Karya-karya Syeikh Hamzah Fansuri baik yang berbentuk syair maupun berbentuk
prosa banyak menarik perhatian para sarjana baik sarjana barat atau orientalis
barat maupun sarjana setempat, yang banyak membicarakan tentang Syeikh
Hamzah Fansuri antara lain Prof. Syed Muhammad Naquib dengan beberapa judul
bukunya mengenai tokoh R.O Winstedt yang diakuinya bahwa Syeikh Hamzah
Fansuri mempunyai semangat yang luar biasa yang tidak terdapat pada orang
lainnya. Dua orang yaitu J. Doorenbos dan Syed Muhammad Naquib al-Attas
mempelajari biografi Syeikh Hamzah Fansuri secara mendalam untuk mendapatkan
Ph.D masing-masing di Universitas Leiden dan Universitas London. Karya Prof.
Muhammad Naquib tentang Syeikh Hamzah Fansuri antaranya :
- The Misticum of Hamzah Fansuri (disertat 1966), Universitas of Malaya Press 1970
- Raniri and The Wujudiyah, IMBRAS, 1966
- New Light on Life of Hamzah Fansuri, IMBRAS, 1967
- The Origin of Malay Shair, Dewan Bahasa dan Pustaka, 1968[5]
Puisi-puisi penyair sufi biasanya tidak lengkap tanpa disertai tanda-tanda kesufian
seperti, faqir, asyiq dan lain sebagainya. Tanda serupa ini kita jumpai di dalam
sajak-sajak Hamzah Fansuri. Di antara tanda kesufian yang banyak ditemukan di
dalam syair-syair Hamzah Fansuri ialah anak dagang, anak jamu, anak datu, anak
ratu, orang uryani, ungkas quddusi, dan kadang-kadang digunakan dengan nama
pribadinya seperti Hamzah Miskin, Hamzah Gharib dan lain-lain.
Syatahat
Salah satu ciri penting yang melekat pada karya-karya penyair mistik atau sufistik
sejak dahulu ialah ungkapan-ungkapan yang mengandung paradoks, dalam tradisi
sufi bentuk-bentuk ungkapan paradoks muncul pertama kali dalam ucapan-ucapan
teofani (syathahat) Bayazid, al-Hallaj, al-Miffaru, Ibn Arabi dan lain-lain. Di dalam
syair-syairnya Hamzah Fansuri sering menampilkan ucapan-ucapan syathahat
bayazid dan al-Hallaj, dua wira sufi yang diteladaninya. Ucapan-ucapan terkenal
kedua sufi itu ialah Subhani! Subhani! (terpujilah daku) dan Ana al-Haqq (aku
adalah kebenaran). Selain berfungsi memadatkan pengucapan puitik, kutipan
ucapan syathiyat ini memberikan suasana ekstase atau kegairahan mistik dan juga
untuk mengukuhkan tafsir sufistik penyair terhadap ayat-ayat al-Quran dan hadits
qudsi yang terdapat di dalam bait-bait sebelumnya, misalnya di dalam ikatan-ikatan
yang menggambarkan pengalaman fana penyair.
Sabda rusul Allah Nabi kamu
Lamaa Allah sekali waqtu
Hamba dan Tuhan menjadi satu
Inilah arif bernama tahu
Kata Bayazid terlalu ali
Subhani maazama syani
Inilah ilmu sempurna fani
Jadi senama dengan hayy al Baqi
Kata mansur penghulu asyiq
Yaitu juga empunyai nathiq
Kata ini siapa laiq
Mengatakan diri akulah khaliq
Dengarkan dirimu hai orang yang kamil
Jangan menuntut ilmu yang bathil
Tiada bermanfaat kata yang jahil
Anaal haqq mansur itulah washil
Hamzah Fansuri terlalu karam
kenyataan segala sesuatu. Al-Ayan al-tsabitah juga disebut Suwar al-Ilmiyah, yakni
bentuk yang dikenal, atau al-haqiqah al-asyya, yakni hakikat segala sesuatu di alam
semesta dan ruh idlafi, yakni ruh yang terpaut.
c. Taayyun tsalits, kenyataan Tuhan dalam peringkat ketiga ialah ruh manusia dan
makhluk-makhluk.
d. Taayyun rabi dan khamis, kenyataan Tuhan dalam peringkat keempat dan
kelima adalah penciptaan alam semesta, makhluk-makhluk, termasuk manusia,
penciptaan ini tiada berkesudahan dan tiada berhingga, ila mala nihayat-a lah-u.
Hamzah Fansuri menerjemahkan perkataan wajh sebagai zat, yaitu at yang telah
ber-taayyun. Adapun Tuhan itu mutlak, karena itu Ibn Arabi menyebut dia sebagai
wajib al-wujud, yaitu wujud yang Qaim sendirinya, sedangkan alam semesta
disebut sebagai mumkin al-wujud, wujud yang mungkin atau nisbi karena adanya
tergantung kepada wujud mutlak yaitu wajib al-wujud. Hamzah Fansuri memang
mengikuti Ibn Arabi, yang mengatakan bahwa wujud mutlak sebagai sebab hakiki
dari segala kejadian merupakan wujud yang keberadaannya mutlak diperlukan,
wajib al-wujud li dzatih.
Menurut Hamzah Fansuri alam semesta dan isinya berasal dari Allah, bukan dari
tiada pulang kepada tiada, tapi dari ada pulang kepada ada. Dengan ada yang
dimaksudkan ialah pengetahuan atau ilmu Tuhan. Dia mengutip ayat al-Quran
untuk menopang pendapatnya innamaa amruhuu idzaa araada syaian an
yaquululahnu kunfa-yakuun (sesungguhnya tatkala Dia berkehendak kepada
sesuatu maka dia pun berkata, jadilah kau! maka segala sesuatu itu pun menjadi
[tercipta]).[12]
[1] Abdul Hadi, W.M., Hauzah Fansuri, Risalah Tasawuf dan Puisi-Puisinya, Bandung,
1995, hlm. 9-13
[2] Harun Nasution, dkk., Ensiklopedi Islam Indonesia, IAIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 1992, hlm. 296
[3] Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di
Nusantara, t.pn., Surabaya, 1930, hlm. 35-36
[4] Narun Nasution, dkk., op.cit., hlm. 297
[5] Hawash Abdullah, op.cit., hlm. 37-38
[6] Abdul Hadi W.M., Tasawuf Yang Tertindas Kajian Hermeneutik Terhadap karyaKarya Hamzah Fansuri, cet.1., Jakarta, 2001, hlm. 227-229
[7] Ibid., hlm. 14-16
[8] http://www.kompas.com/kompascetak/05-04/tanah_air/1552018.htm
[9] Abdul Hadi W.M., op.cit., hlm. 20
[10] Hawash Abdullah, op.cit., hlm. 36
[11] Abdul Hadi W.M., op.cit., hlm. 21
[12] Ibid., hlm. 149-151