Anda di halaman 1dari 8

PENDIDIKAN STEM DALAM ENTREPRENEURIAL SCIENCE

THINKING ESciT: SATU PERKONGSIAN PENGALAMAN


DARI UKM UNTUK ACEH
1*

Subahan Mohd. Meerah

Muhammad Syukri , Lilia Halim dan T.

Pend. Fisika, FKIP, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia


Fakulti Pendidikan, Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, Malaysia
*
Email: syukri.physics@unsyiah.net
Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk berbagi pengalaman mengenai program


penelitian pengintegrasian pendidikan STEM dalam pengajaran dan
pembelajaran sains di sekolah dasar dan menengah yang telah
dijalankan oleh Fakulti Pendidikan, UKM (Universiti Kebangsaan
Malaysia). Program pendidikan STEM tersebut adalah berupa
pengintegrasian pemikiran kewirausahaan ke dalam pengajaran dan
pembelajaran sains melalui kemahiran proses sains. Pengintegrasian
ini kami istilahkan dengan sebutan ESciT (Entrepreneurial Science
Thinking) atau dalam bahasa Indonesia PeSaK (Pemikiran Sains
Kewirausahaan). ESciT merupakan suatu proses pengintegrasian
pengetahuan sains secara inovatif dan kreatif dengan pemikiran
yang berorientasikan kewirausahaan. Konsep ESciT sendiri lahir dari
pada perbandingan dan persamaan antara langkah-langkah dalam
kemahiran proses sains (science process skill) dan pemikiran
kewirausahaan. Produk yang kami hasilkan dari program penelitian
pengintegrasian ini adalah modul ESciT. Modul EScit juga telah
kami lakukan pengujian di beberapa sekolah rendah dan menengah
di Malaysia. Hasil dari pengujian modul ESciT tersebut menunjukkan
bahwa selain prestasi dan minat pelajar dalam pembelajaran sains
meningkat, sikap dan pandangan mereka terhadap kewirausahaan
juga menunjukkan hasil yang positif. Pelajar menjadi lebih
menyadari dan memahami relevansi antara pengetahuan sains yang
mereka pelajari di kelas dengan kehidupan sehari-hari. Diharapkan
melalui huraian penjelasan secara terperinci artikel ini mengenai
Konsep ESciT, modul ESciT, serta aktivitas pelajar dan peran guru
dalam setiap langkah modul ESciT dapat dijadikan sebagai salah
satu masukkan bagi guru dan pemerintah Aceh dalam
mengaplikasikan pengintegrasian pendidikan STEM dalam kurikulum
pendidikan sains sekolah dasar dan menengah.
Kata kunci: Pendidikan STEM; ESciT (Entrepreneurial Science Thinking);
Modul ESciT.

Pengantar
Istilah STEM awal sekali bermula pada tahun 1990-an. Pada waktu itu,
kantor NSF (National Science Foundation) Amerika Serikat, menggunakan
istilah SMET sebagai singkatan untuk Science, Mathematics,
Engineering, & Technology. Namun seorang pegawai NSF tersebut
melaporkan bahwa SMET hampir berbunyi seperti smut dalam
pengucapannya, sehingga diganti dengan STEM (Science, Technology,
Engineering, and Mathematics[1]. Jadi dalam konteks Indonesia, STEM

105

merujuk kepada empat bidang ilmu pengetahuan, yaitu sains, teknologi,


teknik, dan matematika.
Sedangkan pendidikan STEM pula merujuk kepada pengintegrasian konsep
desain
teknologi/teknik
dalam
pengajaran
dan
pembelajaran
sains/matematik di kurikulum sekolah [2]. Selain itu, pendidikan STEM juga
bisa didefinisikan sebagai suatu pendekatan pengajaran dan pembelajaran
antara mana-mana dua atau lebih dalam komponen STEM atau antara
satu komponen STEM dengan disiplin ilmu lain [3]. Pendekatan pendidikan
STEM dalam artikel ini lebih merujuk kepada definisi yang diberikan oleh
[3], yaitu mengintegrasikan pemikiran kewirausahaan dalam pengajaran
dan pembelajaran pendidikan sains di sekolah. Pada umumnya,
pengintegrasian pendidikan STEM dalam pengajaran dan pembelajaran
boleh dijalankan pada semua tingkatan pendidikan, mulai dari sekolah
dasar sampai universitas. Ini mungkin dilakukan karena aspek
pelaksanaan STEM seperti kecerdasan, kreatifitas, dan kemampuan desain
tidak tergantung kepada usia [2,4].
Inisiatif pengintegrasian STEM dalam kurikulum pendidikan di sekolah
merupakan salah satu usaha untuk mempertingkatkan atau menggalakkan
pelajar meminati dan terlibat dalam bidang-bidang STEM. Pada waktu ini,
minat pelajar terhadap bidangbidang STEM di berbagai negara seperti
Amerika, Inggris, Malaysia, dan juga Indonesia mengalami penurunan,
sedangkan keperluan negara dan industri untuk latar belakang bidang
STEM ini semakin tinggi [5]. Selain untuk meningkatkan minat pelajar, ide
pengintegrasian STEM juga merupakan buah pikiran dari pandangan
bahwa antara sains, teknologi, teknik, dan matematika dalam
perkembangan dunia pendidikan dan pekerjaan abad ke-21 ini saling
memerlukan antara satu dengan lainnya. Oleh itu, dalam menghadapi
tantangan pendidikan dan pekerjaan tersebut, kita memerlukan pelajar
yang tangguh mempersiapkan diri dalam bidang-bidang tersebut. Salah
satu caranya ialah dengan memperkenalkan dan memahirkan mereka
dengan kemahiran-kemahiran bidang STEM, iaitu melalui pengintegrasian
pendidikan STEM dalam kurikulum pendidikan sekolah dasar dan
menengah. Pengintegrasian pendidikan STEM dalam kurikulum sekolah
dasar dan menengah di berbagai negara, seperti Amerika, Inggris,
Australia, China, dan Korea Selatan telah mulai disusun dan dilaksanakan.
Untuk itu, Indonesia khususnya Aceh mulai sekarang sudah boleh
memikirkan dan menjalankan pengintegrasian pendidikan STEM dalam
kurikulum pendidikan sekolah rendah dan menengah. Hal ini bertujuan
bagi memastikan kurikulum pendidikan kita dapat melahirkan sumber
daya manusia yang berkompeten dalam bidang-bidang STEM.
Seperti yang telah dikemukakan pada bagian awal tadi, bahwa
pengintegrasian pendidikan STEM tidak hanya dapat dilakukan antara
bidang-bidang komponennya, tetapi juga dapat dilakukan pengintegrasian
antara salah satu bidang komponen STEM dengan bidang ilmu lainnya.
Dalam artikel ini, penulis akan mengemukakan salah satu contoh program
pengintegrasian pendidikan STEM dalam kurikulum pendidikan sekolah
dasar dan menengah yang telah dikaji dan dilaksanakan oleh Fakulti
Pendidikan, UKM (Universiti Kebangsaan Malaysia) [6], di mana penulis
juga ikut terlibat dalam kajiannya. Hasil dari program pengintegrasan ini
adalah sebuah modul pemikiran sains kewirausahaan yang kami sebut
dengan modul ESciT atau modul PeSaK. Untuk memperoleh sedikit
gambaran mengenai modul ESciT, artikel ini mencoba untuk menguraikan
beberapa hal mendasar dalam penyusunan dan pengaplikasian modul
ESciT.
Meliputi
penjelasan
mengenai
konsep
pemikiran
sains
kewirausahaan (PeSaK), modul PeSaK, serta aktivitas pelajar dan peran
guru dalam setiap langkah modul PeSaK. Diharapkan dari penjelasan
beberapa hal tersebut, oleh guru sains dapat dijadikan sebagai salah satu
masukan atau pembanding dalam melaksanakan pengajaran dan
pembelajaran sains, khususnya guru sains di Aceh bagi memastikan
pelajar yang cekap dan dapat menghadapi tantangan dan perkembangan
zaman.

106

ESciT (Entrepreneurial Science Thinking)


Konsep ESciT. ESciT merupakan singkatan dari Entrepreneurial Science
Thinking atau dalam bahasa Malaysia dan Indonesia dapat diganti dengan
pemikiran sains keusahawanan/kewirausahaan (PeSaK). PeSaK ialah suatu
konsep pengajaran dan pembelajaran sains untuk melahirkan pelajar yang
memiliki pemikiran kewirausahaan. PeSaK dihasilkan oleh dua orang dosen
dari Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), yaitu Prof. Dr. Lilia Halim dan
Prof. Dr. Nor Aishah Buang. Konsep PeSaK ini, mereka rumuskan melalui
hasil analisis wawancara dengan 20 saintis yang telah menjadi pengusaha
sukses dan pemikir-pemikir dalam bidang inovasi. Dari hasil analisis
tersebut, menunjukkan bahwa saintis yang berhasil menghasilkan ide atau
produk berdasarkan ilmu sains ialah melalui penggabungan kemahiran
proses sains dan pemikiran kewirausahaan. Oleh itu, konsep PeSaK dibina
berdasarkan hubungan antara langkah-langkah dalam kemahiran proses
sains dan pemikiran kewirausahaan. Pemikiran kewirausahaan merujuk
kepada fenomena kognitif mencari idea dan peluang kewirausahaan yang
inovatif dan kreatif [6]. Sedangkan kemahiran proses sains adalah cara
pandang seseorang dalam melihat sains lebih kepada satu pendekatan
proses dari pada sains hanya sebagai ilmu pengetahuan [4].
Berikut adalah langkah-langkah dari kemahiran proses sains (science
process skill) dan pemikiran kewirausahawan yang mempunyai hubungan
antara satu dengan lainnya.
Langkah pertama membuat pengamatan dan langkah kedua
menguraikan masalah atau fenomena dalam kemahiran proses sains
memiliki hubungan dengan langkah pertama mengamati lingkungan
sekitar dengan sengaja dan langkah kedua mencari keperluan idea
baru dalam pemikiran kewirausahaan. Langkah pertama dan kedua
kemahiran proses sains ini membolehkan pelajar untuk memahami
mengapa sesuatu fenomena bisa terjadi dan menguraikan fenomena
tersebut melalui pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana. Begitu
juga dengan langkah pertama dan kedua pemikiran kewirausahaan,
yaitu sengaja mengamati lingkungan sekitar dan menemukan sesuatu
idea baru yang bisa dilakukan. Jadi jelas langkah pertama dan kedua
kemahiran proses sains memiliki hubungan dengan langkah pertama
dan kedua pemikiran kewirausahaan.
Langkah ketiga kemahiran proses sains membuat hipotesis, sama
dengan langkah ketiga pemikiran kewirausahaan merumuskan ide.
Jika saintis membuat hipotesis, selalunya bertanya apabila A begini,
maka B akan begitu dan banyak lagi. Begitu juga dengan pengusaha,
akan membuat ide berdasarkan prinsip jika ide A diterima apa yang
akan terjadi pada ide B dan seterusnya. Ide yang dihasilkan ini bisa
dalam bentuk produk maupun teknik yang berfungsi dalam lingkungan
kewirausahaan [7,8].
Langkah keempat kemahiran proses sains memilih satu hipotesis
memiliki hubungan yang sama dengan langkah keempat pemikiran
kewirausahaan memilih satu ide dan buat dalam bentuk produk.
Untuk memilih satu hipotesis, saintis menimbang berbagai faktor dan
kemungkinan. Begitu juga dengan pengusaha, melakukan hal yang
sama untuk memilih satu ide dan kemudian dibuat dalam bentuk suatu
produk.
Langkah kelima kemahiran proses sains membuat eksperimen sama
dengan langkah keempat kemahiran kewirausahaan seperti yang telah
disebutkan sebelumnya memilih satu ide dan buat dalam bentuk
produk. Setelah memilih satu hipotesis, saintis akan melakukan
eksperimen untuk membuktikan hipotesis tersebut. Begitu juga dengan
pengusaha, produk yang akan dibuat tentu dari ide yang dianggap
paling sesuai.
Yang terakhir, langkah keenam kemahiran proses sains menilai hasil
eksperimen terhadap hipotesis, memiliki hubungan dengan langkah
kelima pemikiran kewirausahaan menilai produk dengan keperluan
lingkungan sekitar dari aspek biaya, pemasaran, dan manfaatnya.
Saintis dan pengusaha selalunya akan menilai apa yang telah mereka
lakukan atau hasilkan dengan hipotesis atau rancangan sebelumnya.
107

Persamaan pada langkah-langkah kemahiran proses sains dan pemikiran


kewirausawanan inilah yang menjadi salah satu latar belakang lahirnya
konsep pemikiran sains kewirausahaan (PeSaK). Secara ringkas,
bagaimana hubungan antara langkah-langkah kemahiran proses sains dan
pemikiran kewirausahaan dalam melahirkan lima langkah pemikiran sains
kewirausahaan dapat dilihat seperti pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Hubungan Langkah-langkah dalam kemahiran proses sains, pemikiran


kewirausahaan, dan pemikiran sains kewirausahaan (PeSaK).
Kemahiran Proses
Sains

Pemikiran Kewirausahaan

Pemikiran Sains
Kewirausahaan (PeSaK)

1. Mengamati 1. mengamati lingkungan 1. Mengambil inisiatif untuk fenomena


sekitar dengan sengaja membuat pengamatan
dengan sengaja, bertujuan,
dan secara langsung
2. Menguraikan
2. mencari keperluan idea
masalah/fenomen baru
a
3. Membuat hipotesis 3. merumuskan ide

2. Mencari dan memikirkan


keunikan atau kelainan
pada sesuatu fenomena
yang diamati dalam
bentuk ide, sistem,
model, desain,
atau produk

3. Memilih satu
4. memilih satu ide dan
3. Memilih beberapa ide yang
hipotesis mewujudkannya dalam
bisa diinovasikan dari
5. Membuat bentuk produk langkah sebelumnya serta eksperimen
menilai
ide-ide tersebut
6. Menilai hasil
5. menilai produk dengan
4.
Menetapkan
dan
eksperimen
keperluan lingkungan
memperbaiki
ide
terhadap
sekitar dari aspek biaya,
produk yang telah
hipotesis
pemasaran, dan
dipilih
manfaatnya
5. Memastikan ide atau
produk yang dihasilkan
bermanfaat untuk
masyarakat

Modul ESciT. Kelima langkah pemikiran sains kewirausahaan yang


dikonsepkan dari pada perbandingan langkah-langkah kemahiran proses
sains dan pemikiran kewirausahaan seperti pada tabel 1, selanjutnya oleh
Prof. Dr. Lilia Halim dan Prof. Dr. Nor Aishah Buang diterjemahkan ke dalam
langkah-langkah pembelajaran modul ESciT atau modul PeSaK yang telah
mereka hasilkan. Kelima langkah tersebut dalam modul ESciT diwakili oleh
langkah pengamatan (observe), ide baru (new idea), inovasi (innovation),
kreasi (creativity), dan nilai (society). Kelima langkah ini melibatkan
aktivitas pelajar yang berbeda untuk setiap langkahnya. Untuk
mendapatkan hasil yang optimal, sebaiknya pengajaran dan pembelajaran
modul ESciT ini dilakukan secara berkelompok. Hal ini dilakukan agar
mereka dapat saling bertukar pikiran dalam mengali ide-ide kreatif. Tentu
selain itu, arahan dan bimbingan guru juga tetap diperlukan. Untuk lebih
jelasnya, berikut adalah penjelasan dan gambaran singkat untuk setiap
langkah dalam modul EScit, serta aktivitas yang harus dijalankan oleh
pelajar untuk setiap langkahnya.
Langkah Pengamatan (Observe). Pada langkah pengamatan ini, pelajar
diminta untuk melakukan pengamatan terhadap berbagai fenomena yang
terdapat dalam lingkungan kehidupan sehari-mereka yang mempunyai
kaitan dengan konsep sains yang sedang diajarkan. Sebagai contoh,
misalnya guru ingin mengajarkan topik energi, maka pelajar diminta untuk
mencari informasi sebanyak mungkin mengenai energi. Mulai dari apa itu
108

energi, jenis-jenis energi, sumber-sumber yang menghasilkan energi, alatalat kehidupan yang menggunakan sumber energi, dan lain sebagainya.
Pengamatan ini dapat dilakukan dengan mengamati secara langsung
dalam kehidupan sehari-hari atau juga bisa menggunakan teknologi
seperti pencarian online melalui internet. Untuk memudahkan dalam
melakukan langkah pengamatan ini, pelajar dapat membaginya menjadi
dua tahap. Tahap pertama, pelajar mencari informasi sebanyak mungkin
dari berbagai sumber, seperti dari guru, keluarga, teman, atau internet.
Seterusnya pada tahap kedua, dilanjutkan dengan merumuskan dan
menguraikan semua informasi yang telah diperoleh serta disesuaikan
dengan konsep energi yang sedang dipelajari.
Langkah Ide Baru (New Idea). Setelah pelajar mengamati dan memperoleh
informasi mengenai berbagai fenomena atau produk yang berhubungan
dengan topik sains yang dibahas, seterusnya pelajar melaksanakan
langkah idea baru. Pada langkah ini, pelajar diminta untuk mencari
sesuatu yang baru atau unik dari berbagai fenomena yang telah diamati.
Sebagai contoh untuk topik energi tadi, dari berbagai informasi dan produk
yang berhubungan dengan energi, selanjutnya pelajar diminta mencari
dan memikirkan satu ide baru yang berbeda dari ide atau produk yang
sudah ada. Baik itu dari aspek fungsinya, teknologi, maupun cara
kerjanya. Untuk dapat menemukan suatu ide yang baru, pelajar pada
langkah ini memerlukan kemahiran dalam menganalisis dan berfikir kritis.
Langkah Inovasi (Innovation). Pada langkah inovasi ini, pelajar diminta
untuk menguraikan hal-hal apa saja yang harus dilakukan agar ide yang
telah dihasilkan pada langkah ide baru sebelumnya dapat diaplikasikan.
Inovasi dalam modul ESciT ini merujuk kepada usaha untuk menambah
atau memperbaiki sesuatu ide atau produk menjadi lebih baik. Untuk
menghasilkan inovasi ini, sebaiknya pelajar melakukannya secara
berdiskusi dan memaparkan semua ide di dalam kelompok masingmasing. Agar inovasi yang dihasilkan lebih bermakna, sebaiknya beberapa
hal berikut harus diperhatikan dan didiskusikan bersama, seperti; apakah
ide yang dihasilkan merupakan sesuatu yang baru?, apakah ide tersebut
realistis untuk diaplikasikan?, apa kelebihan ide ini dengan idea atau
produk sebelumnya?, dan sebagainya. Untuk itu, diharapkan semua
anggota kelompok dapat aktif memberikan tanggapan yang kreatif.
Langkah Kreasi (Creativity). Seterusnya langkah keempat dalam modul
EScit adalah adalah langkah kreasi. Langkah ini merupakan pelaksanaan
semua saran dan pandangan hasil diskusi mengenai ide sesuatu produk
baru yang ingin di aplikasikan. Tentu pengaplikasian oleh pelajar ini tidak
dalam bentuk produk sebenarnya, melainkan dalam bentuk sketsa dan
gambar. Salah seorang dari anggota kelompok yang pandai dalam
menggambar dipilih untuk menterjemahkan semua ide-ide yang bernilai
inovasi yang telah didiskusikan sebelumnya menjadi sebuah gambar
produk sains. Pelajar dapat mengaplikasikannya dalam bentuk miniatur
atau sketsa dan gambar. Kreasi gambar atau sketsa yang dihasilkan
sebaiknya digambarkan secara keseluruhan dari berbagai posisi,
terutamanya pada bagian yang terdapat ide inovasinya, baik itu tampak
depan, samping, maupun atas.
Langkah Nilai (Society). Langkah terakhir yang harus dijalankan oleh
pelajar dalam modul ESciT adalah langkah nilai. Nilai yang dimaksud di sini
adalah nilai yang dimiliki oleh ide produk yang dihasilkan pelajar bagi
kehidupan sosial sebenarnya (society). Pada langkah ini, pelajar diminta
untuk menjalankan dua aktivitas, yaitu mengumpulkan pandangan
masyarakat mengenai ide produk melalui survey dan seterusnya
menganalisisnya. Langkah ini sebaiknya dijadikan sebagai perkejaan
rumah pelajar setelah pulang sekolah. Pelajar diminta untuk mencari
sekurangkurangnya lima orang tetangganya untuk menjawab beberapa
pertanyaan seperti; bagaimana pandangan mereka mengenai produknya,
apakah produk ini bisa dijual, apakah dapat berguna bagi masyarakat, dan
berapa harga paling sesuai untuk produk tersebut. Seluruh jawaban dari
koresponden untuk semua pertanyaan tersebut, seterusnya secara analisis

109

sederhana disimpulkan oleh pelajar. Terakhir sekali pelajar akan


mempresentasikan produk dan juga hasil analisis pandangan masyarakat
terhadap produk tersebut kepada semua pelajar di depan kelas.
Modul ESciT yang dihasilkan oleh UKM ini, di beberapa sekolah rendah dan
sekolah menengah di Malaysia telah diuji penggunaannya. Dalam
pengujian tersebut didapati bahwa pengetahuan, sikap, dan minat pelajar
terhadap sains semakin meningkat dan positif. Di samping minat untuk
menjadi seorang wirausahaan dalam bidang sains juga meningkat.
Beberapa contoh hasil produk pelajar setelah mengikuti pengajaran dan
pembelajaran sains menggunakan modul ESciT dapat dilihat pada
Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Contoh-contoh Produk ESciT yang Dihasilkan oleh Pelajar


Peran Guru dalam Modul ESciT. Dalam proses pengajaran dan
pembelajaran pemikiran sains kewirausahaan dengan menggunakan
modul ESciT ini, guru punya andil yang besar dalam memastikan semua
langkah aktivitas modul dapat dijalankan dengan benar oleh pelajar. Oleh
itu, guru dituntut agar dapat menggunakan pendekatan yang sesuai untuk
setiap langkahnya. Berikut adalah uraian singkat mengenai peran atau
pendekatan yang dapat dilakukan oleh guru sains sewaktu melaksanakan
proses pengajaran dan pembelajaran pemikiran sains kewirausahaan
dengan menggunakan modul ESciT.
Dalam Langkah pengamatan (observe) atau langkah mengambil
inisiatif untuk membuat pengamatan dengan sengaja, bertujuan, dan
secara langsung ini.
Guru berperan dalam memastikan seluruh pelajar untuk membuat
pengamatan mengenai semua fenomenan dalam kehidupan seharihari mereka yang berhubungan dengan konsep sains yang sedang
atau telah dipelajari. Pengamatan ini tidak terbatas hanya
menggunakan panca indra saja, tetapi juga bisa melalui bahan
bacaan, internet, atau juga wawancara dengan pengusaha dan pakar
sains secara langsung. Untuk menemukan keunikan fenomena yang
diamati, guru mengarah pelajar untuk menguraikan semua aspek yang
terdapat pada fenomena yang diamati. Dengan penguraian ini,
diharapkan pelajar dapat menemukan kekurangan atau hal yang
110

belum ada dari fenomena yang diamati, agar seterusnya mereka


dapat memikirkan satu atau lebih hal yang boleh ditambah pada
fenomena tersebut.
Agar pelajar menemukan ide yang benar-benar baru, unik, dan kreatif
dalam langkah ide baru (new idea) ini. Guru berperan dalam memberi
motivasi dan dalam memastikan pelajar untuk dapat menggunakan
semua imajinasi berfikir mereka sewaktu menjalankan langkah ini.
Pada umumnya, langkah ide baru ini memerlukan proses dan waktu
yang relatif lama dari langkah-langkah lainnya. Untuk itu guru haruslah
bijak dalam memberikan arahan kepada pelajar mengenai bagianbagian apa saja dari fenomena yang telah diamati yang perlu
dipikirkan untuk ditambahkan ide baru atau perubahan.
Seterusnya untuk langkah inovasi (innovation) atau langkah memilih
beberapa ide dari langkah kedua yang bisa diinovasikan serta menilai
ide-ide tersebut, guru meminta setiap kelompok pelajar untuk
menguraikan semua aspek dari ideide yang telah mereka pikirkan pada
langkah dua sebelumnya, seperti biaya, bahan, tingkat kesukaran,
dan manfaatnya apabila ide tersebut dibuat dalam bentuk sebenarnya.
Setelah pelajar menguraikan semua aspek dari ide-ide tersebut, guru
selanjutnya mengarahkan pelajar untuk berdiskusi sesama teman
kelompok untuk menilai ide yang mana yang paling sesuai untuk
dikreasikan dan didesain.
Dalam langkah keempat modul ESciT, yaitu langkah menetapkan dan
memperbaiki ide produk yang telah dipilih (creativity), guru bertindak
sebagai fasilitator dalam menggalakan pelajar menggunakan imajinasi
berpikir untuk menterjemahkan ide yang telah mereka dipilih menjadi
suatu produk yang inovatif. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,
produk yang dimaksud pada langkah ini adalah draf gambar atau
sketsa dari produk sebenarnya. Untuk itu, guru harus dapat
memastikan semua ide yang telah mereka hasilkan pada langkah
inovasi sebelumnya terdapat pada sketsa produk yang mereka
gambarkan.
Terakhir sekali untuk langkah society modul ESciT, guru menjelaskan
dan membantu pelajar mengenai tata cara bagaimana melakukan
survey yang baik dan benar. Pelajar diarahkan untuk memilih sekurangkurangnya lima orang koresponden, boleh terdiri dari teman kelas lain,
para guru, ataupun tetangga di rumah. Pada langkah ini, guru juga
berperan dalam menyediakan beberapa pertanyaan mengenai produk
yang dihasilkan oleh pelajar untuk digunakan pada waktu survey.
Setelah survey dijalankan, guru mengarahkan pelajar melakukan
analisis persentase sederhana dan melaporkannya di depan kelas
bersama dengan produk mereka.

Kesimpulan
Perkembangan sains dan teknologi yang begitu pesat telah menuntut kita
untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam menghadapinya. Salah
satunya ialah dengan mempersiapkan generasi penerus yang berliterasi
dalam bidang-bidang STEM (Science, Technology, Engineering, &
Mathematics). Di beberapa negara maju telahpun mulai mengaplikasikan
pengintegrasian STEM ini dalam kurikulum sekolah dasar dan menengah
mereka. Untuk itu, pendidikan sekolah dasar dan menengah di Aceh mulai
dari sekarang sudah dapat mempersiapkan diri dalam melaksanakan
pengaplikasian pendidikan STEM ini. Guru sebagai ujung tombak
pelaksana pengajaran dan pembelajaran di sekolah, dituntut harus mampu
mengembangkan
pendekatan
pengajaran
yang
sesuai
dalam
pengaplikasian metode ini. Oleh itu, melalui artikel ini kami ingin berbagi
pengalaman dengan guru, terutamanya guru sains mengenai
pengaplikasian pengintegrasian pendidikan STEM dalam pengajaran dan
pembelajaran sains di sekolah dasar dan sekolah menengah, yaitu dengan
menggunakan pendekatan modul ESciT. Dari hasil penelitian yang telah
kami lakukan pada beberapa sekolah dasar dan sekolah menengah di
Malaysia, menunjukkan bahwa pengajaran dan pembelajaran sains yang
menggunakan modul ESciT secara keseluruhan menunjukkan hasil positif

111

bagi pelajar. Selain prestasi dan minat terhadap sains lebih meningkat,
pelajar juga menunjukkan sikap positif terhadap dunia kewirausahaan.
Pelajar menjadi lebih menyadari dan memahami relevansi antara
pengetahuan sains yang mereka pelajari di kelas dengan kehidupan
sehari-harinya.
Referensi
[1] Sanders, Mark. 2009. STEM, STEM Education, STEMmania. The Technology
Teacher. 2 (2009), 20-26

[2] Sanders, M., Hyuksoo. K., Kyungsuk, P. & Hyonyong, L. Integrative STEM

(Science,
Technology,
Engineering,
and
Mathematics)
Education:
Contemporary Trends and Issues. Secondary Education 59 (2011), 729-762.

[3] Becker, K. & Park, K. Effects of integrative approaches among science,

technology, engineering, and mathematics (STEM) subjects on students


learning: A preliminary meta-analysis. Journal of STEM Education. 12 (2011),
23-37.

[4] Padilla, M. The science process skills. Research Matters-to the Science
Teacher, 1990.

[5] Information on BLS (Bureau of Labor Statistics), U.S. 2012. Occupational

Employment Projections to 2020. http://www.bls.gov/emp/ep_table_103.htm.


[16 May 2012].

[6] Buang, N.A., Halim, L., & Mohd Meerah, T.S. Understanding the Thinking of

Scientists Entrepreneurs: Implications for Science Education in Malaysia.


Journal of Turkish Science Education. 6(2009), 3-11.

[7] Baron, R. Psychological perspectives on entrepreneurship: Cognitive and

social factors in entrepreneurs success. Current Directions in Psychological


Science. 9 (2000), 15-18.

[8] Drucker, P. F. Innovation and Entrepreneurship. New York: Harper Perennial,


1985.

112

Anda mungkin juga menyukai