Anda di halaman 1dari 22

LARINGITIS

1. Definisi
Peradangan yang terjadi pada daerah laring, dapat berupa laringitis akut atau
laringitis kronis.
2. Anatomi
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuk
laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih besar
daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring sedangkan batas
kaudal kartilago krikoid.

Gambar 1 . Laring
Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang (os hioid) dan beberapa tulang
rawan, baik yang berpasangan ataupun tidak. Komponen utama pada struktur laring
adalah kartilago tiroid yang berbentuk seperti perisai dan kartilago krikoid. Os
hioid terletak disebelah superior dengan bentuk huruf U dan dapat dipalpasi pada
leher depan serta lewat mulut pada dinding faring lateral.
Di bagian bawah os hioid ini bergantung ligamentum tirohioid yang terdiri
dari dua sayap/alae kartilago tiroid. Sementara itu kartilago krikodea mudah teraba
dibawah kulit yang melekat pada kartilago tiroidea lewat kartilago krikotiroid yang
berbentuk bulat penuh. Pada permukaan superior lamina terletak pasangan
kartilago aritinoid yang berbentuk piramid bersisi tiga. Pada masing-masing
kartilago aritinoid ini mempunyai dua buah prosesus yakni prosessus vokalis
anterior dan prosessus muskularis lateralis.
Pada prossesus vokalis akan membentuk 2/5 bagian belakang dari korda
vokalis sedangkan ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa atau

bagian pita suara yang bergetar. Ujung bebas dan dan permukaan superior korda
vokalis suara membentuk glotis.

Kartilago epiglotika merupakan struktur garis tengah tunggal yang berbentuk


seperti bola pingpong yang berfungsi mendorong makanan yang ditelan kesamping
jalan napas laring yang mana tidak mempunyai fungsi yakni kartilago kornikulata
dan kuneiformis.
3. Laringitis Akut
Radang laring akut, pada umumnya kelanjutan dari rhinofaringitis (common
cold. Pada anak laringitis akut ini dapat menimbulkan sumbatan jalan napas,
sedangkan pada dewasa tidak secepat pada anak.
Etiologi
Sebagai penyebab radang ini adalah bakteri (Haemofilus influenza,
Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumonia) yang menyebabkan radang
lokal atau virus ( virus influenza (tipe A dan B, parainfluenza tipe 1,2,3, rhinovirus,
dan adenovirus) yang menyebabkan peradangan sistemik. Selain itu penyebab lain
dapat berupa trauma, bahan kimia, merokok, minum alkohol, alergi dan pemakaian
suara yang berlebihan.

Patofisiologi
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri mungkin
sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis. Awitan infeksi
mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu mendadak,
defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis umum terjadi pada
musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring dengan menurunnya daya
tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini biasanya

didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan
mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus
untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas.
Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan
iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi
ini akan menyebabkan nyeri akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika
berlebihan akan merangsang peningkatan suhu tubuh.
Gejala dan Tanda
1. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang
kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari
suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan
dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan suara
2.
3.
4.
5.
6.

menjada parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).


Sesak nafas dan stridor
Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.
Gejala radang umum seperti demam, malaise
Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit
menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam

dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.


7. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan,
sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu
yang sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah,
lemas yang disertai dengan nyeri diseluruh tubuh.
8. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukasa laring yang hiperemis,
membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan
tanda radang akut dihidung atau sinus paranasal atau paru
9. Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang
terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak
menjadi gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik
akan ditemukan retraksi suprasternal dan epigastrium yang dapat menyebabkan
keadaan darurat medik yang dapat mengancam jiwa anak.
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple
sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.

2. Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai infeksi


sekunder, leukosit dapat meningkat.
3. Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang
sangat sembab, hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan
subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang akan
tampak dibawah pita suara.
Diagnosa Banding
1.
2.
3.
4.
5.

Benda asing pada laring


Faringitis
Bronkiolitis
Bronkitis
Pnemonia

Penatalaksanaan
Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit, namun ada
indikasi masuk rumah sakit apabila :
1.
2.
3.
4.

Usia penderita dibawah 3 tahun


Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted
Diagnosis penderita masih belum jelas
Perawatan dirumah kurang memadai

Terapi yang dapat dilakukan :


1.
2.
3.
4.

Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari


Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 l/ menit
Istirahat/tirah baring
Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint bila ada
muncul sumbatan dihidung atau penggunaan larutan garam fisiologis (saline

0,9 %) yang dikemas dalam bentuk semprotan hidung atau nasal spray
5. Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika pasien ada
demam, bila ada gejala pain killer dapat diberikan obat anti nyeri / analgetik,
hidung tersumbat dapat diberikan dekongestan nasal seperti fenilpropanolamin
(PPA), efedrin, pseudoefedrin, napasolin dapat diberikan dalam bentuk oral
ataupun spray.Pemberian antibiotika yang adekuat yakni : ampisilin 100
mg/kgBB/hari,

intravena,

terbagi

dosis

atau

kloramfenikol

50

mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis atau sefalosporin generasi 3


(cefotaksim atau ceftriakson) lalu dapat diberikan kortikosteroid intravena
berupa deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis,
diberikan selama 1-2 hari.

6. Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring, bila penatalaksanaan ini tidak
berhasil maka dapat dilakukan endotrakeal atau trakeostomi bilasudah terjadi
obstruksi jalan nafas.
7. Pencegahan : Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan membuat
tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara, minum banyak
air karena cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat pada
tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan, batasi
penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering. jangan
berdehem

untuk

membersihkan

tenggorokan

karena

berdehem

akan

menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara, meningkatkan


pembengkakan

dan

berdehem

juga

akan

menyebabkan

tenggorokan

memproduksi lebih banyak lendir.


Prognosis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan
pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3
tahun penyakit ini dapat menyebabkan udem laring dan udem subglotis sehingga
dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan
pemasangan endotrakeal atau trakeostomiaik
4. Laringitis Kronik
Sering merupakan radang kronis yang disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi
septum yang berat, polip hidung atau bronchitis kronis. Pada peradangan ini
seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal. Kadang-kadang pada pemeriksaan
patologik terdapat metaplasia skuamosa.
Gejala dan Tanda
Gejalanya ialah suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok,
sehingga pasien sering berdehem tanpa mengeluarkan sekret karena mukosa yang
menebal. Pada pemeriksaan tampak mukosa menebal, permukaan yang tidak rata
dan hiperemis. Bila terdapat daerah yang dicurigai meneyerupai tumor, maka perlu
dilakukan biopsi.
Penatalaksanaan

Terapi yang terpenting adalah mengobati peradangan di hidung, faring serta


bronkus yang mungkin menjadi penyebab laringitis kronis itu. Pasien diminta
untuk tidak banyak berbicara (vocal rest).

KARSINOMA LARING
1. Anatomi
Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawan
yang saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik
serta dilapisi oleh mukosa. Tulang dan tulang rawan laring yaitu :
a. Os Hioid: terletak paling atas, berbentuk huruf U, mudah diraba pada leher
bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus longus dibagian
belakang dan prosesus brevis bagian depan. Permukaan bagian atas tulang ini
melekat pada otot-otot lidah, mandibula dan tengkorak.
b. Kartilago tiroid : merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua
lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah belakang.
c. Kartilago Krikoid : terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan tulang
rawan paling bawah dari laring. Di setiap sisi tulang rawan krikoid melekat
ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang
melekat otot krikoaritenoid posterior.
Otot-otot laring terdiri dari 2 golongan besar, yaitu :

1) Otot-otot ekstrinsik :
Otot elevator : M.Milohioid, M. Geniohioid, M. Digrastikus dan M. Stilohioid
Otot depressor

: M. Omohioid, M. Sternohioid dan M. Tirohioid

2) Otot-otot Intrinsik :
Otot Adduktor dan Abduktor : M. Krikoaritenoid, M. Aritenoid oblique dan
transversum
Otot yang mengatur tegangan ligamentum vokalis : M. Tiroaritenoid, M.
Vokalis, M. Krikotiroid
Otot yang mengatur pintu masuk laring : M. Ariepiglotik, M. Tiroepiglotik.
2. Epidemiologi
Kejadian tumor ganas laring di beberapa tempat di dunia ini berbeda-beda. Di
Amerika Serikat pada tahun 1973 1976 dilaporkan 8,5 kasus karsinoma laring per
100.000 penduduk laki-laki dan 1.3 kasus karsinoma laring per 100.000 penduduk
perempuan. Pada akhir-akhir ini tercatat insiden tumor ganas laring pada wanita
meningkat. Ini dihubungkan dengan meningkatnya jumlah wanita yang merokok.
Di RSUP H. Adam Malik Medan, Februari 1995 Juni 2003 dijumpai 97
kasus karsinoma laring dengan perbandingan laki dan perempuan 8 : 1. Usia
penderita berkisar antara 30 sampai 79 tahun. Dari Februari 1995 Februari 2000,
28 orang diantaranya telah dilakukan operasi laringektomi total.
3. Etiologi
Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa
hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok,
alkohol, sinar radio aktif, polusi udara, radiasi leher dan asbestosis. Ada
peningkatan resiko terjadinya tumor ganas laring pada pekerja-pekerja yang
terpapar dengan debu kayu.
4. Histopatologi
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 98% dari semua tumor ganas laring,
dengan derajat difrensiasi yang berbeda-beda. Jenis lain yang jarang kita jumpai
adalah karsinoma anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarkoma.
a. Karsinoma Verukosa. Adalah satu tumor yang secara histologis kelihatannya
jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 2% dari seluruh tumor ganas
laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3 : 1.

Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat menimbulkan


kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi metastase regional atau jauh.
Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak efektif dan merupakan
kontraindikasi. Prognosanya sangat baik.
b. Adenokarsinoma. Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas laring. Sering
dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glottis.
Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar. two years survival rate-nya sangat
rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar
limfe regional dan radiasi pasca operasi.
c. Kondrosarkoma. Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid
70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%. Sering pada laki-laki 40 60 tahun. Terapi
yang dianjurkan adalah laringektomi total.

5. Klasifikasi
Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982, klasifikasi
dan stadium tumor ganas laring terbagi atas :
a. Supraglotis : permukaan posterior epiglotis yang terletak di sekitar os hioid,
lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di bawah os hioid, pita
suara palsu, ventrikel.
b. Glotis : pita suara asli, komisura anterior dan komisura posterior.
c. Subglotis : dinding subglotis.
Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan UICC :
1) Tumor primer (T)
Supraglotis :
Tis

: tumor insitu

T0

: tidak jelas adanya tumor primer l

T1

: tumor terbatas di supra glotis dengan pergerakan normal

T1a

: tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis, plika ariepiglotika,


ventrikel atau pita suara palsu satu sisi.

T1b

: tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga ventrikel atau


pita suara palsu

T2

: tumor telah meluas ke glotis tanpa fiksasi

T3

: tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dan / atau adanya infiltrasi ke
dalam.

T4

: tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar laring.

Glotis :
Tis

: tumor insitu

T0

: tak jelas adanya tumor primer

T1

: tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior dan


posterior) dengan pergerakan normal

T1a

: tumor terbatas pada satu pita suara asli

T1b

: tumor mengenai kedua pita suara

T2

: tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supra glotis maupun


subglotis dengan pergerakan pita suara normal atau terganggu.

T3

: tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau ke dua pita
suara

T4

: tumor dengan perluasan ke luar laring

Subglotis :
Tis

: tumor insitu

T0

: tak jelas adanya tumor primer

T1

: tumor terbatas pada subglotis

T1a

: tumor terbatas pada satu sisi

T1b

: tumor telah mengenai kedua sisi

T2

: tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu atau kedua pita
suara asli dengan pergerakan normal atau terganggu

T3

: tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua pita suara

T4

: tumor dengan kerusakan tulang rawan dan/atau meluas keluar laring.

2) Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)


Nx

: kelenjar tidak dapat dinilai

N0

: secara klinis tidak ada kelenjar.

N1

: klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter 3 cm

N2

: klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >3 <6 cm atau


klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter 6 cm

N2a : klinis terdapat satu kelenjar homolateral dengan diameter > 3 cm - 6


cm.
N2b : klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter 6 cm
N3

: kelenjar homolateral yang masif, kelenjar bilateral atau kontra lateral

N 3a : klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter > 6 cm


N3b : klinis terdapat kelenjar bilateral
N3c : klinis hanya terdapat kelenjar kontra lateral

3) Metastase jauh (M)


Mx : tidak terdapat / terdeteksi
M 0 : tidak ada metastase jauh
M 1 : terdapat metastase jauh

4) Stadium :
Stadium I

: T1 N0 M0

Stadium II

: T2 N0 M0

Stadium III : T3 N0 M0
T1, T2, T3, N1, M0
Stadium IV : T4, N0, M0

Setiap T, N2, M0, setiap T, setiap N , M1

6. Gejala Dan Tanda


Gejala dan tanda yang sering dijumpai adalah :
o
o
o
o
o
o

Suara serak
Sesak nafas dan stridor
Rasa nyeri di tenggorok
Disfagia
Batuk dan haemoptisis
Pembengkakan pada leher

7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Anamnesis
Pemeriksaan THT rutin
Laringoskopi direk
Radiologi foto polos leher dan dada
Pemeriksaan radiologi khusus : politomografi, CT-Scan, MRI
Pemeriksaan hispatologi dari biopsi laring sebagai diagnosa pasti

8. Diagnosa Banding
Tumor ganas laring dapat dibanding dengan :
a. TBC laring
b. Sifilis laring
c. Penyakit kronis laring

9. Penatalaksanaan
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu
pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun gabungan dari pengobatan tersebut.
a. Pembedahan
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :
1) Laringektomi
Laringektomi parsial : di indikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang
tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.

Laringektomi total adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring


mulai dari batas atas (epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin
trakea.
2) Diseksi Leher Radikal
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 T2) karena
kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan
tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali
mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan
tindakan diseksi leher. Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat
metastase jauh.
b. Radioterapi
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1
dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan
dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat
dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total
6000 7000 rad.
Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura, Som,
Wang, dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya adalah untuk memperoleh
kerusakan maksimal dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan
pada jaringan yang melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 45005000 rad
selama 46 minggu diikuti dengan laringektomi total.
c. Kemoterapi
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliativ.
Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80120 mg/m 2 dan 5 FU 8001000
mg/m2.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa tumor
ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis yang baik.
rehabilitasi mencakup : Vocal Rehabilitation, Vocational Rehabilitation dan
Social Rehabilitation.3
10. Prognosis

Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan
tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring
stadium I 90 98% stadium II 75 85%, stadium III 60 70% dan stadium IV 40
50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 year
survival rate sebesar 50%.

MASTOIDITIS
1. Definisi
Suatu proses infeksi pada tulang mastoid. Tanpa pengobatan yang adekuat,
dapat menyebabkan meningitis dan abses otak. Biasanya didahului oleh Otitis
Media Akut (OMA) yang tidak mendapatkan pengobatan adekuat. Mastoiditis
terbagi dua yaitu mastoiditis akut dan mastoiditis kronis.
2. Anatomi
Telinga tengah merupakan suatu ruang di tulang temporal yang terisi oleh
udara dan dilapisi oleh membran mukosa. Pada bagian lateral, telinga tengah
berbatasan dengan membran timpani, sedangkan pada bagian medial berbatasan
dengan dinding lateral telinga dalam. Teinga tengah terdiri dari dua bagian, yaitu
kavum timpani yang secara langsung berbatasan langsung dengan membran
timpani dan resessus epitimpanika pada bagian superior. Telinga tengah terhubung
dengan area mastoid pada bagian posterior dan nasofaring melalui suatu kanal yang
disebut tuba Eustachius (pharyngotympanic tube) pada bagian anterior.

Gambar 2.1. Anatomi Telinga Tengah


(sumber: Adaptasi dari Kaneshiro, N. K.,2010. Ear Infection Acute Images: Ear anatomy. Adam,
Inc. Diunduh dari: http://www.healthline.com/images/adam/big/ 1092.jpg

Kondisi ini memungkinkan transmisi getaran dari membran timpani melalui


telinga tengah hingga mencapai telinga dalam. Hal ini dapat tercapai oleh adanya
tulang-tulang yang dapat bergerak dan saling terhubung sehingga menjembatani
ruang di antara membran timpani dan telinga tengah. Tulang-tulang ini disebut juga
osikulus auditorius, terdiri dari malleus (terhubung dengan membran timpani),
incus (terhubung dengan malleus melalui persendian sinovial), dan stapes
(terhubung dengan incus melalui persendian sinovial dan melekat pada bagian
lateral telinga dalam pada jendela oval). Osikulus auditorius tersebut berfungsi
untuk mentransmisikan getaran suara yang dihantarkan dari membran timpani ke
telinga dalam.
Ada beberapa daerah yang berdekatan dan secara langsung terhubung dengan
telinga tengah. Kedua daerah ini adalah antrum mastoid dan tuba Eustachius.
Berbeda dengan yang lain, kedua area ini tidak memiliki membran pembatas
sehingga langsung terhubung dengan telinga tengah. Area mastoid yang berada di
dekat telinga tengah adalah antrum mastoid yang merupakan kavitas yang terisi
dengan sel-sel mastoid yang berisi udara di sepanjang pars mastoideus dari tulang
temporal, termasuk bagian prossessus mastoideus.

Gambar. Antrum Mastoid


(sumber: Adaptasi dari Drake, R. L., Vogl, A. W., Mitchell, A. W. M., 2010. Head and Neck. In :
Drake, R. L., Vogl, A. W., Mitchell, A. W. M. Grays Anatomy for Students International Edition.
Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier, 908.)

Sesuai dengan yang disebutkan diatas, antrum mastoid berhubungan dengan


resessus epitimpanika pada bagian posterior melalui aditus. Antrum mastoid juga
berbatasan dengan fossa kranial media hanya oleh tegmen timpani. Membran
mukosa yang melapisi sel udara mastoid bersambungan dengan membran mukosa
yang melapisi telinga tengah. Oleh karena itu, otitis media dapat dengan mudah
menyebar ke area mastoid. Seperti yang sudah disebutkan, tuba Eustachius
(pharyngotympanic tube) menghubungkan nasofaring dan telinga tengah serta
menyetarakan tekanan pada kedua sisi membran timpani. Muara tuba Eustachius
yang terletak di telinga tengah berada pada dinding anterior dan dari sini akan
memanjang ke arah depan, medial, dan ke bawah hingga memasuki nasofaring.
Tuba Eustachius terdiri dari dua bagian, yaitu : 1.bagian yang memiliki
struktur tulang, terletak pada bagian sepertiga mendekati telinga tengah 2.bagian
yang memiliki struktur kartilaginosa, terletak pada bagian dua pertiga yang
mendekati nasofaring Secara umum, tuba Eustachius cenderung selalu menutup.
Dengan adanya kontraksi dari m. tensor veli palatini, tuba Eustachius dapat terbuka
pada saat menelan, menguap, atau membuka rahang sehingga terjadi keseimbangan
tekanan atmosfer antara kedua ruang diantara membran timpani.
3. Etiologi
Penyebab terbesar OMSK yang berkembang menjadi mastoiditis adalah
infeksi campuran bakteri dari meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari
nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi saluran napas atas. Organismeorganisme dari MEA termasuk Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa,
Escherichia coli, dan Aspergillus. Organisme dari nasofarong diantaranya

Streptococcus viridians, Streptococcus A hemolitikus, Streptococcus B hemolitikus


dan Pneumococcus.
4. Patofisiologi
Infeksi dimulai dari infeksi telinga tengah yang kemudian menjalar mengenai
tulang mastoid dan sel-sel di dalamnya, hal ini mengakibatkan terjadinya proses
nekrosis tulang mastoid serta merusak struktur tulang. Bila tidak segera dilakukan
pengobatan terhadap infeksinya maka dapat mengakibatkan terjadinya abses sub
peritoneal pada mastoid.
Apabila infeksi merusak tulang disekitarnya sampai nanah dapat keluar
mungkin terjadi :
a. Keluar melalui permukaan luar dan prosessus mastoid, sehingga terjadi abses
b.
c.
d.
e.

subperitoneal pada mastoid.


Ke bawah mulai ujung prosessus masuk leher
Ke depan mulai dinding belakang liang telinga
Ke atas melalui pegmen (atap) rongga telinga masuk fossa chranial media
Ke belakang melalui fossa chranial posterior
Kebanyakan mastoiditis akut sehingga ditemukan pada pasien yang tidak

mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan yang mengalami infeksi telinga
yang tidak cepat ditangani. Mastoiditis kronis ini dapat mengakibatkan terjadinya
pembentukan kolestetoma yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitel
skuamosa) dari lapisan luar membran timpani ke telinga tengah. Kulit dari
membran timpani lateral membentuk kantong luar berisi kulit yang rusak dan
bahan sebaseus, kantong dapat melekat ke struktur telinga dan mastoid. Bila tidak
ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralisis nervus
facialis, kehilangan pendengaran sensori neural dan atau gangguan keseimbangan
(akibat erosi telinga dalam) dan abses otak.
5. Gejala dan Tanda
Gejala klinis dari mastoiditis yaitu :
a. Demam dan malaise
b. Eritema dan edema jaringan lunak mastoid
c. Nyeri di belakang telinga
d. Mastoid tenderness
e. Limfadenopati loka
f. Daun telinga terdorong ke depan
6. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Tanda dan gejala utama infeksi telinga adalah nyeri dan hilangnya
pendengaran. Telinga eksterna dilihat apakah ada cairan yang keluar dari liang
telinga. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :

a. Audiometri akan menunjukan tuli konduktif


b. Rontgenogram akan memperlihatkan sklerosis nyata pada prosesus mastoideus
dan sering dapat terlihat kolesteatoma
c. Pemeriksaan laboratorium, contoh nanah harus diambil untuk kultur dan tes
sensitifitas antibiotika.
d. Tes garpu tala menunjukan adanya kurang pendengaran.
7. Penatalaksanaan
a. Pengobatan radang mastoid dengan antibiotik intravena seperti pennisilin,
ceftriaxone (rhocepin), dan metronidazole (flogil) selama 14 hari.
b. Jika pasien tidak membaik dengan antibiotik, maka dilakukan operasi
mastoidectomy. Tindikan ini untuk menghilangkan sel-sel tulang mastoid yang
terinfeksi dan untuk mengalirkan nanah. Beberapa struktur telinga bagian incus
dan malleus mungkin juga perlu dipotong.
c. Tympanoplasty yang merupakan pembedahan rekonstruksi telinga bagian
tengah untuk memelihara pendengaran
d. Radang mastoid kronis membutuhkan mastoidektomy radikal (menghilangkan
dinding posterior dari kanal teling, disisakannya gendang telinga dan dua tulang
telinga (incus dan malleus).
8. Komplikasi
a. Abses subperiosteal
b. Labirintis
c. Paralisis fasial
d. Petrositis oleh karena sindroma Gradenigo
e. Abses ekstradural
f. Meningitis dan abses otak
g. Perluasan ke bagian bawah membentuk abses Bezold
h. Perluasan ke tulang occipital dan calvarium sehingga membentuk abses Citelli.

LIMFADENITIS

1. Definisi
Limfadenitis adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfe)
regional dari lesi primer akibat adanya infeksi dari bagian tubuh yang lain.
2. Etiologi
Streptococcus dan bakteri Staphylococcal adalah penyebab paling umum dari
limfadenitis, meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan basil TB juga dapat
menginfeksi kelenjar getah bening. Penyakit yang melibatkan kelenjar getah bening
di seluruh tubuh termasuk mononucleosis, infeksi sitomegalovirus, toksoplasmosis,
dan brucellosis. Gejala awal limfadenitis adalah pembengkakan kelenjar yang
disebabkan oleh penumpukan cairan jaringan dan peningkatan jumlah sel darah
putih akibat respon tubuh terhadap infeksi.
3. Patofisiologi
Kelenjar getah bening (KGB) adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh
kita. Tubuh kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun
hanya di daerah sub mandibular, ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada
orang sehat. Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk
pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing).
Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB akan
diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karena dilewati oleh
aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen (mikroba, zat asing)
dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi
maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang
lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening
membesar.
Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel
pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit, sel plasma,
monosit dan histiosit atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk
mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya) selsel ganas atau timbunan dari penyakit metabolite macrophage (gaucher disease).
Dengan mengetahui lokasi pembesaran KGB maka kita dapat mengarahkan kepada
lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran KGB.
Benjolan, bisa berupa tumor baik jinak atau ganas, bisa juga berupa pembesaran
kelenjar getah bening. Kelenjar ini ada banyak sekali di tubuh kita, antara lain di
daerah leher, ketiak, dalam rongga dada dan perut, di sepanjang tulang belakang

kiri dan kanan sampai mata kaki. Kelenjar getah bening berfungsi sebagai
penyaring bila ada infeksi lokal yang disebabkan bakteri atau virus..
Jika tidak terjadi infeksi, kemungkinan adalah tumor. Apalagi bila
pembesaran kelenjar di daerah-daerah tersebut di atas, pertumbuhannya cepat dan
mudah membesar. Bila sudah sebesar biji nangka, misalnya, bila ditekan tidak
sakit, maka perlu diwaspadai. Jalan terbaik, adalah dilakukan biopsy di kelenjar
tersebut. Diperiksa jenis sel-nya untuk memastikan apakah sekedar infeksi atau
keganasan. Jika tumor dan ternyata ganas, pembesaran kelenjar akan cepat terjadi.
Dalam sebulan, misalnya, sudah membesar dan tak terasa sakit saat ditekan. Beda
dengan yang disebabkan infeksi.
4. Gejala dan Tanda
KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus
diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan,
kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat
digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.
a. Ukuran: normal bila diameter 0,5cm dan lipat paha >1,5cm dikatakan
abnormal)
b. Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
c. Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti
karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi;
fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses
d. Penempelan/bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan bergerak
bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.
5. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Dari anamnesis dapat diperoleh :
a. Lokasi pembesaran kelenjar getah bening
Pembesaran kelenjar getah bening pada dua sisi leher secara mendadak
biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada
infeksi oleh penyakit Kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi
saja. Apabila berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi oleh
mikobakterium, toksoplasma, Epstein Barr virus atau citomegalovirus.
b. Gejala-gejala penyerta (simptoms)
Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi
saluran pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat
badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam yang
tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan

oleh penyakit kolagen atau penyakit serum (serum sickness), ditambah riwayat
obat-obatan.
c. Riwayat penyakit
Adanya peradangan tonsil (amandel) sebelumnya mengarahkan kepada infeksi
oleh streptokokus. Adanya infeksi gigi dan gusi dapat mengarahkan kepada
infeksi bakteri anaerob.
d. Riwayat pekerjaan dan perjalanan
Paparan terhadap infeksi / kontak sebelumnya kepada orang dengan infeksi
saluran nafas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau tuberculosis turut
membantu mengarahkan penyebab limfadenopati. Riwayat perjalanan atau
pekerjaan, misalnya perjalanan ke daerah-daerah Afrika dapat mengakibatkan
penyakit Tripanosomiasis.
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan :
a. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mengetahui
ukuran, bentuk, dan gambaran mikronodular.
b. Biopsi
Biopsi dapat dilakukan dengan mengambil sel keluar melalui jarum atau
dengan operasi menghapus satu atau lebih kelenjar getah bening. Sel-sel atau
kelenjar getah bening akan dibawa ke lab dan diuji. Biopsy KGB memiliki nilai
sensitifitas 98 % dan spesifisitas 95 %. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6
minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsy KGB. Biopsi
dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada
keganasan.
c. Kultur
Kultur (contoh dikirim ke laboratorium dan diletakkan pada kultur medium
yang

membiarkan

mikroorganisme

untuk

berkembang)

kemungkinan

diperlukan untuk memastikan diagnosa dan untuk mengidentifikasikan


organisme penyebab infeksi.
6. Diagnosis Banding
Benjolan di leher yang seringkali disalahartikan sebagai pembesaran KGB leher :
a. Gondongan :pembesaran kelenjar parotits akibat infeksi virus, sudut rahang
bawah dapat menghilang karena bengkak
b. Kista Duktus Tiroglosus : berada di garis tengah dan bergerak dengan menelan
c. Kista Dermoid : benjolan di garis tengah dapat padat atau berisi cairan

d. Hemangioma : kelainan pembuluh darah sehingga timbul benjolan berisi


jalinan pembuluh darah, berwarna merah atau kebiruan.
7. Penatalaksanaan
Pengobatan pada infeksi KGB oleh bakteri (limfadenitis) adalah anti-biotic
oral 10 hari dengan pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin 25 mg/kgBB
empat kali sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotic golongan penicillin
dapat diberikan cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan 500 mg) tiga kali sehari atau
erythromycin 15 mg/kg (sampai 500 mg) tiga kali sehari.
Bila penyebab limfadenopati adalah mycobacterium tuberculosis maka
diberikan obat anti tuberculosis selama 9-12 bulan. Bila disebabkan mycobacterium
selain tuberculosis maka memerlukan pengangkatan KGB yang terinfeksi atau bila
pembedahan tidak memungkinkan atau tidak maksimal diberikan antibiotic
golongan makrolida dan anti-mycobacterium.
8. Komplikasi
a. Pembentukan abses
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi
bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi
infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi
jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan
pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut
dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang
mati inilah yang membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong.
Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding
pembatas abses.
b. Selulitis (infeksi kulit)
Selulitis adalah suatu penyebaran infeksi bakteri ke dalam kulit dan jaringan di
bawah kulit. Infeksi dapat segera menyebar dan dapat masuk ke dalam
pembuluh getah bening dan aliran darah. Jika hal ini terjadi, infeksi bisa
menyebar ke seluruh tubuh.
c. Sepsis (septikemia atau keracunan darah)
Sepsis adalah kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam
nyawa, yang ditemukan dalam hubungan dengan infeksi yang diketahui atau
dicurigai (biasanya namun tidak terbatas pada bakteri-bakteri).
d. Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang disebabkan oleh TBC)

Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening,


padat / keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula
sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti
abses tetapi tidak nyeri. Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh
oleh karena keluar secara terus menerus sehingga seperti fistula.
9. Prognosis
Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan antibiotik.
Dalam kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau empat hari.
Namun, dalam beberapa kasus mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau
bulan untuk pembengkakan menghilang, panjang pemulihan tergantung pada
penyebab infeksi. Penderita dengan limfadenitis yang tidak diobati dapat
berkembang menjadi abses, selulitis, atau keracunan darah (septikemia), yang
kadang-kadang fatal.

By : Gerald Mandra Dwi Putra


(Koass THT 2014)
Daftar Pustaka
1. Hermani, B., Abdurrachaman, H. 2010. Carsinoma Laring dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Jakarta; FKUI
2. Hermani, B., Abdurrachaman, H., Cahyono, A. 2010. Kelainan Laring dalam
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher.
Jakarta; FKUI
3. Siti, T.H.H. 2013. Tumor Ganas Laring. Medan; FK USU
4. Abdel, A., El-Hoshy, H. 2010. Acute mastoiditis: A one year study in the pediatric
hospital of Cairo university. Cairo; Biomedcentral.
5. Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL(K). 2009. Slide Kuliah Masotoiditis.
Medan; FK USU

Anda mungkin juga menyukai