Anda di halaman 1dari 59

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Program pengajaran disusun secara sistematis dengan beberapa kemungkinan
penyesuaian pada situasi belajar mengajar yang sebenarnya, sehingga program
pengajaran dapat berfungsi untuk mengefektifkan pelaksanaan proses belajar
mengajar sesuai dengan rencana. Meteri pelajaran yang disajikan sesuai dengan
tuntutan agar tetap memenuhi kebutuhan siswa, kematangan siswa, mengandung nilai
ftingsional, praktis, serta disesuaikan dengan lingkungan siswa. Kegiatan belajar
mengajar akan terorganisasi dan mempunyai tahapan kegiatan tertentu dengan
metode yang tepat. Penggunaan media pengajaran akan senantiasa memperhatikan
faktor efisiensi dan faktor keefektifan. Juga di dalam pelaksanaan evaluasi, akan
menggunakan alat dan prosedur evaluasi, tidak saja terhadap hasilnya, tetapi juga
program pengajarannya.
Ada satu hal yang diperhatikan selama kegiatan belajar siswa berlangsung,
yakni masalah minat dan perhatian siswa terhadap materi pelajaran yang disajikan.
Disini guru dituntut tidak saja sebagai transformator, tetapi juga dapat berfungsi
sebagai motivator, yang dapat menggerakkan minat siswa untuk belajar dengan
menggunakan berbagai media dan somber yang sesuai serta menunjang pencapaian
suatu tujuan.

Bersamaan

dengan

diterapkan

Kurikulum

1998

yang

merupakan

pengembangan dari kurikulum 1987 di sekolah-sekolah seluruh Indonesia, senantiasa,


tetap dipergunakanlah apa yang disebut "Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional
(PPSI)", termasuk di dalamnya satuan pelajaran (Satpel). PPSI ini dalam
penyusunannya dan pelaksanaannya agak berbeda dengan pengajaran di Indonesia
selama ini karena pelaksanaan PPSI ini memiliki prinsip-prinsip yang lebih baik dari
pengajaran tradisional. Setiap pengajar tidak hanya hares menguasai PPSI secara
teoritis, tetapi juga secara praktis merencanakan dan menerapkannya pada setiap
pertemuan pengajaran.
Dewasa ini sekolah-sekolah kita umumnya telah melaksanakan prosedur
pengebangan sistem intruksional, kendatipun masih terdapat keragaman pengertian
dan fungsi serta cara penerapannya dalam bentuk model satuen pelajaran di kelas.
PPSI yang berpangkal pada pandangan bahwa pengajaran adalah suatu sistem dan
untuk itu diperlukan program-program pengajaran, pada gilirannya menuntut
Icemampuan setiap guru untuk merencanakan, melaksanakan, dan menilai pengajaran
secara sistem. Pengetahuan dan keterampilan dalam bidang ini perlu sejak awal
dipelajari agar pengajaran dapat berlangsung secara sismatik dan mencapai tujuan
secara optimal. Karena itulah aspek-aspek PPSI itu perlu kita pahami dan hayati
secara mendalam melalui studi dan praktik.

B. Identifikasi Masalah
Dalam setiap penelitian tentu ada kita jumpai permasalahan-permasahan.
Permasalahan itu bukan satu atau dua saja, melainkan banyak. Untuk itu perlu adanya
identifikasi masalah yang nantinya akan dipilih mana masalah yang penting dan mana
yang tidak begitu penting.
Masalah-masalah dalam penelitian ini dapat di identifikasi, tentang
1. Penerapan/hubungan sistem intruksional dengan prestasi belajar bahasa Indonesia
masih rendah
2. Prestasi belajar siswa masih belum sepenuhnya dicapai.
3. Hubungan antara sistem intruksional dengan prestasi belajar belum terlaksana
dengan baik.
C. Batasan Masalah
Sesuai dengan uraian identifikasi masalah di atas, dan karena keterbatasan
kemampuan yang penulis miliki, maka penulis akan menetapkan batasan
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana penerapan sistem instruksional dalam proses belajar mengajar?
2. Bagaimana prestasi belajar siswa di MTs. Darul Ilmi Batang Kuis?
3. Bagaimana hubungan penerapan sistem instruksional dengan prestasi belajar
siswa?

D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan intisari permasalahan yang akan dibahas dalam
setiap penelitian. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan :
Rumusan masalah adalah deskripsi tentang ruang lingkup masalah yang
diteliti, apabila melalui rumusan masalah ruang dan batasa-batasannya
terlampau lugs, sehingga menyulitkan perlu dibuat pembatasan untuk
mempersempitkan, tetapi harus dilakukan secara hati-hati, sebab terhadap
masalah yang terlalu sempit tidak memungkinkan untuk dilakukan penelitian
(Ali, 1985: 39).
Sesuai dengan pendapat di atas dan sejalan dengan batasan masalah yang
diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: "Bagaimanakah
Hubungan Penerapan Sistem Instruksional dengan Prestasi Belajar Bahasa Indonesia
siswa kelas VIII MTs Darul Ilmi Batang Kuis?
E. Tujuan Penelitian
Untuk menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan sistem instruksional dalam proses
belajar mengajar pada MTs Darul Ilmi Batang Kuis Tahun Pembelajaran 20142015.
2. Untuk mengetahui bagaimana prestasi belajar siswa kelas VIII MTs Darul Ilmi
Batang Kuis Tahun Pembelajaran 2014-2015.
3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan penerapan sistem instruksional dengan
prestasi bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTs Darul Ilmi Batang Kuis Tahun
Pembelajaran 2014-2015.

F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah
1. Sebagai bahan masukan bagi para lembaga pendidikan untuk meningkatkan
kelancaran proses belajar mengajar di sekolah.
2. Sebagai

bahan

masukan

bagi

pemerintah

dalam

menganalisis

dan

mempertimbangkan penerapan kurikulum di tingkat SLTP.


3. Sebagai bahan bandingan yang relevan bagi penulis selanjutnya.
G. Anggapan Dasar
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis menetapkan anggapan
dasar dalam penelitian ini adalah: "Dalam kegiatan belajar mengajar, satuan pelajaran
sangat diperlukan.
H. Hipotesis
Seperti penulis kemukakan di atas bahwa anggapan dasar ialah suatu hal atau
keadaan yang sebenarnya tidak perlu dibuktikan lagi. Lain halnya dengan hipotesis
merupakan suatu keadaan yang kebenarannya perlu untuk dibuktikan. Mengutip
pendapat dari para ahli mengatakan: "Hipotesis adalah rumusan jawaban sementara
yang dimaksudkan sebagai tuntutan sementara untuk mencari jawaban yang
sebenarnya (Surakhmad, 1982:32)".
Adapun fungsi dari hipotesis adalah untuk memberi gambaran penelitian,
sedang benar atau tidaknya hipotesis akan diketahui setelah dibuktikan, dan benar
atau tidaknya hipotesis tidak mempengaruhinya keberhasilan penelitian. Dengan

demikian maka penyusunan penelitian ini, penulis mengemukakan. hipotesis


penelitian sebgai berikut : "Ada hubungan yang positif antara penerapan sistem
instruksional dengan prestasi belajar bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTs Darul
Ilmi Batang Kuis Tahun Pembelajaran 2014-2015.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI)
1. Latar Belakang PPSI
Pemunculan dan penggunaan PPSI dilatar belakangi oleh beberapa pokok
pikiran sebagai berikut :
a) Pembakuan kurikulum 1990 merupakan suatu usaha pembaharuan dalam bidang
pendidikan yang telah diterapkan dalam Surat keputusan Dirjen POM, yang
harus dilaksanakan di sekolah-sekolah, diseluruh tanah air, pasal 10 dari
keputusan

itu

menjelaskan

bahwa

metode

penyampaian

dilaksanakan

berdasarkan pendekatan Prosedur Pengembangan sistem instruksional (PPSI)


dalam rangka mengembangkan satuan pelajaran. Sebagai konseksuensi dari
keputusan tersebut, maka setiap guru wajib melaksanakannya dengan jalan
mengembangkan program-program pengajaran dalam bidang studi/sub bidang
studi yang dipegangnya, dan menyusunnya dalam bentuk satuan-satuan
pelajaran. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Drs. Sudirman, dkk
bahwa : "Tentu saja pada gilirannya, disarankan perlunya meningkatkan
kemampuan guru dan mempersiapkan guru dan mempersiapkan calon guru yang
berkemampuan melaksanakan pendekatan atau strategi PPSI seperti yang
diharapakn (Sudirman, dkk. 1991:45).

b) Sejalan dengan pandangan di atas, pandangan baru memandang pendidikan


sebagai suatu sistem. Hal ini membawa konsekuensi bahwa proses pengajaran
(instruksional) harus dilaksanakan sebagai suatu sistem yang terdiri atas
komponen-komponen tujuan pengajaran, bahan pelajaran, kegiatan belajar
mengajar, alat bantu/sumber, dan evaluasi hasil belajar. Setup komponen harus
dirancang sedemikian rupa agar tercapai hasil yang optimum.
Dengan demikian, pendekatan PPSI dimaksudkan memberikan petunjuk
tentang bagaimana melaksanakan sistem pengajaran secara efektif dan efesien
(Sudirman, dkk, 1991:46).
c) Pada tahun-tahun yang lalu, dan mungkin saja sampai sekarang, masih ada di
antara para guru yang belum memandang bahwa pengajaran adalah satu sistem
yang integral. Kebanyakan mereka belum melaksanakan pengajaran secara
berencana dalam arti profesional, yaitu menetapkan tujuan yang akan dicapai
oleh siswa, memilih bahan-bahan secara tepat dan terinci, menentukan kegiatan
belajar yang memadai dan relevan dengan tujuan, merencanakan strategi belajar
yang ampuh, memilih dan menggunakan alat-alat bantu yang serasi dengan
proses belajar yang dialami oleh siswa dibawah bimbingan guru, dan
merencanakan proses penilaian yang betul-betul terarah dan tertuju pada
pemeriksaan terhadap sejauh mana para siswa telah mencapai tujuan belajar
dalamarti sesungguhnya. Drs. Sudirman, dkk (1991: 46) menyebutkan bahwa :
Kebanyakan mereka mengerjakan tugas mengajar secara rutin dalam bentuk
mengajarkan bahan pelajaran tanpa memperhatikan tujuan apa yang hendak
dicapai dengan bahan tersebut, menentukan prosedur mengajar tanpa

memperhatikan variasi dan relevansinya dengan tujuan yang hendak dicapai.


Mereka mengajar hanya dengan satu metode mengajar saja, yakni metode
ceramah, memberikan penilaian hany dengan memperoleh angka, bukan
memeriksa pengajaran anak dalam mencapai tujuannya, kurang diketahui
benar apakah pengajaran yang diberikan efektif atau tidak. Pendek kata
mereka beranggapan bahwa mereka telah mengajar bila telah selesai
memberikan bahan pelajaran.
d) Kurikulum 1990 yang berlandaskan prinsip-prinsip berorientasi pada tujuan,
televansi, efesiensi dan keefektifan, berkesinambungan dan cara belajar siswa
aktif sudah tentu menghendaki proses belajar yang efsiensi dan efektif dengan
hasil yang optimal. Selanjuntnya Suharsimi Arikunto menyebutkan : "Sikap dan
tindakan seperti dikemukakan di atas sudah tentu kurang sesuai dengan tuntutan
kurikulum 1990 tersebut (Arikunto, 1993:23).
e) Kebanyakan guru enggan merencanakan dan melaksanakan seperti hanya PPSI
dan Satpel. Keengganan ini disebabkan oleh berbagai yang dialami oleh siswa
dibawah bimbingan guru, dan merencanakan proses penilaian yang betul-betul
terarah dan tertuju pada pemeriksaan terhadap sejauh mana para siswa telah
mencapai tujuan belajar dalam arti sesungguhnya. Drs. Sudirman, dkk (1991: 46)
menyebutkan bahwa:
Kebanyakan mereka mengedakan tugas mengajar secara rutin dalam bentuk
mengajarkan bahan pelajaran tanpa memperhatikan tujuan apa yang hendak
dicapai dengan bahan tersebut, menentukan prosedur mengajar tanpa
memperhatikan variasi dan relevansinya dengan tujuan yang hendak dicapai.
Mereka mengajar hanya dengan satu metode mengajar saja, yakni metode
ceramah, memberikan penilaian hany dengan memperoleh angka, bukan
memeriksa pengajaran anak dalam mencapai tujuannya, kurang diketahui benar
apakah pengajaran yang diberikan efektif atau tidak. Pendek kata mereka
beranggapan bahwa mereka telah mengajar bila telah selesai memberikan bahan
pelajaran.

10

f) Kurikulum 1990 yang berlandaskan prinsip-prinsip berorientasi pada tujuan,


relevansi, efisiensi dan keefektifan, berkesinambungan dan cara belajar siswa
aktif sudah tentu menghenclaki proses belajar yang efsiensi dan efektif dengan
hasil yang optimal. Senjutnya Suharsimi Arikunto menyebutkan: "Sikap dan
tindakan seperti dikemukakan di atas sudah tentu kurang sesuai dengan tuntutan
kurikulum 1990 tersebut (Arikunto, 1993:23).
g) Sistem semester yang telah dikembangkan dalam kurikulum 1990 bukan sematamata sebagai satuan waktu, melainkan sebagai satuan prognun semester. Setiap
bidang studi telah diprogram menjadi pokok-pokok dan sub pokok bahasan yang
hares diselesaikan pembahasannya dalam satu semester tertentu, sesuai dengan
urutan dan ruang lingkupnya. Drs. Sudirman, dkk menyebutkan
Hal ini menuntut perencanaan dalam satuan-satuan pelajaran yang terkecil
untuk setiap, pertemuan dan dibahas secara bertahap dan berurutan sehingga
pelaksanaan kurikulum itu bedalan efisien, efektif dan berkesinambungan
(Sudirman, dkk, 1991 : 47).
Dari beberapa alasan tersebut, maka menjadi jelaslah betapa perlunya strategi
(pendekatan) PPSI ini untuk dikembangkan dan diterapkan oleh guru-guru
profesional di sekolah, sebagai bagian dari usaha untuk mengatasi berbagai
permasalahan pokok pendidikan, seperti masalah-masalah efisiensi dan keefektifan,
pemerataan kesempatan belajar dan mute pendidikan.

11

2. Pengertian PPSI
PPSI yang merupakan salah satu pole dasar mengajar yang diberlakukan
secara Nasional Pernerintah Republik Indonesia, masih merupakan sister baru dalam
konteks pengajaran di sekolah-sekolah kita. Masih banyak diantara para. guru dan
para pelaksana, pendidikan lainnya yang belum memahami dengan baik tentang apa
itu PPSI, bagaimana melaksanakannya, dan apa manfaatnya dale pengajaran. Drs.
Sudirman, dkk menjelaskan bahwa :
PPSI merupakan tata cara mengembangkan sister pengajaran yang
menekankan kepada pencapaian tujuan instruksional melalui evaluasi yang
diterapkan untuk menguji pencapaian tujuan tersebut. Dalam menyusun
pelaksanaan sister pengajaran, terutama ditetapkan terlebih dahulu, baru
keinudian komponenkomponen lainnya yang sinkron (sesuai) dan menjunjung
pencapai tujuan. Sedangkan yang dimaksud dengan PPSI itu sendiri adalah :
'Sister instruksional menunjukkan pada pengertian pengajaran sebagai suatu;
istem, yaitu suatu kesatuan kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri etas
sejumlah komponen yang saling berhubungan satu sama lain dalam rangka
mencapai tujuan-tujuan yan diinginkan. Jadi, PPSI merupakan proses
pengembangan program pengajaran menurut pendekatan sistem (Sudirman,
dkk, 1991:46).
Belajar mengajar sebagai suatu sistem, yang lebih dikenal sebagai sister
instruksional, merujuk pada pengertian sekelompok atau seperangkat bagian atau
komponen yang saling bergantung (interdependen) satu sama lain untuk mencapai
tujuan. Drs. Wasty Soemanto menjelaskan bahwa: Oleh karena itu, sistem senantiasa
merupakan suatu keseluruhan atau totalitas dari sema bagian yang satu dengan yang
lain tak dapat dipisah-pisahkan (Soemanto, 1983 : 145).
Sebagai suatu sistem, belajar mengajar mengandung sejumlah komponen,
antara lain tujuan, bahan pelajaran, KBM, metode, sumber dan evaluasi. Kesemuanya

12

itu saling berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
Dengan perkataan lain, agar tujuan belajar mengajar itu dapat tercapai, semua
komponen yang ada di dalamnya hares diorganisasi sedemikian rupa, sehingga
komponen-komponen tersebut dapat bekerja sama dengan baik. Oleh karena itu,
dalam mengembangkan materi, metode dan evaluasi saja, tanpa memperhatikan
proses belajar mengajar sebagai suatu keseluruhan dan sebagai suatu sistem.
Dalam belajar mengajar, para guru sering dihadapkan pada sejumllah
persoalan, antara lain :
a) Tujuan-tujuan apa yang ingin dicapai.
b) Materi pelajaran apa yang perlu diberikan.
c) Metode, alat dan sumber apa yang akan digunakan.
d) Prosedur apa yang ditempuh dalam mengevaluasi kemajuan belajar siswa.
Dengan sistem instruksional, evaluasi merupakan salah satu komponen yang
berfungsi untuk menilai sampai berapa jauh program mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain, evaluasi memberikan gambaran keberhasilan program
dan keberhasilan belajar mengajar sebagai suatu sistem, dan memberikan balikan bagi
kurikulum sekolah. Lebih lanjut tentang proses belajar mengajar ini Drs. Sudirman,
dkk menjelaskan:
Pengajaran berlangsung dalam suatu situasi belajar mengajar dalam rangka
mencapai tujuan tertentu. Dalam situasi tersebut terlihat berbagai komponen
yang saling menunjang dan saling berkaitan satu sama lain. Baik antara
komponen-komponen yang ada maupun antara komponen-komponen dengan
keseluruhannya. Pengajaran demikian disebut sebagai suatu sistem atau sistem
instruksional (Sudirman, dkk, 1991 : 50).

13

Jadi komponen-komponen atau bagian-bagian itu merupakan hal-hal yang


tidak terpisahkan satu sama lain, melainkan terorganisasi dan berpadu sebagai suatu
kesatuan atau sistem. Komponen-komponen itu adalah :
a) Tujuan instruksional, yaitu kemampuan atau prilaku yang diharapkan diperoleh
para siswa setelah mengalami interaksi-interaksi belajar mengajar tertentu.
b) Bahan atau materi pelajaran, yaitu serangkaian bahan yang perlu disampaikan
kepada para, siswa untuk mencapai tujuan-tujuan diinginkan itu.
c) Metode instruksional atau prosedur belajar mengajar, yaitu serangkaian kegiatan
belajar mengajar yang perlu ditempuh oleh siswa (kegiatan siswa) dan oleh guru
(kegiatan guru) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
d) Alat dan sumber yang akan dipergunakan, yang meliputi alat peraga dan buku
sumber atau sumber masyarakat yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
untuk meningkatkan efesiensi interaksi belajar mengajar.
e) Alat dan prosedur, yakni untuk mengetahui tingkat keberhasilan instruksional
atau tingkat tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
f) Siswa yang merupakan masukan yang akan diproses dalam interaksi belajar
mengajar sehingga terciptanya keluaran (out-put) seperti yang diinginkan.
g) Guru dalam sebagai komponen yang memegang berbagai peranan dalam proses
instruksional yang merencanakan, melaksanakan, membimbing, menilai baik
proses instruksional maupun hasil dari sistem instruksional itu.

14

3. Rasional Penggunaan PPSI


Sistem instruksional sebenarnya menekankan pada pertanyaan, apakah siswa
telah belajar sesuatu dari guru atau dari sumber belajar lainnya, dan bukan pada
pertanyaan apakah guru telah mengajarkan sesuatu kepada siswanya. Kita harus ingat
bahwa mengajar yang baik belum tentu secara otomatis identik dengan belajar yang
baik. Sesuai dengan hal tersebut, Drs. Wasty Soemanto menyebutkan : Sistem
instruksional yang dikembangkan secara sistematis sangat perlu dilaksanakan dengan
tujuan untuk memberi kemudahan belajar pada siswa, disamping untuk proses
pembuatan program-program instruksional menjadi efisien dan efektif (Soemanto,
1983 :127).
Sebagai gambaran dalam hal penggunaan PPSI di dalam proses belajar
mengajar dengan menggunakan sistem, ialah seorang guru yang berpikir atau
bertindak secara. sistem. Pada garis besarnya ia akan melakukan kegiatan sebagai
berikut :
a) Perhatian awalnya akan diarahkan kepada tujuan instruksional. Dia akan
merumuskan dahulu arah yang harus diuji sebelum menetapkan bagaimana
caranya mencapai tujuan. Tujuan ini akan menentukan proses maupun
komponen yang selanjutnya untuk keperluan belajar, makin jelas tujuan
tersebut dirumuskan, akan makin berguna untuk dapat menetapkan kegiatan
belajar yang paling efektif. Dia juga akan menyadari bahwa tujuan yang
dirumuskan merupakan suatu unsur sistem dan mengalarni penilaian dan

15

penyesuaian yang didasarkan atas kegunaannya bagi anak didik maupun


masyarakat (Arikunto, 1993:76).
b) Perhatiannya kemudian akan ditujukan kepada pengumpulan data. dan
analisis. Dia akan mengumpulkan data, misainya yang berhubungan dengan
anak didik (kemampuan awalnya, perhatiannya, penguasaan bahasa, dan lainlainnya), data mengenai bahan pelajaran yang akan diberikan Berta mengenai
proses yang tersedia untuk memungkinkan proses belajar mengajar. Data
tentang anak didik dapat dikumpulkan dengan berbagai cara, seperti tes awal
dengan memperlajari hasil belajar sebelumnya, atau dengan tanya jawab
langsung dengan anak didik (siswa). Drs. Sudirman, dkk menjelaskan :
Tentu saja hal ini harus dilaksanakan dengan melalui suatu pola yang logis
dan bermutu, atas dasar kesimpulan yang diperolehnya, is akan menjabarkan
bahan pelajaran dalam serangkaian sasaran sistematis. Selanjutnya dalam
menyusun rencana, kegiatan, dan akan mengumpulkan data tentang komponen
dan proses yang mungkin dapat digunakan secara optimal (Sudirman, dkk,
1991 :2).
4. Fungsi PPSI
Prosedur pengembangan sistem instruksional berfungsi untuk mengefektifkan
perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran secara sistem, untuk dijadikan
sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
5. Strategi (pendekatan) yang digunakan dalam PPSI
PPSI menggunakan pendekatan sistem secara interagrative dan goal orinted.
Suatu sistem tentu saja menggambarkan keadaan dimana pengajaran merupakan suatu
kebulatan, yang meliputi bagian-bagian atau komponen-komponen yang saling

16

berhubungan, mempengaruhi dan menunjang satu sama lain. Komponen-komponen


sistem yang dimaksud adalah sistem instruksional yang minimal terdiri atas tujuan,
materi, kegiatan belajar mengajar, metode, media dan sumber, serta. evaluasi. Drs.
Suharsimi Arikunto menyebutkan : "Sinkronisasi dan harmonisasi antara setiap
komponen secara, keseluruhan dalam usaha mencapai tujuan secara efektif itulah
yang menjadi inti pendekatan PPSI (Arikunto, 1993 : 1240).
B. Prosedur (Langkah-langkah) PPSI
PPSI dikembangkan dengan langkah-langkah sebagai berikut
1. Perumusan tujuan instruksional
Pada GBPP setiap bidang studi telah terdapat tujuan instruksional umum
(TIU). Namun TIU itu perllu dikembangkan menjadi beberapa tujuan instruksional
khusus (TIK). Andaikan TIU belum ada dalam GBPP silabus setiap bidang studi atau
GBPP/silabusnya yang belum ada, maka merupakan kewajiban guru untuk terlebih
dahulu mendalami materi yang berhubungan dengan pokok-pokok bahasan/sub
pokok-sub pokok bahasan yang telah digariskan, untuk mencapai tujuan kurikulum
dan tujuan instruksional dalam GBPP (Udin,1987 : 156).
Tujuan instruksional adalah tujuan yang berbentuk tingkah lake atau
kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa setelah proses belajar mengajar.
Tujuan instruksional terdiri atas dua macam :
Rumusan prilaku dalam TIU masih bersifat umum, sedangkari pada TIK
rumusan itu khusus dan dapat diukur, sehingga menggambarkan tentang tujuan
instruksional ini Drs. Sudirman, dkk mejelaskan :

17

Tujuan instruksional umum memang sudah dapat menggambarkan bentuk


kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa setelah proses belajar mengajar. Namun,
oleh sebab sifatnya yang masih umum dan kabur, akan sulit mengembangkan jenis
kegiatan, bahan, maupun alat untuk mengukurnya. Oleh karena itu, untuk
memudahkan, TIU dijabarkan atau dikembangkan ke dalam TIK. Sebab tujuan
pengajaran yang secara operasional dapat diukur pencapaiannya adalah tujuan
instruksional khusus (Sudirman, dkk, 1991 : 53).
Bentuk prilaku sebagai tujuan dapat digolongkan ke dalam klasifikasi.
Benyamin S. Bloom dan kawan-kawan menamakan hal ini dengan "The Taxonomy of
Educational Objectives", yaitu taksonomi tujuan pendidilcan. Bloom dan kawankawan berpendapat bahwa tujuan pendidikan/pengajaran dapat ke dalam tiga. ranah
(matra, domain, bidang), yaitu :
a) ranah (matra.) kognitif
b) ranah (matra) afektif dan
c) ranah (matra) psikomotor.
a) ranah (mantra) kognitif
Matra kognitf berkenaan dengan perilaku yang berhubungan dengan berpikir,
mengetahui dan memecahkan masalah. Matra ini memiliki enam tingkatan, yang
bergerak dari yang sederhana sampai kepada yang tinggi dan kompleks. Tingkatan
kemampuan itu diuraikan adalah berikut :
1) Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan yang berhubungan dengan mengingat kepada bahan yang sudah
dipelajari sebelumnya. Dengan istilah lain, pengetahuan. juga disebut recali

18

(mengingat kembali). Pengetahuan dapat menyangkut bahan yang luas ataupun


sempit, seperti fakta (sempit) dan teori (luas).
2) Pemahaman
Pemahaman adalah kemampuan memahami arti suatu pelajaran, seperti
menafsirkan, menjelaskan atau meringkas tentang sesuatu. Kemampuan
semacam ini lebih tinggi daripada pengetahuan.
3) Penerapan
Penerapan adalah kemampuan menggunakan atau menafsirkan suatu bahan yang
sudah dipelajari ke dalam situasi baru situasi yang konkrit, seperti menerapkan
suatu dalil, metode, konsep, prinsip atau teori. Kemampuan ini lebih tinggi
nilainya dari pada pemahaman.
4) Analisis
Analisis adalah kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke dalam
komponen

atau

bagian-bagian

sehingga

susunannya

dapat

dimengerti.

Kemampuan ini meliputi mengenal bagian-bagian, hubungan antar bagian, serta


prinsip yang digunakan dalam organisasi atau materi pelajaran.
5) Sintesis
Kemampuan sintesis merupakan untuk menghimpun bagian ke dalam suatu
kescluruhan, seperti merumuskan terra, rencana atau melihat hubungan abstrak
dari berbagai informasi/fakta. Jadi kemampuan ini adalah semacam kemampuan
merumuskan suatu pola atau struktur baru, berdasarkan berbagai informasi atau
fakta.

19

6) Evaluasi
Evaluasi berkenaan dengan kemampuan menggunakan pengetahuan untuk
membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan maksud atau kriteria tertentu.
Kriteria yang digunakan dapat bersifat internal (seperti organisasinya), dapat juga
eksternal (relevansinya) untuk maksud tertentu.
b) ranah (mantra) afektif
Sejalan dengan uraian tersebut di atas,Winarno Surakhmad menjelaskan
bahwa : Matra afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, interes, apresiasi dan
penyesuaian perasaan sosial. Sebagaimana kognitif, matra afektif juga mempunyai
klasifikasi, tingkatan dari sederhana kepada, yang kompleks (Surakhmad, 1982:79).
Dengan demikian matra afektif ini dapat diklasifikasikan pada
1) Kemampuan menerima
Kemampuan menerima merupakan keinginan untuk memperhatikan suatu gejala
atau ransangan tersebut (kegiatan belajar, membaca, buku, mendengarkan musik,
dsb). Hal ini menyangkut kegiatan :

Mendengarkan dengan penuh perhatian.

Menunjukkan kesadaran pentingnya belajar.

Menunjukkan kepekaan terhadap kebutuhan manusia dan masalah sosial.

Menerima perbedaan ras dan kebudayaan.

Memperhatikan dengan sungguh kegiatan kelas.

20

2) Kemauan menanggapi (responding)


Kemauan menanggapi menunjukkan kepada partisipasi aktif dalam kegiatan
tertentu, seperti menyelesaikan PR, mentaati peraturan, mengikuti diskusi kelas,
menyelesaikan pekerjaan di laboratorium, tugas khusus atau menolong orang
lain.
3) Berkeyakinan (valuting)
Hal ini berkenaan dengan penerimaan nilai pada diri individu seperti
menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu, apresiasi terhadap sesuatu, sikap
ilmiah atau kesungguhan ker a (komitmen) untuk melakukan suatu peningkatan,
kehidupan sosial.
4) Penerapan karya (organisation)
Penerapan karya berkenaan dengan penerimaan terhadap berbagai nilai yang
berbeda-beda berdasarkan suatu sistem nilai tertentu. yang lebih tinggi, seperti
menyadari pentingnya kewelarasan antara hak dan tanggung jawab, bertanggung
jawab terhadap perbuatan yang dilakukan, memahami dan menerima kelebihan
dan kekurangan diri sendiri atau menyadari peranan perencanaan dalam
pernecahan masalah.
5) Ketekunan dan Ketelitian.
Ini adalah tingkatan matra afektif yang tertinggi.pada taraf ini individu yang
sudah memiliki sistem nilai, selalu menyelaraskan prilakunya sesuai dengan
sistem nilai tersebut, seperti bersikap objektif terhadap segala hal. Dari ranch
afektif ini diketahui bahwa seseorang mulai berminat, menghargai, menyadari,
menghayati, sampai kepada mengamalkan.

21

c) Matra Psikomotor
Matra psikomotor mencakup tujuan berkaitan dengan keterampilan (skill)
yang bersifat manual dan motorik, matra ini meliputi tingkatan berikut :
1) Persepsi
Berkenaan dengan penggunaan indera dalam melakukan kegiatan, seperti
mengenal kerusakan mesin dari suaranya yang sumbang atau menghubungkan
suara dengan tarian tertentu.
2) Kesiapan
Berkenaan dengan kesiapan untuk melakukan suatu kegiatan tertentu. Termasuk
di dalamnya mental set (kesiapan mental), pysical set (kesiapan fisik), atau
emosional set (kesiapan emosi) untuk melakukan suatu tindakan.
3) Mekanisme
Berkenaan dengan penampilan respons yang sudah dipelajari atau sudah menjadi
kebiasaan sehingga gerakan yang ditampilkan menunjukkan kepada suatu
kemahiran seperti menulis halus, menari atau mengatur laboratorium.
4) Respon terbimbing
Seperti peniruan (imitasi) yakni mengikuti, mengulangi perbuatan yang
diperintahkan./ditujukan oleh orang lain trial and eror (coba-coba).
5) Kemahiran
Kemahiran dengan penampilan gerakan motorik dengan keterampilan penuh.
Kemahiran yang dipertunjukkan biasanya cepat, dengan hasil yang baik, namun
menggunakan tenaga seperti keterampilan dalam menyetir (mengendarai) mobil.

22

6) Adaptasi
Berkenaan dengan keterampilan yang sudah berkembang pada diri individu
sehingga yang bersangkutan mampu memosifikasikan pola gerak sesuai dengan
situasi tertentu, seperti kite lihat pada orang bermain tenis, pole-pole
gerakkannya disesuaikan dengan kebutuhan serangan lawan.
7) Organisasi.
Organisasi menunjukkan kepda penciptaan pole gerakan barn untuk disesuaikan
dengan situasi atau masalah tertentu. Biasanya hal ini dapat dilakukan oleh orang
yang sudah mempunyai keterampilan tinggi, seperti menciptakan tarian,
komposisi musik atau mode pakaian.
2. Kriteria perumusan tujuan instruksional khusus (TIK)
Untuk merumuskan suatu TIK, perlu digunakan beberapa kriteria ABCD,
dengan penjelasan sebagai berikut :
a) Audience, yaitu yang mendengarkan atau mengikuti pelajaran dalam hal ini
adalah siswa atau peserta didik.
b) Behavior yaitu tingkah laku yang diharapkan dicapai sebagai hasil proses belajar
mengajar.
Tingkah laku untuk perumusan TIU masih bersifat tingkah laku umum, artinya
masih dapat ditafsirkan ke dalam berbagai jenis tingkah laku yang khusus.
Misalnya mengetahui, dengan mengetahui bisa ditafsirkan dapat menuliskan,
menyebutkan, atau membedakan, sehingga hal ini agak sulit diukur dengan pasti
hasilnya. Lebih lanjut Winarno Surakhmad mengemukakan bahwa : Perumusan

23

TIK, menggunakan tingkah laku yang bersifat khusus (spesifik atau operasional).
Artinya tingkah laku yang tidak dapat ditafsirkan ke dalam jenis tingkah laku
kecuali sinonimnya, seperti menyebutkan, menuliskan, rnembedakan dan
sebagainya. (Surakhmad, 1982 : 135)
Hal ini yang diperlukan ialah bahwa suatu TIK hanya terdiri atas satu jenis
tingkah laku agar memudahkan penyusunan alat ukur (soal) dan memberi
scorenya. Disamping itu, TIK harus menggambarkan produlc atau hasil belajar,
bukan proses atau kegiatan belajar mengajar.
c) Condition, yaitu keadaan atau sesuatu yang perlu disediakan sebagai persyaratan
untuk dapat melakukan dan mencapai tingkah laku yang diharapkan. Contohnya
sebagai persyaratan agar dapat memotong sesuatu ialah tersedia dan dapat
digunakannya alat potong.
d) Degree, yaitu derajat, kualitas, atau standar minimal dari hasil belajar yang
diharapkan dalam TIK itu. Degree dapat berbentuk kuantitas seperti siswa dapat
menghitung dalam waktu 1 menit. Disamping iut juga, degree dapat berbentuk
kualitas seperti dengan balk, tepat dan sebagainya.
3. Pengembangan alat evaluasi
Prosedur pengembangan alat penilaian yang memberikan petunjuk tentang
prosedur penilaian yang akan ditempuh meliputi tentang tes awal (prestest) dan tes
akhir (posttest), tentang jenis test yang akan digunakan, serta tentang rumusan soalsoal test sebagai bagan dari satuan pelajaran.

24

Drs. Sudirman, dkk menjelaskan bahwa :


Evaluasi berfungsi untuk mengukur keberhasilan pencapaian tujuan. Yang
penting dalam evaluasi bukan hanya untuk menentukan "anka" keberhasilan,
namun juga sebagai feed back bagi guru. Sebagai alat untuk mengukur,
evaluasi harus sesuai dengan tujuan. Oleh karena itu, penyusunannya harus
dilakukan setelah program pengajaran tertentu (seperti dalam Satpel) telah
diletakkan pada langkah atau komponen terakhir.
4. Menetapkan kegiatan belajar mengajar
Proses kegiatan belajar siswa merupakan petunjuk bagi guna untuk
menetapkan langkah-langkah kegiatan belajar siswa sesuai dengan bahan pelajaran
yang harus dicapai.
Winarno Surakhmad mengemukakan bahwa :
Menentukan kegiatan belajar merupakan langkah penting yang dapat
menunjang keberhasitan pencapaian tujuan- Kegiatan ini harus disesua.kan
dengan tujuan. Dalam menetapkan kegiatan belajar ini guru harus menetapkan
mana yang perlu dan yang tak perlu dilakukan (Surakhmad, 1982 : 132).
Untuk menentukan pelaksanaan, perlu diperhatikan hal-hal sebagaiberikut :
a) Merumuskan semua kegiatan belajar yang memungkinkan untuk dilakukan.
b) Menetapkan kegiatan-kegiatan belajar yang perlu dan tidak perlu ada agar
mencapai efesiensi proses belajar mengajar.
c) Menetapkan kegiatan belajar siswa, dapat juga disertai dengan kegiatan guru.
Dengan memperhatikan hal tersebut di atas, guru dapat menetapkan kegiatan
yang dianggap efektif efisien dalam mencapai suatu tujuan. Kegiatan yang dilakukan
tidak terbatas di dalam kelas saja, Drs. Sudirman, dkk menyebutkan bahwa : Bila
dipandang perlu, dapat ditetapkan kegiatan belajar di luar kelas, seperti laboratorium,

25

perpustakaan, atau dengan field. Jadi , kegiatan belajar apapun dapat dilakukan, asal
siswa mencapai tujuan secara, efektif dan efesien (Sudirman, dkk. 1991 : 73).
Dengan demikian berarti kegiatan gru merupakan petunjuk bagi guru untukmelakukan kegiatan mengajar agar para siswa melakukan kegiatan belajar.
5. Perencanaan program kegiatan Berta format PPSI dan satuan pelajaran (Satpel)
Pokok-pokok yang perlu dirumuskan (diuraikan dalam perencanaan program
kegiatan ini meliputi :
a) Materi pelajaran yang akan dipelajari siswa untuk mencapai TIK.
b) Metode mengajar yang akan digunakan oleh guru dalam mengantar siswa
mencapai TIK.
c) Memilih aat, bahan, media dan sumber yang relevan.
d) Merencanakan waktu yang efektif.
e) Pemasukan ke dalam format satuan pelajaran.
Materi pelajaran atau bahan yang akan dipelajari siswa untuk mencapai TIK
yang perlu dirumuskan meliputi pokok bahasan dan garis besar uraian. Materi ini
biasanya diambil dari GBPP sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Drs. Sudirman,
dkk menyebutkan bahwa tugas guru dalam hal ini adalah mefijabarkann pokok atau
sub pokok bahasan itu dan mencarikan sumber yang relevan (Sudirman, dkk, 1991 :
74).
Untuk melakukan proses belajar mengajar suatu materi pelajaran, perlu
dipikirkan metode yang tepat. Penentuan metode mengajar hares disesuaikan dengan
TIK yang akan dicapai, dengan memperhatikan sifat materi pelajaran (Ian kegiatan

26

belajar yang seharusnya dilakukan siswa. Metode alat/media, bahan dan sumber
sangat penting dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses belajar mengajar.
Sejalan dengan hal ini, Drs. Tamsik Udin AM mengemukakan bahwa "Oleh karena
itu, pertimbangankanlah setepat-tepatnya. Pengendalian waktu dapat dilakukan
dengan jalan menyusun alokasi waktu, yang ada sesuai dengan jadwal yang tersedia
(Udin, 1987: 143)".
Beberapa lama waktu yang ada sesuai dengan jadwal, kemudian materi
disesuaikan dengan waktu. itu. Winarno Surakhmad mengemukakan bahwa : "Untuk
ini pemilihan materi yang panting dan ketepatan penggunaan metode, alat/media,
bahan, dan sumber sangat menentukan keefektifan penggunaan waktu. (Surakhmad,
1982 : 146)".
Apabila semua langkah itu sudah dikembangkan (mulai dari langkah I sampai
4 PPSI), maka selanjutnya pada akhir langkah 4 PPSI ini ialah pemasukan
pernindahan ke dalam format satuan. pelajaran.
6. Petunjuk teknis proses pembuatan PPSI dan Satpel
Kebaikan pembuatan PPSI dengan format mendatar antara lain :
a) Lebih menjamin rasional dari setiap komponen ITU ke dalam TIK, dari setiap
TIK ke dalam evaluasi, kegiatan belajar mengajar, perencanaan program
kegiatan (materi, metode, alat/media, sumber dan waktu yang diperlukan)
secara. sinkron (sesuai).
b) Kita dapat melihat dengan mudah, apakah pengembangan program pengajaran
yang dibuat betul-betul dilakukan dengan cara sebagai suatu sistem, dimana

27

seluruh langkah atau komponen yang dikembangkan baik alat evaluasi,


kegiatan belajar mengajar, materi, alat/media, somber, maupun waktu, dapat
secara tajam dirumuskan, berkesesuaian, dan terarah pada setiap, TIK yang
ingin dicapai.
Dapat digunakan untuk kepentingan supervise secara efektif. Supervisor dan
atau kepada, SI atau pembuatan Satpel dikembangkan secara tepat sebagai suatu
pengembangan sistem instruksional sesuai dengan hakikat PPSI.
Guna memudahkan pembuatan PPSI dengan format mendatar yang dimaksud,
disarankan formatnya dengan kolom-kolom agak lebar, sesuai dengan keperluan
setiap langkah atau komponennya, yang diperbanyak dan disediakan terlebih dahulu,
sehingga tidak merepotkan guru untuk membuat format PPSI tersebut pada setiap
kalil akan membuatnya.
Kelemahan pembuatan PPSI dengan format ke bawah :
1) Sulit diamati apakah pengembangan semua komponen secara sinkron dan
terarah sesuai setiap TIKnya. Hal ini disebabkan sudah tidak kelihatan lagi
kesesuaian alat evaluasi, KBM, materi, metode, alat/mediam, sumber, dan
waktu untuk setiap TIKnya. Maria alat evaluasi, KBM, materi, metode,
alat/media, sumber, dan waktu untuk TIK 1, TIK 2, dan seterusnya, sudah
sulit diamati karena telah dikelompok-kelompokkan ke dalam TIK, evaluasi,
KBM, metode, alat, sumber dan waktu.
2) Sering menyulitkan dan mengaburkan asosiasi guru pada waktu membuat atau
mengembangkan setiap langkah atau kompponen selanjutnya karena jarak

28

setiap TIK terhalang oleh kelompok alat evaluasi. Misalnya untuk


menetapkan KBMnya Tik 1 terhalang TIK-TIK lainnya dan oleh alat evaluasi
untuk menentukan kegiatan-kegiatan belajarnya. Begitulah seterusnya
menjadi terhalang lebih jauh lagi untuk mengembangkan materi, metode,
alat/media, sumber dan waktu untuk TIK 1 itu.
Sesuai dengan uraian di atas, lebih jauh Drs. Sudirman, dkk menjelaskan
bahwa : Meskipun demikian kelemahan-kelemahan tersebut dapat dihindarkan dan
dapat dibuat PPSI dengan format kebawah, bahkan dapat langsung membuat Satpel
apabila guru betel-betel sudah menguasai dan terampil mengembangkan isntruksional
sesuai dengan maksud PPSI (Sudirman, dkk, 1991 : 77).
7. Pelaksanaan program
Langkah terakhir dalam PPSI adalah pelaksanaan program di lapangan
(kelas). Dalam pelaksanaan program pengajaran terdapat tiga prosedur pokok sebagai
berikut:
a) Pre-tes (tes awal)
Prestest dilakukan dengan tujuan mengetahui tingkat kemampuan siswa terhadap
materi yang akan dipelajari. Bila ternyata materi yang bersangkutan sudah
dikuasai siswa, guru-guru perlu segera mengadakan penyesuaian program
tersebut.
b) Proses
Maksudnya guru mulai menyajikan materi pelajaran baru dengan kegiatan
sebagaimana direncanakan. Dalam proses atau pelaksanaan program ini, tentunya
dirnungkinkan adanya penyesuaian, karena berbagai falctor yang mempengaruhi.

29

c) Pos-tes (tes akhir)


Setelah selesai penyajian materi pelajaran, untuk melihat basil posttest sama
dengan prestest, demikian pula pertanyaan testnya.
C. Hubungan antara PPSI dan Satuan Pelajaran
Sebagaimana disinggung di muka, hubungan antara PPSI dan Satpel ialah
PPSI sebagai proses, sedangkan satpel adalah produknya. Dikatakan Satpel sebagai
produk karena pengembangan sistem instruksional dengan prosedur atau langkahlangkah dalam PPSI dituangkah atau dipindahkan ke dalam Satpel.
Satpel merupakan program pengajaran dan pedoman pengajaran bagi guru,
yang telah siap digunakan dalam proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan
pendapat Dra. Roestiyah N. K, bahwa :
Apabila satpel dibuat berdasarkan proses melalui PPSI, maka keamptihan
sistem instruksional yang dibuat lebih meyakinkan daripada kalau langsung membuat
Satpel tanpa melalui proses PPSI. Dalam hal ini ada baiknya PPSI menjadi lampiran
Satpel apabila dimaksudkan untuk memenuhi supervise atau pemeriksaan (Roestiyah,
1989 :37)
Karena dirasakan sibuk dan merupakan beban yang berat apabila membuat
Satpel melaui proses PPSI terlebih dahulu, maka sering timbal pertanyaan, apakah
tidak lebih baik kalau langsung saja membuat Satpelnya ? Sebenarnya bisa saja kita
langsung membuat Satpel tanpa melalui proses PPSI terlebih dahulu, asalkan
kemampuan dan keterampilan guru dalam membuat Satpel itu sebagaimana

30

kemampuan dan keterampilan membuat Satpel itu sebagaimana kemampuan dan


keterampilan membuat PPSI sehingga pembuatan Satpel tersebut, sekalipun tanpa
melalui PPSI terlebih dahulu, hakikatnya sama, yaitu perencanaan instruksional
(pengajaran) secara yang goal oriented.
Drs. Sudirman, dkk menyebutkan bahwa : Meskipun, demikian, akan lebih
baik untuk membuat Satpel berdasarkan PPSI bagi semua guru, terutama calon guru,
guru baru, atau guru yang belum mahir membuat PPSI. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindarkan perencanaan sistem instruksional yang kurang baik sesuai dengan
anjuran pemerintah (Sudirman, dkk, 1991 : 78).
Bagi guru dirasakan sebagai beban yang berat dan terlalu menyibukkan
apabila setiap kali akan mengajar hares membuat Satpel berdasarkan PPSI. Langsung
membuat Satpel s4ia, tanpa melalui proses PPSI, juga belum tentu dapat dikerjakan ,
apalagi kalau melalui proses PPSI terlebih dahulu. Hal tersebut dapat dimaklumi,
yaitu apabila menjadi beban yang berat, dan menyibukkan bagi guru umumnya,
maka, akhirnya PPSI macet dan kandas ditangan guru.
Namun, apabila dikaji lebih dalam dan setiap guru mengadakan instropeksi,
menurut hemat penulis persoalan tersebut hanya terletak pada kekeliruan terknis
pembuatannya. Tentu akan dirasakan berat, sibuk, dan berbagai keluhan lainnya,
apabila Satpel melaui proses PPSI, baru dibuat ketika keesokan harinya akan
mengajar. Cara seperti itulah yang kurang baik. Akan tetapi, cobalah membuatnya
pada awal semester atau caturwulan. Cara seperti ini tidak akan menghabiskan waktu
satu minggu. Lebih lanjut tentang hal ini, Dra. Roestiyah menjelaskan ;

31

Selanjutnya, selamat mengajar dalam semester atau cater wulan itu, bahkan
juga untuk tahun-tahun mendatang, dengan modifikasi (penyesuain) sepertinya,
hanya tinggal menggunakannya saja. Bukankah cara ini yang efektif membantu tugas
guru disamping perencanaan mengajar yang baik (Roestiyah, 1989:22).
D. Hubungan PPSI dengan Kemampuan Guru Merumuskan Materi Pelajaran
Pelaksanaan program pengajaran pada hakikatnya sama dengan pelaksanaan
program pada langkah 5 PPSI, sebagaiman telah di uraikan terdahulu. Dalam
pelaksanaan program pengajaran dengan prosedur prestest, proses (penyajian mated
barn) dan posttest terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, sebagaimana
diuraikan berikut ini.
1. Penyesuaian program dengan situasi kelas
Meskipun program pengajaran telah dibuat sebaik-baiknya oleh guru, dalam
pelaksanaannya tidak selalu sesuai dengan situasi kelas yang selalu berubah-ubah.
Sekalipun kelas dan siswanya sama, situasi kelasnnya tidak selalu sama untuk setiap
pertemuan. Demi efektifnya proses pengajaran yang dilaksanakan, maka Bering
bagian-bagian tertentu dari program pengajaran yang telah dibuat memerlukan
penyesuaian seperlunya. Itu sebabnya ahli pendidikan yang mengatakan, bahwa
teaaching is arts(mengajar adalah Beni). Hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Drs. Sudirman, dkk bahwa :
Program pengajaran adalah pengembangan kurikulum pada tingkat kelas,
yang dalam pelaksanaannya bersifat fleksibel. Ini berarti pengembangan
kurikulum tingkat bidang studi (GBPP), termasuk pengembangan kurikulum
tingkat kelas program pengajaran, dalam pelaksanaanya menhendaki

32

penyesuaian, antara lain dengan situasi kelas. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindarkan kekakuan dalam pelaksanaan suatu kurikulum, termasuk
pengajaran (Sudirman, dkk, 1991 : 80).
Bertambah pentingnya penyesuaian program pengajaran ini dengan situasi
kelas ialah karena digunakannya asas lingkungan. Ini bahwa baik dalam perencanaan
maupun dalam pelaksanaan program pengajaran, senantiasa diperlukan pemanfaatan
dan penyesuaian dengan lingkungan, lebih lagi dengan situasi. Situasi kelas yang
dimaksud dalam hal ini ialah keadaan yang dtumbuhkan oleh berbagai faktor dan
menuntut kemampuan guru untuk dengan segera mengadalkan penyesuaian
seperlunya dari program pengajaran yang telah disiapkan.
Berbagai faktor mempengaruhi situasi kelas tersebut, antara lain, seperti
a) Tingkat penguasaan materi oleh siswa didalam kelas. Materi yang telah
dikuasai siswa, mungkin diperoleh pada waktu yang lalu atau dari guru lain,
sebaiknya disesuaikan dengan materi selanjutnya atau ditingkatkan keluasaan
dan kedalamannya. Demikian pula apabila materi pelajaran terlalu tinggi dan
sulit, diperlukan penyesuaian seperlunya agar dapat diikuti siswa dalam kelas.
Apabila tidak diadakan penyesuaian, Bering menimbulkan kegaduhan atau
siswa serius dalam mengikuti pelajaran yang dibahas (Sujanto, 1979:43).
b) Fasilitas yang diperlukan. Apabila program pengajaran menuntut fasilitas alat,
bahan, tempat, atau biaya tertentu yang ternyata di luar kemampuan kondisi
kelas, maka sebaiknya diadakan penyesuian seperlunya.
c) Kondisi siswa, siswa yang telah terlalu lama belajar (dari pagi sampai sore)
sehinggga kelihatan lesu sekali, mengantuk lapar atau karena sudah waktunya

33

siswa ingin melihat pertandingan tinju kelas dunia, berlebaran dan sebagainya,
semuanya itu dapat mempengaruhi situasi kelas, yang seyogyanya mendapat
perhaian guru. Dan dengan demikian. diperlukan penyesuaian program
pengajaran yang akan atau sedang dilaksanakan penyesuaian program
pengajaran yang akan atau sedang ditaksanakan oleh guru.
d) Bila cara guru mengajar itu menjemukan dan kurang menggairahkan suasana
kelas, hendaknya segera diadakan penyesuaian agar tidak tenggelam dalam
suasana kelas yang demikian.
Guru profesional dituntut kepekaannya untuk membaca situasi kelas dan
segera mengadakan penyesuaian-penyesuaian seperlunya dalarn rangka keefektifan
pelaksanaan program pengajaran.

34

BAB III
METODE PENELTIIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian korelasi, yaitu mencari hubungan antara
satu variabel dengan variabel bebas dengan variabel terikat.
Untuk pengolahan data penelitian ini disain, sebagai berikut
NO
1
2
3
.
.
.
N = 60
Keterangan :

X
..
..
..
..
..
..
X=

Y
..
..
..
..
..
..
Y=

X = variabel bebas (pengaruh)


Y = variabel terikat (terpengaruh)

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti dan merupakan sumber
dari segenap data-data yang dibutuhkan dalam penelitian. Sesuai dengan hal tersebut
maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII
MTs. Darul Ilmu Batang Kuis Tahun Pembelajaran 2014-2015.

34

35

2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau keseluruhan dari populasi yang dijadikan sebagai
sumber data dan merupakan responden dalam penelitian. Mengingat jumlah populasi
yan relatif kecil, maka penulis akan mengambil seluruh populasi untuk dijadikan
sampel dalam penelitian ini, yaitu sebanyak 60 orang.
C. Variabel dan Indikator
Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu
1. Variabel bebas, yaitu penerapan sistem instruksional.
2. Variabel terikat, yaitu prestasi belajar bahasa Indonesia.
Sedangkan indikatornya yang digunakan dalam penelitian ini adalah skor
yang diperoleh dari jawaban responden melalui angket test yang disebarkan.
D. Instrumen Penelitian
Untuk mengumpulkan segenap data-data atau keterangan-keterangan yang
akan digunakan dalam menganalisis data, maka tentunya diburuhkan suatu alat untuk
menjaring data tersebut. Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian
adalah :
1. Angket (kussioner) dan tes, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang diberikan
kepada seluruh respoden. Dalam daftar pertanyaan tersebut telah disediakan
alternatif jawaban yang paling sesuai dengan keadaan respoden (terlampir).
2. Studi kepustakaan, mengadakan studi keperpustakaan guna mendapat data yang
diperlukan.

36

Untuk instrumen kuesioner (angket) dilakukan dalam bentuk pilihan ganda,


dimana responden tingal memilih salah satu dari altematif jawaban yang telah
disediakan dan masing-masing jawaban diberi skor bertingkat yaitu A diberi skor 3
dan B diberi skor 2 serta. C diberi skor 1, sedangkan untuk test prestasi belajar
jawaban yang benar diberi skor 3 dan yang salah diberi skor 0.
E. Teknik Pengumpulan Data
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa instrumen penelitian utama yang
dipergunakan adalah angket dan test teknik pengumpulan data yang dipergunakan
adalah:
1. Mendisain angket dan test sedemikian rupa sehingga diperoleh data-data
primer yang alcan dipergunakan dalam pelaksanaan penelitian.
2. Mendata responden dari jumlah populasi yang ada, dimana dalam hal ini akan
disesuaikan dengan faktor dengan karakter masing-masing responden data
yang refresentatif
3. Menyediakan dan mengumpulkan kembali jawaban responden melalui angket
dan test yang telah disebarkan.
F. Teknik Analisis Data
Langkah pertama yang penulis lakukan dalam pengolahan dan analisis data
adalah dengan terlebih dahulu mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif.
Selanjutnya untuk keperluan pembuktian hipotesis, penulis lebih dahulu menghitung
koesfisien korelasi dengan menggunakan analisis data korelasi product mement,
dengan rumus :

37

rxy

N . xy x y

N .x x N . Y Y
2

Dimana : rxy = Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y N = Jumlah


responder
x

= variabel bebas

= variabel terikat

(Singarimbun dan Effendy, 1987: 137)

38

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Setelah angket dan test dilaksanakan, maka didapatlah hasil penelitian sebagai
berikut :
TABEL I
SKOR PENERAPAN SISTEM INSTUKSIONAL
(VARIABEL X)
No

Nomor Responden

Jumlah Skor

Rata-Rata Skor

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.

001
002
003
004
005
006
007
008
009
010
011
012
013
014
015
016
017
018
019
020
021
022
023
024

26
26
23
19
21
22
19
21
20
23
20
19
22
23
22
18
23
22
22
19
23
20
20
23

2,60
2,60
2,30
1,90
2,10
2,20
1,90
2,10
2,00
2,30
2,00
1,90
2,20
2,30
2,20
1,80
2,30
2,20
2,20
1,90
2,30
2,00
2,00
2,30

38

39

25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.

025
026
027
028
029
030
031
032
033
034
035
036
037
038
039
040
041
042
043
044
045
046
047
048
049
050
051
052
053
054
055
056
057
058
059
060

20
20
24
22
23
22
18
23
22
20
23
20
23
20
23
22
22
21
23
20
20
21
22
23
21
23
20
23
23
22
22
23
23
24
21
22

2,00
2,00
2,40
2,20
2,30
2,20
1,80
2,30
2,20
2,00
2,30
2,00
2,30
2,00
2,30
2,20
2,20
2,10
2,30
2,00
2,00
2,10
2,20
2,30
2,10
2,30
2,00
2,30
2,30
2,20
2,20
2,30
2,30
2,40
2,10
2,20

TABEL II
SKOR TEST PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA

40

(VARIABEL Y)
No

Nomor Responden

Jumlah Skor

Rata-Rata Skor

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.

001
002
003
004
005
006
007
008
009
010
011
012
013
014
015
016
017
018
019
020
021
022
023
024
025
026
027
028
029
030
031
032
033
034
035
036
037

21
21
24
24
21
27
18
21
21
24
21
18
24
21
18
21
24
21
18
24
21
21
21
24
21
18
21
18
21
24
15
24
18
21
18
21
21

2,10
2,10
2,40
2,40
2,10
2,70
1,80
2,10
2,10
2,40
2,10
1,80
2,40
2,10
1,80
2,10
2,40
2,10
1,80
2,40
2,10
2,10
2,10
2,40
2,10
1,80
2,10
1,80
2,10
2,40
1,50
2,40
1,80
2,10
1,80
2,10
2,10

41

38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.

038
039
040
041
042
043
044
045
046
047
048
049
050
051
052
053
054
055
056
057
058
059
060

24
18
18
21
24
21
18
24
21
24
21
18
21
18
24
21
18
24
18
21
21
24
21

2,40
1,80
1,80
2,10
2,40
2,10
1,80
2,40
2,10
2,40
2,10
1,80
2,10
1,80
2,40
2,10
1,80
2,40
1,80
2,10
2,10
2,40
2,10

TABEL III
KOEFISIEN KORELASI VARIABEL X DAN VARIABEL Y
Nomor
Responden
001
002
003
004
005
006
007
008
009
010

X2

Y2

XY

2,60
2,60
2,30
1,90
2,10
2,20
1,90
2,10
2,00
2,30

2,10
2,10
2,40
2,40
2,10
2,70
1,80
2,10
2,10
2,40

6,76
6,76
5,29
3,61
4,41
4,84
3,61
4,41
4,00
5,29

4,41
4,41
5,76
5,76
4,41
7,29
3,24
4,41
4,41
5,76

5,46
5,46
5,52
4,56
4,41
5,94
3,42
4,41
4,20
5,52

42

011
012
013
014
015
016
017
018
019
020
021
022
023
024
025
026
027
028
029
030
031
032
033
034
035
036
037
038
039
040
041
042
043
044
045
046
047
048
049
050
051

2,00
1,90
2,20
2,30
2,20
1,80
2,30
2,20
2,20
1,90
2,30
2,00
2,00
2,30
2,00
2,00
2,40
2,20
2,30
2,20
1,80
2,30
2,20
2,00
2,30
2,00
2,30
2,00
2,30
2,20
2,20
2,10
2,30
2,00
2,00
2,10
2,20
2,30
2,10
2,30
2,00

2,10
1,80
2,40
2,10
1,80
2,10
2,40
2,10
1,80
2,40
2,10
2,10
2,10
2,40
2,10
1,80
2,10
1,80
2,10
2,40
1,50
2,40
1,80
2,10
1,80
2,10
2,10
2,40
1,80
1,80
2,10
2,40
2,10
1,80
2,40
2,10
2,40
2,10
1,80
2,10
1,80

4,00
3,61
4,84
5,29
4,84
3,24
5,29
4,34
4,84
3,61
5,29
4,00
4,00
5,29
4,00
4,00
5,76
4,84
5,29
4,85
3,24
5,29
4,84
4,00
5,29
4,00
5,29
4,00
5,29
4,84
4,85
4,41
5,29
4,00
4,00
4,00
4,84
5,29
4,41
5,29
4,00

4,41
3,24
5,76
4,41
3,24
4,41
5,76
4,41
3,24
5,76
4,41
4,41
4,41
5,76
4,41
3,24
4,41
3,24
4,41
5,76
2,25
5,76
3,24
4,41
3,24
4,41
4,41
5,76
3,24
3,24
4,41
5,76
4,41
3,24
5,75
4,41
5,75
4,41
3,24
4,41
4,00

4,20
3,42
5,28
4,83
3,96
3,78
5,52
4,62
3,96
4,56
4,83
4,20
4,20
5,52
4,20
3,60
5,04
3,96
4,83
5,28
2,70
5,52
3,96
4,20
4,14
4,20
4,83
4,80
4,14
3,96
4,62
5,04
4,83
3,60
4,80
4,41
5,28
4,83
3,78
4,83
3,60

43

052
053
054
055
056
057
058
059
060

2,30
2,30
2,20
2,20
2,30
2,30
2,40
2,10
2,20

2,40
2,10
1,80
2,40
1,80
2,10
2,10
2,40
2,10

5,29
5,29
4,84
4,84
5,29
5,29
5,76
4,41
5,84

5,76
4,41
3,24
5,76
3,24
4,41
4,41
5,76
4,41

5,52
4,83
3,96
5,28
4,14
4,83
5,04
5,04
4,62

X=130,00

Y=126,30

X2=282,55

Y2=266,13

XY=274,02

Dengan demikian diketahui besarnya :


X

= 130,00

= 126,30

X2

= 282,55

Y2

= 266,13

XY = 272,02
Analisis korelasi adalah:

N XY X Y

N . X

X N . Y Y
2

60 x 274,02 130,00126,30

60 x282,55 130,00 60 x266,13 126,30


2

222,60

5316,11
222,60

853,83

222,60
29,22

0,75

44

B. Pembahasan
Kemudian untuk menguji apakah hipotesis diterima atau ditolak kebenarannya
maka dilakukan dengan membandingkan korelasi hasil perhitungan dengan korelasi
dalam table korelasi.
Sebagaimana telah dikemukakan dimuka bahwa hipotesis diterima apabila
nilai korelasi hasil perhitungan lebih besar atau sama dengan nilai korelasi dalam
table korelasi. Dari hasil perhitungan di atas, maka diperoleh nilai korelasi sebesar
0,75 sedangkan nilai korelasi dalam table korelasi (untuk N = 60 dan taraf signifikan
5%) diperoleh nilai sebesar 0,507 , berarti nilai r (hitung) yaitu 0,75 lebih besar dari
nilai r (table) korelasi yaitu 0,507. Dengan demikian berarti hipotesis yang
dirumuskan dalam penelitian ini diterima kebenarannya sebab nilai r (hitung) > dari
nilai r (table) atau 0,75 > 0,507.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari observasi tinjauan pustaka dan hasil pembahasan penelitian si atas, maka
diperoleh beberapa kesimpulan, antara lain :

45

1. Bahwa guru-guru sering diikutsertakan oleh kepala sekolah dalam penataranpenataran yang berhubungan dengan PPSI.
2. Dalam setiap pembuatan satuan pelajaran guru-guru tidak berpedoman pada PPSI
tetapi masih bersifat tradisional.
3. Kepala sekolah selaku orang yang pertama berkuasa di sekolah selalu memeriksa
satuan pelajaran guru-guru dan bagi guru-guru yang tidak membuat satuan
pelajaran dalam diajarkan akan diberi sanksi.
4. Dalam setiap pemberian pengajaran, para guru bidang studi selalu membuat
satuan pelajaran guru-guru dengan berpedoman pada sistem instruksional.
5. PPSI adalah pedoman bagi setiap guru untuk merumuskan materi pelajaran yang
berbentuk dalam TIK atau tujuan pembelajaran.
6. Dari hasil penelitian diatas maka diperoleh nilai korelasi sebesar 0,75 dan
besarnya nilai korelasi dalam table 0,507 , maka hipotesis setiap bidang studi
yang dirumuskan yaitu : Ada hubungan yang positif penerapan sistem
instruksional dengan prestasi belajar bahasa Indonesia kelas VIII MTs. Darul
Ilmi Batang Kuis Tahun Pembelajaran 2014-2015.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka ada beberapa saran yang akan penulis
sampaikan sehubungan pelaksanaan penelitian
49 ini, yaitu :
1. Hendaknya kepala sekolah selalu memeriksa satuan pelajaran guru-guru bidang
studi sesuai dengan PPSI guna meningkatkan mutu pendidikan khususnya mutu
sekolah yang bersangkutan.
2. Kepada para guru agar selalu membuat satuan pelajaran tiap bidang studi yang
mengacu kepada PPSI yang berlaku, jangan hanya secara tradisional saja.
3. Guru dan orang tua hendaknya bersama-sama membimbing anaknya, baik di
sekolah maupun di rumah agar anak berprestasi dalam belajar.

46

47

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1982. Prosedur dan Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung
Angkasa.
Arikunto, Suharsimi, 1973. Manajemen Pengajaran secara Manusiawi. Jakarta
Rineka Cipta.
Nawawi, Hadari, 1993. Administrasi dan Organisasi Bimbingan dan Penyuluhan.
Jakarta : ghalia Indonesia.
Nurgiyantoro, Burhan 1985. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta
BPFE.
Roestiyah, N. K. 1989. Stategi Belajar Mengajar. Jakarta : Bina Aksara.
Singarimbun, Masri dan Effendy, Sofyan, 1987. Metode Penelitian Survey.
Yogyakarta: LP3ES.
Soemanto, Wasty, 1983. Psikologis Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Sudirman, dkk. 1991. Ilmu Pendidikan. Bandung : Remadja.
Sujanto, Agus 1979. Psikologi Umum. Jakarta : Aksara baru.
Surakhmad, Winarno. 1982. Pembinaan dan Pengembangan kurikulum. Jakarta: Jaya
Pirusa.
Udin, A.M. 1987. Ilmu Pendidikan. Bandung : Epsilon Group.
Yusuf, Pawit. M 1990. Kumunikasi Pendidikan dan Instruksional. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

48

Lampiran 1
Angket Penelitian
Petunjuk pengisian :
Berilah tanda silang pada jawaban pertanyaan-pertanyaan di bawah ini yang paling
sesuai menurut saudara.
A. Angket untuk variabel X (bebas)
1. Apakah nilai mata pelajaran bahasa Indonesia sauclara cukup baik ?
a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
2. Dalam memberikan penilaian, apakah guru bahasa Indonesia selalu objektif ?
a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
3. Apakah saudara dapat mengerti dan memahami setup kali guru babasa Indonesia
menerangkan pelajaran ?
a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
4. Apakah saudara senang/simpatik terhadap guru Indonesia ?
a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
5. Apakah saudara menyukai mata pelajaran bahasa Indonesia ?
a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
6. Menurut pendapat saudara apakah guru dalam menyusun SP selalu berbentuk
sistem instruksional ?
a. Ya.
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
7. Apakah menurut pengamatan saudara guru dalam menyampaikan materi pelajaran
selalu berpedoman kepada SP yang disusun ?
a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah

49

8. Apakah menurut pengamatan saudara,setiap guru bidang studi membuat satuan


pelajaran
a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
9. Apakah menurut saudara guru mats pelajaran dalam menyusun TIK/Tujuan
pembelajaran selalu berpedoman kepada. PPSI ?
a. Ya.
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
10. Apakah saudara mengerti tentang sistem instruksional dalam proses
pembelajaran ?
Memahami
Kadang-kadang
Tidak
B. Angket untuk variabel Y (terikat)
1. Pemakaian tanda hubung yang benar terdapat dalam contoh berikut, kecuali:
a. se Inggris
b. tahun 50 an
c. makan-makan
2. Ungkapan yang mengandung pengertian cepat tersinggung
a. sempit hati
b. kecil hati
c. patah hati
3. la lahir pada tanggal
a. 12 - Januari -1978
b. 12 Januari 78
c. 12 Januari 1978
4. Penulisan gabungan kata yang salah adalah
a. meja tulis
b. bertepuk tangan
c. menggaris bawahi
5. Kata majemuk yang makna idiomatic terdapat di bawah ini, kecuali
a. tutur kata
b. buah hati
c. anak emas

50

6. Bentuk dasar kata dang berlari-lari adalah


a. lari
b. lari-lari
c. berlari
7. Pemenggalan suka kata di bawah ini benar, kecuali
a. tran. sit
b. trap sing ra si
c. trans fu si
8. Kalimat di bawah ini semuanya mempunuyai onjek, kecuali :
a. saya mendengarkan radio
b. saya memanggilnya ke rumah
c. kami membaca pelan-pelan
9. Penulisan kata dibawah ini semuanya benar, kecuali
a. alternatif
b. diagnosis
c. belans
10. Dengan suara yang keras saya memanggilnya dari jauh. Pola kalimat tersebut
adalah
a. K-P-O-K
b. K-S-P-O-K
c. K-P-02-K

51

HUBUNGAN PENERAPAN SISTEM INSTRUKSIONAL DENGAN


PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA
KELAS VIII MTS. DARUL ILMI BATANG KUIS
TAHUN PEMBELAJARAN 2014-2015

OLEH :
AYU SINTA DEWI
NPM : 111234071

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL WASHLIYAH
MEDAN
2015

52

HUBUNGAN PENERAPAN SISTEM INSTRUKSIONAL DENGAN


PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA
KELAS VIII MTS. DARUL ILMI BATANG KUIS
TAHUN PEMBELAJARAN 2014-2015

Skripsi ini diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi


Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas
Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas
Muslim Nusantara Al Washliyah Medan

OLEH:
AYU SINTA DEWI
NPM : 111234071

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL WASHLIYAH

53

MEDAN
2015
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL-WASHLIYAH
MEDAN
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama
NPM
Jurusan
Program Studi
Jenjang Pendidikan
Judul Skripsi

:
:
:
:
:
:

Ayu Sinta Dewi


111234214
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Pendidikan Bahasa Indonesia
Strata Satu (S-1)
Hubungan Penerapan Sistem Instruksional

dengan

Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII MTs.


Darul Ilmi Batang Kuis Tahun Pembelajaran 2014-2015
Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Shafwan Hadi Umry, M.Hum.


Diuji Pada Tanggal
Judisium

Sutikno, S.Pd, M.Pd.

:
:
PANITIA UJIAN

Ketua

Drs. H. Kondar Siregar, MA.

Sekretaris

Drs. Mhd. Ayyub Lubis, M.Pd, Ph.D.


ABSTRAK

54

HUBUNGAN PENERAPAN SISTEM INSTRUKSIONAL DENGAN PRESTASI


BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA
KELAS VIII MTS. DARUL ILMI BATANG KUIS
TAHUN PEMBELAJARAN 2014-2015
OLEH:
AYU SINTA DEWI
NPM. 111234214
Penelitian ini berkenaan dengan hubungan penerapan sistem instruksional dengan
prestasi belajar Bahasa Indonesia. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah Hubungan Penerapan Sistem Instruksional dengan Prestasi Belajar
Bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTs Darul Ilmi Batang Kuis?. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui bagaimana hubungan penerapan sistem instruksional dengan
prestasi bahasa Indonesia siswa kelas VIII MTs Darul Ilmi Batang Kuis Tahun
Pembelajaran 2014-2015. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi, yaitu mencari
hubungan antara satu variabel dengan variabel bebas dengan variabel terikat. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs. Darul Ilmu Batang Kuis
Tahun Pembelajaran 2014-2015 yang berjumlah 60 siswa. Mengingat jumlah
populasi yan relatif kecil, maka penulis akan mengambil seluruh populasi untuk
dijadikan sampel dalam penelitian ini, yaitu sebanyak 60 orang. Instrumen yang
digunakan untuk mendapatkan data penelitian yaitu angket dan tes. Selanjutnya untuk
keperluan pembuktian hipotesis, penulis lebih dahulu menghitung koesfisien korelasi
dengan menggunakan analisis data korelasi product mement. Dari hasil penelitian
maka diperoleh nilai korelasi sebesar 0,75 dan besarnya nilai korelasi dalam table
0,507 , maka hipotesis setiap bidang studi yang dirumuskan yaitu ada hubungan yang
positif penerapan sistem instruksional dengan prestasi belajar bahasa Indonesia kelas
VIII MTs. Darul Ilmi Batang Kuis Tahun Pembelajaran 2014-2015, dapat diterima
kebenarannya.

vi

55

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Allah Swt, yang telah
melimpahkan rahmat kesehatan dan pengetahuan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat disampaikan kepada Rasulullah SAW,
yang melalui ajarannya mengantarkan kita untuk selamat dunia dan akhirat.
Skripsi ini disusun bertujuan untuk mememnuhi syarat memperoleh gelar
sarjana pendidikan di Jurusan PBS Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah
Medan.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak memperoleh bantuan dari
berbagai pihak berupa motivasi, bimbingan dan doa. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.

T Ayahanda dan Ibunda tercinta, terima kasih atas dukungan dan doa yang
tercurah buat penulis.

2.

Bapak H. Kondar Siregar, MA., selaku Rektor Universitas Muslim Nusantara


Al Washliyah Medan yang telah banyak memberikan kebijakan yang
meringankan mahasiswa.

3.

Bapak Drs. M. Ayyub Lubis, M.Pd.,Ph.D., selaku Dekan FKIP UMN Al


Washliyah Medan yang telah memberikan izin penelitian, dan seluruh staff
pegawai di lingkungan FKIP UMN Al Washliyah.

56

4.

Bapak Drs. Derajat Rangkuti, M.Pd, Ibu Dra. Rosnilah, M.Pd., Bapak Drs.
Dalyanto selaku Pembantu Dekan di lingkungan FKIP UMN Al Washliyah

5.

Bapak Rahmat Kartolo, S.Pd., M.Pd selaku ketua Prodi Pendidikan Bahasa
Indonesia FKIP UMN Al Washliyah.

6.

Bapak Dr. Shafwan Hadi Umry M.Hum., selaku pembimbing I yang dengan
relanya meluangkan waktu untuk membimbing penulis sehingga selesainya
skripsi ini

7.

Bapak Sutikno, S.Pd, M.Pd, selaku pembimbing II yang telah membimbing


dan memberi masukan dan saran kepada penulis.

8.

Kepala Sekolah MTs. Darul Ilmi Batang Kuis beserta seluruh guru dan staf
pegawainya.

9.

Teman-teman mahasiswa yang memberi dukungan kepada penulis.


Penulis menyadari bahwasanya tugas sarjana ini belum sempurna, masih

terdapat berbagai kekurangan, oleh karena itu penulis sangat berharap kepada
pembaca untuk memberikan masukan dan saran kepada penulis guna menambah
wawasan penulis tentang metode pengajaran yang lebih baik.

Medan,
Penulis

Agustus 2015

AYU SINTA DEWI


NPM. 111234071

ii

57

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
ABSTRAK............................................................................................................. vi
ABSTRACT........................................................................................................... vii
BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 3
C. Batasan Masalah........................................................................... 3
D. Rumusan Masalah......................................................................... 4
E. Tujuan Penelitian ......................................................................... 4
F. Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
G. Anggapan Dasar ........................................................................... 5
H. Hipotesis....................................................................................... 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 7


A. Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).................
1. Latar Belakang PPSI..............................................................
2. Pengertian PPSI ....................................................................
3. Rasional Penggunaan PPSI....................................................
4. Fungsi PPSI............................................................................
5. Strategi (pendekatan) yang digunakan dalam PPSI...............

7
7
11
14
15
15

B. Prosedur (Langkah-langkah) PPSI................................................ 16


1.
2.

Perumusan tujuan instruksional............................................. 16


iii instruksional khusus (TIK)......... 22
Kriteria perumusan tujuan

58

3.
4.
5.

Pengembangan alat evaluasi.................................................. 23


Menetapkan kegiatan belajar mengajar................................. 24
Perencanaan program kegiatan Berta format PPSI dan satuan

pelajaran (Satpel)...................................................................
6. Petunjuk teknis proses pembuatan PPSI dan Satpel..............
7. Pelaksanaan program.............................................................
C. Prosedur Hubungan antara PPSI dan Satuan Pelajaran................
D. Hubungan PPSI dengan Kemampuan Guru Merumuskan Materi

25
27
28
29

Pelajaran........................................................................................ 31
BAB III

METODE PENELITIAN.................................................................. 34
A. Desain Penelitian........................................................................ 34
B. Populasi dan Sample .................................................................. 34
C. Variabel Indikator ...................................................................... 35
D. Instrumen Penelitian .................................................................. 35
E. Alat Pengumpulan Data ............................................................. 36
F. Teknik Analisis Data .................................................................. 36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................ 38


A. Hasil Penelitian........................................................................... 38
B. Pembahasan ............................................................................... 48

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 49


A. Kesimpulan .................................................................................. 49
iv
B. Saran.............................................................................................
50

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 51
LAMPIRAN........................................................................................................... 52

59

ABSTRACT
THE CORRELATION OF IMPLEMENTATION INSTRUCTION SYSTEM
WITH THE STUDENTS ACHIEVEMENT IN BAHASA INDONESIA
BY THE GRADE VIII STUDENTS OF MTS. DARUL ILMI
BATANG KUIS IN 2014-2015 ACADEMIC YEARS
BY
AYU SINTA DEWI
NPM. 111234214
This research deals with the correlation of instruction system with the students
achievement in Bahasa Indonesia. The problem of this research is how the correlation
of implementation instruction system with the students achievement in Bahasa
Indonesia by the grade VIII students of MTs. Darul Ilmi Batang Kuis?. The aim of
this research is to know the correlation of implementation instruction system with the
students achievement in Bahasa Indonesia by the grade VIII students of MTs. Darul
Ilmi Batang Kuis in 2014-2015 academic years. This research was correlation
research, that was to find out the correlation of one variable with another variable.
The population of this research was all of the grade VIII students of MTs. Darul Ilmi
Batang Kuis in 2014-2015 academic years which consisted of 60 students. The
instrument used to collected the data was questionnaire and test. And then, to testing
the hypothesis, the researcher counting the coefficient correlation by using product
moment correlation. Based on the research results, got the value of correlation is 0,75
and highest of value of correlation on the table is 0,507, so the hypothesis that have
purposed before that is there was a positive correlation of implementation instruction
system with the students achievement in Bahasa Indonesia by the grade VIII students
of MTs. Darul Ilmi Batang Kuis in 2014-2015 was accepted.

vii

Anda mungkin juga menyukai