Anda di halaman 1dari 19

Perdarahan Ante Partum

Pengertian
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28
minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan
kehamilan sebelum 28 minggu.
Perdarahan antepartum (APH) didefinisikan sebagai perdarahan dari jalan
lahir setelah 24 minggu (beberapa penulis mendefinisikan ini sebagai minggu ke20, yang lain sampai minggu 28) kehamilan. Hal ini dapat terjadi setiap saat
sampai tahap kedua persalinan selesai.
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada triwulan terakhir kehamilan,
yaitu usia kehamilan 20 minggu atau lebih. Pada triwulan terakhir kehamilan
sebab-sebab utama perdarahan adalah plasenta previa, solusio plasenta dan
ruptura uteri. Selain oleh sebab-sebab tersebut juga dapat ditimbulkan oleh lukaluka pada jalan lahir karena trauma, koitus atau varises yang pecah dan oleh
kelainan serviks seperti karsinoma, erosi atau polip.
2.1 JENIS-JENIS PERDARAHAN ANTEPARTUM
2.1.1

Plasenta Previa
A. Definisi Plasenta Previa
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi
pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga
menutupi sebagian atau seluruh dari ostium uteri internum
(pembukaan jalan lahir). Pada keadaan normal plasenta terletak
dibagian atas uterus. Sejalan dengan bertambahnya membesarnya
rahim dan meluasnya segmen bawaha rahim ke arah proksimal
memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara
dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa
mengubah luas pembukaan serviks yang tertutup oleh plasenta.
1

Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta


previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal
maupun dalam masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun
pemeriksaan digital. Oleh karena itu, pemeriksaan ultrasonografi perlu
diulang secara berkala dalam asuhan antenatal ataupun intranatal.
B. Etiologi Plasenta Previa
Penyebab balstokista berimplantasi pada segmen bawah rahim
belumlah diketahui dengan pasti. Dalam teori mengemukakan bahwa
salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak
memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi.
Faktor-faktor Etiologi :
1. Umur dan Paritas
a. Pada Primigravida, umur diatas 35 tahun lebih sering daripada
umur dibawah 25 tahun
b. Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah
2. Hipoplasia endometrium; bila kawin dan hamil pada usia muda
3. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas
operasi, post operasi caesar, kuretase, dan manual plasenta. Hal ini
berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali.
4. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.
5. Kehamilan janin kembar, plasenta yang terlalu besar seperti pada
kehamilan ganda dan eritoblastosis fetalis bisa menyebabkan
pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
6. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium
7. Kadang-kadang pada malnutrisi.
2

8. Riwayat perokok, pada perempuan perokok dijumpai insidensi


plasenta previa lebih tinggi dua kali lipat. Hipoksemia akibat
karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan
plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
C. Tanda dan Gejala
1. Perdarahan terjadi tanpa rasa sakit pada trimester III
2. Sering terjadi pada malam hari saat pembentukan SBR
3. Perdarahan

dapat

terjadi

sedikit

atau

banyak

sehingga

menimbulkan gejala
4. Perdarahan berwarna merah
5. Letak janin abnormal.
D. Diagnosis dan Gejala Klinis Plasenta Previa
1. Anamnesis
a. Keluhan utama Perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu
atau pada kehamilan lanjut (trimester III)
b. Sifat perdarahan tanpa sebab, tanpa nyeri dan berulang
2. Inspeksi/inspekulo
a. Perdarahan keluar pervaginam (dari dalam uterus)
b. Tampak anemis
3. Palpasi abdomen
a. Janin sering blm cukup bulan, TFU masih rendah
b. Sering dijumpai kesalahan letak janin
c. Bagian terbawah janin belum turun
d. Pemeriksaan USG
e. Evaluasi letak dan posisi plasenta.
f. Posisi, presentasi, umur, tanda-tanda kehidupan janin.
3

g. Transabdominal ultrasonography
Suatu metode yang

sederhana, akurat, dan aman untuk

memvisualisasikan plasenta, teknik ini memiliki keakuratan hingga


98%. Pembiasan hasil dan positif palsu dapat terjadi pada kontraksi
fokal uterus atau distensi vesika urinaria.
E. Patofisiologis
Perdarahan anterpatum yang disebabkan oleh plasenta previa
umumnya terjadi pada trimester ketiga kehamilan . Karena pada saat
itu segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan berkaitan
dengan makin tuanya kehamilan .
Kemungkinan perdarahan anterpatum akibat plasenta previa dapat
sejak kehamilan berusia 20 minggu. Pada usia kehamilan ini segmen
bawah uterus telah terbentuk dan mulai menipis.
Makin tua usia kehamilan segmen bawah uterus makin melebar
dan serviks membuka. Dengan demikian plasenta yang berimplitasi di
segmen bawah uterus tersebut akan mengalami pergeseran dari tempat
implantasi dan akan menimbulkan perdarahan. Darahnya berwarna
merah segar, bersumber pada sinus uterus yang atau robekan sinis
marginali dari plasenta.
F. Komplikasi
1. Prolaps tali pusat
2. Prolaps plasenta
3. Plasenta melekat sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau
perlu dibersihkan dengan kuretase
4. Robeka-robekan jalan lahir karena tindakan
5. Perdarahan post partum
6. Infeksi karena perdarahan yang banyak
7. Bayi prematur atau lahir mati
4

8. Anemia
2.2.2

Solusio Plasenta
A. Definisi Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan
plasenta dari implantasinya yang normal pada lapisan desidua
endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir.
B. Tanda/Gejala Solusio Plasenta
1. Perdarahan disertai rasa sakit
2. Jalan asfiksia ringan sampai kematian intrauterin
3. Gejala kardiovaskuler ringan sampai berat
4. Abdomen menjadi tengang
5. Perdarahan berwarna kehitaman
6. Sakit perut terus menerus
C. Diagnosa Solusio Plasenta
1. Anamnesis
a. Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut
b. Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan
sekonyong-konyong(non-recurrent) terdiri dari darah segar dan
bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman
c. Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan
akhirnya berhenti
d. Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunangkunang.
e. Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang
lain.
2. Inspeksi
a. Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
b. Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
c. Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
5

3. Palpasi
a. Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya
kehamilan.
b. Uterus
tegang

dan

keras

seperti

papan

yang

disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun


di luar his.
c. Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
d. Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus)
tegang.
4. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ terdengar
biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya
hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari 1/3 bagian.
5. Pemeriksaan dalam
a. Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
b. Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan
tegang.
c. Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya,
plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan,
disebut prolapsus placenta.
6. Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien
sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi akan turun dan
pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat dan kecil
7. Pemeriksaan laboratorium
a. Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat
ditemukan silinder dan leukosit.
b. Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan crossmatch test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi
kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia
8. Pemeriksaan plasenta.
Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta
yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku
6

yang

biasanya

menempel

di

belakang

plasenta,

yang

disebut hematoma retroplacenter.


9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain
:Terlihat daerah terlepasnya plasenta, Janin dan kandung kemih
ibu, Darah, Tepian plasenta.
D. Komplikasi Solusio Plasenta
1.
2.
3.
4.

2.2.3

Syok perdarahan
Gagal ginjal
Kelainan pembekuan darah
Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)

Plasenta Sirkumvalata
A. Definisi Plasenta Sirkumvalata
Plasenta sirkumvalata adalah plasenta yang pada permukaan
fetalis dekat pinggir terdapat cincin putih. Cincin ini menandakan
pinggir plasenta, sedangkan jaringan di sebelah luarnya terdiri dari
villi yang tumbuh ke samping di bawah desidua. Sebagai akibatnya
pinggir plasenta mudah terlepas dari dinding uterus dan perdarahan ini
menyebabkan perdarahan antepartum.
B. Tanda/ Gejala Plasenta Sirkumvalata
Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu
dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta, karena
perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada
kelainan plasenta, sedangkan kelainan serviks tidak seberapa
berbahaya. Pecahnya sinus marginalis merupakan perdarahan yang
sebagian besar baru diketahui setelah persalinan pada waktu
persalinan, perdarahan terjadi tanpa sakit dan menjelang pembukaan
7

lengkap. Karena perdarahan terjadi pada saat pembukaan mendekati


lengkap, maka bahaya untuk ibu maupun janinnya tidak terlalu besar.
C. Diagnosis Plasenta Sirkumvalata
Diagnosis plasenta sirkumvalata baru dapat ditegakkan setelah
plasenta lahir, tetapi dapat diduga bila ada perdarahan intermiten atau
hidrorea.
D. Patofisiologi Plasenta Sirkumvalata
Diduga bahwa chorion frondosum terlalu kecil dan untuk
mencukupi kebutuhan, villi menyerbu ke dalam desidua di luar
permukaan frondosuin, plasenta jenis ini tidak jarang terjadi.
Insidensinya lebih kurang 2-18%. Bila cincin putih ini letaknya dekat
sekali ke pinggir plasenta, disebut plasenta marginata. Kedua-duanya
disebut sebagai plasenta ekstrakorial. Pada plasenta marginata
mungkin terjadi adeksi dari selaput sehingga plasenta lahir telanjang.
E. Komplikasi Plasenta Sirkumvalata
Beberapa ahli mengatakan bahwa plasenta sirkumvalata sering
menyebabkan perdarahan,abortus, dan solutio plasenta.
PERDARAHAN POSTPARTUM
I. Defenisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam
setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post
partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah
anak dan plasenta lahir
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
8

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan


komplikasi perdarahan post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.
II. Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1. Atonia Uteri
2. Retensi Plasenta
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Rupture uteri
5. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia /hipofibrinogenemia.
Tanda yang sering dijumpai :
- Perdarahan yang banyak.
- Solusio plasenta.
- Kematian janin yang lama dalam kandungan.
- Pre eklampsia dan eklampsia.
- Infeksi, hepatitis dan syok septik.
6. Hematoma
7. Inversi Uterus
8. Subinvolusi Uterus

Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;


Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2. Grande multipara (lebih dari empat anak).
3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4. Bekas operasi Caesar.
5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum,
forsep.
2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak
besar.
3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4. Uterus yang lembek akibat narkosa.
5. Inversi uteri primer dan sekunder.
III. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadic adalah kehilangan darah dalam jumlah yang
banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing,
gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas
dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan
segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi
cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b. Robekan jalan lahir

10

Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah
bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan
segera, kontraksi uterus baik
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan,
inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh
darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi
fundus tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak
tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat
Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari
rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia
uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran
rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin
besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri
juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan
mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila
perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan
11

banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena
atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian
perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan
yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke
dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu
singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade
utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim
terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan
pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama
dan partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan besar
misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus seperti
mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta, Faktor sosio ekonomi yaitu
malnutrisi.
Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam
setelah bayi lahir.
Penyebab retensio plasenta :
1.

Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh

lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.
b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
12

endometrium sampai ke miometrium.


c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa.
d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum
dinding rahim.
2.

Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena

atoni
uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat
kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi
untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh.
Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan
keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum.
Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6
minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis
dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra
ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau
kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap
bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah
perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada
yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa
13

terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak
teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.
Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri
Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika
bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera
dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang
terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
Pembagian inversio uteri :
1. Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri
namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian
sudah keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
1. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta
yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.
Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.
Gejala klinis inversio uteri :

14

- Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat,
perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan
sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
- Pemeriksaan dalam :
1. Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri
cekung ke dalam.
2. Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba
tumor lunak.
3. Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan
postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan
postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan
servik atau vagina.
- Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang
multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik
yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus.
Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir
lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan
lahir, khususnya robekan servik uteri

- Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering
dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi

15

sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar.
Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
- Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris
tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus
pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan
ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika
Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan
yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.

V. Pemeriksaan Penunjang
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan
jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 1014gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak
hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split
fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial
diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang
pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
VI. Terapi
16

Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi
dengan kuat, uterus harus diurut :
Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian
bawah untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada
terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus,
mengakibatkan atonia uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan
lembut. Perdarahan yang signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni
uteri.
Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus
uteri. Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus
dilakukan.
Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai
selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah
dan uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang
tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus,
mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang
beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam
duduk setelah 12 jam.
Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran
jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk
penentuan golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan
diruang persalinan.
Pemberian 20 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal,
terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan
mengurut uterus secara efektif

17

Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV,
dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk
mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter
foley untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit
bila terdapat tanda kegawatan pernafasan.
Terapi Perdarahan Postpartum karena Atonia
Bila terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu harus
segera minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah terpencil
dimana terdapat bidan, maka bidan dapat melakukan tindakan dengan urutan
sebagai berikut:
Pasang infus.
Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau
ergometrin 0,5 cc hingga 1 cc.
Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus.
Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan;
Plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit).
Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah;
Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau
kompresi aorta.
Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:
Pemberian uterotonika intravena.
Kosongkan kandung kemih.
Menekan uterus-perasat Crede.
Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta.
Tentu saja, urutan di atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan
penolong memungkinkan. Bila tidak, rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan
18

operasi histerektomi, dengan terlebih dahulu memberikan uterotonika intravena


serta infus cairan sebagai pertolongan pertama.
Perdarahan postpartum akibat laserasi/ Robekan Jalan Lahir
Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat,
keras, bisa terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan
lampu penerangan yang baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya,
jahitlah luka tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat.
Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon pada
liang senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang infus
dan pemberian uterotonika intravena.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari Saifuddin, ed., 2010 Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Prawirohardjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

19

Anda mungkin juga menyukai