Anda di halaman 1dari 3

Harta dan anak-anak bisa menjadi fitnah

Fitnah dalam bahasa Indonesia, dalam percakapan sehari-hari adalah perkataan


tanpa berdasar kebenaran yang disebarkan untuk menjelekkan orang lain,
menodai nama baik, merugikan kehormatan orang; Kata fitnah di dalam Al Quran
memang mengandung makna yang beragam sesuai konteks kalimatnya. Ada yang
bermakna bala bencana, syirik, ujian, cobaan, musibah, kemusyrikan, kekafiran,
adzab (siksaan), pembunuhan. Seklain fitnah, terdpat kata kata lain yang memiliki
kekeliruan pengertian : iklahs dalam bahasa Indonesia ditangkap sebagai rela,
menurut islam adalah tindakan yang dipersembahkan hanya untuk Allah
Bahasan dibawan ini adalah harus dirujukkan dengan fitnah sesai al quran.
Yakni adanya beberapa ayat tentang anak-anak, bahwa anak-anak adalah
perhiasan dunia sekaligus fitnah dunia.
Anak-anak sebagai perhiasan dunia sebagaimana firman Allah Subhanahu
wataala, Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalanamalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta
lebih baik untuk menjadi harapan. (Al-Kahfi: 46)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka
mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al-Munafiqun: 9)
Ayat ini menjelaskan bahwa anak dan harta merupakan sebuah kesenangan dan
perhiasan yang melengkapi kehidupan seseorang di dunia. Dengannya, dia
merasakan kebahagiaan dan ketentraman dalam hidupnya. Di dalam ayat lain Allah
berfirman:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak,
kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup
di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Namun harus diingat pula, nak-anak juga fitnah,












Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi
Allah-lah pahala yang besar. (at-Taghabun: 15).
1

Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu adalah fitnah dan
sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (Al-Anfal: 28)
Terdapat dua ayat di dalam Al-Quran yang menyebut harta dan anak sebagai
fitnah, yaitu surah Al-Anfal ayat 28 dan surah At-Taghabun ayat 15, Sesungguhnya
hartamu dan anak-anakmu adalah fitnah (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang
besar. Perbedaannya: pada surah Al-Anfal, Allah menggunakan redaksi
pemberitahuan ketahuilah, sedangkan pada surah At-Taghabun menggunakan
redaksi penegasan sesungguhnya. Namun ungkapan yang mengakhiri kedua ayat
tersebut sama, yaitu di sisi Allah-lah pahala yang besar. Sehingga bisa dipahami
bahwa fitnah harta dan anak bisa menjerumuskan ke dalam kemaksiatan, namun di
sisi lain justru bisa menjadi peluang meraih pahala yang besar dari Allah swt. Dan
makna yang kedua itulah yang dikehendaki oleh Allah, sehingga Allah
mengingatkannya di akhir ayat yang berbicara tentang fitnah anak dan harta dan
di sisi Allah-lah pahala yang besar.
Sedangkan tentang fitnah harta dan anak dalam surah Al-Anfal, Sayyid Quthb
menyebutkan korelasinya dengan tema amanah Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah
kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui. (Al-Anfal: 27), bahwa harta dan anak merupakan objek ujian dan
cobaan Allah swt yang dapat saja menghalang seseorang menunaikan amanah
Allah dan Rasul-Nya dengan baik. Padahal kehidupan yang mulia adalah kehidupan
yang menuntut pengorbanan dan menuntut seseorang agar mampu menunaikan
segala amanah kehidupan yang diembannya. Maka melalui ayat ini Allah swt ingin
memberi peringatan kepada semua khalifah-Nya agar fitnah harta dan anak tidak
melemahkannya dalam mengemban amanah kehidupan dan perjuangan agar
meraih kemuliaan hidup di dunia dan di akhirat. Dan inilah titik lemah manusia di
depan harta dan anak-anaknya. Sehingga peringatan Allah akan besarnya fitnah
harta dan anak diiringi dengan kabar gembira akan pahala dan keutamaan yang
akan diraih melalui sarana harta dan anak.
Masing-masing Ada Saatnya
Dalam Shahih Muslim (no. 2750), dari sahabat Hanzhalah Al-Usayyidi z salah
seorang juru tulis Rasulullah n dia berkata: Abu Bakr z menemuiku lalu bertanya:
Bagaimana keadaanmu, wahai Hanzhalah?
Beliau berkata: Aku menjawab: Hanzhalah telah munafik!
Abu Bakr berkata: Subhanallah, apa yang engkau katakan?
Aku berkata: Tatkala kami berada di samping Rasulullah n, beliau
mengingatkan kami tentang neraka dan surga, sehingga seakan-akan kami
melihatnya dengan mata kepala. Namun di saat kami keluar dari sisi Rasulullah n,
kami menyibukkan diri bersama istri, anak-anak dan kehidupan, sehingga kami
banyak lupa.
Abu Bakr z pun berkata: Demi Allah, sesungguhnya kami juga merasakan hal
seperti ini!
Akupun berangkat bersama Abu Bakr z hingga kami masuk ke tempat Rasulullah
n. Aku berkata: Hanzhalah telah munafik, wahai Rasulullah.
Maka Rasulullah n bertanya: Ada apa?
Aku berkata: Wahai Rasulullah, kami berada di sisimu, engkau mengingatkan
kami dengan neraka dan surga sehingga seakan-akan kami melihatnya dengan
2

mata kepala. Namun jika kami keluar dari sisimu maka kamipun sibuk bersama istri,
anak-anak, dan kehidupan sehingga kami banyak lupa.
Rasulullah bersabda:
Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, sekiranya kalian terus-menerus
(memiliki keimanan) seperti di saat kalian berada di sisiku dan selalu berdzikir,
niscaya para malaikat akan menyalami kalian di atas tempat-tempat tidur dan di
jalan-jalan (yang kalian lalui). Namun wahai Hanzhalah, masing-masing ada
saatnya. Beliau mengucapkannya tiga kali.
Ali Al-Qari berkata tatkala menjelaskan hadits ini: Kesimpulan maknanya
adalah: Wahai Hanzhalah, terus-menerus dalam keadaan yang disebutkan adalah
satu kesulitan yang tidak seorang pun mampu melakukannya, sehingga Allah l
tidaklah membebani demikian. Namun yang sanggup dilakukan oleh kebanyakan
adalah seseorang mempunyai waktu berada dalam keadaan seperti ini. Tidak ada
dosa baginya menyibukkan dirinya untuk bersenang-senang dengan apa yang
disebutkan di waktu yang lain. Engkau dalam keadaan tetap berada di atas jalan
yang lurus. Tidak terdapat kemunafikan pada dirimu sama sekali seperti yang
engkau sangka. Maka berhentilah dari keyakinanmu itu, karena sesungguhnya itu
termasuk celah bagi setan untuk masuk kepada para ahli ibadah, yang akan
mengubah mereka dari apa yang telah mereka amalkan. Sehingga mereka akan
terus berusaha mengubahnya hingga mereka meninggalkan amalan tersebut.
(Mirqatul Mafatih, 5/150)
Dari berbagai sumber diolah :
http://www.dakwatuna.com/2007/03/07/125/meraih-pahala-dari-fitnah-hartadan-anak/#ixzz3b3HXRAi8

Anda mungkin juga menyukai