok sampai homogeny dan disimpan di
dalam botol plastic,
b. Larutan HCl 1 N
Ambil 83.3 ml HCl pekat kemudian diencerkan dengan aquades hingga 1 liter dan
dikocok sampai homogeny
c. Asam asetat glacial
d. Larutan ekstraksi 1:
Pipet 5.7 ml asam asetat glacial kemudian masukkan ke dalam 500 ml aquades lalu
tambahkan 64.3 ml NaOH 1.0 N dan encerkan hingga 1 liter aquades, atur pH
menjadi 4.93 0.05 dengan NaOH atau asam asetat.
e. Larutan ekstraksi 2:
Pipet 5.7 ml asam asetat glacial kemudian encerkan dengan aquades sampai 1 liter.
Atur pH hingga 2.88 0.05 dengan asam asetat atau NaOH.
2. Peralatan

Seperangkat alat Rotary Agitator lengkap dengan botolnya

pH meter

Pompa Vakum

Erlenmeyer isap

Hot plate 50oC

Ayakan penyaring berukuran 9.5 mm

Tumbukan
13

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

C.

Timbangan analitis

Kertas saring ukuran 0.6 0.8 mikrometer

Gelas kimia 100 ; 500 ml

Mat pipet 5, 10 ml

Botol semprot

Peralatan lain yang dianggap perlu

CARA KERJA
PENANGANAN CONTOH
Jika contoh terbentuk batuan yang besar- besar maka harus digerus dahulu kemudian
disaring dengan menggunakan saringan berukuran 9.5 mm
PENENTUAN PROSEN PADATAN
1. Panaskan cawan alumunium pada oven 105oC selama 2 jam
2. Angkat lalu masukkan ke dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang
3. Ulangi pengerjaan ini sampai beratnya kosntan
4. Setelah konstan, timbanh dengan teliti 5 gram contoh ke dalam awan tadi
5. Kemudian dipanaskan di dalam oven 105oC selama 2 jam
6. Kemudian angkat dan masukkan ke dalam desikator dan timbang
7. Ulangi pengerjaan ini sampai didapat berat yang konstan
8. Hitung prosen padatannya
Prosen padatan =

12
3

100 %

Dimana:
W1

: berat cawan + padatan setelah dipanaskan 105oC

W2

: berat cawan kosong setelah dipanaskan 105oC

W3

: berat contoh

PENENTUAN LARUTAN PENGEKSTRAKSI


1. Timbang 5 gram contoh yang telah lolos saringan 9.5 mm lalu masukkan ke dalam
gelas kimia/ Erlenmeyer 250 mL
2. Tambahkan 94.5 mL aquades dan kemudian masukkan magnetic stirrer
3. Aduk selama 5 menit
4. Kemudian ukur pHnya
14

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

5. Jika pH< 5 maka gunakan larutan ekstraksi 1


6. Jika pH>5 tambahkan 3.5 mL HCl 1.0 N kemudian panaskan selama 50 menit pada
temperatur 50oC
7. Setelah selesai biarkan larutan dingin dan ukur pHnya
8. Jika pH< 5 digunakan larutan ekstraksi 1, sedangkan jika pH> 5 digunakan larutan
ekstraksi 2
LIMBAH CAIR
Jika limbahnya berbentuk cairan maka langsung dianggap sebagai ekstrak TCLP dan
digunakan untuk penentuan senyawa anorganik.
EKSTRAKSI CONTOH YANG PROSEN PADATANNYA < 0.5 %
1. Ambil sejumlah contoh kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring ukuran
0.6 0.8 mikrometer
2. Tampung filtratnya, kemudian digunakan untuk pengukuran senyawa non volatile
EKSTRAKSI CONTOH PADATAN(CONTOH KERING)
1. Timbang dengan teliti 50 gram contoh kemudian dimasukkan ke dalam labu ekstraksi
khusus untuk Rotary Agitator
2. Tambahkan larutan ekstraksi yang sesuai sebanyak 1000 mL lalu tutup sampai rapat (
larutan ekstraksi harus 20 x jumlah padatan yang ditimbang)
3. Pasang pada alat Rotary Agitator
4. Kemudian ekstraksi dengan alat Rotary Agitator dengan kecepatan 30 2 rpm selama
18 jam pada suhu 22 3oC
5. Lalu disaring dengan memakai kertas saring ukuran 0.6 0.8 mikrometer dan
ditampung filtratnya
6. Filtrat digunakan untuk pemeriksaan senyawa non volatile ( missal logam)
EKSTRAKSI CONTOH YANG PROSEN PADATANNYA 0.5 % (PADATAN
YANG MENGANDUNG CAIRAN)
1. Kocok sample sampai homogeny
2. Ambil sejumlah contoh (missal 1 liter) kemudian saring melalui kertas saring ukuran 0.6
0.8 mikrometer

15

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

3. Kemudian filtratnya ditampung (V1) dan endapannya digunakan untuk ekstraksi dengan
Rotary Agitator
4. Lakukan ekstraksi endapan dengan Rotary Agitator seperti melakukan ekstraksi untuk
padatan yang tidak mengandung cairan (kering)
5. Kemudian tamping filtratnya (V2)
6. Ukur konsentrasi masing-masing filtrate untuk senyawa non volatile
7. Hitung konsentrasi akhir dari kedua filtrate tersebut dengan memakai rumus

C akhir =

1.1+2.2
1+2

Dimana,
V1

: Volume filtrate 1 ( L)

V2

: Volume filtrate 2 (L)

C1

: Konsentrasi cemaran pada filtrate 1 (ppm)

C2

: Konsentrasi cemaran pada filtrate 2 (ppm)

D. PERHITUNGAN
Setelah filtratnya diukur dengan AAS (untuk logam-logam) maka hasil yang diperoleh
menunjukkan konsentrasi limbah yang terleaching (terlarut).

16

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Gambar 3.2 Skema Penyortiran dan kodifikasi Limbah B3


17

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

3.4

Pengelolaan Limbah B3

Prinsip pengelolaan limbah B3


1. Pollution Prevention Principle atau disebut juga Prinsip Pencegahan Pencemaran.
Prinsip ini bertujuan untuk meminimisasi timbulan limbah B3 agar limbah B3 yang
dihasilkan pada masing-masing unit produksi sesedikit mungkin atau diusahakan sampai nol,
dengan cara :

Reduksi pada sumbernya dengan pengolahan awal bahan baku.

Subtitusi bahan yang berpotensi menghasilkan limbah B3.

Optimalisasi operasi proses yang tepat.

Teknologi bersih.

2. Polluters Pays Principle


Artinya pencemar harus membayar semua biaya yang diakibatkan dari limbah B3 yang
dihasilkannya.Pengolahan dan penimbunan limbah B3 dekat dengan sumber penghasil limbah
B3.
3. Sustainable Development
artinya pengelolaan limbah B3 haruslah berpijak pada pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan.
4. Non Descriminatory Principle
artinya semua limbah B3 harus diperlakukan sama dalam pengolahan dan penanganannya.
5. Konsep From Cradle to Grave
Maksud dari from cradle to grave yakni pencegahan pencemaran yang dilakukan dari sejak
dihasilkannya limbah B3 sampai dengan ditimbun / dikubur (dihasilkan, dikemas,
digudangkan/penyimpanan, ditransportasikan, didaur ulang, diolah, dan ditimbun/dikubur).Pada
setiap fase pengelolaan limbah tersebut ditetapkan upaya pencegahan pencemaran terhadap
lingkungan dan yang menjadi penting adalah karakteristik limbah B3 nya, hal ini karena setiap
usaha pengelolaannya harus dilakukan sesuai dengan karakteristiknya.

18

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Gambar 3.3. Konsep Cradle-to-Grave


Keterangan:

Setiap generator mengisi format standar dalam 6 kopi.

Generator menyimpan kopi-6 dan mengirimkopi-5 ke USEPA serta memberikan copy


yang lain ke transporter

Transporter selanjutnya menyimpan kopi-4, dan menyerahkan copy yang lain pada
perusahaan TSD (Treatment, Storage & Disposal)

TSD kemudian mengirimkan kopi-1 kembali ke generator, kopi-2 ke USEPA dan TSD
menyimpan kopi-3.

3.5 Pengurangan Limbah B3


Pada pasal 10 Bab III PP No.85 Tahun 2014 dinyatakan bahwa setiap orang yang
menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan Pengurangan Limbah B3. Pengurangan limbah yang
dimaksud adalah dengan melakukan substitusi bahan, modiikasi proses, dan/atau penggunaan
teknologi ramah lingkungan. Substitusi bahan dapat dilakukan melalui pemilihan bahan baku
dan/atau bahan penolong yang semula mengandung B3 digantikan dengan bahan baku dan/atau
bahan penolong yang tidak mengandung B3. Sedangkan modifikasi dilakukan dengan pemilihan
dan penerapan produksi yang lebih efisien.
Ditambahkan pula dalam pasal 11 bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib
menyampaikan laporan secara tertulis kepada Menteri mengenai pelaksanaan pengurangan
limbah B3. Laporan tersebut disampaikan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6
(enam) bulan sejak pengurangan limbah B3 dilakukan.
19

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

3.6 Pengumpulan Limbah B3


Peraturan dan persyaratan mengenai pengumpulan limbah B3 diatur dalam PP No 101 Tahun
2014 Bab V, dimana menjelaskan tentang kewajiban penghasil limbah B3 untuk melakukan
pengumpulan limbah B3 yang dihasilkannya. Pengumpulan dilakukan dengan dilakukan dengan
segregasi limbah B3 dan penyimpanan limbah B3. Segregasi limbah dilakukan berdasar nama
limbah dan karakteristik limbah B3. Saat pengumpulan perlu dilakukan pendataan limbah yang
meliputi nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang dikumpulkan, untuk kemudian
dibuat laporan dan disampaikan.
3.7 Penyimpanan Limbah B3
Pada pasal 12 PP No. 101 Tahun 2014 , menjelaskan bahwa setiap orang yang menghasilkan
limbah B3 wajib melakukan penyimpanan limbah B3dan dilarang melakukan pencampuran
limbah B3 yang disimpannya. Untuk dapat melakukan penyimpanan limbah B3,wajib memiliki
izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan limbah B3. untuk mendapat izin
pengelolaan limbah B3 , maka wajib memiliki izin lingkungan dan harus mengajukan
permohnan secara tertulis kepada bupati/wali kota dan melampirkan persyaratan izin.
Persyaratan izin meliputi :
Identitas pemohon
Akta pendirian badan usaha
Nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang akan disimpan
Dokumen yang menjelaskan tentang tempat penyimpanan limbah B3
Dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan limbah B3
Dokumen lain sesuai peraturan perundang undangan.
Pada pasal 13 Hingga pasal 18 PP No. 101 Tahun 2014, menjelaskan mengenai persyaratan
tempat penyimpanan Limbah B3. Lokasi penyimpanan harus bebas banjir dan tidak rawan
bencana alam, dapat direkayasa dengan teknologi untuk perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup serta harus di dalam penguasaan setiap orang yang menghasilkan limbah B3.
Fasilitas penyimpanan limbah B3 dapat berupa Bangunan, Tangki dan/atau container, Silo,
Tempat tumpukan limbah (waste pile) dan/atau bentuk lainnya sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Fasilitas penyimpanan ini harus memenuhi persyaratan desain dan
20

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

kontruksi yang mampu melindungi limbah B3 dari hujan dan sinar matahari, memiliki
penerangan dan ventilasi, memiliki saluran drainase dan bak penampung (pasal 16).
Dalam fasilitas penyimpanan juga harus tersedia peralatan penanggulangan kedaan darurat
(pasal 17). Yang paling sedikit meliputi alat pemadam api dan alat penanggukangan keadaan
darurat lain yang sesuai.
Persyaratan Penyimpanan Limbah B3 menurut PP No. 101 Tahun 2014 pada pasal 28:

90 (Sembilan puluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan untuk limbah B3 yang dihasilkan
sebesar 50 kg ( lima puluh kilogram) per hari atau lebih,

180 (Seratus delapan puluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan untuk limbah B3 yang
dihasilkan kurang dari 50 kg ( lima puluh kilogram) per hari untuk limbah B3 kategori 1

365 (Tiga ratus enam puluh lima) hari sejak limbah B3 dihasilkan untuk limbah B3 yang
dihasilkan kurang dari 50 kg ( lima puluh kilogram) per hari untuk limbah kategori 2 dari
sumber tidak spesifik dan sumber spesifik umum atau kategori 2 dari sumber spesifik
khusus.

3.8

Teknik Pengemasan dan Pewadahan, Simbol dan Label, dan Penyimpanan Limbah
B3

Peraturan persyaratan mengenai pengemasan, diatur dalam PP No. 101 Tahun 2014 pada
pasal 19. Dalam pasal ini menjelaskan bahwa syarat kemasan adalah :
Terbuat dari bahan yang dapat mengemas limbah B3 yang akan disimpan
Mampu mengungkung limbah B3 untuk tetap berada dalam kemasan
Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat dilakukan
penyimpanan, pemindahan, atau pengangkutan dan berada dalam kondisi baik , tidak
bocor, tidak berkarat atau tidak rusak.
Kemasan juga harus memuat simbol dan label. Label limbah B3 paling sedikit memuat nama
limbah B3, identitas penghasil limbah B3, tanggal dihasilkannya limbah B3, dan tanggal
pengemasan limbah B3. Sedangkan symbol disesuaikan dengan karakteristik limbah B3.
a. Teknik Pengemasan dan Pewadahan Limbah B3
Landasan hukum tentang pengemasan dan pewadahan limbah B3 di Indonesia diatur
dalam Kep. No.01/Bapedal/09/1995. Landasan hukum dalam bagian ini berlaku bagi kegiatan
pengemasan dan pewadahan limbah B3 di fasilitas:
21

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

a. Penghasil, untuk disimpan sementara di dalam lokasi penghasil;


b. Penghasil, untuk disimpan sementara di luar lokasi penghasil tetapi tidak sebagai
pengumpul;
c. Pengumpul, untuk disimpan sebelum dikirim ke pengolah.
d. Pengolah, sebelum dilakukan pengolahan dan atau penimbunan;
3.9 Teknik Pengemasan Limbah B3
Persyaratan umum kemasan:
1. Kondisi baik, tidak rusak, dan bebas dari pengkaratan serta kebocoran.
2. Disesuaikan dengan karakteristik limbah B3 yang akan dikemasnya (segi keamanan dan
kemudahan dalam penanganannya)
3. Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP atau PVC) atau bahan logam
(teflon, baja karbon, SS304, SS316 atau SS440) dengan syarat bahan kemasan yang
dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya.
4. Kemasan yang digunakan untuk pengemasan limbah dapat berupa drum/tong dengan
volume 50 liter, 100 liter atau 200 liter, atau dapat pula berupa bak kontainer berpenutup
dengan kapasitas 2 m3, 4 m3 atau 8 m3

Gambar 3.4 Drum Pengemas Limbah B3


Keterangan:
Drum A : Untuk Limbah Cair, Drum B: Untuk Limbah Padat

22

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Limbah yang disimpan dalam satu kemasan adalah limbah yang sama, atau dapat pula
disimpan bersama-sama dengan limbah lain yang memiliki karakteristik yang sama atau
saling cocok

Untuk mempermudah pengisian limbah ke dalam kemasan, serta agar lebih aman, limbah
dapat terlebih dahulu dikemas dalam kantong kemasan yang tahan terhadap sifat limbah
sebelum kemudian dikemas dalam kemasan tersebut.

Pengisian limbah dalam satu kemasan harus mempertimbangkan karakteristik dan jenis
limbah, pengaruh pemuaian, pembentukan gas dan kenaikan tekanan selama
penyimpanan.
1. Limbah yang bereaksi sendiri sebaiknya tidak menyisakan ruang kosong
dalam kemasan.
2. Kemasan perlu dirancang tahan akan kenaikan tekanan untuk limbah yang
mudah meledak.

Limbah B3 yang telah diisikan ke dalam drum/tong dan disimpan di tempat penyimpanan
harus dilakukan pemeriksaan kondisi kemasan sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu satu
kali.

Jika diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan (karat atau bocor), maka isi
limbah B3 tersebut harus segera dipindahkan ke dalam drum/tong yang baru, dan
tumpahan limbah tersebut harus segera diangkat dan dibersihkan, kemudian disimpan
dalam kemasan limbah B3 terpisah. Kemasan bekas mengemas limbah B3 yang rusak
diperlakukan sebagai limbah B3.

Kemasan bekas mengemas limbah B3 dapat digunakan kembali untuk mengemas limbah
B3 yang mempunyai karakteristik sama (Compatibel) dengan limbah B3 sebelumnya.
Jika akan digunakan untuk mengemas limbah B3 yang tidak saling cocok, maka kemasan
tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai kemasan
limbah B3. Kemasan yang akan dikosongkan apabila akan digunakan kembali untuk
mengemas limbah B3 lain dengan karakteristik yang sama, harus disimpan di tempat
penyimpanan limbah B3. Jika akan digunakan untuk menyimpan limbah B3 dengan
karakteristik yang tidak saling sesuai dengan sebelumnya, maka kemasan tersebut harus

23

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

dicuci bersih terlebih dahulu dan disimpan dengan memasang label KOSONG sesuai
dengan ketentuan penandaan kemasan limbah B3.
Bentuk wadah berupa tangki biasa digunakan dalam pengemasan limbah B3. Sebelum
melakukan pemasangan tangki penyimpanan limbah B3, pemilik atau operator harus
mengajukan permohonan rekomendasi kepada Kepala Bapedal dengan melampirkan laporan
hasil evaluasi terhadap rancang bangun dan sistem tangki yang akan dipasang untuk dijadikan
sebagai bahan pertimbangan. Laporan tersebut sekurang-kurangnya meliputi:

Gambar 3.5 Pengemasan dengan Tangki


Persyaratan :

Mampu menampung dengan kapasitas 110%

Ada tanggul

Ada saluran

Tidak terkena cahaya matahari dan hujan secara langsung

b. Petunjuk Lab pack


Lab pack adalah tata cara pengemasan limbah limbah dalam kemasan kecil ( missal : lab
waste) ke dalam wadah yang lebih besar ( missal : dru, 200 lt). langkah dalam lab pack adalah
sebagai berikut:
Pengelompokkan lab waste
Limbah dikelompokkan menjadi 2 grup yang masing masing dibagi menjadi sub grup :
a. Solid
-

Anorganik

Organik
24

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Oxidizer

b. Liquid
-

Anorganik

Asam anorganik

Organik

Oxidizer

Pengemasan yang dilakukan terhadap limbah B3 di PTLR, BATAN adalah :


1. Untuk mencegah reaksi yang terjadi , materi yang bisa bereaksi satu dengan yang lainnya
tidak boleh dikemas bersama dalam 1 drum. Jadi hanya LIMBAH DALAM SUB GRUP
SAMA yang boleh dikemas dalam 1 drum.
2. Bagian dalam drum dilapisi oleh plastik.
3. Setiap drum harus diisi dengan materi inert ( sebagai materi pengabsorbsi jika terjadi
tumpahan) dibagian dasar sedalam minimal 10 cm. Kemudian wadah diletakkan dalam
keadaan berdiri. Antara satu dengan wadah lainnya dilapisi materi inert, sehingga setiap
wadah berjarak minimal 10 cm. penumpukan juga dilapisi oleh materi inert. Tebal materi
inert dibawah tutup adalah 10 cm. pada bagian atas, disisakan minimal 10 cm ruang udara
antara inert teratas sampai permukaan atas drum.
4. Materi inert yang digunakan adalah :
-

Untuk limbah anorganik : saw dust.

Untuk limbah organic dan oxidizer : pasir kering.

5. Setiap limbah harus dilengkapi dengan label yang menunjukkan :


-

No,or WPS yaitu memuat komposisi nama kimia ( jika campuran, tambahkan
komposisi utama bahan kimia) dan nama dari grup dan sub grup bahan kimia (
sebagaimana pengelompokkan yang telah dilakukan PPLi)

6. Setiap limbah harus dilengkapi dengan symbol dan label sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
c.

Pemberian Simbol dan Label Limbah B3


Pemberian Simbol dan Label berdasarkan Permen LH Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
a. Simbol Limbah B3
25

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Simbol merupakan gambar yang menyatakan karakteristik B3 maupun limbah B3 .


Simbol berbentuk bujur sangkar diputar 45 sehingga membentuk belah ketupat.Pada keempat
sisi belah ketupat tersebut dibuat garis sejajar yang menyambung sehingga membentuk bidang
belah ketupat dalam dengan ukuran 95 % dari ukuran belah ketupat bahan. Warna garis yang
membentuk belah ketupat dalam sama dengan warna Gambar simbol. Pada bagian bawah simbol
terdapat blok segilima dengan bagian atas mendatar dan sudut terlancip berhimpit dengan garis
sudut bawah belah ketupat bagian dalam.
Simbol yang dipasang pada kemasan minimal berukuran 10 cm x 10 cm, sedangkan
simbol pada kendaraan pengangkut limbah B3 dan tempat penyimpanan limbah B3 minimal 25
cm x 25 cm. Simbol harus dibuat dari bahan yang tahan terhadap goresan dan atau bahan kimia
yang kemungkinan akan mengenainya. Warna simbol untuk dipasang di kendaraan pengangkut
limbah B3 harus dengan cat yang dapat berpendar (fluorescence).Terdapat 8 jenis simbol, yaitu
limbah B3 mudah meledak, cairan dan padatan mudah terbakar, reaktif, beracun, korosif,
infeksius dan campuran. Simbol-simbol tersebut dapat dilihat pada

Gambar 3.6 Simbol Limbah Cair Bersifat Mudah Menyala

Gambar 3.7 Simbol Limbah Padatan Bersifat Mudah Menyala

26

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Gambar 3.8 Simbol Limbah Bersifat Mudah Meledak

Gambar 3.9 Simbol Limbah Bersifat Reaktif

Gambar 3.10 Simbol Limbah Bersifat Beracun

27

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Gambar 3.11 Simbol Limbah Bersifat Korosif

Gambar 3.12 Simbol Limbah Bersifat Infeksius

Gambar 3.13 Simbol Limbah Bersifat Berbahaya Terhadap Lingkungan


28

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Gambar 3.14 Simbol B3 pada tabel 1

Gambar 3.15 Simbol B3 pada tabel 2

29

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Pemberian simbol limbah B3 dilakukan pada

wadah dan/atau kemasan limbah B3 (LABEL).


Simbol limbah B3

tempat penyimpanan limbah B3; dan

alat angkut limbah B3.

b. Label Limbah B3
Label merupakan penandaan pelengkap yang berfungsi memberikan informasi dasar tentang
kondisi kuantitatif dan kualitatif suatu limbah B3 yang dikemas. Ada 3 jenis label terkait dengan
pengemasan limbah B3, yaitu:
a. Label identitas limbah, yang berfungsi memberikan identitas tentang asal-usul limbah
dan jenis beserta sifat limbah itu sendiri.Penjelasan tersebut dapat dilihat pada Gambar
3.16:

Gambar 3.16 Label Limbah B3


Penghasi

: nama perusahaan yang menghasilkan limbah dalam kemasan.

Alamat

: alamat jelas perusahaan di atas, termasuk kode wilayah.

Telp

: nomor telepon penghasil, termasuk kode area.

Fax

: Nomor faksimil penghasil, termasuk kode area.

Nomor Penghasil

: Nomor yang diberikan BAPEDAL kepada penghasil ketika

melaporkan.
Tgl pengemasan

: data waktu saat pengemasan dilakukan.

Jenis limbah : keterangan limbah B3 berkaitan dengan fasa atau kelompok jenisnya (
cair/padat/sludge, anorganik/organic, asam/basa, dll)
30

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Jumlah limbah : jumlah total kuantitas limbah dalam kemasan.


Kode limbah : kode limbah yang dikemas , didasarkan pada daftar limbah B3 yang
terlampir dalam PP No.101 Tahun 2014.
Sifat limbah

: karakteristik limbah B3 yang dikemas ( sesuai symbol yang dipasang)

Nomor

: Nomor urut pengemasan.

b. Label untuk kemasan kosong, dipasang pada kemasan bekas limbah B3 yang telah
dikosongkan dan atau akan digunakan kembali untuk mengemas limbah B3. .Penjelasan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.17 :

Gambar 3.17 Label Kemasan Kosong Limbah B3


c. Label untuk tutup kemasan, dipasang dekat tutup kemasan dengan arah panah
menunjukkan posisi penutup kemasan. .Penjelasan tersebut dapat dilihat pada Gambar
3.18 :

Gambar 3.18 Label Tutup Kemasan

31

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Bila bahan berbahaya dikemas dalam kemasan kecil atau besar, maka plakat peringatan perlu
dicantumkan di setiap sisi kendaraan.Ada kalanya, transportasi yang mengangkut bahan
berbahaya mengangkut lebih dari satu jenis bahan berbahaya yang berbeda sehingga dibutuhkan
lebih dari satu plakat.
d. Penyimpanan Limbah B3
1.

Penyimpanan Kemasan Limbah B3

Penyimpanan kemasan harus dibuat dengan sistem blok. Setiap blok terdiri atas 2 (dua) x 2
(dua) kemasan sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan
sehingga jika terdapat kerusakan kecelakaan dapat segera ditangani.
Lebar gang antar blok harus memenuhi persyaratan peruntukannya. Lebar gang untuk lalu
lintas manusia minimal 60 cm dan lebar gang untuk lalu lintas kendaraan pengangkut (forklift)
disesuaikan dengan kelayakan pengoperasiannya. .Penjelasan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 3.19

Gambar 3.19 Pola penyimpanan kemasan drum di atas palet antar blok
(Sumber: Keputusan Kepala Bapedal 01/Bapedal/09/1995)
Penumpukan kemasan limbah B3 harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan.
Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum adalah 3 (tiga)
lapis dengan tiap lapis dialasi palet (setiap palet mengalasi 4 drum). Jika tumpukan lebih dan
3 (tiga) lapis atau kemasan terbuatdari plastik, maka harus dipergunakan rak.
32

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

2. Persyaratan Bangunan Penyimpanan Kemasan Limbah B3


Bangunan tempat penyimpan kemasan limbah B3 meiliki perencanaan seperti( penjelasan
dapat dilihat pada Gambar 3.21):
Memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan jenis, karakteristik
dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan/akan disimpan;
1. Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak langsung;
2. Dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai untuk mencegah
terjadinya akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan, serta memasang kasa atau bahan
lain untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang
penyimpanan;

Gambar 3.20 Sirkulasi Ruang Penyimpanan Limbah B3


Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk operasional
penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus
dipasang minimal 1 meter di atas kemasan dengan sakelar (stop contact) harus terpasang di
sisi luar bangunan;
1. Dilengkapi dengan sistem penangkal petir
2. Pada bagian luar tempat penyimpanan diberi penandaan (simbol) sesuai dengan tata cara
yang berlaku.
Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak.
Lantai bagian dalam dibuat melandai turun kearah bak penampungan dengan kemiringan
33

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur sedemikian rupa
sehingga air hujan dapat mengalir kearah menjauhi bangunan penyimpanan. .Penjelasan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.21

Gambar 3.21 Tata Ruang Penyimpanan Limbah B3


Tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan lebih dari satu karakteristik limbah
B3, maka ruang penyimpanan:
1. Harus dirancang terdiri dari beberapa bagian penyimpanan, dengan ketentuan bahwa
setiap bagian penyimpanan hanya diperuntukkan menyimpan satu karakteristik limbah
B3, atau limbah-limbah B3 yang saling cocok.
2. Antara bagian penyimpanan satu dengan lainnya harus dibuat tanggul atau tembok
pemisah untuk menghindarkan tercampurnya atau masuknya tumpahan limbah B3 ke
bagian penyimpanan lainnya.
3. Setiap bagian penyimpanan masing-masing harus mempunyai bak penampung tumpahan
limbah dengan kapasitas yang memadai.
4. Sistem dan ukuran saluran yang ada harus dibuat sebanding dengan kapasitas maksimum
limbah B3 yang tersimpan sehingga cairan yang masuk ke dalamnya dapat mengalir
dengan lancar ke tempat penampungan yang telah disediakan.
5. Sarana lain yang harus tersedia antara lain:

34

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Peralatan dan sistem pemadam kebakaran


Pagar pengaman
Pembangkit listrik cadangan
Fasilitas pertolongan pertama
Peralatan komunikasi
Gudang tempat penyimpanan peralatan dan perlengkapan
Pintu darurat
Alarm
3.9

Pengangkutan Limbah Berbahaya dan Beracun


Pengangkutan limbah B3 merupakan kegiatan pemindahan B3 dari suatu tempat ke tempat

lain dengan menggunakan sarana angkutan. Ruang lingkup pengaturan pengangkutan B3 adalah :
Persyaratan kendaraan pengangkut B3
Persyaratan umum pengangkut limbah B3 adalah harus memenuhi persyaratan teknis dan
laik jalan serta dilengkapi dengan plakat yang diletakkan pada sisi kiri, kanan, depan, dan
belakang kendaraan, dicantumkannya nama perusahaan pada sisi kiri, kanan, dan
belakang kendaraan, terdapat identitas pengemudi pada dashboard, terdapat kotak obat
lengkap dengan isinya, terdapat alat pemantau kerja pengemudi yang sekurang
kurangnya dapat merekam kecepatan kendaraan dan perilaku pengemudi saat
pengoperasian, terdapat alat pemadam kebakaran, terdapat nomor telepon pusat
pengendali operasi yang dapat dihubungi jika terjadi keadaan darurat, serta dilengkapi
perlengkapan darurat ( alat komunikasi, lampu tanda bahaya, rambu portable, kerucut
pengaman, dongkrak, pita pembatas, serbuk gergaji, lampu senter, sekop yang tidak
menimbulkan api, warna kendaraan khusus, ganjal roda dan pedoman pengoperasian
kendaraan yang baik .

35

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Gambar 3.22 Persyaratan Pengangkut Limbah B3


Persyaratan pengemudi dan pembantu pengemudi angkutan B3
Persyaratan pengemudi limbah B3 dibagi menjadi persyaratan umum dan persyaratan
khusus. Persyaratan umum pengemudi pengangkut B3 yaitu memiliki surat ijin
mengemudi sesuai golongan dan kendaraan yang dikemudikannya, mengetahui tata cara
mengangkut barang, mengetahui jaringan jalan dan kelas jalan, serta mengetahui kelaikan
kendaraan bermotor. Sedangkan persyaratan khusus nya adalah memiliki pengetahuan
mengenai bahan berbahaya yang diangkutnya, seperti klasifikasi, sifat dan karakteristik
bahan berbahaya, serta memiliki pengetahuan mengenai bagaimana mengatasi keadaan
darurat seperti cara menanggulangi kecelakaan.
Persyaratan lintas angkutan B3
Persyaratan pengoperasian angkutan B3.
3.10 Alat Perlindungan Diri ( APD)
Alat perlindungan diri merupakan peralatan pelindung yang digunakan oleh seorang
pekerja untuk melindungi dirinya dari kontaminasi lingkungan. Dalam Bahasa inggris dikenal
dengan istilah Personal Prtotective Equipment (PPE). Syarat alat perlindungan diri adalah enak
dipakai, tidak mengganggu kerja, dan memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya.
Jenis alat perlindungan diri yang digunakan adalah :
Perlindungan wajah dan mata
36

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Hal ini untuk melindungi mata dan wajah dari kecelakaan sebagai akibat dari tumpahan
bahan kimia, uap kimia, dan radiasi. Pelindung mata dan wajah secara umum terdiri dari
kacamata pelindung, goggle, pelindung wajah, pelindung mata special ( goggle yang
menyatu dengan masker khusus untuk melindungi mata dan wajah dari radiasi dan
bahaya laser).

Gambar 3.23 Goggle, Penutup wajah, Pelindung mata special


Perlindungan badan
Alat perlindungan badan yang wajib digunakan adalah baju, jas laboratorium, apron,
jumpsuits. Jas laboratorium terbuat dari katun dan bahan sintetik. Saat menggunakan jas
laboratorium , kancing jas harus dipasang dan ukuran jas pas dengan ukuran badan
pemakainya. Apron digunakan untuk memproteksi diri dari cairan yang bersifat korosif
dan mengiritasi, dimana berbentuk celemek terbuat dari karet atau plastic. Jumpsuits atau
baju parasut dipakai untuk pada saat kondisi berisiko tinggi.

Gambar 3.24 Jas Laboratorium, Apron, Jumpsuits


Perlindungan tangan
Pelindung tangan digunakan untuk melindungi tangan dari paparan bahan kimia yang
korosif dan beracun, pecahan peralatan gelas, permukaan benda yang kasar tau tajam, dan
material panas atau dingin. Alat perlindungan diri yang dipakai adalah sarung tangan (
37

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

bisa terbuat dari karet, kulit, asbestos/pengisolasi untuk temperature tinggi). Sarung
tangan atau safety gloves ada beberapa jenis, yaitu sarung tangan Metal Mesh (tahan
terhadap ujung yang lancip dan menjaga terpotong) , sarung tangan kulit ( melindungi
dari permukaan yang kasar) , sarung tangan Vinyl dan Neoprene ( melindungi tangan
terhadap bahan kimia beracun) , sarung tangan Padded Cloth ( melindungi tangan dari
ujung yang tajam, pecahan gelas, kotoran, dan vibrasi), sarung tangan Heat Resistant
(mencegah listrik karena karet merupakan isolator), sarung tangan Latex disposable (
melindungi tangan dari bakteri, dan hanya sekali pakai), sarung lead lined ( melindungi
tangan dari radiasi).

Gambar 3.25 Alat Perlindungan tangan


Perlindungan Pernafasan
Perlindungan pernafasan digunakan untuk melindungi tubuh dari masuknya debu, uap,
udara, dan gas yang dapat membayakan pernafasan . alat perlindungan pernafasan yang
dapat digunakan adalah masker.
3.11 Persyaratan Lingkungan Hidup
Dalam pengelolaan limbah B3, terdapat pula persyaratan lingkungan hidup, dimana
meliputi :
Memfungsikan tempat penyimpanan limbah B3 sebagai tempat penyimpanan limbah B3;
Menyimpan limbah B3 yang dihasilkan ke dalam tempat penyimpanan limbah B3;
Melakukan pengemasan limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3;
Melekatkan label limbah B3 dan symbol limbah B3 pada kemasan limbah B3.
3.12

Pemanfaatan Limbah B3
Dalam Bab VII PP No 101 Tahun 2014, mengatur tentang pemanfaatan limbah B3.

Dalam pasal 53 ayat 1 disebutkan bahwa pemanfaatan limbah B3 wajib dilaksanakan oleh setiap
orang yang menghasilkan limbah B3. Pemanfaatan limbah B3 yang dapat dilakukan adalah
dengan:
38

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi bahan baku;


Pemanfaatan limbah B3 sebgai substitusi sumber energy;
Pemanfaatan Limbah B3 sebagai bahan baku;
Pemanfaatan limbah B3 sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
3.13

Aktivitas Laboratorium
Laboratorium merupakan tempat menyimpan alat alat yang mahal harganya demikian

pula data daa berharga lainnya, maka keselamatan ini meliputi :


Tempat bekerjanya
Alat dan bahan yang tersedia
Pekerjaan dan hasil karyanya
Hubungan antara pekerjaannya
Praktikan, asisten, (pengguna dsb)
Lingkungan
Dalam laboratorium terdapat banyak bahan kimia yang digunakan dan harus disimpan.
Inventarisasi harus dilakukan terhadap bahan kimia yang ada di laboratorium. Inventarisasi harus
meliputi nama bahan, rumus , jumlah, kualitas, lokasi penyimpanan, dan tanggal penerimaan,
nama industry, bahaya terhadap kesehatan, bahaya fisik, lama dan pendeknya bahaya terhadap
kesehatan.
MSDS (Materials Safety Data Sheets) atau sumber lain yang memberikan informasi
tentang resiko bahaya dari setiap bahan harus da. Di dalam MSDS biasanya terdapat informasi
tentang nama produk dan industry, komposisi bahan, identifikasi tingkat bahay, pertolongan
pertama bila terkena bahan itu, cara menangani kecelakaan, penanganan dan penyimpanan , cara
perlindungan fisik, kestabilan, dan kereaktifan, informasi toksikologi, ekologi, tarnsportasi,
pembuangan dan aturan pemerntah yang diberlakukan.
Pengadministrasian laboratorium dimaksudkan adalah suatu proses pencatatan atau inventarisasi
fasilitas dan aktifitas laboratorium, sehingga diharapkan dapat terorganisir dengan sistematis.
3.14

Undang-undang atau Peraturan Terkait Pengelolaan Limbah B3


Berikut ini merupakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan erat dengan

masalah limbah B3 di Indonesia:


PP No. 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
39

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2013 tentang Simbol dan
Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2013 tentang symbol dan
label limbah bahan berbahaya dan beracun.
Regulasi Pengelolaan Limbah B3 :
Permen LH No. 33 tahun 2009 tentang Tata Cara Pemulihan Lahan Terkontaminasi
Limbah B3.
Permen LH No. 02/2008 tentang Pemanfaatan Limbah B3.
Kep 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan
Pengumpulan Limbah B3.
Kep 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah B3
Kep 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3.
Kep 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil
Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Penimbunan Limbah B3.
Kep 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun

40

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

BAB IV
METODE KERJA PRAKTEK
4.1 Umum
Dalam bab metodologi ini membahas tentang jalannya pelaksanaan kerja praktek di
PTLR- BATAN Kawasan Nuklir Serpong yang dimulai dari ide studi hingga tahap pembahasan
dan penarikan kesimpulan. Rangkaian pelaksanaan kerja praktek yang akan dilaksanakan
sebagaimana dalam gambar 4.1 adalah sebagai berikut:
Ide Studi

Studi Literatur dan


Pengumpulan Informasi/Data

Observasi dan Orientasi Lapangan, antara lain:


Pengenalan lokasi kerja, struktur organisasi maupun pihak-pihak yang terkait,
pengarahan Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta yang ada di PLTR-BATAN
Kawasan Nuklir Serpong, pengenalan sistem pengelolaan limbah B3 mulai
pengelompokkan,pewadahan, pengemasan, penyimpanan, hingga pengangkutan.

Pengumpulan Data Limbah B3 dapat dibagi menjadi dua yaitu:


1. Data primer, antara lain : Observasi dan wawancara
2. Data sekunder, antara lain: Data resmi perusahaan yang diperoleh dari PTLR
bagian pengelolaan limbah B3 yang berkaitan dengan limbah B3

Analisa data dan Pembahasan Pengelolaan Limbah B3 di PTLR-BATAN Kawasan


Nuklir Serpong:
1. Analisa kualitas dan kuantitas Limbah B3 yang dihasilkan
2. Analisa sistem manajemen/pengelolaan Limbah B3 : Penglasifikasian, pewadahan,
pengemasan, penyimpanan, hingga pengangkutan yang disesuaikan dengan peraturan
yang berlaku
Tugas khusus pengelolaan Limbah B3 (*)

Kesimpulan

Penyusunan laporan
41

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Catatan: (*) apabila diperlukan


4.2 Kerangka Studi
1. Ide Studi
Pemilihan bidang kerja praktek disesuaikan dengan minat dan kesempatan yang ada.
Dalam hal ini, bidang yang dipilih yaitu pengelolaan limbah B3 di Pusat Teknologi Limbah
Radioaktif, BATAN Kawasan Nuklir Serpong.
2. Studi Literatur dan Pengumpulan Informasi/Data
Jenis literatur yang dipelajari dan digunakan sebagai acuan antara lain buku. Laporan
kerja praktek, dan jurnal yang relevan dengan bidang kerja. Pelaksanaannya adalah dengan
mengumpulkan data atau informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan kerja praktek ini yang
berbentuk pustaka.
3. Observasi dan Orientasi Lapangan
Pengenalan secara umum lokasi kerja praktek dan pengenalan struktur organisasi maupun
pihak-pihak yang terkait serta pengarahan Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai bentuk
permulaan dari adaptasi terhadap keseluruhan kegiatan proses pengelolaan limbah B3 BLTRBATAN Kawasan Nuklir Serpong. Hal ini dimaksudkan untuk melihat secara langsung proses
pengelolaan limbah B3 yang ada di lapangan.
4. Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan untuk mengetahui proses pengelolaan limbah B3 PTLR-BATAN
Kawasan Nuklir Serpong yaitu data primer dan data sekunder. Yang meliputi data jumlah
limbah, sistem manajemen/pengelolaan limbah B3, permasalahan yang ada serta data pendukung
lainnya.
5. Analisis Data dan Pembahasan
Analisis data kuantitas dan kualitas limbah B3 PTLR-BATAN Kawasan Nuklir Serpong
mengacu pada parameter-parameter dan peraturan perundangan yang berlaku .
6. Tugas Khusus
Tugas khusus diberikan berkaitan dengan pengelolaan limbah B3. Pemberian tugas
disesuaikan dengan wewenang pembimbing lapangan.
7. Kesimpulan

42

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

LAPORAN Kerja Praktek


Studi Sistem Pengelolaan Limbah B3
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN,
KAWASAN NUKLIR Serpong

Penarikan kesimpulan berdasarkan hasil analisa dan pengolahan data terhadap segala
prosedur pengelolaan limbah B3 PTLR-BATAN Kawasan Nuklir Serpong.
8. Penyususnan Laporan
Penyusunan laporan merupakan tahap pembuatan laporan kerja praktek yang berikutnya
akan dibukukan. Penyusunan laporan dilakukan selama + 4 minggu terhitung sejak minggu
pertama sampai minggu terakhir kerja praktek, karena setiap program kerja yang telah dilakukan
harus dituangkan dalam bentuk laporan.
Pada laporan ini terdapat 6 (enam), yaitu pendahuluan, gambaran umum, tinjauan
pustaka, metode kerja praktek, pembahasan sistem pengelolaan limbah B3 BATAN, dan
penutup. Bab I yang merupakan pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, ruang lingkup serta
penjelasan waktu pelaksanaan kerja praktek. Bab II merupakan gambaran umum, dimana berisi
mengenai penjelasan profil Pusat Teknologi Limbah Radioaktif ( PTLR) beserta organisasinya
dan pengolahan yang ada di dalamnya. Bab III berisi tinjauan pustaka, dimana menjelaskan teori
yang mendasari kerja praktek. Dalam hal ini, dasar teori berisi mengenai materi system
pengelolaan limbah B3. Bab IV merupakan metode kerja praktek, yang menjelaskan mengenai
urutan kronologis alur kerja yang kami kerjakan. Bab V adalah Pembahasan, dimana
menjelaskan dan melaporkan apa yang didapat selama kerja praktek berlangsung utamanya
mengenai system pengelolaan limbah Berbahaya dan Beracun di BATAN Kawasan Nuklir
Serpong. Bab VII adalah bagian penutup, dimana terdapat penjelasan mengenai kesimpulan dan
saran maupun rekomendasi.

43

RENI MITA DIWANTI


FATMALIA KHOIRUNNISA

3312100015
3312100055

Anda mungkin juga menyukai