Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang
Anak usia sekolah merupakan kelompok usia yang kritis karena pada usia
tersebut seorang anak rentan terhadap masalah kesehatan. Masalah kesehatan
yang dihadapi oleh anak usia sekolah pada dasarnya cukup kompleks dan
bervariasi. Peserta didik pada tingkat Sekolah Dasar (SD) misalnya, masalah
kesehatan yang muncul biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan
lingkungan, seperti penyakit-penyakit infeksi salah satunya adalah Campak
(Mikail, 2011)
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukan vaksin kedalam tubuh agar membuat antibodi untuk
mencegah penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk
merangsang pembentukan zat anti yang dimasukan kedalah tubuh melalui
suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak dan Polio.
Campak merupakan salah satu penyakit menular dengan berbagai
komplikasi yang berat, sangat potensial menimbulkan wabah atau kejadian luar
biasa serta dapat menyebabkan kematian. Sedangkan gambaran situasi global di
tahun 2008, diketahui terdapat 164.000 kematian akibat campak didunia. Artinya
terdapat 405 kematian akibat campak terjadi setiap hari, atau 18 kematian akibat
campak terjadi setiap jam. Namun pada dasarnya, penyakit ini merupakan
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) bertujuan untuk memberikan


perlindungan bagi anak sekolah dasar terhadap penyakit campak, difteri dan
tetanus.Imunisasi yang telah diperoleh pada waktu bayi belum cukup untuk
melindungi terhadapa apenyakit PD3I sampai usia anak sekolah. Hal ini
disebablan karena sejak anak mulai memasuki usia sekolah dasar terjadi
penurunan terhadap tingkat kekebalan yang diperoleh saat imunisasi ketika bayi.
Oleh sebab itu pemerintah menyelenggarakan imunisasi ulangan pada anak usia
sekolah atau sederajat (MI/SDLB) yang dilaksanakan serentak di Indonesia.
Angka cakupan imunisasi di seluruh Indonesia saat ini menunjukkan tren
positif. Terjadi peningkatan angka partisipasi imunisasi dari anak usia sekolah.
Namun, tren positif ini patut untuk ditingkatkan mengingat pentingnya peran
imunisasi dalam mencegah terjadinya penyakit-penyakit infeksi. Angka cakupan
imunisasi di Indonesia saat ini belum mencapai angka 80%. Walaupun banyak
daerah yang telah mencapai angka tersebut namun beberapa daerah menunjukkan
angka cakupannya masih rendah.
Kabupaten Semarang adalah salah satu kabupaten yang telah mencapai
angka cakupan imunisasi yg cukup tinggi. Area cakupan imunisasi Puskesmas
Ambarawa salah satu contohnya, telah mencapai angka cakupan imunisasi
hampir 80 %. Angka cakupan tersebut seharusnya bisa ditingkatkan lagi
mengingat ada beberapa sekolah yang kurang menanggapi positif program
imunisasi tersebut terkait dengan beberapa isu yang beredar tentang kehalalan
dari vaksin imunisasi tersebut. Hal ini yang menjadi perhatian dari penulis

sehingga perlu diadakan promosi kesehatan lebih intensif untuk meningkatkan


angka cakupan imunisasi di Kabupaten Semarang.

TINJAUAN PUSTAKA
CAMPAK

1. Definisi campak
Menurut Soegijanto (2008) penyakit campak adalah penyakit akut yang
disebabkan oleh virus penyakit campak yang sangat menular pada anak-anak.
Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus,
genus morbili. Penyakit ini cukup berbahaya karena dapat menyebabkan
komplikasi serius bahkan kematian. Kejadian mengenai penyakit ini sangat
berkaitan dengan keberhasilan program imunisasi campak.
Campak merupakan penyakit serius yang mudah ditularkan melalui udara.
Tingkat penularan infeksi campak sangat tinggi sehingga sering menimbulkan
3

KLB (Kejadian Luar Biasa). Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi campak.
Penyakit ini biasanya akan sembuh dengan sendirinya dan diketahui bahwa
seseorang hanya akan terkena penyakit ini sekali seumur hidup. Sesuai dengan
sifat alami penyakit campak yang monotipik, yaitu hanya terdiri dari satu tipe
saja, setelah pemberian imunisasi campak seharusnya seorang anak akan kebal
seumur hidup. Namun ada beberapa kasus mengenai anak yang dinyatakan
terkena penyakit campak oleh dokter, padahal orang tuanya telah melakukan
imunisasi campak pada anak tersebut.
2. Transmisi
Penyebaran virus campak maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari
mulut selama masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita
rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi
menjadi menular pada hari ke 9-10 sesudah pemajanan, pada beberapa keadaan
dapat menularkan hari ke 7. Virus campak ini dapat hidup dan berkembang biak
pada selaput lender tenggorokan, hidung, dan saluran pernafasan.
Campak merupakan salah satu infeksi manusia yang paling mudah ditularkan.
Berada di dalam kamar yang sama saja dengan seorang penderita campak dapat
mengakibatkan infeksi. Penderita campak biasanya dapat menularkan penyakit
dari saat sebelum gejala timbul sampai empat hari setelah ruam timbul. Waktu
dari eksposur sampai jatuh sakit biasanya adalah 10 hari. Ruam biasanya timbul

kirakira 14 hari setelah eksposur. Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum
gejala muncul
3. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi penyakit campak berlangsung sekitar 10-12 hari, pada tahap ini
anak yang sakit belum memperlihatkan gejala dan tanda sakit.
Penampilan klinis penyakit campak dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu
a. Fase Prodormal
timbul gejala yang mirip dengan penyakit flu, seperti tubuh terasa demam
dan menggigil dengan suhu 38-40 derajat Celcius, lelah, batuk, hidung
beringus, mata merah berair dan sakit, pada mulut muncul bintik putih
(bercak Koplik) dan kadang disertai mencret. Bercak Koplik ini berwarna
putih kelabu, sebesar ujung jarum, dikelilingi oleh eritema, dan berlokalisasi
di mukosa mulut.Bercak ini biasanya muncul menjelang akhir stadium
kataral.
b. Fase Erupsi
ditandai dengan munculnya bercak merah dan gatal seiring dengan demam
tinggi yang terjadi. Ruam tersebut mulai dari belakang telinga, leher, dada,
muka, tangan, kaki. Biasanya bercak menyebar hingga seluruh tubuh dalam
waktu 4-7 hari. Bila bercak merah sudah keluar, demam akan turun dengan
sendirinya.

c. Fase Konvalesens
bercak merah ini

makin

lama

menjadi

kehitaman

dan

bersisik

(hiperpigmentasi), lalu rontok atau sembuh dengan sendirinya. Periode ini


merupakan masa penyembuhan yang butuh waktu sampai 2 minggu.
4. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi karena virus campak menyebar melalui aliran darah ke
jaringan tubuh lainnya. Yang paling sering menimbulkan kematian pada anak
adalah kompilkasi radang paru-paru (broncho pneumonia) dan radang otak
(ensefalitis). Komplikasi ini bisa terjadi cepat selama berlangsung penyakitnya.
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul diantaranya :
1. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran
nafas, yang bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya.
Ditandai dengan distres pernafasan, sesak, sianosis, dan stridor. Ketika
demam turun keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang.
2. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun infeksi bakteri. Ditandai
dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki basah halus.
6

Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan
menghilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari
lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan dan gejala
saluran nafas masih terus berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia
karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah
dirusak oleh virus.
Gambaran infiltrat pada foto toraks dan adanya leukositosis dapat
mempertegas diagnosis. Di negara sedang berkembang dimana malnutrisi
masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa terjadi dan dapat
menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.
3. Kejang Demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak
demam saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai
kejang demam.
4. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya
terjadi pada hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar
1 dalam 1000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya
ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi
langsung virus campak ke dalam otak.
Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi (keadaan lemah, tidak
ada dorongan untuk melakukan kegiatan), koma dan iritabel. Keluhan nyeri
kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching, disorientasi juga dapat
ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis

ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan,


sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.

5. Pencegahan
Imunisasi campak adalah salah satu dari 5 imunisasi yang diwajibkan oleh
pemerintah bagi balita. Vaksin campak dapat diberikan saat anak berusia 9 bulan
atau lebih. Walaupun vaksinasi Campak tidak menghindarkan 100% si anak dari
campak di kemudian hari, namun anak yang telah divaksinasi umumnya
memiliki gejala dan komplikasi yang ringan jika terkena kedua penyakit tersebut
kelak. Jadi vaksinasi masih merupakan pendekatan penting bagi penanganan
primer dari penyakit campak, khususnya bagi anak.
Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak
secara aktif. Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh dalam
bentuk kemasan kering tunggal atau dalam kemasan kering kombinasi dengan
vaksin gondong dan rubella. Kemasan ini dikenal dengan nama vaksin MMR
(Measles-Mumps-Rubella). Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada
usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun.
Pada tahun 1963 telah dibuat dua macam vaksin campak, yaitu (1) vaksin yang
berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonstone B) dan
(2) vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang

berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminiun). Sejak
tahun 1967 vaksin yang berasal dari virus campak yang telah dimatikan tidak
digunakan lagi oleh karena efek proteksinya hanya bersifat sementara dan dapat
menimbulkan gejala atypical measles yang hebat.
Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah
1.100 TCID-50 atau sebanyak 0.5 ml. Tetapi dalam hal vaksin hidup, pemberian
dengan 20 TCID-50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik. Cara
pemberian yang dianjurkan adalah subkutan (penyuntikan di bawah kulit),
walaupun dari data yang terbatas dilaporkan bahwa pemberian secara
intramuscular (penyuntikan ke dalam otot rangka, sejauh mungkin dengan syaraf
utama) tampaknya mempunyai efektivitas yang sama dengan subkutan.

Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif, dan


kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal.
Penelitian terbaru menunjukkan bayi rentan terhadap penyakit campak saat
berusia 2-3 bulan hingga mendapatkan imunisasi pertamanya, karena
kekebalan tubuh yang didapat dari ibunya sudah berkurang.
Penelitian ini berdasarkan catatan medis dari 207 perempuan sehat dan
bayinya di lima rumah sakit Belgia pada tahun 2006. Hasil penelitian ini
sudah diterbitkan secara online pada 18 Mei 2010 dalam British Medical
Journal (BMJ). Berdasarkan penelitian ini diketahui perempuan yang telah
tertular penyakit campak dalam kehidupannya menjadi lebih kebal dan bisa
memberikan perlindungan lebih pada bayinya, dibandingkan dengan
perempuan yang telah divaksinasi tapi belum pernah terkena penyakit ini.
Tapi perlindungan yang berasal dari ibu hanya berlangsung pada bulan
pertama hingga ke empat untuk semua perempuan sehingga perlu untuk
dilakukan imunisasi campak.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai tahun 1982, dan pada
tahun 1991 Indonesia telah mencapai imunisasi dasar lengkap (Universal

10

Child Immunization=UCI) secara nasional; meskipun demikian masih ada


beberapa daerah yang cakupan imunisasi campaknya masih rendah sehingga
sering terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) campak.
Tabel pemberian imunisasi pada bayi

Vaksin harus diupayakan agar tidak menimbulkan efek samping yang berat,
dan jauh lebih ringan dari gejala klinis penyakit secara alami. Pada
kenyataannya tidak ada vaksin yang benar-benar ideal, namun dengan
kemajuan teknologi saat ini telah dapat dibuat vaksin yang efektif dan
relative aman. Reaksi simpang dikenal sebagai kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following Immunization. KIPI ini
adalah kejadian medic yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa
efek vaksin ataupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek
farmakologis, koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan kasual yang tidak
dapat ditentukan. Dibawah ini merupakan table gejala klinis :

11

Untuk efek samping atau KIPI dari vaksin MMR berupa :


a. Demam lebih dari 39,5 derajat Celcius yang terjadi pada 5% - 15%
kasus, demam dijumpai pada hari ke-5 samapi ke-6 sesudah imunisasi
dan berlangsung selama 2 hari.
b. Kejang demam.
c. Ruam timbul pada hari ke-7 sampai ke-10 sesudah imunisasi dan
berlangsung selama 2-4 hari.
d. Memar karena berkurangnya trombosit.
e. Infeksi virus campak pada imunodefisiensi, seperti penderita HIV.
f. Reaksi KIPI berat dapat menyerang system syaraf, yang reaksinya
diperkirakan muncul pada hari ke-30 sesudah imunsasi.
Gejala syok anafilaktik :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Terjadi mendadak
Gejala klasik : kemerahan merata, edem
Urtikaria, sembab pada kelopak mata, sesak, nafas berbunyi
Jantung berdebar kencang
Tekanan darah menurun
Anak pingsan / tidak sadar
Dapat pula terjadi langsung berupa tekanan darah menurun dan pingsan
tanpa didahului oleh gejala lain.

Tindakan untuk syok anafilaktik :


a. Suntikan adrenalin 1:1000, dosis 0,1 0,3 ml, sk/im

12

b. Jika pasien membaik dan stabil dilanjutkan dengan suntikan


deksametason (1 ampul) secara intravena/intramaskular.
c. Segera pasang infuse NaCl 0,9%
d. Rujuk ke Rumah Sakit terdekat.

13

Anda mungkin juga menyukai