Anda di halaman 1dari 9

KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN BERKAYU DI HUTAN

KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hutan merupakan sebuah salah satu jenis ekosistem yang sangat penting di muka bumi
ini, karena hutan dibentuk oleh berbagai komponen baik biotik mapun abiotik, yang dimana
masing-masing komponen tersebut saling mempengaruhi dan memiliki ketergantungan yang
sangat tinggi antara satu dan lainnya. Hutan juga dikenal sebagai gudang plasma nutfah atau
sumber genetik dari berbagai jenis flora dan fauna. Oleh karena itu, kerusakan yang terjadi dalam
sebuah hutan dapat mengakibatkan terjadinya erosi plasma nutfah dan akan mengakibatkan
kepunahan berbagai jenis kehidupan flora dan fauna dalam hutan tersebut (Indriyanto, 2005).
Formasi ekosistem hutan merupakan tipe atau bentuk susunan ekosistem hutan yang
terjadi akibat pengaruh faktor lingkungan yang dominan terhadap pembentukan dan
perkembangan komunitas dalam ekosistem hutan. Adanya pengelompokan formasi hutan
diilhami oleh paham tentang klimaks, yaitu komunitas akhir yang terjadi selama proses suksesi.
Paham klimaks berkaitan dengan adaptasi tetumbuhan secara keseluruhan mencakup segi
fisiologis, morfologis, syarat pertumbuhan dan bentuk tumbuhnya, sehingga kondisi ekstrem dari
pengaruh iklim dan tanah akan menyebabkan efek adaptasi pohon serta tetumbuhan lainnya
menjadi nyata (Arief,1994).
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan suatu wilayah kepulauan yang terdiri
dari 566 pulau dengan luas daratan 4.734.990 ha. Dari luas tersebut, kawasan hutan adalah seluas
1.667.962 ha, dengan peruntukannya sebagai hutan lindung seluas 677.601 ha, suaka alam seluas
1

116.511 ha, hutan wisata seluas 15.379 ha, dan hutan produksi seluas 858.741 ha. Dilihat dari
tingkatan perkembangan vegetasi, data menunjukkan bahwa di NTT terdapat hanya 12,6%
berupa hutan lebat dan selebihnya adalah berupa hutan rawang, semak belukar, dan tanah
kosong. Keadaan demikian ini menyebabkan potensi kayu dari kawasan hutan produksi dapat
dikatakan sangat rendah (Soedjadi, 1994).
Secara umum, di NTT terdapat tiga tipe penutupan vegetasi bagi kawasan yang
dilindungi yaitu kawasan hutan berpadang rumput, kawasan hutan bersavana, dan kawasan hutan
keranggas. Topografi umum adalah bergelombang, berbukit, dan bergunung ( 70%) dan hanya
sebagian kecilnya bertopografi datar. Dari kondisi topografi umum demikian, hanya 2,6% yang
layak untuk pertanian lahan basah dan 32% layak untuk pertanian lahan kering. Jenis tanah
mudah tererosi dan lapisan olah cukup dangkal. Tipe iklim NTT menurut Schmidt dan Ferguson
adalah tipe iklim D dan F (Soedjadi, 1994).
Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki 3 (tiga) kabupaten yang berbatasan dengan
negara lain di wilayah barat, yaitu kabupaten Belu, kabupaten Timor Tengah Utara dan
kabupaten kupang. Pos Lintas Batas Napan terletak di kecamatan Bikomi utara, kabupaten Timor
Tengah Utara (TTU). Secara astronomis, posisi kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) terletak
antara 9 02 48 LS - 9 37 36 LS dan antara 124 46 00 BT.
Batas- batas wilayah adminidtrasi kabupaten Timor Tengah Utara adalah :
Selatan
: Kabupaten Timor Tengah Selatan
Utara
: Ambenu (Timor Leste) dan Laut Sawu
Barat
: Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan
Timur
: Kabupaten Belu
Dilihat dari aspek rona fisik tanah, wilayah dengan kemiringan kurang dari 40 % meliputi
areal seluas 2065,19 km2 atau 77,4 % dari luas wilayah TTU; sedangkan sisanya 604,51 km 2 atau
22,6 % mempunyai kemiringan kurang dari 40 %. Wilayah dengan kemiringan 40 % sebagian

besar berada pada ketinggian kurang dari 500 m dari permukaan laut yakni seluas 1676,51 km 2
atau 62,8 % (BNPP NTT , 2009).
Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dikenal adanya dua musm yakni musm kemarau
dan musim hujan. Pada hujan Desember April biasanya curah hujan relatif cukup memadai,
sedangkan bulan Mei Nopember sangat jarang terjadi hujan, dan kalaupun ada biasanya curah
hujan di bawah 50 mm. Kelembaban udara di kabupaten Timor Tengah Utara berkisar antara 69
% - 87 % dan rata-rata suhu udara yang ada di kabipaten Timor Tengah Utara yaitu berkisar
220C 340C.
Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) merupakan daerah daratan dengan luas
2.669,70 km2 atau hanya sekitar 5,6% dari luas daratan Nusa Tenggara Timur. Sedangkan
sebagian wilayah TTU yang berbatasan dengan laut sawu atau lazim dikenal dengan sebutan
wilayah pantura memiliki lautan 950 km2 dengan panjang garis pantai 50 km.
Kondisi tanah di kabupaten TTU memiliki tiga jenis tanah yaitu litosal, tanah kompleks
dan grumosal. Sebanyak 177,60 km2 (6,63 %) memiliki ketinggian kurang dari 100 m dari
permukaan laut; sementara 1.499,45 km2 (37,20 %) adalah daerah dengan ketinggian diatas 500
m. Dari 174 desa / kelurahan yang ada, hanya 9 desa diantaranya secara geografis letak
wilayahnya dikategorikan sebagai desa / daerah pantai yakni desa Oepuah (Biboki Selatan),
Humusu C dan Oesoko ( Insana Utara) serta Nonotbatan, Maukabatan, Tuamese, Oemanu,
Motadik dan Ponu (Biboki Anleu), sedangkan sisa 165 desa lainnya tersebar di 24 wilayah
kecamatan yang ada merupakan desa /daerah bukan pantai (BNPP NTT , 2009).
Vegetasi dapat didefinisikan sebagai suatu himpunan tumbuh-tumbuhan yang tumbuh
secara bersama-sama di suatu lokasi tertentu dan dapat dicirikan melalui komponen jenisnya atau
melalui kombinasi dari karakter struktural dan fungsional yang mencirikan kenampakan
(fisiognomi) vegetasinya. Ini merupakan suatu perbedaan yang dicerminkan melalui berbagai
metode yang tersedia untuk pemerian (penggambaran) vegetasi (Bani Lodhu, 2014).

Secara umum, di NTT terdapat tiga tipe penutupan vegetasi bagi kawasan yang
dilindungi yaitu kawasan hutan berpadang rumput, kawasan hutan bersavana, dan kawasan hutan
keranggas. Topografi umum adalah bergelombang, berbukit, dan bergunung ( 70%) dan hanya
sebagian kecilnya bertopografi datar. Dari kondisi topografi umum demikian, hanya 2,6% yang
layak untuk pertanian lahan basah dan 32% layak untuk pertanian lahan kering. Jenis tanah
mudah tererosi dan lapisan olah cukup dangkal ( BNPP NTT, 2009).
Metode-metode struktural atau fisiognomi tidak menuntut pengenalan (identifikasi) jenis
dan acapkali lebih mempertimbangkan kajian-kajian berskala kecil (berarea besar) dan bagi
pertelaan (deskripsi) habitat untuk ilmuwan dari bidang ilmu lain. Ahli-ahli zoologi misalnya,
lebih menyukai pertelaan vegetasi yang dapat interpretasikan dalam batas-batas relung (nits),
habitat dan sumber-sumber makanan hewan.
Sebaliknya, metode-metode yang berdasarkan pada komposisi jenis (floristik) adalah
lebih bermakna untuk kajian-kajian berskala besar (berarea kecil) yang menuntut pencirian
botanis yang lebih terperinci. Akan tetapi, metode tersebut lebih digunakan oleh aliran fitososilogi Eropa untuk pengelompokan dan pemetaan vegetasi yang berskala luas. Hal lain di sini
adalah metode tersebut mempersyaratakan kajian-kajian yang amat terperinci dan membutuhkan
waktu banyak. Tampak bahwa dalam metode klasifikasi lebih dahulu mempersyaratkan kajiankajian yang berskala besar (area kecil), dan kemudian digunakan kajian-kajian ekstensif (Bani
Lodhu, 2014).
Apabila dicermati secara konseptual, tampak di antara kedua ukuran tersebut (ukuran
floristik dan ukuran keanekargaman) adalah berbeda. Pada ukuran deskriptif yang berdasarkan
pada floristik, kajian-kajian yang terperinci biasanya memerlukan suatu penilaian dari komposisi
jenis suatu area. Pekerjaan ini dilengkapi dengan informasi tentang jumlah atau kelimpahan dari
masing-masing jenis yang hadir di satu tempat. Ini berguna untuk membedakan antara

kelimpahan dengan kekayaan, yang kemudian merupakan jumlah jenis yang hadir di suatu area
tertentu.
Sedangkan, pada ukuran keanekaragaman, dikenal dua tipe keanekaragaman yang
menarik bagi ahli-ahli ekologi yakni keanekaragaman habitat dan keanekaragaman jenis.
Keanekaragaman habitat kadang-kadang digunakan sebagai suatu ukuran daya tarik ekologis
atau nilai dan habitat dari suatu area tertentu dapat diidentifikasi menggunakan suatu daftar yang
dibentuk (Elton dan Miller, 1954; Elton, 1966) dan dapat dikomukasikan sebagai jumlah habitat
per satuan area.
Keanekaragaman jenis merupakan satu parameter yang amat bermanfaat bagi
perbandingan dua komunitas, khususnya untuk studi pengaruh gangguan biotik atau untuk
mengetahui keadaan suksesi dan stabilitas komunitas. Keanekaragaman jenis dikuantifikasi
melalui perhitungan indeks keanekaragaman jenis, yang merupakan nisbah antara jumlah
individu jenis dengan nilai kepentingan atau jumlah biomassa, atau produktivitas individu (Bani
Lodhu, 2014).
Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan maka penulis ingin melakukan penelitian dengan
judul Identifikasi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Berkayu Di Hutan Kabupaten
Timor Tengah Utara
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mencoba mengajukan beberapa pertanyaan
yang harus dijawab dalam penelitian ini, yaitu:
1. Berapakah keanekaragaman jenis tumbuhan berkayu di kawasan hutan Kabupaten Timor
Tengah Utara?
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi keanekaragaman jenis tumbuhan berkayu di
kawasan hutan Kabupaten Timor Tengah Utara?
C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu :


5

1. Untuk menunjukkan keanekaragaman jenis tumbuhan berkayu di sejumlah kawasan


hutan Kabupaten Timor Tengah Utara berdasarkan jumlah individu dan nilai penting
jenis;
2. Untuk menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis tumbuhan
berkayu kawasan hutan kabupaten Timor Tengah Utara.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini yaitu:

1.

Sebagai informasi tentang penggunaan jumlah individu dan/atau nilai penting dalam
perhitungan keanekaragaman jenis tumbuhan berkayu di kawasan hutan di Kabupaten
Timor Tengah Utara

2. Sebagai altenatif bagi semua pihak dalam pengambilan keputusan untuk usaha konservasi
kawasan yang dilindungi di hutan Kabupaten Timor Tengah Utara

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditetapkan di kawasan hutan Kabupaten Timor Tengah Utara

B. Penarikan Sampel
Metode pencuplikan komunitas tumbuhan di setiap lokasi penelitian adalah
metode pencuplikan tanpa plot dengan teknik kuarter titik pusat (Bani Lodhu, 2003).
Untuk menggunakan teknik kuarter titik pusat ini, peneliti menggunakan prosedur
berikut. (1) Dengan bantuan kompas, peneliti menarik sebuah garis bantu (transek) di
dalam tegakan yang dipilih. (2) Dengan bantuan pita meter, peneliti menentukan suatu
seri titik acak dengan interval di antara titik 50 m di sepanjang garis transek tersebut.
(3) Dengan bantuan kompas dan dua tongkat kayu ( 2 m), area di sekitar titik yang
dipilih dibagi ke dalam empat kuarter dengan menyilangkan kedua tongkat kayu
tersebut, yang salah satu dari tongkat kayu tersebut diletakkan sejajar tepat pada garis
transek dan lainnya diletakkan tegaklurus dengan garis transek. (4) Individu jenis
tumbuhan berkayu (pohon, perdu atau semak) yang terdekat dengan titik acak pada
7

keempat kuater ditentukan. Pembatasan untuk tumbuhan berkayu dalam penelitian ini
adalah untuk menghindari kesulitan pembuatan spesimen contoh bagi tumbuhan rendah
yang amat mudah rusak dan pendeterminasian jenis. (5) Jenis diidentifikasi dan
lingkaran batang setinggi dada serta jarak antara titik acak dengan individu tumbuhan
terdekat diukur.

DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 1994. Hutan : Hakikat dan pengaruhnya terhadap Lingkungan,
Jakarta: Penerbit Yayasan Obor Indonesia.
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan, Kanisius, Yogyakarta.
Banilodu, L. 2003. Pedoman Laboratorium Ekologi Tumbuhan. Unwira, Kupang.

------------- 2003. Konsep Pengelolaan Lingkungan di Tinjau dari Aspek Toritis, Unwira Kupang.
Banilodu, L. dan Ndukang, S. 2014. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Berkayu di Timor Barat
: Suatu Perbandingan Kelimpahan Individu dan Nilai Penting Jenis, Unwira
Kupang.
BNPP NTT, 2009, Tasbara BNPP lintas batas negara kabupaten timor tengah utara.
Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan, Bandar Lampung : Penerbit Bumi Aksara Jakarta.

Ndukang, S. 2006. Keanekaragaman taksonomi tumbuhan Berkayu di hutan bibaon biboki


aenleu, timor tengah utara, Unwira Kupang.
Soedjadi, H. D. 1994. Konservasi Sumber daya Alam hayati dan Ekosistemnya dalam
pembangunan nasional dan peranannya di Provinsi NTT: dalam Proceding
Konservasi Sumber daya Alam dan Lingkungan Hidup Di Provinsi Nusa tenggara
Timur, Kerja sama antara WWF Nusa Tenggara Projec dan Kantor Wilayah
Departemen Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kupang.

Anda mungkin juga menyukai