Anda di halaman 1dari 5

Latar Belakang

Seiring perkembangan perekonomian di dunia, kebutuhan akan pelaporan keuangan yang


handal semakin meningkat, oleh karena itu laporan keuangan dituntut untuk dapat dipahami
segala kalangan. Dengan tuntutan untuk mudah dipahami segala kalangan, maka laporan
keuangan tersebut perlu adanya kesamaan standar & prinsip. Dalam membentuk kesamaan
standar tersebut dibutuhkan pendekatan-pendekatan terkait dengan perumusan standar akuntansi.
Hanya saja hingga saat ini, terdapat dua macam pendekatan dalam perumusan standar akuntansi,
yaitu principle based & rule based
Untuk lebih mudah memahami mengenai perbedaan principle based dengan rule based, berikut
perandaian untuk menyederhanakannya. Kita menganalogikan seorang pembuat kue. Pada saat
pembuat kue menggunakan principal base, dalam membuat kue tanpa melihat buku resep tentang
pembuatan kue, dia telah memahami bahwa bahan-bahan yang diperlukan adalah terigu, kentang,
ragi, telur, dan gula. Untuk takarannya, menakarnya sesuai seleranya. cara memasaknya pun juga
sesuai selera. Namun, ketika pembuat menggunakan rule base, pembuat kue membuatnya
dengan melihat resep yang telah ada, berikut detail proses pembuatan kue tersebut. Dengan kata
lain, mulai dari takaran bahan hingga proses pembuatannya sudah ditentukan. Begitu pula dalam
akuntansi. dengan rule base, akuntan akan menjalankan keputusan sesuai dengan aturan,
sedangkan dengan principal base, akuntan akan diberi kewenangan untuk menentukan suatu
proses akuntansi dan disinilah letak profesional judgement dibutuhkan. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Benneth et al. (2006) bahwa principles-based standards mensyaratkan judgment
professional baik pada level transaksi maupun pada level laporan keuangan. Fleksibilitas dalam
standar IFRS yang bersifat principles-based akan berdampak pada tipe dan jumlah skill
professional yang seharusnya dimiliki oleh akuntan dan auditor. Pengadopsian IFRS
mensyaratkan akuntan maupun auditor untuk memiliki pemahaman mengenai kerangka
konseptual informasi keuangan agar dapat mengaplikasikan secara tepat dalam pembuatan
keputusan. Pengadopsian IFRS mensyaratkan akuntan memiliki pengetahuan yang cukup
mengenai kejadian maupun transaksi bisnis dan ekonomi perusahaan secara fundamental
sebelum membuat judgment.
https://mstakimch.wordpress.com/2012/07/30/principal-base-dan-rule-base-4/

Perumusan Masalah
Berdasrkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa kelebihan dan kelemahan penggunaan pendekatan principle based dan rule based
dalam perumusan standar akuntansi?
2. Pendekatan mana yang sebaiknya digunakan dalam perumusan standar akuntansi di
Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN
Pada dasarnya, principle based merupakan pendekatan yang memberikan arahan dalam
merumuskan standar-standar akuntansi yang mana aturan tersebut harus dipatuhi oleh
penggunanya tanpa memperhatikan kebutuhan pengguna itu sendiri, sedangkan rule based
merupakan pendekatan yang memberikan aturan-aturan dalam merumuskan standar-standar
akuntansi akan tetapi aturan tersebut memberikan kebebasan bagi penggunanya untuk memilih
dari aturan yang disediakan. Perbedaan signifikan antara rules-based dan principal base adalah
pada rules-based akuntan dapat memperoleh petunjuk implementasi secara detail sehingga
mengurangi ketidakpastian dan menghasilkan aplikasi aturan-aturan spesifik dalam standar
secara mekanis. Sementara principles-based system, akuntan akan membuat sejumlah estimasi
yang harus dia pertanggungjawabkan dan mensyaratkan semakin banyak judgment professional
(Schipper, 2003).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi beberapa keunggulan dan
kelemahan dari rules-based dan principles-based standard. Untuk rule based yang detail
memiliki beberapa manfaat. Schipper (2003) mengidentifikasi manfaatnya sebagai berikut,
(1) meningkatkan komparabilitas,
(2) meningkatkan verifiabilitas (konsensus antar pengukur),
(3) mengurangi kemungkinan perselisihan mengenai suatu perlakuan akuntansi, dan
(4) mengurangi risiko litigasi.
Namun, rule base sendiri juga memiliki kelemahan. Standar yang detail tidak dapat
memenuhi tantangan perubahan kondisi keuangan yang kompleks dan cepat dan sering
menyediakan benchmark untuk menentukan kesesuaian dengan aturan tapi tidak merefleksi
kejadian ekonomi yang mendasarinya secara substansial (Finnerty 1988, dalam AAA Financial
Accounting Standard Committee, 2003).

Standar berbasis prinsip memiliki keunggulan dalam hal memungkinkan manajer memilih
perlakuan akuntansi yang merefleksikan transaksi atau kejadian ekonomi yang mendasarinya,
meskipun hal sebaliknya dapat terjadi. Standar berbasis prinsip memungkinkan manajer, anggota
komite audit, dan auditor menerapkan judgment profesionalnya untuk lebih fokus pada
merefleksi kejadian atau transaksi ekonomi secara substansial, tidak sekedar melaporkan
transaksi atau kejadian ekonomi sesuai dengan standar.
Implikasinya, IFRS memang lebih fleksibel dan memberikan keleluasaan yang lebih besar
terhadap akuntan untuk menggunakan pertimbangan profesional (professional judgment).
Implikasi inilah yang dijadikan alasan, IFRS justru akan mempersulit komparabilitas laporan
keuangan dan menyuburkan manipulasi laporan keuangan. Bandingkan misalnya dengan US
GAAP yang sangat ketat. Pertimbangan profesional telah tereduksi menjadi pohon keputusan
(decision tree), dalam kondisi apa harus melakukan apa.

Dalam penerapannya Indonesia telah mengadopsi principle based. Hal ini dibuktikan
pada tahun 2008 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah berusaha untuk mengkonvergensi IFRS
(International Financial Reporting Standard) yang berbasis principle ke dalam PSAK
(Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan).
Indonesia menerapkan principle based dikarenakan Indonesia merupakan bagian dari IFAC
(International Federation of Accountant) yang harus tunduk pada SMO (Statement Membership
Obligation),

salah

satunya

adalah

dengan

menggunakan

IFRS

sebagai accounting

standard. Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai
anggota G20 forum.
Berikut hasil dari pertemuan pemimpin negara G20 forum di Washington DC, 15 November
2008, prinsip-prinsip G20 yang dicanangkan adalah:
1. Strengthening Transparency and Accountability
2. Enhancing Sound Regulation

3. Promoting Integrity in Financial Markets


4. Reinforcing International Cooperation
5. Reforming International Financial Institutions
Selanjutnya,

pertemuan G20 di London, 2 April 2009 menghasilkan

kesepakatan

untuk Strengthening Financial Supervision and Regulation:


to call on the accounting standard setters to work urgently with supervisors and regulators to
improve standards on valuation and provisioning and achieve a single set of high-quality global
accounting standards.
Berdasarkan pernyataan kesepakatan untuk Strengthening Financial Supervision and
Regulation pada pertemuan G20 di London. Indonesia diharuskan untuk mengikuti standar
akuntansi global yaitu IFRS

Anda mungkin juga menyukai