Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah
untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan
pada struktur ginjal yang lain.1
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai
dalam gromerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi
utama pada gromerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan,
sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada
tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi,
meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.2
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit
pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul
berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan
perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).3
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun
(kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa
mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata,
kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar
80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.3

1.2. Tujuan Penulisan


1

Untuk Mengetahui cara mendiagnosa dan penanganan kasus pasien Glomerulonefritis Akut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI GINJAL
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal antara
vetebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang dapat diraba. Ginjal terdiri dari korteks
dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di
korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks
terdaat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal. .4
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu 6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan,
sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram pada orang dewasa. Pada janin permukaan ginjal tidak
rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur.1

Gambar 1. Anatomi Ginjal


Tiap ginjal mengandung 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang berhubungan
dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru
tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia
struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional.1
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus proksimal, anse henle
dan tubulus distal. Glomerulus bersama denga kapsula bowman juga disebut badan maplphigi.
Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dala pembentukan
urine tidak kalah pentingnya.1

Gambar 2. Perdarahan pada ginjal


2.1.1 Fungsi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel
dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.3
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi ekskresi

Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah ekskresi air.

Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H + dan


membentuk kembali HCO3

Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.

Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam
urat dan kreatinin.

2. Fungsi non ekskresi

Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.

Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi produk sel
darah merah oleh sumsum tulang.

Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

Degradasi insulin.

Menghasilkan prostaglandin
4

Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan substansi
yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling penting untuk
dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain
itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam
tubuh secara berlebihan.3
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan dalam
tubuh adalah :
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan menghasilkan
cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak
akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam
plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang tidak
diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi
dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi
urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi
dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.3
2.1.2. Sistem glomerulus normal
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh
simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula
(juxtame-dullary) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari
arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan
kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola
itu disebut kutub vaskuler. Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus
contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang
oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdi ri atas matriks dan sel mesangial. Kapilerkapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler
terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler
terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan
sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau foot processes. Maka itu sel epitel viseral
5

juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis
glomeruler (GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi
seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri
atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan
lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang
gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut
dengan membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler
pada kutub tubuler . Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi
membentuk bulan sabit ( crescent). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa
seluler, fibroseluler atau fibrosa. 5
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
1. glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar
korteks.
2. glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai ke bagian
dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan medula dan
merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsoprsi air dan slut. 1

Gambar 3. Bagian-bagian nefron 6


Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi sebagai penyaring.
Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel, mempunyai sitoplasma yang sangat tipis, yang
mengandung banyak lubang disebut fenestra dengan diameter 500-1000 A. Membran basal
glomerulus membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan, antara sel endotel dengan
mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain.1,2
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :
6

1. Lamina dense yang padat (ditengah)


2. Lamina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel endotel
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel 1
Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan membentuk tonjolan
sitoplasma foot process yang berhubungan dengan lamina rara eksterna. Diantara tonjolantonjolan tersebut adalah celah-celah filtrasi dan disebut silt pore dengan lebar 200-300 A. Poripori tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut slit diaphgrma. Mesangium (sel-sel mesangial
dan matrik) terletak dianatara kapiler-kapiler gromerulus dan membentuk bagian medial dinding
kapiler. Mesangium berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan mungkin bereran
dalam pembuangan makromolekul (seperti komplek imun) pada glomerulus, baik melalui
fagositosis intraseluler maupun dengan transpor melalui saluran-saluran intraseluler ke regio
jukstaglomerular.1

Gambar 4. Kapiler gomerulus normal


Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat gromerulus
menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai suatu barier filtrasi. Sel
endotel,membran basal dan sel epitel dinding kapiler glomerulus memiliki kandungan ion negatif
yang kuat. Muatan anion ini adalahhasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan (heparan-sulfat) dan
glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam daragh relatif memiliki isoelektrik
yang rendah dan membawa muatan negatif murni. Karena itu, mereka ditolak oleh dinding
kapiler gromerulus yang muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.1

Gambar 5. anatomi sistem ginjal 6

2.2. FISIOLOGI
2.2.1. Filtarasi glomerulus
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui dinding
kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua substansi
plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat
molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperto albumin dan
globulin). Filtrat dukumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum
meningalkan ginjal berupa urin.1,2
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR) merupakan
penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga disebut single nefron
glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler
glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.1
SN GFR = Kf.(P-)
= Kf.P.uf

Koefesien ultrafiltrasi (Kf) dipengaruhi oleh luas permukaan kapiler glomerulus yang
tersedia untuk filtrasi dan konduksi hidrolik membran basal.
Tekanan ultrafiltrasi (Puf) atau gaya Starling dalam kapiler ditentukan oleh :

tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus (Pg)

tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman atau tubulus (Pt)

tekanan onkotik dalam kapiler glomerulus ( g)

tekanan onkotik dalam kapsula bowman yang dianggap nol karena ultra filtrat tidak
mengandung protein.1

Laju filtrasi glomelurus (LFG) sebaiknya ditetapkan dengan cara pengukuran klirens kreatinin
atau memakai rumus berikut:
Harga k pada: BBLR < 1 tahun = 0,33
LFG = k Tinggi Badan (cm) Aterm < 1 tahun = 0,45
Kretinin serum (mg/dl) 1 12 tahun = 0,55

2.3. DEFINISI
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus
(GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat
infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit
ini sering mengenai anak-anak.7
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam
penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu
9

mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya


korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit
dan prognosis.3 Sindrom nefritik akut (SNA) : suatu kumpulan gejala klinik berupa proteinuria,
hematuria, azotemia, red blood cast, oliguria & hipertensi (PHAROH) yang terjadi secara
akut.2,5
Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke dalam SNA antara lain :
Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
-

Glomerulonefritis fokal

Nefritis herediter (sindrom Alport)

Nefropati IgA-IgG (Maladie de Berger)

Benign recurrent hematuria

Glomerulonefritis progresif cepat


Penyakitpenyakit sistemik
-

Purpura Henoch-Schenlein (HSP)

Lupus erythematosus sistemik (SLE)

Endokarditis bakterial subakut (SBE)

2.4. ETIOLOGI
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut pada streptococcus timbul setelah infeksi
saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolitikus
grup A tipe 1,3,4,12,18,25,4,9 sedangkan tipe 2,49,55,56,57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 814 hari setelah infeksi streptococcus, timbul gejala-gejala klinis.Infeksi kuman streptococcus
beta hemolitikus ini mempunyai resikoterjadinya glomerulonefritis akut pasca streptococcus
berkisar 10-15%.

10

Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius
bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12,
4,16,25,dan29.Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan
pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alas an timbulnya glomerulonefritis akut
setelah infeksi skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan
meningkatnya

titer

anti-

streptolisin

pada

serum

penderita.

Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama kurang
10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada
yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya.Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan
umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman
streptococcus.Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut
yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi
ginjal.Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A
disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus
terutama menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun.Sebagian besar pasien
(95%) akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang
memburuk dengan cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta hemoliticus
golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan dan
pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit
ini.Dengan

perbaikan

kesehatan

masyarakat,

maka

kejadian

penyakit

ini

dapat

dikurangi.Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti keracunan
timah hitam tridion, penyakitb amiloid, thrombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus
eritematosus.

2.5. PATOFISIOLOGI
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga
terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur
membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan
bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam
11

membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan


yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis
dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM).
Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel
mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus
menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk
oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigenantibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai
bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan
cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.2
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi
hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap
di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada
membran basalis glomerulus.11
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator
utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar
dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau
menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam
kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada
pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah
atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop
imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti
IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini
terkadang dapat diidentifikasi.12,13
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap
IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah
yang kemudian mengendap di ginjal.7
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin
12

ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem
komplemen.7
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan
mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel
endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks
terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis
difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek
imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran
basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam
membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.12,13
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks
imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari
kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil
cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding
kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian
mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat
berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen
bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik.
Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan
kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post
steroptokokus.1,2
Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan
adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan
hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan
autoimun yang merusak glomerulus.

13

3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen


antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis
ginjal.4
2.6 EPIDEMIOLOGI
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur
5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan
pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki
laki dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan
adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku
atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi
meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya
tidak sehat.3,6,7,8,11

2.7. GEJALA KLINIS


GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang pada usia di
bawah 2 tahun. GNAPS didahului oleh infeksi GABHS melalui infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3 minggu
pada pioderma. Penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi melalui ISPA
terdapat pada 45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar 31,6%.
Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala
yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik baik sporadik maupun
epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan sedimen urin terutama hematuria
mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik.
GNAPS simtomatik
1.

Periode laten :
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi

streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu; periode 1-2 minggu
14

umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu
didahului oleh infeksi kulit/piodermi.
Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini berlangsung kurang
dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain, seperti eksaserbasi dari
glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schenlein atau Benign
recurrent haematuria.
2.

Edema
Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan menghilang

pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital (edema
palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema
daerah

perut

(asites),

timbul di

dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom

nefrotik.
Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan
lokal. Oleh sebab

itu, edema pada palpebra

sangat

menonjol

jaringan

waktu bangun pagi,

karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada
siang dan sore hari atau setelah melakukan kegiatan fisik. Hal ini

terjadi karena gaya

gravitasi. Kadang- kadang terjadi edema laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru
diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan. Edema bersifat pitting
akibat

cairan

jaringan

yang

sebagai

tertekan masuk ke jaringan interstisial yang dalam waktu

singkat akan kembali ke kedudukan semula.


3.

Hematuria
Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS,4,5 sedangkan hematuria

mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian multisenter di Indonesia
mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%, sedangkan hematuria mikroskopik
berkisar 84-100%.1
Urin
daging

tampak

atau

dalam minggu

coklat

berwarna
pertama

kemerah-merahan

seperti

atau

cola. Hematuria

dan berlangsung

seperti

teh

makroskopik

pekat,

air

cucian

biasanya timbul

beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung


15

sampai beberapa minggu. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya
menghilang dalam waktu 6 bulan.
Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun
secara klinik GNAPS

sudah

sembuh.

Bahkan

hematuria mikroskopik bisa menetap

lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria sudah


ini

merupakan indikasi

untuk

menghilang.

Keadaan

terakhir

dilakukan biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya

glomerulonefritis kronik.
4.

Hipertensi
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Albar

mendapati

hipertensi berkisar 32-70%.

dan menghilang
kebanyakan
Hipertensi

bersamaan

dengan

kasus dijumpai
ringan

tidak

Umumnya

terjadi dalam minggu

menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada

hipertensi ringan (tekanan diastolik

perlu

pertama

80-90 mmHg).

diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang

teratur, tekanan darah akan normal kembali. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan
ensefalopati

hipertensi yaitu hipertensi

kepala, muntah-muntah, kesadaran


di Indonesia menemukan
5.

yang disertai gejala serebral, seperti sakit

menurun

dan kejang-kejang. Penelitian

multisenter

ensefalopati hipertensi berkisar 4-50%.1

Oliguria
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi

kurang

dari 350 ml/m2 LPB/hari.

urin

Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau

timbul kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul
dalam minggu pertama dan menghilang
akhir

minggu

pertama.

Oliguria

bersamaan
bisa

pula

dengan
menjadi

timbulnya
anuria

yang

diuresis pada
menunjukkan

adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.


6.

Gejala Kardiovaskular
Gejala

kardiovaskular

terjadi pada 20-70%

yang

kasus

paling penting adalah

GNAPS.

Bendungan

bendungan

sirkulasi yang

sirkulasi dahulu diduga terjadi

akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik bendungan tetap terjadi
16

walaupun tidak ada hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan terjadi bukan
karena hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi
hipervolemia.
a.

Edema paru
Edema

paru merupakan

gejala yang paling sering terjadi akibat bendungan

sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya

terlihat

secara

radiologik.

Gejala-gejala klinik adalah batuk, sesak napas, sianosis. Pada pemeriksaan fisik terdengar
ronki basah

kasar atau basah halus. Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang

umumnya terjadi dalam minggu pertama dan kadang-kadang


klinik

ini menyerupai

bronkopnemonia sehingga

bersifat

penyakit

fatal. Gambaran

utama

ginjal

tidak

diperhatikan. Oleh karena itu pada kasus-kasus demikian perlu anamnesis yang teliti
dan jangan lupa pemeriksaan urin. Frekuensi kelainan radiologik toraks berkisar antara 62,585,5% dari kasus-kasus GNAPS. Kelainan ini biasanya timbul dalam minggu pertama
dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala-gejala klinik lain. Kelainan
radiologik toraks dapat berupa kardiomegali, edema paru dan efusi pleura. Tingginya kelainan
radiologik ini oleh karena pemeriksaan radiologik dilakukan dengan posisi Postero Anterior
(PA) dan Lateral Dekubitus Kanan (LDK).
Suatu penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan efusi pleura 81,6%, sedangkan
Srinagar da Pondy Cherry mendapatkan masing- masing 0,3% dan 52%.1
tersering adalah bendungan paru.

Kardiomegali

disertai dengan

Bentuk yang

efusi pleura sering

disebut nephritic lung. Kelainan ini bisa berdiri sendiri atau bersama-sama. Pada pengamatan 48
penderita GNAPS yang dirawat di departemen Anak RSU. Wahidin Sudirohusodo dan RS.
Pelamonia di Makassar sejak April 1979 sampai Nopember 1983 didapatkan 56,4% kongesti
paru, 48,7% edema paru dan 43,6% efusi pleura. Kelainan radiologik paru

yang

pada

pnemonia,

GNAPS

peradangan
beberapa

ini

pleura,

sering
oleh

sukar

dibedakan

karena adanya

ronki

dari bronkopnemonia,
basah

dan

edema

paru.

atau

Menurut

penulis, perbaikan radiologik paru pada GNAPS biasanya lebih cepat terjadi, yaitu

dalam waktu 5-10 hari, sedangkan pada bronkopnemonia atau pneumonia


lebih lama, yaitu 2-3 minggu.
menegakkan

ditemukan

diperlukan

waktu

Atas dasar inilah kelainan radiologik paru dapat membantu

diagnosis GNAPS walaupun tidak patognomonik. Kelainan radiologik

paru
17

disebabkan

oleh kongesti

paru

yang

disebabkan

oleh hipervolemia akibat absorpsi

Na dan air.
7.

Gejala-gejala lain
Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia.

Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat hematuria
makroskopik yang berlangsung lama. 14

Gambar 6. proses terjadinya proteinuria dan hematuria


2.8 Gambaran Laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik
ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik,
leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lainlain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal
seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya
proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total
hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi
C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien.
Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.1,4,7
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus
dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan
18

dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal
kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada
glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung
lebih lama.2,12
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit.
Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen
sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO,
antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena
mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O
mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa
starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari
satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus
menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi
antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada
awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan
secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi. 1,3,7
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks
imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak
perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.1
2.9 Diagnosis
Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada umumnya
kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gejala-gejala klinik

1. Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case dengan
gejala-gejala

hematuria,

hipertensi,

edema,

oliguria yang merupakan gejala-gejala khas

GNAPS.4,5
2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa

ASTO

(meningkat) & C (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit, hematuria
& proteinuria.
19

3. Diagnosis

pasti ditegakkan

bila biakan

positif untuk

streptokokus

hemolitikus

grup A.
Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen urin (hematuria
mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan penderita GNAPS.14

2.10 Diagnosis Banding


GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :
1. Hematuria berulang dengan glomerulonefritis fokal (IgA Nefropati)
Hematuria berulang yang asimptomatis, tanpa penurunan fungsi ginjal
Timbunan IgA di gromeruli
2. Hematuria berulang ringan
3. Purpura Henoch-Schonlein
4. Gromerulonefritis progresif
5. Sindroma nefrotik1,5
2.11 Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus
yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,
sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis
seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini
sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg

20

BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan
eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan
makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka
diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala
serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan
usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat
dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat
dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
6. diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972).
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.1,4,11
2.12 Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
21

2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat


gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung
dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas
dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.1,3,4,7
2.13 Prognosis dan Pemantauan
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan
penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis
akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya
sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum,
kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen
serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat
selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.1,12
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus yang
terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat
baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang
persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik.
1,4,12

Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria)
pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi
tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis
akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis
penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih
dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh
karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstrakapiler dan gagal ginjal kronik.1,4,12
22

Pemantauan
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung
1-2 minggu. Pada akhir minggu pertama atau kedua gejala- gejala seperti edema, hematuria,
hipertensi dan oliguria mulai menghilang, sebaliknya gejala-gejala laboratorium menghilang
dalam waktu 1-12 bulan.
Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan bahwa hematuria mikroskopik
terdapat pada rata-rata 99,3%, proteinuria 98,5%, dan hipokomplemenemia 60,4%. Kadar C3
yang menurun (hipokomplemenemia menjadi normal kembali sesudah 2 bulan. Proteinuria dan
hematuria dapat menetap selama 6 bln1 tahun. Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan biopsi
ginjal untuk

melacak adanya proses penyakit ginjal kronik. Proteinuria dapat menetap hingga 6

bulan, sedangkan hematuria mikroskopik dapat menetap hingga 1 tahun.


Dengan kemungkinan adanya hematuria mikroskopik dan atau proteinuria yang
berlangsung lama, maka setiap penderita yang telah dipulangkan dianjurkan untuk pengamatan
setiap 4-6 minggu selama 6 bulan pertama. Bila ternyata masih terdapat hematuria mikroskopik
dan atau proteinuria, pengamatan diteruskan hingga 1 tahun atau sampai kelainan tersebut
menghilang. Bila sesudah 1 tahun masih dijumpai satu atau kedua kelainan tersebut, perlu
dipertimbangkan biopsi ginjal.14

BAB III
PEMBAHASAN KASUS
1.1 Status Pasien
23

Identitas
Nama
: An. G
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 12 tahun
Agama
: Islam
Suku bangsa
: Jawa
Alamat
: Lemah Kembar, Sumberasih Probolinggo
Nama ayah
: Tn.U (40tahun)
Nama ibu
: Ny.E (38tahun
Tanggal masuk
: 9 Juni 2014 pukul 12.00wib
Tanggal keluar: 17 Juni 2014
Anamnesa

Keluhan utama : bengkak pada mata dan kaki setelah bangun tidur

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang dengan keluhan bengkak pada wajah dan kaki setiap bangun pagi sejak 3
hari yang lalu. Pasien juga mengatakan perut kembung sejak 3 hari yang lalu. Panas
sejak hari 4 hari yang lalu, panas naik turun, dan panas tinggi cenderung pada malam
hari. Batuk pilek sejak 3 hari yang lalu, batuknya berdahak dan pasien sesak. Nafsu
makan berkurang, minum sedikit, dan tidak ada muntah. BAB lancar, BAK sedikit dan

berwarna kemerahan seperti teh.


Riwayat penyakit dahulu :
Dahulu tidak pernah sakit seperti ini. Sewaktu umur 7bulan pernah MRS karena kejang
demam.
Riwayat penyakit keluarga :
Di keluarga tidak ada yang sakit seperti ini, riwayat asma (+), riwayat allergi (-)
Riwayat psikososial:
Pasien suka makan mie instan mentah dan makan masako
Riwayat alergi dan pengobatan :
Alergi makanan (-) & obat (-).
Riwayat imunisasi :
Imunisasi lengkap
Riwayat kelahiran dan perkembangan
Lahir di bidan, umur kehamilan 9bulan, berat badan lahir 3500gram
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : kompos mentis
Antropometri :
BB
: 27 kg
24

TB
: 138 cm
BBI : 32 kg
Status gizi : 83% mild malnutrion

Vital sign :
TD : 140/100mmhg
N
: 100x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 37,70C
Akral : hangat

Status generalis :
Kepala-leher
a/i/c/d : -/-/-/+
odema preorbital : +
PCH : +
Pembesaran KGB :

Thorax
Dada : simetris
Retraksi : + (subcosta)
Jantung
Paru : suara nafas vesikuler
Rhonki : +/+ wheezing : -/-

Abdomen
Distended (+)
Bising usus menurun
Asites (+)
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Genetalia : normal

Ekatremitas

25

Akral : hangat

Odema

+
+

+ /
+

+
+

+ /
+

CRT <2detik
Status neurologi
Kaku kuduk (-)

Assessment :
Diagnosa awal : glomerulonefritis akut
Diagnosa banding :

Diagnosis

Glomerulonefritis akut
Sindroma nefrotik

Odema paru
Pneumonia

Infeksi saluran kemih


: Glomerulonefritis Akut dengan Odema Paru

Laboratorium :

Darah lengkap
Cek kadar kolesterol
Urine lengkap
Renal Function Test
Albumin
ASTO

Radiologi

26

Foto thorax AP

Terapi

O2 via nasal 2 Lpm


Bedrest
Diet rendah garam
Furosemid 1amp iv

Hasil Lab tanggal 09-06-2014


Lab :
Albumin

: 2,2 mg/dl

ASTO

: negative

Darah lengkap
-

Diff count
Hb
Leukosit
HCT
Trombosit

: 2/-/10/80/5/3
: 11,0 g/dl
: 17.340/cmm
: 34%
: 253.000/cmm

Fungsi hati (LFT)


-

Alkali fosfatase
Billirubin direct
Billirubin total
SGOT
SGPT

: 153 U/I
: 0,20 mg/dl
: 0,60 mg/dl
: 46 U/I
: 26 U/I

BUN
Creatinin
UA

: 40,0 mg/dl
: 1,5 mg/dl
: 10,8

RFT
-

Urine Lengkap
-

Albumin
Reduksi
Urobilin
Bilirubin
Leukosit
Eritrosit

: +2
:::: Banyak (0-1)
: Banyak (0-1)
27

Epithel
Kristal
Silinder
Lain-lain

: banyak (0-1/LP)
::: leko (+)2

Foto thorax AP
10/6 /14

Foto thorax AP
Cor : ukuran normal
Pulmo : infiltrat (-)
28

Sinus costophrenicus kanan kiri tajam


Kesimpulan : normal

12/06/14

Foto thorax AP
Cor : ukuran normal
Pulmo : konsolidasi pada suprahillus sampai pericardia kanan
Sinus costophrenicus kanan kiri tajam
Kesimpulan intersisial lung odem

29

Follow up
Tgl

10/6/2014 (Ruang Mawar)

Perut masih kembung


Muka pasien masih bengkak
tangan dan kaki pasien masih bengkak
Batuk berdahak
Pilek
Panas masih sesak,
Makan mau sedikit
minum sedikit
Tidak muntah
Kencing
tidak
lancar
berwarna
kemerahan,
BAB lancer
UP 350cc

KU: lemah
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital :
TD : 120/90mmHg
N : 74x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 36,6C
Kepala Leher
a/i/c/d-/-/-/+
PCH (+)
Edema wajah
KGB(N)
Faring (N)
Thorax
Simetris kanan/kiri,Retraksi (+) sub
costal
Jantung : Bising jantung +
Paru: suara nafas vesikuler +/+
Ronchi (+/+)Wheezing (-/-)
Abdomen-Distensi (+)-Bising usus +
menurun, pembesaran hepar (-)
Splenomegali (-)
Ekstremitas Akral hangat CRT <
2detik,Edema anasarka non pitting

11/6/2014(Ruang Mawar)
Perut masih kembung
Muka pasien masih bengkak ,
tangan dan kaki pasien masih
bengkak
Batuk berdahak, masih sesak
Pilek
panas
Makan sedikt
Minum sedikit
Tidak muntah
Kencing
lancar
sedikit
berwarna kemerahan
UP 7000cc
BAB lancar

Keadaan umum : Lemah


Kesadaran : Composmentis
Vital Sign
TD : 110/60 mmHg,
HR: 84x/menit
RR : 30x/menit
Suhu : 37,7C
Akral hangat
Kepala Leher
a/i/c/d
-/-/-/+
PCH
(+)
Edema wajah
KGB
(N)
Faring (N)
Thorax
Simetris kanan/kiri
Retraksi (+) sub costal
Jantung : Bising jantung +
Paru:suara nafas vesikuler +/+
Ronchi (+/+) Wheezing (-/-)
Abdomen :Distensi (+),Bising
usus + menurun, pembesaran
hepar (-)
Splenomegali (-)
Ekstremitas
:Akral
hangat,CRT
<2detik,Edema
anasarka
non
pitting

12/6/2014 (Ruang Mawar)

Perut masih kembung


Muka pasien masih bengkak , tangan dan kaki
pasien masih bengkak tapi sudah berkurang
Batuk berdahak, masih sesak
panas
Makan mau
Minum sedikit
Tidak muntah
Kencing berwarna kemerahan
UP: 700 cc
BAB lancar

Keadaan Umum : Lemah


Kesadaran : Composmentis
Vital Sign
TD : 110/80mmHg,
N: 90x/menit
RR : 30x/menit
Suhu : 36,8C
Akral hangat
Kepala Leher
a/i/c/d
-/-/-/+
PCH
(+)
Edema wajah (+)
KGB
(N)
Faring
(N)
Thorax : Simetris kanan/kiriRetraksi (+) sub
costal
Jantung : Bising jantung +
Paru:suara nafas vesikuler +/+,Ronchi (+/
+),Wheezing (-/-)
Abdomen :Distensi (+),Bising usus (+)
menurun, pembesaran hepar (-)
Splenomegali (-)
Ekstremitas
:Akral
hangat,-CRT
<2detik,Edema
anasarka
non
pitting

30

+
+

+ /
+

+
+

+ /
+

Urine Lengkap :Albumin +2, Reduksi


-Urobilin -, Bilirubin -, Leukosit +2,
Eritrosit Banyak (0-1), Epithel banyak
(0-1/LP), Kristal -, Silinder -, ASTO
negative.
Kolesterol :155 mg/dl
Foto thorax AP : normal
Suspect Glomerulo Nefritis Akut, urinary
tract infection, sindroma nefrotik
Bed Rest
Diet rendah garam
O2 nasal
Ceftriaxone 2 x 1 mg/I.V
DMP 3x1 cth

Tanggal

13/6/2014(Ruang Mawar)

Perut masih kembung


Muka
pasien
masih
bengkak
sudah
mulai
berkurang
Batuk berdahak, masih
sesak
panas
Makan mau
Minum banyak
Tidak muntah
BAK berwarna kemerahan
BAB lancar
UP ; 1800cc

+
+

+ /
+

Keadaan umum : Lemah


Kesadaran : Composmentis
Vital Sign
TD : 130/100mmHg
N: 88x/menit
RR : 26x/menit
Suhu : 36,5C
Akral hangat
Kepala Leher :a/i/c/d -/-/-/
+,PCH (+),Edema wajah
(+), KGB (N),Faring (N)
Thorax
:Simetris
kanan/kiri,Retraksi
(+)
subcostal

berkurang

Foto thorax Ap ulang : intersisial lung odema


Hasil lab albumin,SE : albumin 3. SE kalsium
1,11mm, klorida 98,8mm. kalium 4,50mmol/t,
natrium 138,3mmol/t

Glomerulo Nefritis Akut, odema paru

Bed Rest
Diet rendah garam
O2 nasal
3 x 1 cth
Furosemid 1 x 1 amp/I.V
Ceftriaxone 2 x 1 amp/I.V
Ambroxol 3 x 1 cth

Glomerulo
Nefritis
urinary tract infection

Bed Rest
Diet rendah garam
O2 nasal
Ceftriaxone 2 x 1 amp/I.V
DMP 3x1 cth

14/6/2016 (Ruang mawar)

16/6/2014(Ruang Mawar)

Perut
kembung
sudah
berkurang
Muka pasien bengkak sudah
berkurang
Batuk
berdahak
mulai
berkurang,
sesak mulai berkurang
panas
Makan mau
Minum banyak
Tidak muntah
Kencing banyak berwarna
kemerahan sudah mulai jernih
BAB lancar
UP 2000cc

Perut tidak kembung


Muka pasien sudah tidak bengkak
Batuk kering, sesak (-)
panas
Makan mau banyak
Minum banyak
Tidak muntah
Kencing mulai jernih
BAB lancer
UP 1500cc

Keadaan umum : cukup


Kesadaran : Composmentis
Vital Sign
TD : 110/90mmHg,
N : 90x/menit lemah
RR : 24x/menit
Suhu : 36,5C
Akral hangat
Kepala Leher :a/i/c/d -/-/-/+.
PCH
(+), Edema wajah
(-), KGB (N),Faring
(N)
Thorax
:Simetris
kanan/kiri,Retraksi
(+)
subcostal

Keadaan umum : cukup


Kesadaran : composmentis
Vital sign
TD : 90/60mmHg,
N: 104x/menit lemah
RR : 24x/menit
Suhu : 36,7C
Kepala Leher :a/i/c/d -/-/-/+.
PCH
(-), Edema wajah (-),
KGB
(N), Faring (N)
Thorax :Simetris kanan/kiri,Retraksi (-)
Jantung : Bising jantung +
Paru:suara nafas vesikuler +/+,Ronchi
(-/-),Wheezing (-/-)
Abdomen:
Distensi
(-),Bising
usus

Akut,

31

Jantung : Bising jantung +


Paru:suara nafas vesikuler
+/+,Ronchi
(+/
+),Wheezing (-/-)
Abdomen
:Distensi
(+),Bising
usus
(+),
pembesaran
hepar
(-),Splenomegali (-)
Ekstremitas :Akral hangat,
CRT
<2detik,
Edema
anasarka
non
pitting

sudah mulai

Glomerulo Nefritis Akut,


odema paru

Bed Rest
Diet rendah garam
O2 nasal
Ceftriaxone 2 x 1 amp/I.V
Ambroxol 3 x 1 cth
Lasix 1 x 20 mg IV

Tanggal

17/6/2014(Ruang Mawar)

Perut sudah tidak kembung


Muka pasien sudah tidak
bengkak
Batuk sesekali, sesak (-)
Makan mau
Minum banyak
Tidak muntah
BAK lancar
BAB lancer
UP 2000cc

Keadaan umum : cukup


Kesadaran : Composmentis
Vital Sign
TD : 100/60mmHg

(+),pembesaran hepar (-), Splenomegali (-)


Ekstremitas :Akral hangat,CRT <2detik,

Edema anasarka non pitting

berkurang

Jantung : Bising jantung +


Paru:suara nafas vesikuler +/
+,Ronchi
(+/-),Wheezing
(+/-)
Abdomen: Distensi (+),Bising
usus (+) menurun,pembesaran
hepar (-), Splenomegali (-)
Ekstremitas : Akral hangat,
CRT
<2detik,
Edema

UL tanggal 14 Juni albumin


(-), bilirubin (-), epitel 1-2,
eritrosit 0-2, Kristal (-),
leukosit 2-3, reduksi (-),
sedimen (-), silinder (-),
urobilin (-)
Glomerulo Nefritis Akut, ,
odema paru
Bed Rest
Diet rendah garam
Ceftriaxone 2 x 1 amp IV
Ambroxol 3 x 1 cth
Furosemid 1 x 1 amp IV

Glomerulo Nefritis Akut , odema paru

Bed Rest
Diet rendah garam
Ceftriaxone 2 x 1 amp/I.V
Ambroxol 3 x 1cth
Furosemid 1 x 1 amp IV stop

32

N: 96x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 36,7C
Akral hangat
Kepala
Leher
:a/i/c/d
-/-/-/-,PCH
(-),Edema wajah (-), KGB
(N),Faring
(N)
Thorax
:Simetris
kanan/kiri,Retraksi (-)
Jantung : Bising jantung +
Paru:suara nafas vesikuler
+/+,Ronchi (-/-),Wheezing
(-/-)
Abdomen
:Distensi
(-),Bising
usus
(+),
pembesaran
hepar
(-),Splenomegali (-)
Ekstremitas
:Akral
hangat,CRT <2detik,Edema
anasarka
non
pitting

Glomerulo Nefritis Akut,


odema paru

Ambroxol 3x1cth
Erytromysin syr 3x1cth
Pasien boleh pulang dalam
keadaan baik, kontrol ke
poli 1 minggu kemudian

3.2Analisa Kasus

33

Penegakan diagnosis Glomerulonefritis akut pada pasien ini berdasarkan adanya


lebih dari dua kriteria,yang memenuhi kriteria klinis dari penyakit Glomerulonefritis akut
yakni dari anamnesa, pemeriksaan fisik,pemeriksaan penunjang yang memenuhi dari kriteria
Glomerulonefritis akut.
Pada anamnesa penderita, didapatkan keluhan utama bengkak edema yang berawal
dari palpebrae dan menyebar hingga seluruh tubuh, batuk, pilek, demam,perut kembung,
kencing berwarna merah. Dari teori mengenai Gejala klinis tentang Glomerulonefritis akut
yaitu Sembab pre orbita pada pagi hari (75%), pada pasien ini ditemukan edema pada seluruh
wajah pasien terutama pada daerah mata maupun daerah pipi pasien. Pada pasien ini juga
ditemukan perut kembung, dimana pada teori mengatakan dapat terjadi asites pada pasien
glomeroloneferitis akut dan terjadi pada pasien ini. Pada pasien ini juga terdapat keluhan
sesak nafas, pernafasan cuping hidung, suara nafas tambahan yaitu rhonki. Pada pasien ini
juga terjadi peningkatan tekanan darah yaitu 140/100mmHg dimana pada pasien
glomerolonefritis akut terdapat hipertensi. Beberapa kasus glomerulonefritis akut terjasi air
kemih merah seperti air daging, oligouria, kadang-kadang anuria, sedangkan pada pasien ini
terjadi air kemih berwarna kemerahan serta terjadi oligouria. Pada pemeriksaan fisik dalam
pasien ini terjadinya edema periorbital dan odema tungkai, asites yang merupakan beberapa
gejala klinis dari glomerulonefritis akut. Dari gejala klinis yang terjadi pada pasien ini masuk
dalam kriteria glomerulonefritis akut.
Sedangkan diagnosis banding sindroma nefrotik
bahwa

sindroma

nefrotik

memiliki

kriteria

dapat disingkirkan, mengingat


untuk

mendiagnosisnya

yaitu

hiperkolesterolemia, hipoalbuminemia, odema anasarka, proteinuria massif. Sedangkan pada


pasien ini terdapat odema preorbital pada pagi hari, proteinuria tidak massif, gangguan fungsi
ginjal (peningkatan BUN). Dari criteria tersebut diagnose sindroma nefrotik dapat
disingkirkan.
Diagnose banding pneumonia juga dapat disingkirkan. Pada pneumonia yang
merupakan penyakit peradangan parenkim oleh berbagai macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur atau bahan kimia yang teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan
ventilasi dengan perfusi, dimana biasanya yang terkena bayi umur 2 bulan hingga anak-anak
berumur 5 tahun. Dimana gejala klinis pneumonia adanya demam >38 0C, sakit kepala,
34

gelisah malaise, penurunan nafsu makan, mual, muntah, diare, batuk, sesak. Pada
pemeriksaan fisiknya didapatkan retraksi dada, takipneu, pernafasan cuping hidung, sianosis,
rhonki basah halus. Sedangkan pada pasien ini selain ada batuk, pilek, panas yang cenderung
pada malam hari, sesak, nafsu makan menurun, pernafasan cuping hidung, retraksi dada
subcosta, dan rhonki juga di dapatkan odema preorbital, asistes, odema tungkai, frekuensi
buang air kecil yang berkurang dan air kencing berwarna kemerahan maka dari itu diagnose
banding pneumonia dapat di singkirkan.
Sedangkan diagnosa banding urinary tract infection juga dapat disingkirkan. Dalam
teori urinary tract infection dikatakan beberapa gejala yaitu nyeri perut/pinggang, panas tanpa
diketahui sebabnya, tak dapat menahan kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih
berbau dan berubah warna. Pada pemeriksaan urine yang dilakukan yaitu dengan biakan
urine porsi tengah ditemukan. Pada pasien ini tidak ada keluhan nyeri perut/pinggang, panas
tanpa tau sebabnya, tidak dapat menahan kencing, polakisuria, air kemih berbau, pada pasien
ini hanya terjadi frekuensi buang air kecil yang berkurang dan air kencing yang berubah
warna. Pada pemeriksaan urin lengkap didapatkan hasil Albumin +2, Reduksi Urobilin
negative, Bilirubin negative, Leukosit Banyak (0-1) Eritrosit Banyak (0-1) Epithel banyak (01/LP), Kristal, Silinder -.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan pada pasien ini Hb 11g/dl Hb pada pasien ini
sedikit menurun, Leukosit 17.340/cmm kadar leukosit pada pasien ini terjadi peningkatan
yang menunjukkan adanya infeksi pada pasien, HCT 34% terjadi penurunan kadar HCT,
Trombosit 253.000/cmm masih dalam batas normal, Cholesterol 155 mg/dl kadar kolesterol
pada pasien ini, RFT (BUN) 40 BUN naik pada fase akut, lalu normal kembali, creatinin
1,5mg/dl, UA 10,8. Dari pemeriksaan darah ditemukan keadaan pasien yang sedang
mengalami infeksi.
Pada pemeriksaan urine lengkap pasien ini terdapat Albumin +2, Reduksi Urobilin
negative, Bilirubin negative, Leukosit Banyak (0-1) Eritrosit Banyak (0-1) Epithel banyak (01/LP), Kristal, Silinder -. Dapat disimpulkan dalam pemeriksaan urine lengkap pada pasien
ini masuk dalam kriteria glomerulonefritis akut. Pada pemeriksaan kadar ASTO pasien ini
ditemukan kadar ASTO negatif, sedangkan pada teori dikatakan bahwa diagnose
glomerulonefritis akut ditemukan pemeriksaan kadar ASTO ASTO > 100 kesatuan Todd.
35

Pada teori Glomerulonefritis dikatakan pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya


proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita,
kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular,
eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan
kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis,
hiperfosfatemia dan hipokalsemia.Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan
gejala sindroma nefrotik
Pada pemeriksaan radiologi pada pasien ini ditemukan adanya odema paru, terjadinya
edema paru pada pasien ini disebabkan oleh gangguan sirkulasi berupa dispnea,ortopnea
terdapatnya ronkhi basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan
saja disebabkan spasme tekanan darah , melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya
volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang
menetap dan kelainan miokardium. Penatalaksanaannya adalah diberikan golongan diuretik,
diuretik diberikan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi. Diuretik yang diberikan
pada pasien ini adalah Furosemide 2 x1 amp/hari. Diuretikum dulu tidak diberikan pada
glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemide (lasix) secara intravena
(1mg/kgBB/kali).
Diagnosis pada pasien ini adalah glomerolonefritis akut dengan odema paru,
penatalaksanaan pada kasus ini dengan bedrest, diet rendah garam, memberikan terapi
suportif seperti furosemid untuk mengurangi odema, ambroxol untuk mengurangi batuk,
terapi kausatif diberikan antibiotika yang sesuai dengan penyebabnya.

BAB III
KESIMPULAN
36

Telah dirawat anak G, 12 tahun, masuk dengan keluhan utama bengkak pada wajah saat
bangun pagi dan di diagnosis glomerulonefritis akut dengan odema paru. Terapi pada pasien ini
di berikan terapi suportif dan kausatif. Terapi suportif diberikan yaitu Furosemide 1x1g, terapi
antibiotika yang sesuai Ceftriaxone 2 x 1 g ,memberikan edukasi pada pasien untuk diet rendah
garam serta menjaga kebersihan dari pasien sehingga terhindar dari infeksi. Pasien pulang pada
tanggal 17 Juni 2014 dalam keadaan baik.

37

DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC,
Jakarta.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839,
Infomedika, Jakarta.
3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut
pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
4. http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed April 8th, 2009.
5. http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtm?term=g
lomerunopritis+salt+dialysis. Accessed April 8th, 2009.
6. Markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II,
274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.
7. Donna J. Lager, M.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html.
Accessed April 8th, 2009.
8. http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed April 8th, 2009.
9. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_Klarifika
siHistopatologik.html. Accessed April 8th, 2009.
10. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaAnak.
html. Accessed April 8th, 2009.
11. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html. Accessed April 8th, 2009.
12. http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html. Accessed April 8th,
2009.
13. http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG. Accessed April 8th,
2009.
14. Rauf, Syarifuddin, et all, 2012. Konsesus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta

38

DISKUSI

1. Mengapa kadar ASTO pada pasien ini negative sedangkan pada teorinya kadar ASTO
pada pasien glomerulonefritis akut kadar ASTOnya >100 kesatuan Tood?
Infeksi streptokokus pada GNA menyebabkan reaksi serologis terhadap produk-produk
ekstraselular streptokokus, sehingga timbul antibodi yang titernya dapat diukur, seperti
antistreptolisin O (ASTO), antihialuronidase (AH ase) dan antideoksiribonuklease (AD
Nase-B). Titer ASTO merupakan reaksi

serologis yang paling sering diperiksa, karena

mudah dititrasi. Titer ini meningkat 70-80% pada GNAPS. Sedangkan kombinasi titer
ASTO, AD Nase-B dan AH ase yang meninggi, hampir 100% menunjukkan adanya
infeksi streptokokus sebelumnya. Kenaikan titer ini dimulai pada hari ke-10 hingga 14
sesudah infeksi streptokokus dan mencapai puncaknya pada minggu ke- 3 hingga 5 dan
mulai menurun pada bulan ke-2 hingga 6. Titer ASTO jelas meningkat pada GNAPS
setelah infeksi saluran pernapasan oleh streptokokus. Titer ASTO bisa normal atau tidak
meningkat akibat pengaruh pemberian antibiotik,

kortikosteroid atau pemeriksaan dini

titer ASO. Sebaliknya titer ASTO jarang meningkat setelah piodermi. Hal ini diduga
karena adanya jaringan lemak subkutan yang menghalangi pembentukan antibody
terhadap streptokokus sehingg infeksi streptokokus melalui kulit hanya sekitar 50% kasus
menyebabkan titer ASTO meningkat. Di pihak lain, titer AD Nase jelas meningkat setelah
infeksi melalui kulit.
2. Bagaimana bisa terjadi komplikasi odema paru pada pasien glomerulo nefritis akut?

39

Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang terjadi pada
20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga terjadi akibat hipertensi atau
miokarditis, tetapi ternyata dala klinik bendungan tetap terjadi walaupun tidak ada
hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan terjadi bukan karena
hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi
hipervolemia. Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat bendungan
sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya terlihat secara radiologic.
Gejala-gejala klinik adalah batuk, sesak napas,sianosis. Pada pemeriksaan fisik terdengar
ronki basah kasar atau basah halus. Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang
umumnya

terjadi dalam minggu pertama dan kadang-kadang bersifat fatal. Gambaran

klinik ini

menyerupai bronkopnemonia sehingga penyakit utama ginjal tidak

diperhatikan. Oleh karena itu pada kasus-kasus demikian perlu anamnesis yang teliti dan
jangan lupa pemeriksaan urin. Frekuensi kelainan radiologik toraks berkisar antara 62,585,5% dari
dan

kasus-kasus GNAPS. Kelainan ini biasanya timbul dalam minggu pertama

menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala-gejala klinik lain. Kelainan

radiologik paru yang ditemukan pada GNAPS ini sering sukar dibedakan dari
bronkopnemonia, pnemonia, atau peradangan pleura, oleh karena adanya ronki basah dan
edema paru. Menurut beberapa penulis, perbaikan radiologik paru pada GNAPS biasanya
lebih cepat terjadi, yaitu dalam waktu 5-10 hari, sedangkan pada bronkopnemonia atau
pneumonia diperlukan waktu lebih lama, yaitu 2-3 minggu. Atas dasar inilah kelainan
radiologik paru dapat membantu menegakkan diagnosis GNAPS walaupun tidak
patognomonik. Kelainan radiologik paru disebabkan oleh kongesti paru yang disebabkan
oleh hipervolemia akibat absorpsi Na dan air.

3. Bagaimana mekanisme terjadinya hipertensi encefalopati?


Adakalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang
disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan
kejang-kejang. Penelitian multisenter di Indonesia menemukan ensefalopati hipertensi
berkisar 4-50%. Gejala dini hipertensi ensefalopati yang merupakan gejala prodromal,
terjadi 12-48 jam sebelumnya adalah keluhan sakit kepala yang makin lama makin hebat,
mual, muntah, dan gangguan penglihatan seperti kabur dan diplopia bahkan sampai buta
40

sementara. Selanjutnya terjadi mental confusion, penurunan kesadaran yang makin berat,
kejang umum atau fokal. Defisit neurologik fokal dapat dijumpai misalnya hemiparesis,
afasia, refleks asimetri, dan nistagmus. Gejala neurologik fokal tersebut bersifat
sementara. Bila kelainan tersebut menetap, maka diagnosis hipertensi ensefalopati
dipertanyakan. Timbulnya hipertensi ensefalopati tidak hanya ditentukan oleh derajat
hipertensi tapi juga oleh kecepatan peningkatan tekanan darah. Pada penderita hipertensi
kronk, hipertensi ensefalopati (HE) timbul pada tingkat hipertensi ang lebih tinggi karena
telah ada pergeseran autoregulasi pembuluh darah otak sedangkan pada anak yang
normotensif gejala HE dapat timbul pada tingkat yang lebih rendah. Pemeriksaan
funduskopi pada anak jarang memperlihatkan gambaran perdarahan maupun edema papil.
Pemeriksaan punksi lumbal menunjukkan peninggian tekanan intrakranial tetapi
komposisi cairan serebrospinal normal. Punksi lumbal tidak perlu dilakukan pada
penderita HE kecuali bila dicurigai adanya perdarahan intrakranial. Pemeriksaan EEG
dan foto kepala tidak membantu dalam menegakkan diagnosis HE tetapi bisa untuk
menyingkirkan kelainan intrakranial yang lain. Dalam keadaan meragukan, pemeriksaan
CT-Scan dan MRI dapat membantu diagnosis HE walaupun penggunaannya masih sangat
terbatas. Pasien dengan gejala hipertensi ensefalopati memerlukan terapi anti hipertensi
yang agresif. Anak yang datang dengan krisis hipertensi dimana tekanan darah meningkat
tinggi secara tiba-tiba (>160/120 mmHg), diberi Calsium Channel Blocker (Nifedipin
Sublingual) yang diberikan dengan dosis 0,1 mg/kgBB, dinaikkan 0,1 mg/kgBB/kali
setiap 5 menit pada 30 menit pertama. Lalu setiap 15 menit pada 1 jam pertama,
selanjutnya setiap 30 menit sampai tekanan darah stabil. Bila sudah stabil, diberikan
Nifedipin rumat 0,2- 1 mg/kgBB/hari 3-4 x. Pengobatan lini kedua adalah pemberian drip
Klonidin 0,002 mg/kgbb/8 jam dalam 100 ml Glukosa 5% (maksimal 0,006 mg/kgbb/8
jam), ditambah Lasix 1 mg/kgbb/kali intravena dan Captopril oral 0,3 mg/kgbb/kali
(maksimal 2 mg/kgbb/kali) 2-3 kali/hari. Bila tekanan darah sudah stabil, drip Klonidin
dihentikan, Captopril tetap dilanjutkan. Dalam melakukan evaluasi penderita hipertensi
ensefalopati perlu diingat bahwa yang terpenting adalah secepatnya menurunkan tekanan
darah penderita. Tahapan penanggulangan hipertensi ensefalopati adalah menurunkan
tekanan darah secepatnya dengan obat anti hipertensi parenteral atau oral dan bila
hipertensi telah dapat diatasi dan telah stabil, pemberian obat parenteral segera diteruskan
41

dengan obat per oral, mencari dan menanggulangi kelainan organ target yang lain
misalnya kelainan jantung kongestif, dan menanggulangi etiologi hipertensi.

42

Anda mungkin juga menyukai