PENDAHULUAN
Reformasi menurut
Kamus Besar
secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, ekononomi, agama, dll) di
suatu masyarakat atau negara. Menurut Wikipedia Indonesia reformasi secara
umum berarti perubahan terhadap suatu sistem yang telah ada pada suatu masa.
Sehingga dapat disimpulkan reformasi pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan daerah yaitu perubahan terhadap sistem dalam melakukan proses dan
mempertanggungjawabkan keuangan daerah dari sistem yang telah ada ke sistem
yang disempurnakan.
Ere reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan tahun 1998, tepatnya
saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil
presiden BJ. Habibie. Maka seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara
mengikuti arus reformasi tersebut. Begitupun era reformasi telah membuka wacana
perubahan manajemen keuangan pemerintah. Reformasi tersebut awalnya dilakukan
dengan mengganti Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Pemerintahan di Daerah dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 25 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Daerah serta aturan pelaksanaannya khususnya Peraturan
Pemerintah nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Keuangan Daerah yang menggantikan UU Nomor 32 Tahun 1956 mengenai
keuangan negara dan daerah maka terhitung tahun anggaran 2001 , telah terjadi
pembaharuan didalam manajemen keuangan.
UU Nomor 22 Tahun 1999 tersebut berisi mengenai perlunya dilaksanakan
otonomi daerah sehingga UU tersebut sering disebut dengan UU Otonomi Daerah.
Dengan adanya otonomi ini, daerah diberikan kewenangan yang luas untuk
mengurus rumah tangganya sendiri dengan sesedikit mungkin campur tangan
pemerintah pusat. Pemerintah daerah (Pemda) mempunyai hak kewenangan yang
luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang didaerah.
Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2013 Pasal 3 meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah, asaz umum dan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), pelaksanaan APBD, pembinaan dan
Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
hal.
2. Pembahasan
Reformasi Keuangan Negara
Reformasi keuangan negara dimulai tahun 2003 dengan terbitnya paket UU
best
practices
yaitu
akuntabilitas
berorientasi
pada
hasil,
hal.
mekanisme penyusunan dan penyampaiannya. Laporan keuangan tersebut setidaktidaknya terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas
(LAK) dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) yang disusun secara berjenjang
mengikuti
Standar
Akuntansi
Pemerintah.
Laporan
Keuangan
pemerintah
pusat/daerah yang telah diperiksa oleh BPK harus disampaikan kepada DPR/DPRD
selambat-lambatnya
bulan
setelah
berakhirnya
tahun
anggaran
yang
bersangkutan.
2.2.Reformasi Keuangan Daerah
Dalam manajemen keuangan daerah, reformasi ditandai dengan pelaksanaan
otonomi daerah. Untuk merealisasikannya pemerintah pusat mengeluarkan dua
peraturan yaitu UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Puat dan Daerah.
Setelah UU tersebut disahkan, pemerintah juga mengeluarkan berbagai
peraturan pelaksanaan, di antaranya:
1. PP Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan.
2. PP Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Keuangan Daerah.
3. PP Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah.
4. PP Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala
Daerah.
5. Surat Mentri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal 17 November 2000
Nomor 903/2735/SJ tentang Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan
APBD tahun Anggaran 2001.
6. Kepmendagri Nomor 29 Tahun
2002
tentang
Pedoman
Pengurusan,
hal.
1. Pengertian daerah adalah propinsi dan kota atau kabupaten. Istilah pemda
tingkat I dan II sera kotamadya tidak lagi digunakan.
2. Pengertian pemda adalah kepala daerah beserta perangkat lainnya. Pemda yang
dimaksud disini adalah badan eksekutif, sedang badan legislatifnya adalah
DPRD (Pasal 14 UU Nomor 22 Tahun 1999). Jadi, terdapat pemisahan yang
nyata antara lembaga legislatif dan eksekutif.
3. Perhitungan APBD menjadi satu dengan pertanggungjawaban kepala daerah
(Pasal 5 PP Nomor 108 Tahun 2000).
4. Bentuk laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran terdiri atas:
a. Laporan Perhitungan APBD
b. Nota Perhitungan APBD
c. Laporan Aliran Kas
d. Neraca Daerah
Dilengkapi dengan penilaian kinerja berdasarkan tolak ukur rencana strategi-renstra
(Pasal 5 PP Nomor 108 Tahun 2000)
5. Pinjaman APBD tidal lagi masuk dalam pos Pendapatan (yang menunjukkan hak
pemda), tetapi masuk dalam pos Peneriman (yang belum tentu menjadi hak
pemda).
6. Masyarakat termasuk dalam unsur-unsur penyusun APBD, selain pemda yang
terdiri atas kepala daerah dan DPRD.
7. Indikator kinerja pemda tidak hanya mencakup:
a. Perbandingan antara anggaran dan realisasinya
b. Perbandingan antara standar biaya dan realisasinya
c. Target dan persentase fisik proyek tetapi juga meliput standar pelayanan
yang diharapkan.
8. Laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah pada akhir tahun anggaran yang
bentuknya adalah Laporan Perhitungan APBD diabahas oleh DPRD dan
mengandung konsekuensi terhadap masa jabatan kepala daerah apabila
mengalami penolakan dari DPRD.
9. Digunakannya akuntansi dalam pengelolaan daerah.
Diantara peraturan-peraturan tersebut diatas, peraturan yang mengakibatkan
adanya perubahan mendasar dalam pengelolaan anggaran daerah (APBD) adalah PP
Nomor 105/2000 dan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002. Perubahan mendasar
tersebut adalah adanya tuntutan akan akuntabilitas dan transparansi yang lebih
besar dalam pengelolaan anggaran. Secara umum, terdapat enam pergeseran dalam
pengelolaan anggaran daerah, yaitu:
a. Dari vertical accountability menjadi harizontal accountability.
Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
hal.
penyusunan
inkremental
anggaran
dan
dengan
line
sistem
item
tradisional
dengan
menggunakan
penekanan
pada
hal.
adalah
timbulnya
perubahan
sistem
akuntansi
keuangan
hal.
Begitu juga dengan peraturan yang lebih teknis, seperti Kemendagri Nomor 29
Tahun 2002, diganti dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah. Kemudian dikeluarkan Permendagri Nomor 59
Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagai perubahan
pertama. Selanjutnya dikeluarkan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sesuai amanat UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang
mengatur penggunaan basis akrual dalam sistem akuntansi keuangan pemerintah,
maka saat ini dikeluarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) sebagai penganti PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan yang menggunakan basis kas menuju basis akrual (cash
toward accrual). Pada PP Nomor 71 Tahun 2010 diamanatkan bahwa penggunaan
basis akrual dalam sistem akuntansi keuangan pemerintah, dilaksanakan paling
lambat tahun 2015. Untuk mendukung pelaksanaan PP Nomor 71 Tahun 2010, telah
dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 238 Tahun 2011 tentang
Pedoman Umum Sistem Akuntansi Pemerintah (PUSAP).
Beberapa perubahan mendasar dalam peraturan perundangan terbaru adalah
dikenalkannnya kembali Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran. Selain
itu, pengelompokan jenis belanja lebih menekankan pada belanja langsung dan
belanja tidak langsung. Penegasan perlunya penyusunan sistem akuntansi keuangan
daerah juga merupakan salah satu perubahan. Selain itu, penerapan konsep
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) atau Multi Terms Expenditure
Framework(MTEF) merupakan perubahan yang dikehendaki.
hal.
Pasal 1 angka 33 Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 dan pasal 1 angka 35
Peraturan Menteri Dalam Negeri No13/2006 menyatakan: Kerangka Pengeluaran
Jangka Menengah adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan,
dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam
perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi
biaya akibat keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang
dituangkan dalam prakiraan maju.
Prakiraan maju (forward estimate) adalah perhitungan kebutuhan dana untuk
tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan
kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar
penyusunan anggaran tahun berikutnya. Konsep yang juga tidak dapat dipisahkan
adalah
anggaran
terpadu
(unified
budgeting),
yang
didefinisikan
sebagai
minimnya
intensive
pada
fungsi akuntansi
satuan
kerja
(Satker)
hal.
hal.
Dengan adanya reformasi dalam segala hal, maka terjadi juga peningkatan
partisipasi masyarakat terhadap kehidupan bernegara, dimana yang sebelumnya
terkekang oleh penguasa. Partisipasi ini menunjukan tuntutan masyarakat yang
menginginkan adanya peningkatan kualitas publik akan pelaporan keuangan oleh
lembaga-lembaga publik,baik lembaga pusat maupun daerah. Pada dasarnya kualitas
publik akan pelaporan keuangan,yaitu bebas dari kesalahan material, dapat
diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur ( faithfull
representative) dari yang seharusnya disajikan yang secara wajar.
Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
hal.
3. Kesimpulan
Era reformasi telah membuka wacana baru tehadap pengelolaan keuangan
daerah. Reformasi tersebut melahirkan
hal.