Oleh:
Wahyu Aprillia
G99141087
Himmatul Fuad
G99141088
G99141089
Faisal Hafidh
G99141090
Larissa Amanda
G99141091
Pembimbing:
Dr. Reviono, dr., Sp.P (K)
BAB I
STATUS PASIEN
I.
ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama Pasien
: Tn. S
Usia
: 61 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Buruh
Agama
: Islam
Alamat
: Pacitan
Tanggal Masuk
: 20 Januari 2015
Tanggal Pemeriksaan
: 20 Januari 2015
No. RM
: 01287232
B. Keluhan Utama
Sesak Napas
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 2 bulan SMRS.
Sesak dirasakan terus menerus dan tidak dipengaruhi aktivitas maupun
cuaca, mengi (-). Pasien mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri 4 hari
SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk hingga ke punggung.
Pasien juga mengeluhkan batuk (+) sejak 2 bulan SMRS, batuk
tidak berdahak. Namun dalam 4 hari ini, batuk menjadi berdahak (+)
berwarna putih kekuningan. Pasien juga merasa demam, tetapi
dirasakan hanya sumer-sumer. keringat malam (-), nafsu makan turun
(+), penurunan berat badan (+) 5 kg dalam 2 bulan SMRS. Pasien tidak
merasa mual maupun muntah, BAK dan BAB tidak ada kelainan.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat OAT
Riwayat Hipertensi
: disangkal
: disangkal
Riwayat Alergi
: disangkal
: disangkal
Riwayat Mondok
: (+)
F.
: disangkal
Riwayat Hipertensi
: disangkal
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat Asma
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat Olahraga
: disangkal
Status Generalis
Keadaan umum sakit sedang, compos Mentis E4V5M6, gizi kesan baik.
B.
C.
Tanda Vital
Tekanan darah
: 130/90mmHg.
Nadi
Respirasi
: 26 x/menit
Suhu
SiO2
: 97% (2 lpm)
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
D.
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).
E.
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-).
F.
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
G.
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
H.
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
I.
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-).
J.
Thoraks
Retraksi (-)
1. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Inspeksi dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru (posterior )
Inspeksistatis
Inspeksidinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
K.
L.
Trunk
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: tympani.
Palpasi
M. Ekstremitas
Oedem _
Akral dingin
B.
Hemoglobin
: 14,7 gr/dl
(13,5-17,5)
Hematokrit
: 45%
(33-45)
Antal Eritrosit
: 4,81 x 103/uL
(4,5-5,9)
Antal Leukosit
: 13,8 x 103/uL
(4,5-11,0)
Antal Trombosit
: 276 x 103/uL
(150-450)
Golongan Darah
:A
GDS
: 117 mg/dL
(60-140)
Albumin
: 3,5 g/dL
(3.5 5.2)
Ureum
: 23 mg/dL
(<50)
Creatinin
: 0.9 mg/dL
(0,9-1,3)
Na+
: 131 mmol/L
(136-145)
K+
: 4.7 mmol/L
(3,3-5,1)
Ion klorida
: 99 mmol/L
(98-106)
SGOT/SGPT
: 19/13
HbSAg
: non reactive
: 7,410
(7,310-7,420)
BE
: -0,5 mmol/L
(-2 - +3)
PCO2
: 38,0 mmHg
(27,0-41,0)
PO2
: 61,0 mmHg
(80,0-100,0)
Hematokrit
: 40%
(37-50)
HCO3
: 24,1 mmol/L
(21,0-28,0)
Total CO2
: 25,3 mmol/L
(19,0-24,0)
O2 Saturasi
: 92,0 %
(94,0-98,0)
Kesan : Normal
C.
Foto Thorax
RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 2 bulan SMRS.
Sesak dirasakan terus menerus dan tidak dipengaruhi aktivitas maupun
cuaca, mengi (-). Pasien mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri 4 hari
SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk hingga ke punggung.
Pasien juga mengeluhkan batuk (+) sejak 2 bulan SMRS, batuk tidak
berdahak. Namun dalam 4 hari ini, batuk menjadi berdahak (+) berwarna
putih kekuningan. Pasien juga merasa demam, tetapi dirasakan hanya
sumer-sumer. keringat malam (-), nafsu makan turun (+), penurunan berat
badan (+) 5 kg dalam 2 bulan SMRS. Pasien tidak merasa mual maupun
muntah, BAK dan BAB tidak ada kelainan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi 130/90mmHg, nadi
84x/menit, RR 26x/menit, dan suhu 37,40C per aksiler. Pada pemeriksaan
inspeksi didapatkan pengembangan dada kiri < kanan, pada palpasi
diadaptkan fremitus raba kiri < kanan, perkusi redup mulai SIC VII ke
bawah pada paru kiri, pada auskultasi didapatkan suara dasar vesikuler paru
kiri menurun di SIC VII ke bawah, didapatkan pula ronki basah kasar di
paru sebelah kiri.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dengan angka
leukosit sebesar 13,8 x 103/uL. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan
tampak opasitas bentuk bulat batas tak tegas di paracardial kiri, tampak air
bronchogram di lapang paru kiri, tampak penebalan hilus kiri. Dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang mengarah ke
diagnosis tumor paru kiri, dan pneumonia.
V.
DIAGNOSIS BANDING
1.
Pneumonia komuniti
2.
Tumor paru dd TB Paru
VI.
DIAGNOSIS
1. Pneumonia komuniti PSI grade I
2. Tumor paru jenis (?) ps 70-80 dd TB Paru
VII. TERAPI
1. O2 2 lpm
2. Diet TKTP 1700 kkal
3. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
4. Inj. Ceftriaxon 2 g/ 24 jam
5. Inj. Levofloxacin 750 mg/24 jam
6. N Asetil Cystein 3x200 mg
7. Vit B complex 3x1
VIII. PROGNOSA
IX.
Ad vitam
: dubia
Ad sanam
: dubia
Ad fungsionam
: dubia
PLAN
1. Sputum Mo/ Gr/ K/ R
2. Sputum BTA 3x SPS + Kultur BTA
3. Sitologi sputum
4. Bronkoskopi
5. MSCT Scan Thoraks dengan kontras
FOLLOW UP PASIEN
A.
Respirasi
Suhu
SiO2
: 98% (2 lpm)
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-)
Thoraks
Retraksi (-)
1. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Inspeksi dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru (posterior )
Inspeksi statis
Inspeksi dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Trunk
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: tympani.
Palpasi
10
Ekstremitas
Oedem _
Akral dingin
2.
Terapi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
O2 2 lpm
Diet TKTP 1700 kkal
Infus NaCl 0.9% 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 2 g/ 24 jam
Inj. Levofloxacin 750 mg/24 jam
N Asetil Cystein 3x200 mg
Vit B complex 3x1
Planning
1. Sputum Mo/ Gr/ K/ R
2. Sputum BTA 3x SPS + Kultur BTA
3. Sitologi sputum
4. Bronkoskopi
5. MSCT Scan Thoraks dengan kontras
B.
11
Respirasi
Suhu
SiO2
: 98% (2 lpm)
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-)
Thoraks
Retraksi (-)
1.
Jantung
Inspeksi
12
Palpasi
Perkusi
Paru (anterior )
Inspeksi statis
Inspeksi dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru (posterior )
Inspeksi statis
Inspeksi dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Trunk
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: tympani.
Palpasi
Ekstremitas
13
Oedem _
Akral dingin
Assessment
1. Pneumonia komuniti PSI grade I
2. Tumor paru jenis (?) ps 70-80 dd TB Paru
Terapi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
O2 2 lpm
Diet TKTP 1700 kkal
Infus NaCl 0.9% 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 2 g/ 24 jam
Inj. Levofloxacin 750 mg/24 jam
N Asetil Cystein 3x200 mg
Vit B complex 3x1
Planning
1. Sputum Mo/ Gr/ K/ R
2. BTA pagi (-)
3. Sitologi sputum
4. Bronkoskopi
5. MSCT Scan Thoraks dengan kontras
C.
Respirasi
Suhu
SiO2
: 98% (2 lpm)
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
Kepala
14
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Inspeksi dinamis
Palpasi
15
Perkusi
Auskultasi
Paru (posterior )
Inspeksi statis
Inspeksi dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Trunk
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: tympani.
Palpasi
Ekstremitas
Oedem _
Akral dingin
Assessment
1. Pneumonia komuniti PSI grade I
2. Tumor paru jenis (?) ps 70-80 dd TB Paru
Terapi
1.
2.
3.
4.
O2 2 lpm
Diet TKTP 1700 kkal
Infus NaCl 0.9% 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 2 g/ 24 jam
16
5.
6.
7.
8.
9.
Planning
1. Sputum Mo/ Gr/ K/ R tunggu hasil
2. BTA pagi (-)
3. Sitologi sputum
4. Bronkoskopi
5. MSCT Scan Thoraks dengan kontras
6. Spirometri hari ini
D.
: 130/90mmHg.
Nadi
Respirasi
: 22 x/menit
Suhu
SiO2
: 98% (2 lpm)
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut tidak
beruban semua, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot
(-).
Mata
17
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-).
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), T1-T1, stomatitis (-), mukosa
pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (-)
Thoraks
Retraksi (-)
1.
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Inspeksi dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru (posterior )
Inspeksi statis
18
Inspeksi dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: tympani.
Palpasi
Ekstremitas
Oedem _
Akral dingin
Hasil
1. 1990 ml
Prediksi
2448 ml
2. 1920 ml
% KV (KV/KV Prediksi)
Kapasitas Vital Paksa
3. 1950 ml
81, 29 ml
1. 1980 ml
2448 ml
2. 2000 ml
3. 2000 ml
% KVP (KVP/KVP Prediksi)
81,69 ml
Volume Ekspirasi Paksa Detik 1
1. 1690 ml
(VEP 1)
% VEP 1 (VEP1/ Prediksi)
VEP 1 % (VEP 1/ KVP)
Arus Puncak Ekspirasi (APE)
1749 ml
2. 1390 ml
3. 1730 ml
98,91 ml
86,5 ml
1. 2,43 I/detik
74%
2. 1, 72 I/detik
3. 3,02 I/detik
Kesan : Normal
19
Assessment
1. Pneumonia komuniti PSI grade I
2. Tumor paru jenis (?) ps 70-80 dd TB Paru
Terapi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
O2 2 lpm
Diet TKTP 1700 kkal
Infus NaCl 0.9% 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 2 g/ 24 jam
Inj. Levofloxacin 750 mg/24 jam
Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam
N Asetil Cystein 3x200 mg
Vit B complex 3x1
Sucralfat 3x1 cth (ac)
Planning
1.
2.
3.
Sitologi sputum
4.
Bronkoskopi
5.
: 120/80mmHg.
Nadi
Respirasi
: 20 x/menit,
Suhu
SiO2
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spidernaevi (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
Kepala
20
Palpasi
Perkusi
Paru (anterior)
Inspeksi statis
Inspeksi dinamis
Palpasi
21
Perkusi
Auskultasi
Paru (posterior )
Inspeksi statis
Inspeksi dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: tympani.
Palpasi
Ekstremitas
Oedem _
Akral dingin
Assessment
1.
2.
Terapi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
O2 2 lpm
Diet TKTP 1700 kkal
Infus NaCl 0.9% 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam
Inj. Levofloxacine 750 mg/24 jam
Inj. Ranitidin 50mg/ 12 jam
N Asetil Cystein 3x200 mg
Vit B complex 3x1
Sucralfat syr 3x1 cth (ac)
22
Planning
Pasien minta pulang (APS) terlebih dahulu untuk mengurus BPJS.
23
BAB II
ANALISIS KASUS
Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme, baik virus, bakteri, jamur, maupun parasit.
Berdasarkan klinis dan epidemiologis, pneumonia dibedakan atas pneumonia
komunitas dan pneumonia nosokomial. Pada kasus ini pasien didiagnosis sebagai
pneumonia komunitas. Adapun dasar diagnosis pasien ini adalah :
1. Anamnesis:
Dari anamnesis didapatkan beberapa gejala yang mengarah pada
diagnosis pneumonia yaitu adanya keluhan sesak napas sejak 2 bulan
SMRS. Sesak dirasakan terus menerus dan tidak dipengaruhi aktivitas
maupun cuaca, mengi (-). Pasien juga mengeluhkan nyeri dada kiri 4 hari
SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk hingga ke punggung.
Selain sesak nafas, pasien juga mengeluhkan batuk sejak 2 bulan yang
lalu, tidak mengeluarkan dahak. Namun dalam 4 hari sebelum pemeriksaan,
batuk menjadi berdahak berwarna putih kekuningan. Pasien juga merasa
demam, tetapi dirasakan hanya sumer-sumer. Pasien merasakan ada
penurunan berat badan 5 kg dalam 2 bulan SMRS dan penurunan nafsu
makan, tak ada keluahan keringat malam. Pasien tidak merasa mual maupun
muntah, BAK dan BAB tidak ada kelainan.
Pasien pernah mondok di RS Aisyah Ponorogo pada tanggal 8-12
Januari 2015 dengan diagnosis massa paru kiri dd TB Paru. Telah dilakukan
pemeriksaan sputum untuk cek BTA dan didapatkan hasil negatif.
2. Pemeriksaan Fisik :
Pasien tampak sakit sedang, kompos mentis dan gizi kesan cukup. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan hasil sebagai berikut :
Tekanan darah
: 130/90 mmHg.
Nadi
Respirasi
Suhu
24
SiO2
: 97% (2 lpm)
Inspeksi dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru posterior
Inspeksi statis
Inspeksi dinamis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
3. Pemeriksaan Penunjang :
Dari pemeriksaan darah didapatkan leukositosis dengan hasil hitung
lekosit sebesar 13,8 x 103/uL (normal : 4,5-11,0 x 103/uL)
Dari analisa gas darah tidak didapati adanya asidosis maupun alkalosis.
Untuk menilai apakah terdapat gagal nafas pada pasien ini perlu dilihat dari
PO2, PCO2 dan HS. Pasien mengalami gagal nafas tipe I atau hipoksemia
karena didapatkan nilai HS sebesar 254,2 (hipoksiasedang), dengan FiO2
koreksi sebesar 0,32 (4 lpm). Dari perhitungan AaDO2 didapati nilai sebesar
62,6 sehingga dapat disimpulkan adanya gangguan difusi pada pasien ini.
Pada pemeriksaan rontgen thorax di ruang radiologi RS Dr. Moewardi
dengan proyeksi PA dan lateral tampak opasitas bentuk bulat batas tak tegas
di paracardial kiri, tampak air bronchogram di lapang paru kiri dan tampak
penebalan hilus kiri. Dari hasil yang didapat mengesankan suspek tumor paru
25
26
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I.
PNEUMONIA
A. Definisi
Pneumonia adalah salah satu bentuk tersering dari Infeksi Saluran
Napas Bawah Akut (ISNBA). Pneumonia merupakan peradangan yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis (bronkiolus
respiratorius dan alveoli) serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2009).
B. Klasifikasi
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b.
Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia
nosocomial pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai
tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama
pada
penderita
dengan
daya
tahan
lemah
(immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris.
Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada
aspirasi benda asing atau proses keganasan
b. Bronkopneumonia.
27
PNEUMONIA KOMUNITAS
A. Definisi
Pneumonia komunitas adalah salah satu subtipe dari pneumonia
dengan bentuk epidemiologis yaitu sebagai infeksi pada parenkim paru
yang didapatkan di luar rumah sakit atau fasilitas kesehatan penyedia
rawat inap (Cascini, 2013; Dahlan, 2006). Pneumonia komunitas
merupakan suatu infeksi pada paru yang dimulai dari luar rumah sakit atau
didiagnosisdalam 48 jam setelah masuk rumah sakit pada pasien yang
tidak menempati fasilitas perawatan kesehatan jangka panjang selama 14
hari atau lebih sebelum gejala muncul, serta disertai dengan adanya
gambaran infiltrat pada pemeriksaan radiologis dada (Lawrence et al.,
2002; Armitage, 2007). Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai
suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri,
virus, jamur, parasit) dan tidak termasuk pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (PDPI, 2003).
B. Etiologi
Bermacam-macam mikroorganisme patogen dapat menyebabkan
pneumonia, antara lain : bakteri, virus, jamur, dan parasit (PDPI, 2003).
Pada pasien dewasa, penyebab pneumonia komunitas yang sering
ditemukan adalah bakteri golongan gram positif, yaitu Streptococcus
pneumonia, bersama dengan Staphylococcus aureus dan Haemophilus
influenza merupakan bakteri patogen golongan tipikal. Legionella,
Chlamydophila, M.pneumoniae merupakan bakteri patogen golongan
atipikal (Cascini, 2013; Cunha, 2014).
Virus dapat menyebabkan pneumonia, dan Respiratory Syncytial
Virus merupakan etiologi virus yang sering ditemukan. Pada beberapa
28
kasus juga dapat ditemukan virus influenza tipe A atau tipe B. Pada pasien
dengan kondisi imun yang buruk dapat terjadi pneumonia akibat infeksi
jamur. Pada kasus yang jarang, pneumonia dapat disebabkan oleh aspirasi
objek atau substansi yang mengakibatkaniritasi dari paru-paru (Priyanti,
2014).
Tabel 1. Patogen penyebab pneumonia (Mandell et al., 2007)
Tabel 2. Penyebab pneumonia komunitas berdasarkan prevalensi
kejadian menurut North American Study (NAS) dan British Thoracic
Society (BTS) (Priyanti, 2014)
C. Faktor Risiko
1. Usia lanjut lebih dari 65 tahun
2. Merokok
3. Riwayat penyakit saluran pernapasan
29
kesadaran,
peminum
alkohol
dan
pemakai
obat(drug
/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat
30
31
32
E. Diagnosis
Penegakan diagnosis pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan
melihat hasil dari anamnesis, gejala dan tanda klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan radiologi, laboratorium, dan mikrobiologi.Menurut Pedoman
Diagnosisdan Penatalaksaan Pneumonia Komunitas, diagnosis pneumonia
komunitas dapat ditegakkan apabila pada foto thoraks ditemukan infiltrat
baru atau progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
1. Batuk-batuk bertambah
2. Perubahan karakteristik dahak / purulen
3. Demam >38o
4. Adanya tanda konsolidasi paru, suara napas bronkial dan ronki
5. Jumlah leukosit >10.000/ul atau <4000/ul (PDPI 2003)
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari pneumonia komunitas dibagi menjadi dua
yaitu gejala dan tanda diakibatkan pneumonia komunitas tipikal, dan
akibat pneumonia atipikal. Berikut merupakan ciri-ciri gejala dan tanda
klinis pada pneumonia tipikal (Cunha, 2014; Priyanti, 2014):
33
stadium
lanjut
akibat
hipoksemia
dan
hipokarbia
dapat
didiagnosis
berdasarkan
3. Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk dapat mengidentifikasi etiologi
lebih pasti,mengetahui jenis patogen yang sering menjadi penyebab
infeksi di suatu daerah, mengetahui tingkat resistensi suatu patogen,
serta dapat memperkirakan jenis terapi empirik apa yang perlu
diberikan.Pengecatan gram pada sputum dapat membantu untuk
pemberian obat pada terapi empirik. Panduan IDSA/ATS juga
merekomendasikan agar spesimen sputum dapat diperoleh sebelum
pemberian antibiotik. sebelum pemberian antibiotik untuk pertama
kalinya. Pengecatan gram itu sendiri juga dapat mengidentifikasi
patogen tertentu melalui karakteristik khasnya, misal Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan bakteri gram negatif. Tujuan
lain dari pengecatan gram pada sputum adalah untuk memastikan
sputum sudah cocok atau belum untuk dijadikan kultur (Mandell et al.,
2007; Mandell et al., 2006; Schmitt, 2014).
H. Tata Laksana
Menurut ATS/IDSA 2007 dalam tata laksana pasien pneumonia perlu
diperhatikan hal hal sebagai berikut :
1. Pasien tanpa riwayat pemakaian antibiotik sebelumnya
2. Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat antibiotik 3 bulan
sebelumnya.
Penatalaksaan pneumonia komunitas dibagi menjadi :
1. Pasien rawat jalan
a. Pengobatan suportif / simptomatik
panas
Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
elektrolit
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
elektrolit
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Rawat Jalan
Rawat
inap
non ICU
Ruang rawat
intensif
750
mg,
Pertimbangan
khusus
obat injeksi ke obat oral, hal ini bertujuan untuk mengurangi biaya
pengobatan rawat inap dan mencegah infeksi nosokomial. Pada pasein
dengan rawat inap ruangan, terapi peralihan diberikan mulai hari ke-4,
37
sedangkan pada rawat inap ICU, terapi peralihan diberikan mulai hari ke7.
Kriteria untuk peralihan dari obat injeksi ke obat oral pada
pneumonia komunitas :
Hemodinamik stabil
Gejala klinis membaik
Dapat minum obat oral
Fungsi gastrointestinal normal
Secara klinis, pasien stabil dengan tanda :
o Suhu 36,5 37,8 OC
o Frekuensi nadi 60 sampai 100 kali per menit
o Frekuensi nafas 18 24 kali per menit
o Tekanan darah sistolik 90 mmHg
o Saturasi oksigen arteri 90% atau PO2 60 mmHg
Sebagian besar pasien pneumonia menunjukkan perbaikan klinis
dasarnya),
misal
gagal
jantung,
emboli,
keganasan,
38
39
Keterlambatan
Superinfeksi nososkomial
o Pneumonnia nosokomial
o Ekstraparu
Eksaserbasi dari penyakit komorbid
Terjadi penyakit non infeksi
o Emboli paru
o Infark miokard
o Gagal ginjal
Tabel 6. Pola pola dan tipe penyebab pneumonia komunitas yang tidak
respon
Jika ditemukan pasien yang tidak respon terapi, maka hal hal yang
dilakukan:
1. Memindahkan pasien ke pelayanan rujukan yang lebih tinggi
2. Melakukan pemeriksaan ulang untuk diagnosis, bila perlu dilakukan
prosedur invasive
3. Berikan eskalasi antibiotik
I. Prognosis
Pada umumnya prognosisnya baik, tergantung dari faktor pasien,
bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat.
Angka kematian pasien pneumonia komunitas kurang dari 5% pada pasien
40
rawat jalan dan 20% pada pasien rawat inap. Penentun prognosis menurut
IDSA dan BTS dijabarkan dalam Tabel 7.
Total
CURB
Skor 0 Skor 2
Skor
Tidak
Skor
PSI
Skor
Skor
Tingkat
-1
Grup I
>2
Grup
diprediksi
Kelas I
<70
Kelas
II
Grup II
keparaha
III
n
Kelas
Rendah Sedang
Berat
risiko
Angka
1,5%
22%
9,2%
Skor
Skor
71-90
Kelas
91-130
Kelas
>130
Kelas
III
IV
Sedang
Berat
8,2%
29,2%
Risiko Rendah
0,1%
0,6%
2,8%
kematian
langkah
pencegahan
yang
dapat
dilakukan
pada
50-64 tahun
menginginkan imunitas
Pneumokok
1-2 dosis pada individu tertentu
Tabel 8. Rekomendasi jadwal imunisasi dewasa.
65+ tahun
Setiap Tahun
1-2 dosis
41
DAFTAR PUSTAKA
A.Mandell L, Wunderink R. Pneumonia.Harrison's Principles of Internal
Medicine. 2.18th Edition ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2006. 95790p.
Almirall J, Bolibar I, Vidal J, Sauca G, Coll P, Niklasson B, et al. Epidemiology of
community-acquired pneumonia in adults: a population-based study.
European Respiratory Journal. 2000;15(4):757-63.
American Lung Association. Chicago :Understanding Pneumonia; diakses Januari
2015
dari
www.lung.org/lung-disease/pneumonia/understandingpneumonia.html.
Armitage K, Woodhead M. New guidelines for the management of adult
community-acquired pneumonia. Current opinion in infectious diseases.
2007;20(2):170-6.
Boersma WG, DanielsJ, Lwenberg A, Boeve W-J, van de Jagt EJ.Reliability of
radiographic findings and the relation to etiologic agents incommunityacquired pneumonia. Respiratory medicine. 2006;100(5):926-32.
Cascini S AN, Incalzi RA, Pinnarelli L, Mayer F, Arc M, Fusco D, DavoliM.
Pneumonia burden in elderly patients: a classification algorithm using
administrative data. BMC Infectious Disease. 2013;13(559).
Cunha, A Burke.Community Acquired Pneumonia; diakses Januari 2015 dari
www.emedicine.medscape.com/article/234240-overview#aw2aab6b4
Dahlan Z. Pneumonia.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2. 4 ed. Dalam:
W.SudoyoA, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati S, ed. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006. p. 964-71.
Lawrence M T, Jr., J.McPhee S, A.Papadakis M. Diagnosis dan Terapi Kedokteran
Penyakit Dalam. 1 ed. Jakarta: Salemba Medika; 2002. 100-10.
Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, Bartlett JG, Campbell GD, Dean NC, et
al. Infectious Diseases Society of America/American Thoracic Society
consensus guidelines on the management of community-acquired
pneumonia in adults. Clinical infectious diseases. 2007;44(Supplement
2):S27-S72
Pokja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.Pneumonia Komunitas :
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia.2003
Ruiz M, Ewig S, Marcos MA, Martinez JA, Arancibia F, Mensa J, et al.Etiology
of community-acquired pneumonia: impact of age, comorbidity, andseverity.
American
Journal
of
Respiratory
and
Critical
Care
Medicine.1999;160(2):397-405.
Schmitt, Steven.Cleveland : Community Acquired Pneumonia; diakses Januari
2015 dari www.clevelandclinicmed.com/medicalpubs/diseasemanagement/
infectious-disease/community-acquired-pneumonia/#bib10
Sharma Sat, Maycher Bruce, Eschun Gregg.Radiological Imaging in Pneumonia :
Recent Innovations Imaging of Bacterial Pneumonia; diakses Januari 2015
dari www.medscape.org/viewarticle/556344_2
42
43