4 - 3 - Industri Manufaktur Amerika Jepang Korea Pengembangan Industri Teknologi Indonesia 2 Hal
4 - 3 - Industri Manufaktur Amerika Jepang Korea Pengembangan Industri Teknologi Indonesia 2 Hal
Abstrak
Problem utama perekonomian Indonesia, yaitu pengangguran dan rendahnya
daya beli masyarakat, memerlukan pengembangan industri manufaktur dan usaha
peningkatan ekspor. Akan tetapi belakangan ini Indonesia mengalami kesulitan
untuk bangkit kembali dari krisis. Hal tersebut diperkirakan akibat dari kurang
kesadaran tentang krisis manajemen yang ada di Indonesia dan pengabaian peran
penting interaksi nonlinier antar-manusia dalam proses pengembangan teknologi
industri. X Dalam makalah ini dituturkan betapa Amerika, Jepang dan Korea
Selatan berhasil mengembangkan industrinya dengan menyadari kontribusi
istimewa pengembangan manajemen, pemilihan teknologi dan industri yang
berlatar belakang kultural, historis, ciri khas masyarakat dan sumberdaya alam
yang unik. Dibandingkan pula secara kontras perkembangan manajemen industri
Amerika dan Jepang, yang diikuti dengan strategi perkembangan industri Korea
Selatan dan kebangkitan kembali manajemen industri Amerika. Akhirnya ditinjau
transfer teknologi di Indonesia yang diikuti proposal pengembangan manajemen
teori U dan teori V, serta usulan pedoman pengembangan teknologi pilihan
Indonesia sendiri dan saran-saran dukungan kebijakan non-teknologi yang
diperlukan.
PENDAHULUAN
Seperti tersebut dalam buku teks, tahun 1776, Adam Smith mengemukakan dalam
the Wealth of Nation peran penting spesialisasi tenaga kerja dalam peningkatan
produktivitas perusahaan. Bila mengerjakan semuanya sendiri, seorang karyawan
mampu menghasilkan 1000 biji pin sehari, sedangkan bila 10 karyawan dipekerjakan
secara spesialisasi, mereka akan dapat menghasilkan 48.000 biji. Jadi spesialisasi
meningkatkan produktivitas hampir lima kali lipat (Hicks, 1994).
Akan tetapi perihal yang berlaku di tahun 1776, mungkin tidak berlaku lagi dalam
industri manufaktur dua abad kemudian, atau bahkan mungkin berlaku sebaliknya.
Sebagai contoh misalnya konsep manufacturing cells, yang merupakan proses integrasi
dari keseluruhan material dan mesin dalam menghasilkan suatu produk di satu area,
ternyata dapat menurunkan biaya material handling, biaya inventory, menurunkan
lead time dan juga membentuk rasa kepemilikan bagi pekerja. Konsep spesialisasi
memang perlu ditinjau kembali untuk lebih dikenali batas-batas berlakunya (Prigogine
& Stengers, 1984).
Asumsi spesialisasi sejalan dengan asumsi ceteris paribus. Kedua asumsi ini telah
banyak membantu perkembangan ekonomi dan industri hingga akhir abad pertanian.
Akan tetapi pada abad industri, persoalan ekonomi dan industri telah menjadi
sedemikian rumit sehingga hanya dengan tinjauan makro saja, resep-resep ekonomi
makin diperdebatkan kemanjurannya. Dengan berawalnya abad informasi ini maka
persoalan perkembangan industri makin rumit dan lebih mendasar lagi.
Setelah memahami peran modal, fasilitas, pasar dan bahan baku, dirasa kurang
bijak untuk mensejajarkan karakter manusia pekerja dan teknologi dengan sumber
daya-sumber daya lain. Manusia adalah makhluk individu yang sekaligus juga
makhluk sosial tidak bisa disamakan dengan benda mati. Peran psikologisnya sangat
penting, sehingga ciri otak kiri sebagai makhluk individual-rasional dan ciri otak kanan
yang memberi watak makhluk sosial-emosional-kreatif memegang peran penting pada
pembentukan budaya industri dalam mengadopsi, mengembangkan dan mencipta
teknologi.
Dalam tulisan ini manajemen industri Amerika dan Jepang diperbandingkan
secara kontras. Manajemen Timur yang bercorak verbal, yang dituturkan secara lesan
mengesampingkan penulisan, biasanya akan cepat dilupakan, sebaliknya manajemen
Barat yang mengedepankan budaya tulis akan mudah dipertahankan, dikembangkan
dan dianut di segala penjuru dunia. Itulah sebabnya maka disini manajemen Barat
menjadi sangat dominan.
Di bawah akan dituturkan pelajaran utama yang dapat digali dari negara maju.
Jika yang dicermati dan ditiru ciri-ciri fenomena-fenomena luar saja dari negara maju,
seperti pendapatan per kapita, dan volume perdagangan, maka kita akan selalu gagal
lagi. Negara maju berbeda dengan negara-negara lain. Ciri-ciri negara maju adalah
mampu memanfaatkan warisan-warisan budaya, kondisi geografis, watak masyarakat,
dan sumber daya alam semaksimal mungkin. Negara maju memiliki kreativitas,
memiliki teknologi yang unik dan perusahaan-perusahaan terbaik dunia, sehingga
mereka semakin menguasai pasar dan monopoli.
Pengembangan dasar pemikiran manajemen itu lebih didasari oleh budaya Barat
yang berciri menonjol dalam kompetisi, sifat individu dan peran rasional otak kiri
1
Teori X beranggapan bahwa sikap manusia terhadap pekerjaan sangat pasif, oleh
karena itu perlu penerapan standarisasi pekerjaan, pengawasan, serta sistem penggajian
berdasarkan prestasi. Sedangkan teori Y beranggapan bahwa jika manusia diberi
motivasi yang cukup, mereka cenderung menikmati pekerjaan mereka secara aktif dan
kreatif. Oleh karena itu manajer cukup memberi motivasi dan menciptakan suasana
lingkungan kerja yang baik serta otonomi kepada karyawan maka produktivitas akan
meningkat. Teori Y merupakan motor pendorong dalam perencanaan program ruang
angkasa pada tahun 1970 dan komunikasi komputer pada tahun 1980 di Amerika.
2.
Menjadi ciri industri Barat, sebelum suatu industri didirikan, perancangan dan
perencanaan telah dilakukan secara rinci, layout pabrik, fasilitas, mesin, aliran produk
dan bahan, hubungan aktivitas, serta prosedur kerja standar telah ditulis dan
didokumentasikan dengan lengkap. Tidak mengherankan bila 25 tahun kemudian
industri tersebut cenderung tidak mengalami perubahan yang berarti. Memang
manajemen industri Barat ini terstruktur rapi dan rinci sehingga pengelolaannya
terkesan sistematis, akan tetapi struktur ini cenderung kaku, karena memang tidak
dirancang untuk mengadaptasi dan mengakomodasi perubahan lingkungan yang
mungkin akan timbul.
3.
Sistem Ford adalah suatu sistem produksi masal yang didasarkan pada aliran
kerja, yang kadang-kadang disebut sistem otomasi. Ini adalah sistern produksi masal
sejati di mana bahan mentah diolah dengan mesin dan dibawa di sepanjang ban
berjalan untuk diubah menjadi suku cadang rakitan. Dengan lini rakit yang bergerak
dengan kecepatan tetap, komponen dari berbagai jenis kemudian dipasok ke setiap
proses perakitan akhir, sehingga akhirnya menjadi mobil rakitan lengkap yang keluar
satu persatu dari lini.
Spesialisasi
Industri Barat maju dengan cepat sejak saat itu, hingga saat-saat Amerika merajai
ekspor mobil ke seluruh dunia, memanfaatkan kecanggihan ide assembly line dari
Ford. Di balik kemajuan itu, ternyata diam-diam industri Barat memiliki banyak
kelemahan misalnya produk-produk Barat itu dikenal mahal, boros, dan rumit hingga
selalu menimbulkan banyak complaint. Problem yang lebih berat lagi, yang membuat
banyak industri bangkrut adalah problem SDM. Kebijakan-kebijakan yang makin
menghimpit kesejahteraan buruh membidani cepatnya pertumbuhan serikat pekerja.
Makin hari serikat buruh menjadi semakin kuat, sehingga, meskipun
produktivitas buruh sedang-sedang saja, gaji buruh di Barat menjadi makin meroket
2
dengan benefit yang kian kelewatan, akibat ancaman mogok dari karyawan. Itulah
salah satu sebab mengapa hanya industri kuat saja yang dapat bertahan hidup di sana.
Hal ini berlangsung terus hingga saat ini.
Dunia industri bukan dunia linier. Permasalahan yang makin nonlinier ini, sering
kali sulit diprediksi, sukar diantisipasi. Pengembangan konsep dasar pemikiran
manajemen ilmiah F.W. Taylor terpaksa harus mengalami stagnasi kalau sudah
menyangkut hubungan antar manusia apalagi dalam ukuran yang sudah tereskalasi.
Perkembangan yang lebih diwarnai oleh dorongan kompetisi, sifat individu dan
pengembangan penalaran otak kiri itu terpaksa harus menghadapi perenungan ulang
setelah terjadinya kebangkrutan industri-industri Amerika, bahkan kebangkrutan
birokrasi Amerika di tahun 1990 ini.
Sulitnya memahami kenyataan baru seperti ini, sama sulitnya memahami bentuk
bola dari bumi kita di era pengetahuan yang masih menganggap bumi datar. Itulah
sebabnya sulit pula bagi sementara orang untuk menyadari kenyataan bahwa landasan
pengembangan yang hanya bertumpu pada konsep kompetisi dalam masyarakat yang
cenderung makin bersifat patembayan murni sebenarnya mengandung bahaya, seperti
kebangkrutan industri-industri dan birokrasi Amerika yang dialami beberapa tahun
yang lalu. Oleh sebab itu, dengan serta merta wakil presiden Amerika memulai proyek
Algor yang mencoba melirik kemajuan saudara tua di belahan bumi lain yang
perkembangannya menakjubkan saat itu.
yang telah membawa Amerika ke jenjang sukses memimpin industri dunia (Imai,
1994).
Pada saat itulah Jepang melihat titik-lemah industri Amerika yang belum disadari
dan digarap oleh Amerika, yang menurut kacamata Timur bersumber pada kekakuan
birokrasi rasional ilmiah itu sendiri. Pada perusahaan Amerika, begitu sistem sudah
berjalan, tidak pernah diperbaiki lagi. Peluang inilah yang menumbuhkan ide
keunggulan Jepang. Konsep modern Amerika itu diterapkan di Jepang dengan cermat,
tetapi penerapannya bertahap, sangat disesuaikan dengan kondisi pekerja dan
perusahaan Jepang yang ada. Mereka tidak gegabah untuk semena-mena melakukan
perombakan, terutama terhadap budaya dan tradisi (Sutrisno, 2000).
Malahan, industri Jepang menyadari nilai positif dari kebiasaan interaksi sosial
ketimuran yang berupa jagongan, gemar berkelompok dan keengganan menonjolkan
diri. Tradisi keseharian ini, ternyata sangat sesuai untuk mengatasi kelemahan
kekakuan birokrasi rasional-ilmiah Barat itu. Budaya rembugan bersama ini kemudian
digunakan secara rutin dan terjadwal untuk mencari usaha-usaha kearah
penyempurnaan yang berkesinambungan dengan melibatkan semua orang.
1. Kebangkitan Manajemen Industri Jepang Pasca Perang Dunia II
Pada akhir Perang Dunia II Jepang harus terikat berbagai pembatasan dalam
kegiatan industrinya. Pukulan ini menyebabkan peran utama manusia makin dominan
dalam konsep pengembangan industri Jepang, dimulai dengan motivasi harga diri dan
semangat mempertahankan hidup. Dengan mengundang pakar-pakar industri Amerika
seperti J.M. Juran dan W.E. Deming, untuk menerangkan Quality Control dan resepresep keunggulan industri Barat lainnya, bangkitlah industri Jepang yang ingin
membalas kekalahan dalam perang militer dengan kemenangan perang industri.
Mulai tahun 1952-1953 beberapa industri Jepang yaitu Nissan, Isuzu, Hino dan
Mitsubishi bekerja sama memproduksi kendaraan di bawah lisensi Austin, Rootes,
Renault dan Willys. Komponen lokal mulai dimasukkan. Pada tahun 1960 industri
tersebut telah menggunakan 100% komponen lokal (Chalmers,1996). Dengan kunci
rahasia sukses industri Amerika, yang didapat melalui Japan Productivity Center itu,
digabungkan dengan konsep budaya timur Jepang, maka 40 tahun kemudian
muncullah Jepang sebagai raja industri baru, yang mengalahkan industri Barat dengan
jurus mereka sendiri, yaitu manajemen Barat, yang telah dipoles dengan budaya dan
nilai-nilai tradisi Jepang, dalam bentuk pola kerja Kaizen.
2. Sintesa Manajemen Industri Barat dengan Budaya Timur
Dalam 10 tahun, volume ekspor Jepang telah kembali tinggi dalam bentuk mobil,
serat sintetis dan elektronik, dan 13 tahun berikutnya, meningkat menjadi tujuh kali
lipat. Tahun 1972, Jepang telah menjadi produsen serat sintetis, karet, besi dan mobil
terbesar di dunia. Jepang tidak menciptakan teknologi tandingan dalam menghadapi
teknologi Barat. Sukses Jepang lebih tergantung pada keberhasilannya mempersenjatai
diri dengan budaya Timur untuk meningkatkan daya penetrasinya ke pasar dunia.
Menyadari hal ini, Jepang merasa perlu memelihara nilai-nilai dan lembaga-lembaga
tradisional tertentu.
3. Keajaiban Solusi Common-Sense dengan Minimalisasi Kecanggihan Teknologi
Akibat semangat kerja masyarakat industri Jepang, hasil kerja paguyuban yang
secara rajin dan rutin setiap hari berkumpul dan rembugan, meskipun tanpa andalan
teknologi canggih, dapat menghasilkan konsep-konsep baru yang akhirnya mampu
menggulingkan dominasi industri Amerika (Sutrisno, 2000).
Industri Jepang memiliki ciri khas yaitu nguwongake karyawan. Konsep Total
Quality Control (TQC) dan Total Quality Management (TQM) yang penerapannya
kurang berhasil di industri Barat akibat resistansi karyawan, sebaliknya di Jepang
menjadi dorongan semangat kerja yang menyala-nyala. Tidak kalah pentingnya pula
konsep manajemen yang fleksibel dan tim fungsional silang yang dikembangkan,
akhirnya makin meningkatkan kemampuan industri menangani interaksi rumit di
dalam sistem.
a). Perubahan Proses Berpikir
Kekalahan Jepang dalam perang menandai permulaan baru bagi industri Jepang.
Toyoda Kichiro, presiden Toyota Motor Company, berkata, "Kejar Amerika dalam tiga
tahun. Kalau tidak, industri mobil Jepang tidak akan bertahan. Untuk itu, kita harus
mengenal dan mempelajari cara-cara Amerika". Diketahui di Jepang bahwa satu
pekerja Jerman dapat memproduksi tiga kali lebih banyak dari satu pekerja Jepang.
Padahal rasio antara kemampuan pekerja Jerman dan Amerika adalah satu banding
tiga. Jadi rasio antara Jepang dan Amerika adalah satu banding sembilan. Karyawan
keheranan mendengar bahwa untuk mengerjakan pekerjaan satu orang Amerika dibutuhkan sembilan orang Jepang.
Tetapi apakah benar orang Amerika dapat mengerahkan usaha fisik sepuluh kali
lipat? Jepang menyadari bahwa mereka telah melakukan pemborosan. Bila
pemborosan itu bisa disingkirkan, produktivitas pasti naik hingga sepuluh kali.
Gagasan inilah yang menandai awal Sistem Produksi Toyota (Ohno,1995).
Perubahan proses berpikir perusahaan MK Electronics yang terletak 70 km di luar
kota Tokyo merupakan contoh yang ideal. Perusahaan yang memproduksi PCB ini
mempekerjakan 17 karyawan ibu rumah tangga di sekitar tanah pertanian tersebut.
Empat tahun setelah karyawan bekerja dengan cara berpikir yang baru, Agustus 1994,
perusahaan ini berhasil menyerahkan 80.000 PCB rakitan tanpa cacat. Untuk
pencapaian itu, tidak ada perubahan karyawan ataupun investasi penambahan mesin
4
dan peralatan, satu-satunya yang berubah adalah pola pikir karyawan dalam cara
melakukan tugas mereka (Imai, 1997).
Produksi tanpa cacat inilah yang nantinya mengguncang industri Amerika,
sehingga agar kompetitif harus mengubah konsep manajemennya.
2.
Banyak yang tidak menyadari betapa rendah waktu produktif yang sebenarnya
terjadi di tempat kerja. Banyak waktu terbuang untuk mencari peralatan yang salah
simpan, arsip harus dicari diantara tumpukan yang menggunung dan kondisi ruang
kerja yang dipenuhi dengan barang-barang yang hampir semuanya dianggap penting
untuk berada di sana. Di dalam praktek industri pada umumnya prosentase waktu
produktif sangat rendah.
Tabel 2 Prosentase waktu produktif di tempat kerja
Kegiatan
Kegiatan Industri praktek
Administrasi
Waktu produktif
5%
30 %
Konsep Mutu diterjemahkan menjadi Quality yang unggul, Cost yang serendahrendahnya dan Delivery time atau waktu produksi yang sependek mungkin. Dengan
demikian consumer akan mendapatkan kepuasan secara maksimal. Untuk mengejar
ketinggalan Jepang dalam hal kendali mutu dari industri Amerika, tahun 1950, Dr.
Deming didatangkan untuk memberikan kuliah tentang keajaiban industri Amerika dari
Quality Control, penggunaan statistik, kendali proses, siklus PDCA, 7 alat kendali
mutu dan rumusan keluar dari krisis industri.
4.
1978
500.000
1980
50.000
1981
10.000
1982
5.000
1984
2.000
Sumber : Imai, 1994
Umum
100 jam
50.000 jam
Tabel 4 Perbaikan
prosedur,
penghematan
energi,
perbaikan & pengeluaran akibat sistem saran
Kegiatan
Penghematan energi &
sumber daya
Perbaikan prosedur &
efisiensi kerja
Penghematan perbaikan
& pengeluaran
Sumber : Imai, 1994
Peningkatan
48 %
25 %
27 %
Tahun
Jumlah saran
Penghematan
Biaya dikeluarkan
1978-1980
1981
928
987
5.
cadang, sistem inventori, dan manajemen dana. Sistem ini diyakini sebagai tenaga
pendorong yang menyebabkan hasil produksi Jepang unggul dalam pasar dunia.
Dalam sistem produksi JIT harus diikuti aturan tepat waktu, tepat jumlah dan
tepat jenis. Kedatangan terlalu awal atau terlambat, kelebihan atau kekurangan, apalagi
salah jenisnya akan meningkatkan biaya, yang berarti pemborosan. Semua bentuk
pemborosan harus dihilangkan, pemborosan produk lebih, persediaan, pengerjaan
ulang, gerak kerja, proses, waktu tunda dan transpor. Kemudian muncul konsep
produksi tarik yang diikuti dengan penerapan sistem Kanban.
6.
Kaizen adalah filosofi kerja yang diturunkan dari hasil sistem pendidikan dan
interaksi sosial budaya Jepang yang mengutamakan keharmonisan dan kegiatan
bersama. Dampak langsung dari Kaizen adalah produk Jepang yang mencirikan, yang
disempurnakan secara berkesinambungan sehingga produk makin lama makin baik
kualitasnya dan makin murah harganya.
Kalau terobosan di Barat umumnya diakibatkan oleh orang yang bergelar Ph.D,
maka dalam industri Jepang terobosan teknologi sangat terbatas karena peran Kaizen
lebih dominan dari inovasi teknologi. Itulah sebabnya Honda Motor Corporation hanya
memiliki 3 orang Ph.D pada awalnya. Yang dua orang tidak aktif lagi, jadi tinggal
seorang, yaitu pendiri perusahaan Honda, yaitu Soichiro Honda, dengan gelar doktor
kehormatan. Jadi, penyempurnaan teknologi di Honda tidak memerlukan seseorangpun
dengan gelar doktor.
Pekerja Jepang lebih menekankan pentingnya kebutuhan sosial, hubungan yang
stabil, dan kepentingan jangka panjang. Mereka tidak mau hubungan dengan para
majikan sebagai hubungan moneter semata, tetapi juga menginginkan kebutuhan sosial
dipenuhi. Selama kebutuhan ekonomi dipenuhi dengan wajar, mereka tidak ingin
berpindah dari lingkungan sosial yang satu ke lingkungan yang lain. (Kunio, 1992)
7.
Kegagalan hasil adalah kegagalan proses, oleh sebab itu kesalahan dalam proses
harus ditemukan, dikenali dan diperbaiki. Berbeda dengan manajemen Barat yang
semula hanya berorientasi pada hasil saja, manajemen industri Jepang berorientasi
pada proses. Menemukan kesalahan itu sangat penting, karena hal ini berarti pula
menemukan peluang untuk perbaikan. Penemuan itu akan ditindaklanjuti dengan
perbaikan standar, sehingga diikuti siklus SDCA, Standardize-Do-Check-Action, yang
makin lama standar tersebut makin meningkat dan makin sempurna. Dalam
manajemen dikenal pula siklus PDCA, yaitu Plan-Do-Check-Action.
8.
dilaksanakan. Sehingga dalam industri ini dikenal misalnya 7 alat pemecah masalah
(diagram Pareto, Ishikawa, sebar, histogram, peta kendali, grafik dan formulir
pemeriksaan), 7 alat kendali mutu, Daftar Pemeriksaan 3-M dan sebagainya.
9.
yang menyebabkan Jepang unggul dalam pasar dunia adalah teori Z. Teori Z yang
memanfaatkan keunggulan interaksi sosial positif karyawan-manajer di Jepang
menekankan efisiensi teknologi dengan menyesuaikan teknologi negara maju sesuai
budaya Jepang dan menguasai pasar dunia melalui gerakan QC (Quality Control),
pengurangan biaya dan Just-InTime setelah Olimpiade Tokyo.
Memang teori Z sangat sesuai dalam usaha percepatan pertumbuhan industri
Jepang, tetapi tak ada jaminan hal ini berlaku bila dilaksanakan apa adanya di tempat
lain.
2.
Manajemen Otot
Berbeda dengan manajemen industri Barat yang lebih menekankan pada kerja
otak pada saat perancangannya, manajemen industri Jepang lebih mengandalkan kerja
otot atau kerja keras. Setiap ditemukan dan diidentifikasi permasalahan baru, yang
selalu dianggap sebagai peluang untuk perbaikan, dikumpulkan data-data, kemudian
dilakukan analisis dan kemudian memberikan rekomendasi tindakan perbaikan.
Sangatlah masuk akal kalau produk-produk baru Jepang seperti sepeda motor
misalnya, begitu mudah diterima pasar, karena selain memenuhi tuntutan fungsional,
juga memuaskan tuntutan estetika, indah, anggun, praktis serta handal akan tetapi tetap
ekonomis. Inilah hasil kerja keras manajemen otot, interaksi sosial dan pengaruh dari
ketinggian rasa memiliki perusahaan.
3.
Mendefinisikan Saingan
pada awalnya akan dibayar dengan pesatnya laju perkembangan di kemudian hari.
Harus disadari bahwa sifat ketertundaan atau lagging itu merupakan sifat intrinsik dari
sistem non-linier interaksi antar manusia.
Penerapan yang bersifat memaksa akan menimbulkan penolakan atau
penderitaan, sehingga tumbuh serikat buruh yang makin menguat. Dengan pendekatan
budaya dan nguwongke karyawan ini menyebabkan Jepang tidak memiliki serikat
buruh. Bahkan motivasi kerja buruh makin tinggi. Dengan demikian terbukti pulalah
bahwa dengan pengelolaan yang benar, SDM itu adalah aset bukan merupakan beban.
Selanjutnya, sistem nilai yang dimilikipun akan menjadi lebih kaya, tidak hanya yang
bersifat terukur, material, jangka pendek, tetapi juga yang bisa dirasakan, dibayangkan
dan direnungkan (Sutrisno, 2002).
a). Memanusiakan Manusia
Perlu dipahami bahwa standar ganda adalah ciri asli yang dimiliki manusia
sebagai hasil kreasi kecerdasan otak kanannya. Memahami budaya Timur memang
tidak mudah, tetapi tidak berarti harus disederhanakan atau dimaknai paksa dengan
menggunakan kacamata budaya lain. Pemaksaan nilai dan norma dapat berakibat pada
penolakan, resistansi atau bahkan kekacauan.
Pelibatan unsur emosional bisa dibudayakan di industri. Penerapan konsep
manufacturing cell pada proses manufaktur suatu benda misalnya, justru akan
menyebabkan karyawan menjadi lebih terlibat secara emosional dan meningkat rasa
kepemilikannya pada perusahaan. Pelibatan semua orang dalam bentuk sistem saran
akan membuat setiap orang merasa diakui eksistensinya, meningkat motivasi kerja
karena lebih merasa memiliki sistem industri itu.
2.
Kohesi Sosial.
Tenggang rasa, jiwa sosial dan rasa kebersamaan memiliki banyak manfaat positif
dalam sistem manajemen industri. Dalam kondisi krisis misalnya, kelangsungan hidup
perusahaan dalam bahaya. Rasa kebersamaan di sini berfungsi bagaikan pegas dari
sebuah truk yang sedang merangsak lubang jalanan. Tanpa pegas poros akan hancur.
Pegas ini akan mendukung sebagian beban hentakan, sehingga hanya sebagian beban
saat itu saja yang langsung harus ditahan poros sehingga tidak putus. Setelah lubang
terlewati, barulah kemudian tenaga tersimpan dalam pegas dilepaskan, tertunda
beberapa saat.
Demikian yang terjadi di Jerman sesudah Perang Dunia II, buruh dan manajer
mengadakan pembagian hak dan kewajiban. Pada saat terjadi krisis akibat embargo
minyak, kalau di Amerika dan Inggris terjadi keributan buruh-manajer, buruh Jerman
tidak memberikan masalah. Demikian juga halnya yang terjadi di Jepang, dalam
industrinya tidak pernah terjadi pemogokan.
3.
Di Toyota Motor, imbalan yang paling didambakan ialah Hadiah Presiden yang
bukan berupa uang tetapi sebuah pulpen yang diberikan kepada penerima hadiah oleh
presiden sendiri. Hadiah ini meningkatkan prestasi karena manajemen telah
7
Keadaan negara Korea Selatan pada awal 1970-an amat berbeda dengan keadaan
negara maju di Eropa dan Amerika. Kondisi historis, situasi dan budaya Korea
berlainan. Perbedaan nyata ini bisa menyebabkan penerapkan teori negara maju tidak
cocok dengan situasi dan kondisi Korea. Pemecahan permasalahan yang sangat
mendasar ini memaksa Korea harus memiliki teori sendiri, yaitu teori dan falsafah
selaku sokoguru dan jiwa perindustrian Korea Selatan.
Pengalaman Korea membagi penelitian dasar untuk universitas, penelitian terapan
bagi lembaga penelitian pemerintah dan penelitian pengembangan bagi industri swasta
ternyata merupakan pengalaman pahit yang gagal, karena kebijakan telah
dimanfaatkan sekelompok orang bagi kepentingannya sendiri untuk mendapatkan
prioritas dalam pembagian dana penelitian. Secara faktual realistis, riset dan
pengembangan diri dunia swasta dilakukan sendiri. Sedang yang lain dilakukan
menurut interest penelitian masing-masing. Sementara ahli berpendapat bahwa
pemerintah membiarkan kebijakan IPTEK diputuskan oleh orang-orang yang tidak ahli
(Lee, 1996).
Dari pengalaman 30 tahun ini disadari bahwa pemerintah Korea harus memiliki
kebijakan IPTEK yang baik. Diperlukan persamaan persepsi dan inspirasi yang
diperlukan untuk bekerjasama bagi perguruan tinggi, lembaga penelitian pemerintah
dan industri swasta. Dan satu-satunya jalan untuk mengembangkan teknologi
diperlukan kiat, insentif dana dan ancaman hukuman dari pemerintah dalam rangka
menggairahkan kerjasama universitas, dunia usaha, lembaga penelitian dan
pemerintah. Maka di Korea dibentuklah Dewan Perencanaan Teknologi atau
Technology Planning Board yang setingkat dengan Economy Planning Board,
semacam BAPPENAS.
2. Teknologi harus Dicari atau Direbut.
Kecanggihan dan kemajuan teknologi adalah senjata andalan dan sekaligus kunci
daya saing negara maju. Sangatlah tidak masuk akal bila negara-negara maju dengan
suka rela akan menyerahkan senjata andalan kepada negara berkembang untuk
menyaingi dan berhadapan dengannya. Teknologi tentu saja harus dicari sendiri atau
direbut.
Menyadari hal ini, sejak tahun 1987 Korea mendorong tim peneliti universitasuniversitas mendorong riset pengembangan produk Hi-Touch. Hi-Touch merupakan
salah satu pendekatan penelitian untuk membentuk pasar monopoli dengan
memproduksi produk baru yang mencerminkan teknologi domestik serta kreativitas
untuk memuaskan keinginan potensial di seluruh dunia. Tim peneliti ini adalah peneliti
pertama pada proyek kerjasama perusahaan-universitas yang terdiri atas 25 orang
teknisi yang dipilih dari berbagai perusahaan. Para peneliti dalam tim ini wataknya
begitu unik dan keras, sehingga banyak yang menyangsikan keberhasilan program
(Lee, 1996).
3. Menggunakan Teknologi dan Budaya sebagai Daya Saing
Tim ini merupakan tim pertama di dunia yang dalam waktu 2 tahun dapat
mengembangkan 12 macam produk yang nilai tambahnya begitu tinggi, serta meraih
180 hak paten. New York Times, BBC, serta berbagai jurnal di Jepang, Perancis,
Australia memberi respon yang luar biasa. Penyebab hasil penelitian tim ini sukses di
luar dugaan adalah karena para peneliti saling membantu dalam pemecahan
permasalahan tanpa pandang bulu itu tugasnya atau tidak. Semua tugas dianggap tugas
seluruh anggota tim.
4. Teori W
Demikianlah, suatu negara dapat berkembang dan tumbuh terus menerus bila
negara itu harus memiliki falsafah manajemen industri sendiri dalam mengembangkan
teknologi. Tanpa memiliki falsafah manajemen industri sendiri, dan terus berharap
menjadi negara maju, maka harapan tersebut adalah harapan yang tidak masuk akal.
Pertumbuhan perekonomian Amerika dan Jepang telah mengembangkan falsafah
manajemen mereka sendiri sehingga menumbuhkan perkembangan industrinya.
Industri di Amerika maju karena teori X dan Y, dan Jepang unggul dalam pasar dunia
karena teori Z. Teori Z di Jepang menekankan efisiensi teknologi dengan
menyesuaikan teknologi negara maju dengan budaya Jepang dan akhirnya dapat
menguasai pasar dunia melalui gerakan Quality Control, pengurangan biaya dan sistem
produksi Just-In-Time setelah pelaksanaan Olimpiade Tokyo.
Korea berpendapat, jika Korea tidak memiliki teori dan falsafah manajemen yang
unik maka mereka akan terombang-ambing di antara teori perekonomian Amerika dan
gaya manajemen Jepang. Walaupun Korea berusaha ekstra keras, hasilnya hanya akan
memboroskan tenaga saja.
Prof. Myun W. Lee (Lee, 1996), bapak industri Korea, menerangkan Teori W,
yang menyatakan bahwa agar suatu negara dapat berkembang dan tumbuh terus
menerus, maka negara tersebut karus memiliki falsafah manajemen sendiri dan
memiliki pola pikir yang dapat bersaing dengan negara maju. Negara tersebut harus
menentukan pula pola perkembangan industri yang berdasarkan latar belakang
kultural, historis, ciri khas masyarakat dan sumberdaya alam yang unik supaya bisa
diakui sebagai negara yang mandiri.
8
Amerika Serikat dan Jepang, serta akhirnya Korea Selatan telah melakukan
perkembangan pola industri yang berdasarkan latar belakang kultural, historis, ciri
khas masyarakat dan sumberdaya alam yang unik mereka. Kejayaan industri Amerika
diperoleh akibat pengembangan budaya kerja masyarakat Barat, kejayaan industri
Jepang didapatkan akibat pengembangan budaya Timur yang diperkaya dengan
manajemen Barat. Demikian pula strategi pengembangan industri Korea Selatan, yang
oleh Myun W. Lee dilukiskan secara simbolik dalam cerita a) Perlombaan kelinci dan
kura-kura dan b) Perlombaan sapi, tikus dan lebah.
a). Perlombaan antara Kelinci dan Kura-Kura
Kalau di Indonesia dikenal cerita perlombaan antara kancil dan siput, Jepang
mengenal perlombaan antara kelinci dan kura-kura, yang akhirnya dimenangkan kurakura karena kelinci walau cepat tetapi banyak tidur untuk beristirahat. Begitulah Taichi
Ohno, wakil presiden Toyota Motor Company berpendapat bahwa Sistern Produksi
Toyota hanya dapat dicapai bila semua pekerja menjadi kura-kura (Ohno, 1995).
Di lain pihak, kebijakan industri Korea meyakini kecenderungan lain yang
berkembang akhir-akhir ini, bahwa kelinci tidak mau tidur lagi, tapi selain berlari
cepat, juga menggali lubang dan memasang kawat berduri supaya kura-kura tidak bisa
mengejarnya. Seperti yang dilakukan negara maju dengan dalih perlindungan ozon,
pembatasan emisi karbon dioksida pada perjanjian Rio de Janeiro, Korea Selatan
menderita krisis energi dan krisis industri elektronika.
Agar kura-kura bisa menang, maka kura-kura harus mau memasukkan kaki dan
tangan ke dalam kerangnya dan berani menjatuhkan diri berguling sampai ke jurang di
bawah yang nanti akan dilalui kelinci. Demikian pula industri Korea bisa menang, bila
mau mengumpulkan kemampuan dan meramalkan gerakan arah perkembangan
teknologi di luar negeri, melakukan usaha-usaha kreatif dan membuat strategi efektif
untuk mendorong usaha itu, yang salah satu usahanya diawali dengan pengembangan
proyek HiTouch..
2.
dengan menambah kreativitas dan ciri khas budaya bangsa Korea pada produk
teknologi tinggi itu.
Memang Amerika berhasil menemukan super-conductor pendinginan nitrogen
cair, tetapi tidak berhasil dalam praktek menerapkannya pada model kereta api
bantalan udara dengan levitasi magnetis (magnetic levitation). Jepang mengambil
teknologi levitasi tersebut dan jadilah kereta api magnetic levitation pertama dunia.
Sebaliknya, Korea tidak mengembangkan super conductor, tetapi mengembangkan
kompor electronik yang dilengkapi dengan sensor suara, atau remote control dengan
kecerdasan buatan yang bisa mengoperasikan 4 alat elektronik sekaligus, atau telepon
teknologi tinggi berkomputer untuk meningkatkan efisiensi kerja kantor. Permintaan
produk-produk kreatif bercirikan budaya Korea pada industri-industri sangat potensial.
Penurunan
66,4
55,7
17,9
52,1
32,0
Kegiatan
Jarak lintasan gerak benda kerja
Luas tempat kerja
Jumlah komponen per unit
Biaya cacat produksi
Pengerjaan ulang
Penurunan
54,1
29,4
57,0
95,0
71,7
9
59,3
43,5
Gagal produksi
Kebutuhan jumlah mesin
45,9
34,0
Tahun 1980-an industri Amerika banyak menderita kerugian karena produkproduk Jepang banyak merebut pasar industri Amerika. Meskipun sebagian industri
kembali sehat setelah menerapkan filosofi JIT kedalam sistem produksinya, tetapi tentu
saja konsep manajemen JIT yang bercorak budaya Timur ini tidak dengan mudah
diterima masyarakat Barat. Oleh karenanya konsep nilai atau corak manajemen yang
lebih sesuai dengan budaya Amerika perlu dicari.
Sejarah perkembangan industri Amerika terkait dengan politik luar negeri negara
adi daya ini. Dari perkembangan industri teknologi tinggi yang dimotori oleh ancaman
perang nuklir antar benua tahun 1960-an, yang setelah memasuki abad ruang angkasa
bergeser menjadi perlombaan pendaratan manusia di bulan, muncullah Amerika
dengan teknologi-teknologi yang berisiko tinggi. Kegagalan misi Apollo-13 dan
kecelakaan pesawat ulang alik Chalenger memberikan pelajaran yang sangat pahit bagi
sejarah pengembangan teknologi Amerika. Dari pengalaman ini kemudian muncul
konsep tentang kehandalan atau reliability (Cox dan Tait, 1993).
Konsep kehandalan ini melengkapi konsep Quality Control Amerika. Memang
waktu itu produk Amerika, yang hanya lolos Quality Control, kurang bisa berkompetisi
menghadapi produk Jepang yang menggunakan label TQC, yang memang benar-benar
terbebas dari cacat. Dengan pengembangan konsep kehandalan ini, yang menuntut
penelusuran langkah-langkah proses dan menekan tingkat probabilitas cacat sampai
tingkat yang dikehendaki, akhirnya kualitas produk Amerika mulai diyakini pelanggan
dan costumer satisfaction pun meningkat. Konsep ini sebenarnya hanyalah bentuk lain
dari TQC dan Quality Circles industri Jepang.
2. Manajemen Six Sigma dari Motorola.
Pelajaran saat Motorola diambil alih oleh industri Jepang meripakan pengalaman
berharga. Perusahaan Motorola dibawah manajemen Jepang, segera memproduksi
televisi dengan jumlah kerusakan satu dibanding dua puluh dari yang pernah
diproduksi di bawah manajemen Motorola. Sejak saat itu Motorola memutuskan untuk
menekuni kualitas dengan serius. Kualitas itu dipandang identik dengan kepuasan
pelanggan.
Untuk pencapaian kualitas dan pemenuhan kepuasan pelanggan, Motorola
berkonsentrasi pada beberapa inisiatif operasional kunci. Pertama "Kualitas Six
Sigma", yaitu suatu pengukuran statistik variasi hasil yang diharapkan Six Sigma,
berupa penurunan cacat tidak lebih dari 3,4 per juta produk, termasuk pelayanan
pelanggan. Kedua, pengurangan siklus waktu total atau delivery time, yaitu mulai dari
saat pelanggan menempatkan pesanan sampai barang dikirim. Hal ini memerlukan
pemeriksaan sistem total, termasuk desain, produksi, pemasaran, dan administrasi.
konsekuensinya ? Bila dilakukan cukup latihan dengan menggunakan aturan baru ini,
besar kemungkinan grand master Karpov bisa dikalahkan.
Jepang telah menggunakan strategi ini, misalnya, untuk dapat masuk supermarket
Jepang, produk asing memerlukan usaha kurang lebih setahun, karena persyaratanpersyaratan kebijakan supermarket, karena kepala pembelian (shunin) yang selalu
sibuk bersama dengan pelanggan dan budaya Timur yang memiliki banyak praktek
prosedural. Itulah sebabnya sedikit produk asing bisa masuk supermarket Jepang,
tetapi produk Jepang dengan mudah memenuhi supermarket di seluruh dunia.
Demikian juga turis di Bali, aturan yang mengharuskan turis memakai kain
sarung dan ikat kepala Bali untuk memasuki pura, menjadikan turis selalu ingin
kembali untuk mendapatkan pengalaman itu lagi. Jadi, dengan aturan asing yang tidak
ada di negerinya itu, turis menjadikan pengalaman itu sebagai kenikmatan dan
mengulangnya kembali, meskipun harus menyewa kain sarung dan ikat kepala.
Memang, industri yang berwawasan budaya selalu berdaya saing tinggi.
Sulit Karpov dikalahkan dengan aturan catur konvensional. Indonesia ber-bisnis
dengan IMF menggunakan logika ekonomi impor dari Amerika, tentu saja kita akan
selalu dibawah bayang-bayangnya. Perlu disimak pernyataan pemenang hadiah nobel
ekonomi baru-baru ini, bahwa banyak pelaku ekonomi yang justru tidak mengikuti
pemikiran ekonomi rasional.
Strategi kebijakan yang sangat bertumpu pada aliran klasik dan neo klasik banyak
yang menguntungkan pelaku ekonomi atau industri kuat. Mungkin karena ekspektasi
rasionalnya, atau industri dan pelaku ekonomi kuat lebih siap untuk mengadaptasikan
diri, mengambil keuntungan dari kelemahan aturan dan kelemahan perangkat hukum
yang ada. Yang jelas, aliran klasik dan neo-klasik lebih cenderung untuk bersikap
statis, mengikuti kaidah equilibrium, atau do-nothing yaitu menyerahkannya pada
hukum alam, yang secara pasti Indonesia akan dibuat sebagai sapi perahan negaranegara maju.
Untuk pengembangan perekonomian Indonesia nampaknya diperlukan
pembaharuan strategi, misalnya pemikiran dari ekonom yang kurang setia pada prinsip
ekonomi itu sendiri. Kalau mau menggali, Indonesia sarat dengan ilmu-ilmu ekonomi,
ilmu politik dan ilmu-ilmu dasar lainnya yang sebenarnya justru telah dikuasai oleh
masyarakat tradisional. Seperti wayang misalnya, di dalamnya terkandung strategistrategi politik dan ekonomi nonlinier yang masyarakat tradisional telah mengenalnya
dengan baik. Bahkan di dalam sistem-sistem budaya tradisional tersimpan harta
kekayaan budaya yang sangat berharga lainnya seperti sistem-sistem nilai, sistemsistem sosial kemasyarakatan yang 30 tahun terakhir terdevaluasi oleh sistem
pemikiran derivasi konsep rasional, yaitu konsep yang sebenarnya telah kandas, dan
bahkan stagnasi menghadapi sistem nonlinier budaya manusia yang sebenarnya.
40 kali lipat. Hal ini berarti setiap krisis meningkatkan volume penjualan 3 kali lipat
(Lee, 1996). Penyebab utama kejadian ini adalah sistem manajemen industri Jepang
yang terstruktur rapi tetapi fleksibel. Setiap krisis mengisyaratkan pembenahan sistem
menjadi lebih efisien. Sistem manajemen Indonesia tidak demikian halnya.
Penerapan setengah paksa manajemen Barat atas anjuran IMF yang tanpa
memperhitungkan kesiapan dan kondisi Indonesia telah membuat pegawai negeri
Indonesia, terpana pada JUKLAK atau petunjuk pelaksanaan manajemen. Selama 30
tahun berlalu hingga reformasi, manajemen Indonesia malahan mengalami manajemen
imitasi, manajemen yang nampaknya teratur rapi tetapi di dalamnya banyak rekayasa
yang cenderung mengadung unsur-unsur penipuan, dengan peluang tinggi
menyeleweng dari asas keadilan dan kejujuran. Karakter manajemen yang terstruktur
rapi tapi cenderung kaku ini banyak ditinggalkan, sedang karakter manajemen yang
fleksibel tetapi cenderung praktis dengan peluang besar penyelewengan makin banyak
diikuti. Itulah yang terjadi kali ini, Indonesia mengalami krisis manajemen yang sangat
hebat.
Krisis manajemen Indonesia tidak mampu menahan goncangan nilai tukar rupiah
kita terhadap mata uang asing, sehingga krisis ekonomi yang terjadi sulit untuk pulih
kembali. Penyelewengan-penyelewengan yang terjadi ini di Indonesia tetap menjadi
tugas utama pemerintah untuk segera menegakkan pelaksanaan pemberantasan korupsi
dengan penegakan hukum yang tegas, sebagai syarat pertumbuhan industri.
Problematika ekonomi Indonesia sebenarnya adalah pengangguran dan rendahnya
daya beli masyarakat. Logika sederhana penyelesaiannya yaitu dengan meningkatkan
jumlah industri dan memperkuat ekspor Indonesia. Dengan mengalirnya dolar ke
Indonesia, nilai tukar rupiah akan menguat dan daya beli masyarakat akan terus
meningkat, di lain pihak lapangan kerja terbuka makin banyak.
Di sinilah letak kesalahpahaman tentang karakter nonliner dari sumber daya
manusia, yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan industri dan pengembangan
teknologi. Kekuatan karakter nonlinier ini memerlukan persyaratan lingkungan yang
mempersubur kerjasama atau malahan kalau mungkin paguyuban. Hal ini telah
dibuktikan keampuhannya dalam Teori Z Jepang, Teori W Korea Selatan dan yang
terakhir kerja tim yang dipersyaratkan oleh Manajemen Six Sigma, perusahaan
Motorola, Amerika.
Dengan demikian semua pernyataan dan tindakan pemimpin, petinggi negara,
pakar politik, ekonomi atau lainnya yang cenderung menghambat dan merusak
penggalangan kerjasama, kerukunan dan pembentukan kelompok paguyuban akan
mempersulit dan merugikan pertumbuhan industri, penciptaan lapangan kerja dan
peningkatan ketangguhan ekonomi rakyat. Hal ini sangat bijak untuk dicermati
bersama.
Krisis ekonomi sebanyak 14 kali di Jepang selama kurun waktu 20 tahun terakhir
telah menjadikan jumlah penjualan mesin-mesin dalam industri mobil saja berkembang
yang erat dengan latar belakang kultural masyarakatnya. Kemudian kualitas dan
kuantitas kandungan materi secara perlahan ditingkatkan.
Untuk masyarakat yang masih kuat karakter paguyuban-nya dikembangkan sebut
saja Teori U, yaitu gaya manajemen mirip Teori Z yang makin dilengkapi dengan
berbagai senjata andalannya. Bedanya dengan Teori Z, manajemen Teori U lebih
diwarnai oleh latar belakang kultural, historis dan ciri khas masyarakat setempat.
Sedangkan untuk masyarakat yang karakter patembayan-nya dominan dikembangkan
sebutlah Teori V, yaitu gaya manajemen mirip manajemen Six Sigma, yang warna
rasionalnya tegas, dengan tambahan warna latar belakang kultural, historis dan ciri
khas masyarakat bila dapat diidentifikasi.
Pengembangan Teori U dan Teori V diperkirakan makin lama akan makin
bertemu atau searah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang makin merata.
Yang perlu dipikirkan selanjutnya adalah pemilihan strategi teknologi untuk
dikembangkan yang akan memberikan peluang dapat tumbuh terus bagi Bangsa
Indonesia. Tentunya hal ini memerlukan pula pembentukan Dewan Perencanaan
Teknologi yang anggotanya memiliki wawasan yang luas dan jauh untuk bisa memilih
strategi pengembangan teknologi yang tepat.
4.
5.
6.
7.
8.
1.
2.
3.
9.
Dalam iklim perdagangan bebas, yang dibutuhkan adalah segera tercipta struktur
industri negara yang dapat bersaing yang di masa depan mungkin akan memimpin
negara-negara maju. Untuk itu Indonesia perlu menentukan pola perkembangan
perindustrian berdasarkan latar belakang kultural, historis, ciri khas masyarakat
dan sumber daya alam yang unik supaya Indonesia dapat diakui sebagi negara
mandiri dari segi ekonomi.
Budayawan harus mulai memasuki dunia pengembangan teknologi, untuk ikut
serta menyusun strategi pengembangan SDM dan pengelolaannya baik di daerah
dan di kota-kota metropolitan.
Hindari pengembangan teknologi, yang investasi dana oleh negara-negara maju
besar-besaran dan Jangka Panjang, yang hanya berakibat Indonesia akan selalu
mengekor, mengejar burung yang terbang dan menjadi sapi perah bagi negara
maju yang diikuti.
Kita harus berani mengembangkan teknologi kreatif yang sekarang masih belum
kelihatan prospeknya, dengan kondisi yang ada, menuju prospek pasar yang belum
ada pemiliknya.
Universitas dan konsursium lembaga penelitian harus secara konsisten
bekerjasama dengan usaha kecil dan menengah dalam mengembangkan teknologi
dan strategi manjemen yang akan meningkatkan pengharapan pertumbuhan
mereka. Mengalihkan perhatian dari sekedar melakukan penelitian menjadi
mengadakan pemeran, mewujudkan hak paten dan membuat produk uji coba.
Kita tidak boleh melupakan penerapan keunggulan manajemen Barat, Jepang dan
Korea. Dalam usaha membentuk manajemen masa depan kita, manajemenmanajemen di atas itu bisa digunakan sebagai titik awal dari perbaikan kinerja dan
organisasi dalam membentuk manajemen yang memenuhi "paradoks manajemen"
yaitu organisasi yang terstruktur cermat, rapi dengan kehandalan tinggi, tetapi
cerdas dengan memiliki fleksibilitas tinggi sehingga efisien dan mampu
beradaptasi dengan perubahan.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
DAFTAR PUSTAKA
David Marshall (1998) Kisah Sukses Bisnis: Akio Morita dan Sony, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
David Osborne and Peter Plastrik (1997) Banishing Bureaucracy; The Five Strategies for Reinventing
Government, Addison-Wesley, Reading MA.
David Osborne, Ted Gaebler (1999) Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government):
Mentransformasikan semangat wiraisaha ke dalam sektor publik, LPPM, Jakarta
Ian Chalmers (1996) KONGLOMERASI: Negara dan Modal dalam Industri Otomotif Indonesia, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Ilya Prigogine & Isabelle Stengers (1984) Order Out of Chaos: Man's New Dialogue with Nature, Bantam
Books, Toronto.
James B. Dilworth (1989) Production and Operations Management: Manufacturing and Nonmanu-facturing,
Random House, New York.
Masaaki Imai (1994) Kaizen: Kunci sukses Jepang dalam Persaingan, LPPM, Jakarta
Masaaki Imai (1997) Gemba Kaizen: Pendekatan akal sehat, biaya rendah pada manajemen, PPM, Jakarta.
Myun W. Lee (1996) Teori W: Gaya Manajemen Korea. Penerbit Andi, Yogyakarta.
P.M. Senge (1990) The Fifth Discipline: the Art and Prctice of the Learning Organization, Doubleday, New
York
Philip E. Hicks (1994) Industrial Engineering and Management: A new perspective, McGraw Hill, New York
S.J. Cox & N.R.S. Tait (1993) Reliability, Safety and Risk Management: An integrated approach,
Butterworth-Heinemann, Oxford.
Sutrisno (2000) Mengembangkan Industri dengan Konsep Budaya, Kedaulatan Rakyat, 26-8-2000 Yk.
Sutrisno (2002) Keterpurukan Manajemen Amerika dan Indonesia, Kedaulatan Rakyat, 26-2-2002 Yk.
Taiichi Ohno (1995) Just-In-Time dalam Sistem Produksi Toyota, PPM, Jakarta.
Thomas Pyzdek (2002) The Six Sigma Handbook, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Yoshihara Kunio (1992) Pembangunan Ekonomi Jepang, UI-Press, Jakarta
14
ABSTRAK..........................................................................................................1
b).
c).
PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. PERKEMBANGAN INDUSTRI BARAT..................................................1
1. PERKEMBANGAN MANAJEMEN INDUSTRI AMERIKA SEBELUM 1970-AN.....2
a).
Teori X dan Teori Y.........................................................................2
b).
Design Based Industry....................................................................2
c).
Dari MRP hingga CIM...................................................................2
d).
Assembly Line dari Ford.................................................................2
e).
Spesialisasi......................................................................................2
f).
Manajemen Birokrasi dan Kebangkrutan Birokrasi Amerika........2
2. KELEMAHAN MANAJEMEN RASIONAL LINIER BARAT.................................3
B. PERKEMBANGAN INDUSTRI JEPANG 1950 - 1995............................3
1. KEBANGKITAN MANAJEMEN INDUSTRI JEPANG PASCA PERANG DUNIA II.3
2. SINTESA MANAJEMEN INDUSTRI BARAT DENGAN BUDAYA TIMUR............4
3. KEAJAIBAN SOLUSI COMMON-SENSE DENGAN MINIMALISASI
KECANGGIHAN TEKNOLOGI.........................................................................4
a).
Perubahan Proses Berpikir.............................................................5
b).
Total Productive Maintenance atau TPM.......................................5
c).
TQC dan TQM untuk Mengejar Amerika.......................................5
d).
Sistem Saran dan Gugus Kendali Mutu..........................................5
e).
JIT, Filosofi Orijinal Industri Jepang.............................................6
f).
KAIZEN dan Teknologi yang ada..................................................6
g).
Produksi Berorientasi Proses..........................................................6
h).
Berbicara dengan Data...................................................................6
i).
Proses Berikut adalah Konsumen...................................................7
4. KONSEP KEKELUARGAAN, PERCAYA MASA DEPAN & HARGA DIRI............7
a).
Teori X dan Y diganti Teori Z..........................................................7
b).
Manajemen Otot..............................................................................7
c).
Mendefinisikan Saingan..................................................................7
5. PENYELESAIAN MANAJEMEN NONLINIER....................................................7
a).
Memanusiakan Manusia.................................................................8
Kohesi Sosial...................................................................................8
Membangun Sistem Nilai................................................................8
15