Anda di halaman 1dari 17

Ketaren, S., 2005, Minyak dan Lemak Pangan, , UI Press, Jakarta.

PEMBAHASAN Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang
digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Sabun dapat dibuat pula dari
minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun. Minyak tumbuhan maupun lemak hewan
merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan
baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12
sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan
menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat
sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis
antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan menghasilkan gliserol dan
garam yang disebut sebagai sabun. Asam lemak yang digunakan yaitu asam lemak tak
jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda diantara atom-atom karbon
penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga sangat mudah bereaksi dengan
unsure
lain.
Sedangkan
basa
alkali
yang digunakan yaitu basa-basa yang menghasilkan garam basa lemah. Pada
percobaan ini menggunakan jenis alkali KOH dan NaH dalam proses pembuatan sabun
kalium dan sabun natrium. Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan
alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang
menghasilkan sabun dan gliserin. Berikut ini merupakan bentuk dari reaksi
penyabunan. Pada proses pembuatan sabun kalium, ke dalam 3 mL minyak
dimasukkan KOH/Etanol 10%. Penambahan Etanol disini berfungsi sebagai pelarut
yang semakin lama semakin habis karena menguap. Etanol dapat menguap
dikarenakan etanol memiliki titik didih yang lebih rendah daripada minyak, sehingga
ketika dipanaskan memungkinkan Etanol akan menguap. Ketika campuran minyak dan
Etanol dipanaskan, maka akan terjadi kenaikan suhu di mana akan mempercepat laju
reaksi dikarenakan pemanasan akan membuat energi kinetic semakin cepat sehingga
reaksi dapat berlangsung lebih cepat. Proses saponifikasi dikatakan telah berlangsung
sempurna dengan cara menguji larutan ke dalam air. Apabila ketika beberapa sampel
larutan dimasukkan ke dalam air dan tidak terdapat minyak/lemak pada air itu berarti
saponifikasi telah berhasil. Hasil dari saponifikasi tersebut berupa cairan kental
berwarna kuning keputihan dan berbau menyengat. Hasil tersebut kemudian ditambah
aquades sehingga kini terbentuk sabun kalium yang memiliki wujud cair kental.
Sedangkan dalam pembuatan sabun natrium, sebagian sabun kalium yang dihasilkan
ditambahkan larutan NaCl jenuh. Penambahan larutan NaCl jenuh bertujuan untuk
memisahkan sabun dari produk sampingan dari reaksi sebelumnya, yaitu gliserol.
Setelah itu dari proses penyaringan campuran larutan tadi akan terbentuk sabun
natrium yang memiliki wujud padat dan berwarna putih. Pada percobaan kedua yaitu
analisis asam lemak dari sabun, sabun kalium diberi tambahan larutan HCl

pengasaman beberapa tetes. Penambahan larutan HCl pengasaman ini bertujuan


untuk membentuk suasana asam pada larutan. Keasaman larutan dapat diukur dengan
menggunakan kertas lakmus merah (kalau warna kertas lakmus merah tidak berubah
(tetap merah) berarti larutan sudah menjadi asam). Proses serupa juga dilakukan pada
sabun natrium. Perlakuan larutan sabun dengan HCl pengasaman akan menghasilkan
campuran asam lemak. Reaksi pada proses tersebut adalah sebagai berikut.
Aseton merupakan senyawa yang memiliki sifat polar. Campuran asam lemak dari
sabun kalium dan natrium dapat larut dalam asetons esuai asas like dissolve like, yaitu
senyawa yang memiliki kemiripan kemolaran akan saling melarutkan. Pada percobaan
ini didapatkan hasil bahwa kalium akan lebih mudah larut dalam aseton dibandingkan
dengan natrium walaupun sebenarnya keduanya juga larut dalam aseton. Hal ini
disebabkan karena K yang lebih mudah lepas daripada Na. Sehingga sabun kalium
akan lebih cepat larut. Pada percobaan ketiga yakni sifat sabun dan deterjen di mana
hel ini bertujuan untuk mengetahui sifat dan kemampuan setiap sabun dalam
membersihkan atau mengikat lemak atau kotoran. Berdasarkan hasil percobaan
didapatkan bahwa sabun kalium dapat membersihkan lemak namun kurang begitu
bersih karena hanya mampu mengikat lemak dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan
pada sabun natrium juga dapat membersihkan lemak tapi jika dibandingkan dengan
sabun kalium dalam membersihkan lemak lebih bersih. Fenomena di mana sabun
kalium dapat melarutkan minyak/lemak lebih banyak dari sabun natrium disebabkan
karena sabun kalium merupakan sabun cair sementara sabun natrium merupakan
sabun padatan, sehingga akan memiliki kemampuan melarutkan lemak lebih tinggi
dibandingkan dengan sabun natrium. Sedangkan minyak yang dibersihkan
menggunakan sabun deterjen memiliki tingkat kebersihan yang paling tinngi karena
sabun deterjen memiliki kemampuan mengikat lemak paling tinggi. Hal ini disebabkan
deterjen memiliki sifat dapat mengemulsi lemak secara sempurna, yaitu bagian
nonpolar dari ujung-ujung hidrokarbon pada deterjen megelilingi tetesan minyak secara
merata, sehingga deterjen dapat mengemulsikan lemak. Suatu molekul sabun
mengandung suatu rantai hidrokarbon yang panjang dengan pada bagian ujung
terdapat ion. Bagian hidrokarbon ini bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non
polar, sedangkan ujung ion yang satunya bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena
itulah secara keseluruhan sabun tidak sepenuhnya larut dalam air. Namun, sabun
mudah tersuspensi dalam ir karena membentuk misel, yakni segerombol mlekul sabun
yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke
air. Kemampuan sabun yaitu dapat mengemulsi kotoran yang mengandung
minyak/lemak sehingga dapat dibungan dengan cara pembilasan. Kemampuan ini
disebabkan leh dua sifat sabun. Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun
larut dalam zat non polar. Kedua, ujung anion mlekul sabun yang tertarik pada air,

ditolak leh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak
lain. Karena tolakmenolak antar tetes-tetes sabun minyak, maka minyak itu tidak dapat
saling bergabung tetapi tetap tersuspensi. Pada percobaan kemampuan sebagai
surfaktan (efek ion-ion sadah) dilakukan untuk mengetahui kemampuan setiap sabun
ketika berada dalam air sadah, yaitu air yang mengandung kation divalent Ca, Mg,
dan Fe. Hasil percobaan memperlihatkan bahwa pada sabun kalium dan sabun
natrium meninggalkan endapan ketika dicampur dengan larutan yang mengandung ion
sadah.
Di
mana
pada
sabun
kalium
dan
natrium
adanya
kation divalent Ca, Mg, Fe akan membentuk endapan dengan anion karboksilat
dari sabun. Reaksinya Dengan terbentuknya endapan, maka fungsi sabun untuk
membersihkan kotoran menjadi kurang atau tidak efektif. Sabun akan berbuih kembali
setelah ion-ion sadah yang terdapat dalam air mengendap. Hal ini berkebalikan dengan
sabun deterjen tidak ditemukan adanya endapan ketika dicampur dengan larutan yang
mengandung in sadah. Fenomena ini terjadi karena sabun deterjen tidak dapat bereaksi
dengan ion-ion sadah, seperti Ca, Mg, dan Fe. Berdasarkan bukti tersebut
sehingga sabun deterjen masih dapat bekerja dengan sangat efektif ketika berada
dalam air sadah.
alasan memilih NaOH dan minyak goreng kelapa sawit sebagai bahan
baku yaitu karena relative banyak di temukan dan harganya yang
ekonomis.Tetapi untuk menghasilkan sabun yang lunak dan kualitas
nya lebih bagus bahan baku yang di guankan adalah KOH dan
Minyak kelapa.Dalam pembuatan sabun NaOH di buat berlebih
sehingga semua minyak dalam hal ini trigliserida bisa semuanya
membentuk sabun. Pembuatan sabun dimulai dengan mencampurkan
dua bahan baku di atas yaitu minyak goreng dengan NaOH kemudian di
aduk-aduk hingga campuran bercampur rata dan wujudnya seperti
susu kental yang tidak ada minyak di atasnya. Prinsip dalam proses
saponifikasi,yaitu lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan
gliserol dan sabun mentah. Proses pencampuran antara minyak dan
alkali kemudian akan membentuk suatu cairan yang mengental, yang
disebut dengan trace. Pada campuran tersebut kemudian ditambahkan
garam NaCl.. Garam NaCl ditambahkan untuk memisahkan antara
produk sabun dan gliserol sehingga sabun akan tergumpalkan sebagai
sabun padat yang memisah dari gliserol. Dalam percobaan, NaCl yang
ditambahkan hanya sedikit yaitu 0,1 gram agar kandungan NaCl pada
produk akhir jumlahnya sedikit. Karena jika kandungan NaCl dalam
sabun terlalu tinggi, maka produk sabun yang dihasilkan akan terlalu
keras.Selanjutnya yaitu penambahan amylum yang berfungsi untuk

mengurangi kelembaban sabun. Kemudian gliserol yang sudah terpisah


tersebut di pisahkan dari sabun. Jadi, pada hasil akhir, produk yang
terbentuk hanya berupa sabun tanpa hasil samping berupa gliserol.
Sabun yang dihasilkan dan di diamkan beberapa menit mulai mengeras
dan seperti sabun biasa yang di jumpai sehari-hari. Uji kualitas yang
dilakukan meliputi uji kandungan alkali bebas dan kandungan asam
lemak bebas.
Garam alkil benzene sulfonat (detergen)
2.1 Kegunaan
Kegunaan sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak
sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh
dua sifat sabun, yaitu:
1 Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat non-polar,
seperti tetesan- tetesan minyak.
2 Ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung
anion molekul- molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain.
Karena tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak
dapat saling bergabung tetapi tetap tersuspensi (Fessenden, 1992).
Sabun digunakan juga sebagai bahan pembersih kotoran, terutama kotoran
yang bersifat sebagai lemak atau minyak karena sabun dapat mengemulsikan
lemak atau minyak. Jadi sabun dapat bersifat sebagai emulgator (Poedjiadi,
2004).

2.3 Reaksi
Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur
dengan alkali yang menghasilkan sabun dan gliserol.
O

O
O
O
O

CH 2OH

O OR
O OR

3NaOH

OR

Trigliserida
molekul sabun
(lemak atau minyak)
atau

CHOH
CH 2OH

R1

R2

R3

Natrium
Hidroksida

O O Na
O O Na
O Na

Gliserol

O
O
O
O

CH 2OH

O OR
O OR

KOH

CHOH

CH 2OH

OR

Trigliserida

K O

K O

K O

R'
R''

Kalium

Gliserol

molekul sabun
(lemak atau minyak)
Hidroksida
Sedangkan pada detergen, reaksi yang terjadi adalah:
R

RCH

CHR'

AlC 3

CHCH 2R'

CHCH 2R'

H2SO 4

CHCH 2R'

NaOH

SO 3H

Reaksi Friedel-Craft
Netralisasi Detergen

Reaksi Sulfonasi

SO 3Na

Reaksi

Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi
partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion. Pada proses
saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak mudah
tercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalis dengan sendirinya pada kondisi
tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsikedua
reaktan tersebut, menyebabkan suatupercepatan pada kecepatan reaksi.
Ketidakuntungan sabun muncul bila digunakan dalam air sadah, yang
mengandung kation-kation logam tertentu, seperti Ca, Mg, Fe, kation-kation
tersebut menyebabkan garam-garam natrium atau kalium dari asam karboksilat
yang semula larut menjadi garam-garam karboksilat yang tidak larut.
(Sastrohamidjojo, 2005)
Sabun memiliki sifat sebagai berikut:
a. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi, sehingga akan
dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
b. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa
ini tidak terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih
setelah garam Mg atau Ca mengendap dalam air.

CH(CH)COONa + CaSONaSO
Ca(CH(CH)COO)
c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimi koloid,
sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang
bersifat polar maupun nonpolar. Molekul sabun memiliki rantai hydrogen
CH(CH) yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air)
dan larut dalam zat organic. Sedangkan COONa sebagai kepala yang bertindak
sebagai hidrofilik (suka air). (Bairley,AE. 1950)

sabun adalah bahan logam alkali dengan rantaiasam monocarboxyclic yang


panjang. larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun biasanya
menentukan jenis sabun yang dihasilkan. larutan akali natrium hidroksida
(NaOH) digunakan untuk membuat sabun keras, sedangkan larutan alkali kalium
hodroksida digunakan dalam pembuatan sabun lunak. sabun berfungsi untuk
mengemulsi kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor lainnya. sabun dapat
melakukan hal tersebut dikarenakan mempunyai sifat pembersih. struktur sabun
kalium dan sabun natrium adalah sebagai berikut:
C17H35-C-K(O)-O

untuk sabun kalium

C17H35-C-Na(O)-O

untuk sabun natrium

berdasarkan struktur sabun natrium sabun kalium tersebut, maka dapat


dikethui bahwa sabun memiliki rantai hidrogen yang bertindak sebagai ekor
yang bersifat hidrofobik (tidak suka air)yang bersifat non-polar dan COONa
sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) yang bersifat polar dengan air.
oleh karena sabun memiliki kedua sifat tersebut sabun dapat membersihkan
kotoran.
selain mempunyai sifat tersebut, sabun mempunyai sifat surfaktan.
surfaktan adalah zat aktif permukaan atau suatu senyawa kimia yang terdapat
pada konsentrasi rendah suatu sistem. selain itu juga mempunyai sifat
teradsorbsi pada permukaan antara muka pada sistem tersebut.
sabun dapat membersihkan kotoran atau dapat bekerja sebagai
surfaktan dengan cara menghasilkan basa yang akan menurunkan tegangan
permukaan. sehingga dapat meresap lebih cepat kepermukaan kain. kemudian
molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekor atau ujung nonpolarnya.
sedangkan ujung polarnya mengikat molekul kotoran. setelah itu molekul akan
membentuk emulsi. emulsi tersebut akan bersih saat pencucian dengan air.
sedangkan kepalanya akan larut dalam air. saat bagian polar tersebut tertarik
oleh air maka kotoran akan keluar dari kain sehingga kai menjadi bersih.

Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah


reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan
gliserin.
Berikut ini merupakan bentuk dari reaksi penyabunan.

Pada proses pembuatan sabun kalium, ke dalam 3 mL minyak dimasukkan KOH/Etanol 10%.
Penambahan Etanol disini berfungsi sebagai pelarut yang semakin lama semakin habis karena
menguap. Etanol dapat menguap dikarenakan etanol memiliki titik didih yang lebih rendah
daripada minyak, sehingga ketika dipanaskan memungkinkan Etanol akan menguap.
Ketika campuran minyak dan Etanol dipanaskan, maka akan terjadi kenaikan suhu di mana akan
mempercepat laju reaksi dikarenakan pemanasan akan membuat energi kinetic semakin cepat
sehingga reaksi dapat berlangsung lebih cepat.
Proses saponifikasi dikatakan telah berlangsung sempurna dengan cara menguji larutan ke dalam
air. Apabila ketika beberapa sampel larutan dimasukkan ke dalam air dan tidak terdapat
minyak/lemak pada air itu berarti saponifikasi telah berhasil. Hasil dari saponifikasi tersebut
berupa cairan kental berwarna kuning keputihan dan berbau menyengat. Hasil tersebut kemudian
ditambah aquades sehingga kini terbentuk sabun kalium yang memiliki wujud cair kental.
Sedangkan dalam pembuatan sabun natrium, sebagian sabun kalium yang dihasilkan
ditambahkan larutan NaCl jenuh. Penambahan larutan NaCl jenuh bertujuan untuk memisahkan
sabun dari produk sampingan dari reaksi sebelumnya, yaitu gliserol. Setelah itu dari proses
penyaringan campuran larutan tadi akan terbentuk sabun natrium yang memiliki wujud padat dan
berwarna putih.
Pada percobaan kedua yaitu analisis asam lemak dari sabun, sabun kalium diberi tambahan
larutan HCl pengasaman beberapa tetes. Penambahan larutan HCl pengasaman ini bertujuan
untuk membentuk suasana asam pada larutan. Keasaman larutan dapat diukur dengan
menggunakan kertas lakmus merah (kalau warna kertas lakmus merah tidak berubah (tetap
merah) berarti larutan sudah menjadi asam). Proses serupa juga dilakukan pada sabun natrium.
Perlakuan larutan sabun dengan HCl pengasaman akan menghasilkan
campuran asam lemak.
Reaksi pada proses tersebut adalah sebagai berikut.

Aseton merupakan senyawa yang memiliki sifat polar. Campuran asam lemak
dari sabun kalium dan natrium dapat larut dalam asetons esuai asas like
dissolve like, yaitu senyawa yang memiliki kemiripan kemolaran akan saling
melarutkan.
Pada percobaan ini didapatkan hasil bahwa kalium akan lebih mudah larut
dalam aseton dibandingkan dengan natrium walaupun sebenarnya keduanya

juga larut dalam aseton. Hal ini disebabkan karena K yang lebih mudah lepas
daripada Na. Sehingga sabun kalium akan lebih cepat larut.
Pada percobaan ketiga yakni sifat sabun dan deterjen di mana hel ini bertujuan
untuk mengetahui sifat dan kemampuan setiap sabun dalam membersihkan
atau mengikat lemak atau kotoran.
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan bahwa sabun kalium dapat
membersihkan lemak namun kurang begitu bersih karena hanya mampu
mengikat lemak dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan pada sabun natrium
juga dapat membersihkan lemak tapi jika dibandingkan dengan sabun kalium
dalam membersihkan lemak lebih bersih. Fenomena di mana sabun kalium
dapat melarutkan minyak/lemak lebih banyak dari sabun natrium disebabkan
karena sabun kalium merupakan sabun cair sementara sabun natrium
merupakan sabun padatan, sehingga akan memiliki kemampuan melarutkan
lemak lebih tinggi dibandingkan dengan sabun natrium.
Sedangkan minyak yang dibersihkan menggunakan sabun deterjen memiliki
tingkat kebersihan yang paling tinngi karena sabun deterjen memiliki
kemampuan mengikat lemak paling tinggi. Hal ini disebabkan deterjen memiliki
sifat dapat mengemulsi lemak secara sempurna, yaitu bagian nonpolar dari
ujung-ujung hidrokarbon pada deterjen megelilingi tetesan minyak secara
merata, sehingga deterjen dapat mengemulsikan lemak.
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon yang panjang
dengan pada bagian ujung terdapat ion. Bagian hidrokarbon ini bersifat
hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar, sedangkan ujung ion yang satunya
bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena itulah secara keseluruhan sabun
tidak sepenuhnya larut dalam air. Namun, sabun mudah tersuspensi dalam ir
karena

membentuk misel, yakni segerombol mlekul sabun yang rantai hidrokarbonnya


mengelompok dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air.
Kemampuan sabun yaitu dapat mengemulsi kotoran yang mengandung
minyak/lemak sehingga dapat dibungan dengan cara pembilasan. Kemampuan
ini disebabkan leh dua sifat sabun. Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul
sabun larut dalam zat non polar. Kedua, ujung anion mlekul sabun yang tertarik
pada air, ditolak leh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari
tetesan minyak lain. Karena tolak-menolak antar tetes-tetes sabun minyak,
maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tetap tersuspensi.
Pada percobaan kemampuan sebagai surfaktan (efek ion-ion sadah) dilakukan
untuk mengetahui kemampuan setiap sabun ketika berada dalam air sadah,
yaitu air yang mengandung kation divalent Ca, Mg, dan Fe. Hasil
percobaan memperlihatkan bahwa pada sabun kalium dan sabun natrium
meninggalkan endapan ketika dicampur dengan larutan yang mengandung ion
sadah. Di mana pada sabun kalium dan natrium adanya kation divalent Ca,
Mg, Fe akan membentuk endapan dengan anion karboksilat dari sabun.
Reaksinya
Dengan terbentuknya endapan, maka fungsi sabun untuk membersihkan
kotoran menjadi kurang atau tidak efektif. Sabun akan berbuih kembali setelah
ion-ion sadah yang terdapat dalam air mengendap.
Hal ini berkebalikan dengan sabun deterjen tidak ditemukan adanya endapan ketika dicampur dengan
larutan yang mengandung in sadah. Fenomena ini terjadi karena sabun deterjen tidak dapat bereaksi
dengan ion-ion sadah, seperti Ca, Mg, dan Fe. Berdasarkan bukti tersebut sehingga sabun
deterjen masih dapat bekerja dengan sangat efektif ketika berada dalam air sadah.

Pembuatan Sabun Natrium


Dalam percobaan ini, sabun yang dibuat adalah sabun natrium dengan menggunakan
larutan NaOH 25%. Proses ini dinamakan proses safonifikasi. Saponifikasi merupakan proses
pembuatan sabun yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak khususnya trigliserida
dengan alkali yang menghasilkan sabun dan hasil samping berupa gliserol.
Penambahan NaOH 10% dalam etanol 95% adalah sebagai alkali dalam proses hidrolisis
lemak pada minyak sehingga dihasilkan garam karboksilat. Sedangkan etanol 95% digunakan
agar NaOH dan lemak pada minyak dapat larut, karena lemak dapat larut di etanol daripada pada
air. Dipanaskan selama 30 menit (sampai mendidih). sampai reaksi saponifikasi sempurna hingga
mengental namun jangan sampai gosong. Fungsi pemanasan ini adalah untuk mempercepat
reaksi dan kemudian dilakukan penambahan NaCl jenuh.
Fungsi penambahan NaCl jenuh ini adalah untuk memisahkan gliserol dari hasil
saponifikasi minyak dengan NaOH yang sulit dipisahkan. Kemudian campuran diaduk kuat
sampai terbentuk padatan. Kemudian padatan yang diperoleh disaring menggunakan kertas
saring, hal ini dilakukan untuk memisahkan sabun natrium dengan larutan lain yang tidak

digunakan, selanjutnya padatan ditekan hingga bebas dari air. Hasil yang diperoleh, bobot sabun
seberat 81,33 gram.
4.2.2 Sifat-Sifat Sabun
Pada percobaan ini merupakan uji sifat-sifat sabun atau uji kesadahan. Kesadahan
merupakan petunjuk kemampuan air untuk membentuk busa apabila dicampur dengan sabun.
Pada air berkesadahan rendah air dapat membentuk busa apabila dicampur dengan sabun,
sedangkan pada air berkesadahan tinggi tidak akan membentuk busa. Disamping itu, kesadahan
juga merupakan petunjuk yang penting dalam hubungannya dengan usaha memanipulasi nilai
pH.
Air sadah adalah air yang mengandung ion Ca 2+ atau Mg2+ biasanya terbentuk dari garam
karbonat atau sulfat. Air sadah mempunyai sifat yaitu menyebabkan sabun sukar berbuih dan
timbulnya sejenis karang dan kerak.
Pada hasil percobaan pada kedua tabung setelah dipanaskan terbentuk endapan sabun
berwarna putih gading
Sabun sukar berbuih dalam air sadah, karena ion Ca2+ yang terkandung mengendapkan
Sabun Natrium. Reaksi sebagai berikut :

CaCO3
Ca-Karbonat

+ 2C17H35COONa (C17H35COO)2Ca + NaCO3

stearate natrium

endapan sabun

Na-Karbonat

Selain direaksikan dengan larutan ion Ca2+, sabun juga direaksikan dengan larutan HCl.
Dalam asam, sabun akan dihidrolisa menjadi asam lemak kembali.
Reaksi sebagai berikut :

Sabun memiliki sifat yang unik, yaitu pada strukturnya dimana kedua ujung
dari strukturnya memiliki sifat yang berbeda. Pada salah satu ujungnya terdiri dari
rantai hidrokarbon asam lemak yang bersifat lipofilik (tertarik pada atau larut lemak dan
minyak) atau basa yang disebut ujung nonpolar sedangkan pada ujung lainnya merupakan
ion karboksilat yang bersifat hidrofilik (tertarik pada atau larut dalam air) atau ujung polar.

Struktur Sabun
4.2.3 Penentuan Kadar Asam Lemak
Dalam percobaan tentang penentuan kadar asam lemak dari sabun menggunakan alat
ekstraksi yaitu dengan menggunakan corong pisah, yang kemudian dititrasi untuk diketahui
persentase asam lemak dari sabun Fresh tersebut.
Pertama yang didahulukan yaitu sabun dipotong kecil-kecil, kemudian ditimbang
sebanyak 0,5 g. setelah itu dilarutkan dengan 400 mL air dan menambahkan 1-3 indikator pp
dalam hal ini agar mengetahui bahwa larutan tersebut mengandung asam atau basa. Setelah
penambahan indikator pp yaitu terjadi perubahan warna ungu muda dan ini menandakan bahwa
larutan tersebut bersifat basa. Kemudian dipanaskan sambil dikocok, fungsi dipanaskan yaitu
agar dapat mempercepat larutnya sabun. Sabun yang telah larut tersebut diencerkan menjadi 500
mL.
Selanjutnya yaitu diambil 20 mL larutan, kemudian dimasukkan kedalam corong pisah,
ditambahkan 10 mL petroleum eter lalu dikocok, petrolrum ini berfungsi untuk mengikat asam
lemak dari larutan air sabun tersebut. Ketika dilakukan pengocokan terjadi emulsi dan adanya 2
fasa yaitu fasa organik dalam hal ini petroleum eter yang berada lapisan atas kuning dan lapisan
air pada bagian bawah putih keruh dan beremulsi. Karena itu, ditambahkan 10 mL larutan NaCl
jenuh lalu di kocok selama 10 menit agar emulsi hilang.
Reaksi antara stearat dan NaCl yaitu

C17H35COOH + NaOH C17H35COONa + H2O


Setelah itu lapisan petroleum eter dipisahakan. Lapisan eter dimasukan dalam corong
pisah kemudian ditambahkan 10 mL air dan 2 tetes indikator pp dikocok. Perlakuan dilakukan
sebanyak 3x bertujuan untuk agar air tidak bersifat basa lagi. Fungsi dari pengocokkan ini agar
zat pelarut terdistribusi dalam kedua pelarut yang tak saling campur.
Lapisan petroleum eter yang berada dalam corong pisah ditambahkan 20 mL Alkohol lalu
dikocok selama 10 menit dan dibiarkan beberapa menit. Fungsi penambahan Alkohol ialah untuk
menarik pengotor-pengotor yang masih tersisa dalam petroleum eter. Lapisan petroleum eter

tersebut kemudian dilakukan titrasi. volume yang diperoleh ketika titrasi sebesar 13,2 ml,
sehingga diperoleh konsentrasi asam lemak hasil titrasi hanya sebesar 0,005. Sehingga dapat
diketahui persan asam lemak dari sabun fres sebesar 93,88 %.
Percoaan ini memiliki tujuan untuk mempelajari proses saponifikasi suatu
lemak dengan menggunakan kalium hidroksida (KOH) dan natrium hidroksida
(NaOH) dan mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen.

Sabun adalah garam logam alkali dari asam-asam lemak, dimana dalam percobaan ini
alkali yang dimaksud adalah kalium (K) dan natrium (Na). Reaksi pembentukan sabun ini
disebut sebagai reaksi saponifikasi atau reaksi penyabunan. Reaksi saponifikasi dengan
menggunakan natrium hidroksida (NaOH) adalah sebagai berikut:
CHOC(CH)CH CHOH
(KALOR)
CHOC(CH)CH + 3NaOH CHOH + 3CH(CH)CONa

CHOC(CH)CH CHOH
Tristearin Gliserol Sodium Stearat (suatu sabun Na)
Dan reaksi saponifikasi dengan menggunakan KOH adalah sebagai berikut:
O

HCOCR HCOH RCOOK


O

HCOCR + 3KOH HCOH + RCOOK


O

HCOCR HCOH RCOOK


Triasilgliserida Gliserol sabun kalium
(Tim Penyusun Kimia FMIPA, 2012)
Dai reaksi-reaksi diatas dapat diketahui bahwa sabun mengandung terutama
garam C dan C, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan
bobot atom lebih rendah yang dihasilkan dari reaksi suatu minyak atau lemak
dengan alkali, dalam hal ini natrium dan kalium yang menghasilkan gliserol dan
suatu sabun natrium dan kalium sebagai produk utama. Sabun yang dihasilkan

memiliki kemampuan mengemulsi kotoran berminyak. Hal ini disebabkan oleh dua
sifat sabun yaitu, pertama rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat
nonpolar, seperti tetesan-tetesan minyak. Kedua, ujung anion molekul sabun yang
tertarik pada air ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul
dari tetesan-tetesan minyak lain. Karena tolak-menolak antara tetes-tetes sabunminyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung, tetapi tetap tersuspensi.
Pada perlakuan larutan sabun dengan asam klorida encer akan menghasilkan
campuran asam lemak:
RCOOK RCOOH
RCOOK + 3HCL RCOOH + 3KCl
RCOOK RCOOH
Pada pembuatan sabun kalium, setelah 3 ml minyak dimasukkan ke dalam
gelas beker ditambahkan 20 ml KOH/etanol 10% dan dipanaskan sambil diaduk.
Etanol disini berfungsi sebagai pelarut yang semakin lama semakin habis karena
menguap, hal ini disebabkan karena titik didih etanol yang lebih rendah daripada
minyak. Pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi, karena dengan kenaikan
suhu, maka energi kinetic akan semaki cepat sehingga reaksi berlangsung lebih
cepat. Setelah itu akan terbentuk sabun kalium. Hasil kesempurnaan saponifikasi
dapat dites dengan meneteskan hasil reaksi ke
dalam air, yaitu semakin sedikit atau tidak ada tetesan lemak dalam air,
maka reaksi saponifikasi berlangsung semakin smepurna. Hasil tersebut memiliki
wujud padatan berwarna kuning gading dengan bau yang menyerupai lemari kayu.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
O

HCOCR HCOH RCOOK


O

HCOCR + 3KOH HCOH + RCOOK


O

HCOCR HCOH RCOOK


Kemudian sabun yang dihasilkan digunakan untuk membuat sabun natrium.
Sabun kalium yang dihasilkan ditambahkan NaCl jenuh. Hal ini bertujuan untuk

memisahkan sabun dari produk sampingan dari reaksi sebelumnya, yaitu gliserol.
Setelah itu akan terbentuk suatu yang berbentuk padatan setelah dilakukan
penyaringan dengan menggunakan kertas saring. Padatan inilah yang disebut
dengan sabun natrium yang memiliki waena kuning gading.
Pada percobaan analisis asam lemak dari sabun, padatan sabun kalium dan
sabun natrium diuji kelarutannya dalam aseton. Setelah ditambahkan aseton 2 ml
ditambahkan HCl dengan tujuan memberikan suasana asam pada larutan dimana
keasaman diukur dengan menggunakan kertas lakmus. Reaksi sabun kalium dengan
HCl adalah sebagai berikut:
K + HCl KCl
Dan reaksi antara sabun natrium dengan HCl:
Na + HCl NaCl
Aseton merupakan senyawa yang memiliki sifat polar. Campuran asam lemak
dari sabun kalium dan natrium dapat larut dalam asetons esuai asas like dissolve
like, yaitu senyawa yang memiliki kemiripan kemolaran akan saling melarutkan.
Dari hasil percobaan diperoleh bahwa sabun kalium lebih cepat larut dalam aseton
daripada sabun natrium, hal ini dikarenakan K yang lebih mudah lepas daripada
Na. Sehingga sabun kalium akan lebih cepat larut. Sabun natrium juga dapat larut
dalam aseton, karena minyak memiliki rantai karbon yang panjang dan bersifat
nonpolar. Sehingga sesuai asas like dissolve like minyak tidak dapat larut dalam
aseton yang bersifat polar.
Pada percobaan sifat sabun dan detergen, minak kelapa sawit dioleskan pada
tiga gelas arloji dan dibersihkan masing-masing dengan menggunakan tiga tetes
larutan sabun natrium, tiga tetes sabun kalium, dan tiga tetes larutan sabun
detergen dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan membersihkan atau
mengikat lemak pada masing-masing sabun. Dari hasil percobaan diketahui bahwa
sabun kalium dapat mengikat lemak dalam jumlah yang sedikit. Pada sabun
natrium dapat mengikat lemak namun lebih sedikit dari sabun kalium. Sedangkan
sabun detergen memiliki kemampuan mengikat lemak paling tinggi. Hal ini
dikarenakan detergen memiliki sifat dapat mengemulsi lemak secara sempurna,
yaitu bagian nonpolar dari ujung-ujung hidrokarbon pada detergen megelilingi
tetesan minyak secara merata, sehingga detergen dapat mengemulsikan lemak.
Sedangkan pada sabun natrium dan kalium, sabun kalium dapat melarutkan
minyak/lemak lebih banyak dari sabun natrium. Hal ini disebabkan karena sabun

kalium merupakan sabun lunak, sehingga akan memiliki kemampuan melarutkan


lemak daripada sabun natrium.
Pada percobaan efek ion sadah (kemampuan sebagai surfaktan) penggojokan
yang dilakukan memiliki tujuan agar pencampuran berjalan sempurna dan
tercampur secara merata. Dalam hal ini percobaan dilakukan untuk mengetahui
kemampuan sabun dalam air sadah, yaitu air yang mengandung kation divalent
Ca, Mg, dan Fe, yang dapat membentuk endapan.
Dari hasil percobaan didapatkan bahwa pada larutan CaCl, MgCl, dan FeCl
dan air kran yang ditambahkan pada sabun kalium dan sabun natrium, semuanya
terbentuk endapan-endapan. Sedangkan pada sabun detergen tidak ditemukan
adanya endapan. Hal ini membuktikan bahwa sabun detergen dapat bekerja secara
efektif dalam air sadah dengan bukti bahwa tidak ditemukannya endapan pada
sabun detergen saat direaksikan dengan air sadah. Pada sabun kalium dan natrium
adanya kation divalent Ca, Mg, Fe akan membentuk endapan denagn anion
karboksilat dari sabun.
Reaksi-reaksi dari detergen dengan kation divalent sebagai berikut:
Detergen dengan Ca
2ROSONa + Ca (ROSO)Ca + 2Na
Detergen dengan Mg
2ROSONa + Mg (ROSO)Mg + 2Na
Detergen dengan Fe
2ROSONa + Fe (ROSO)Fe + 2Na
Reaksi sabun kalium dengan Ca
2RCOOK + Ca (RCOO)Ca + 2K
Reaksi sabun kalium dengan Mg
2RCOOK + Mg (RCOO)Mg + 2K
Reaksi sabun kalium dengan Fe
2RCOOK Fe (RCOO)Fe + 2K
Reaksi sabun natrium dengan Ca
2RCOONa + Ca (RCOO)Ca + 2Na
Reaksi sabun natrium dengan Mg
2RCOONa + Mg (RCOO)Mg + 2Na
Reaksi sabun natrium dengan Fe

2RCOONa + Fe (RCOO)Fe + 2Na

Anda mungkin juga menyukai