Anda di halaman 1dari 69

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.

com/

Akar Asap Neraka


Karya : Arswendo Atmowiloto
Sumber djvu : syaugy_ar
Final Edit & Ebook oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
http://cerita-silat.co.cc/ & http://kang-zusi.info/

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/

Daftar Isi

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/

Sinopsis
Ito yang memperkenalkan Joko kepada kawankawannya. Memang dulunya Joko kakak kelas Ito
Sekarang Joko sudah keluar. Katanya bekerja di kapal.
Karena Itu selalu banyak duitnya sehingga mampu
mentraktir bakso semua temannya Sekenyang perut
mereka.
Sebenarnya Ito mencurigai Joko. Darimana ia
memperoleh uang sebanyak Itu? Kalau bekerja di kapal,
kenapa tiap hari ada di Kota Kita, di darat? Pak Jumingun
pun penjual bakso di kantin sekolah Itu, lama mencurigai
Joko. Tapi, filsafat tukang-tukang warung lainnya yang
sederhana, asal warungnya laku.
Lain dengan Ito, Ia mencurigai Joko pengedar obat
terlarang, narkotik. Ia pun khawatir sekolahnya menjadi
pusat perdagangan narkotik. Apalagi sahabat dekatnya,
Amir dan Cici, seperti akan masuk perangkap Joko.
Hanya karena ditraktir baso. Contohnya, Tono. Sebentar
saja dompetnya menjadi tebal, mampu membeli sepatu
mahal segala. Hanya sebulan bergaul dengan Joko.
Ito akhirnya merasa serba salah. Kalu dilaporkan takur
mengorbankan Amir dan Cici. Tetapi Amir dan Cici tidak
mau mendengar nasihatnya. Namun Ito mesti bertindak.
Keselamatan sekolahnya, generasinya, lebih penting dari
pada persahabatannya...
CV ROSDA
Kotak Pos 284
Bandung 40252

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/

1.Joko si Pelaut
Joko mengawasi sekeliling.
Kantin sekolah masih seperti dulu. Bangku-bangku
panjang yang sederhana, serta di beberapa tempat
penuh dengan coretan. Dinding yang dibuat dari papan
tripleks, seperti biasanya, juga penuh dengan tempelan.
Tak bisa dibedakan mana yang baru dan mana yang
lama. Tak bisa dibedakan mana yang perlu dan yang bisa
dilewatkan begitu saja. Semua ada. Menjadi satu.
Pengumuman kemping, seorang yang kehilangan
catatan, harga bakso, poster yang menyelip, serta
komentar-komentar.
Tempat ini akan segera berubah.
Sudah. Seiring dengan bel istirahat yang dipukul
dengan irama musikal dari Pak Jamilun, kantin ini
mendadak saja berubah menjadi pasar.
Semua berebut masuk, semua berebut kursi. Dan
dengan koor pula mereka memesan sama. Bakso.
Minta diberi tambah tulang kalau bisa. Minta kuah
yang banyak. Dan botol-botol kecap, saus, sambal,
berpindah tempat dengan cepat. Hanya satu-dua saja
yang memesan es teler. Selebihnya teh gratis.
Joko memandang semuanya, menyapu seluruhnya.
Tak banyak yang dikenal. Kecuali Ito, si lembut kecil
yang selalu berusaha membetulkan gagang kaca
matanya. Perawakannya lembut, wajahnya sama sekali
tidak mengesankan darah Panjaitan. Cara masuk ke
dalam kantin juga biasa sekali sehingga selalu
diserobot oleh teman lain.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Tok "
"Hai, Jok."
Ito mendekati Joko. Lalu berpaling ke arah Amir dan
Cici yang menemukan tempat di dekat
"tong" bakso begitulah anak-anak menyebut-nya.
Setidaknya ini tempat paling strategis untuk menerima
pesanan pertama kali. Pak Jumingun, pengelola kantin
itu, tak pernah bisa menolak jika ada yang melambaikan
tangan di dekatnya. Siapa yang memesan lebih dulu,
selalu menjadi kacau jika dicegat di tengah jalan seperti
itu.
"Mir, itu Joko yang kuceritakan. Ia kakak kelas saya.
Angkatan pertama lulusan sekolah ini."
Amir mengangkat alisnya. Cici melirik.
"Nostalgia ya?"
Joko melihat ke arah Amir. "Ah, jalan-jalan saja.
Kangen."
Ito menarik kursi tanpa sandaran buat Joko.
Joko duduk, dan terpaksa Ito melihat celingukan
kalau-kalau ada kursi yang kosong. Ada satu di sudut.
Tapi harus hati-hati kalau duduk. Sebab kalau lupa,
goyangan sedikit saja bisa membuat kursi itu lepas
kakinya.
"Ito pernah menceritakan," kata Amir sambil memilih
tahu yang besar tahu yang paling besar dari
persediaan yang ada. "Sekolah di mana sekarang??

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Biasa ...," jawab Joko sekenanya sambil melihat ke
arah pintu. Dari caranya melihat pintu, bisa dipastikan ia
menunggu seseorang.
"Saya baru dengar ada sekolah biasa," sergap Cici
cepat. "Sekolah macam apa itu?"
Joko tak menduga akan menerima sergapan begitu.
Pandangannya beralih dari pintu ke wajah Cici yang
tertawa.
"Apa? Apa tadi?"
"Nggak. Nggak apa-apa," jawab Cici.
"Saya tidak mendengar."
"Baksonya ini, lho ..., ditunggu kok tak datang." Lalu
Cici menggerakkan kepalanya.
Rambutnya yang tergerai di bahu bergoyang bagai
dalam iklan.
"Mana pesanan ..., ingin tidak dibayar atau..
"Sebentar ...,"
kesibukannya.

suara

Pak

Jumingun

di

tengah

Sebenarnya tak ada gunanya menyuruh Pak Jumingun


cepat. Jawabannya selalu sama. Dan itu juga tak
mengubah cara kerjanya. Serba pelan di mata anak-anak
yang tak sabar.
"Joko sudah bekerja," kata Ito mencoba menetralisasi
keadaan. Cici mengangguk. Joko sendiri kembali
memandang ke arah pintu.
"Kerja di mana?"

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Di . . . kapal," jawab Ito sambil membetulkan kaca
matanya.
"Ui . . pelaut nih, ceritanya? Asyik juga. Pelaut kan
banyak duitnya. Hari ini kita bakal ditraktir."
Amir bersungut.
"Cici, selain minta ditraktir ... tak punya permintaan
lain."
"Mir, memangnya kamu menolak kalau ditraktir?"
"Siapa yang mentraktir?"
"Saya," suara Joko mantap sekali. "Kali ini saya yang
mentraktir semuanya. Berapa pun yang kalian semua
habiskan."
Amir menggigit tahu goreng lebih cepat. Dan tangan
Cici sudah terulur ke arah stoples yang berisi peyek.
Seluruh jarinya terkembang dalam stoples, seakan mau
mengambil seluruhnya. Ito, di luar dugaan, malah
berdiam diri. Ia nampak menjadi gelisah. Dan apa yang
dilakukannya ialah membetulkan kaca mata yang sejak
tadi letaknya tetap di situ. Setelah itu jari-jarinya
mencabut pulpen dari saku, dan mengembalikannya lagi.
Amir tidak begitu peduli. Ia mengambil tahu yang
kedua. Mencari cabe yang tidak terlalu pedas.
"Benar, ya?" Cici berusaha meyakinkan.
"Saya belum pernah bohong soal mentraktir Antaran
pertama telah datang. Bakso yang berkepul-kepul karena
panasnya?
"Yang membayar nanti itu . . . "

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Sebentar ...," jawaban Pak Jumingun terdengar tetap
saja nadanya sambil berjalan kembali ke tempatnya
semula.
Joko tersenyum ke arah pintu. Mengangkat tangan.
Cici dan Amir ikut menoleh. Ito masih melihat asap bakso
yang ada di depannya. Di pintu, muncul Tono, ketua
kelas II c. Tidak seperti biasanya, Tono tidak langsung
melangkah masuk.
Malah menoleh kiri-kanan. Seperti tidak kenal dengan
kantin yang lebih didatanginya daripada ruang guru.
"Ikut ditraktir, Ton?"
"Mau juga," kata Tono seraya melangkah masuk.
Karena tak ada lagi kursi yang tersisa, ia berdiri saja.
"Tapi kenalan dulu sama yang mentraktir."
"Saya sudah kenal, kok." Suara medok Tono kembali
terdengar jelas. Kalau tadi seakan tersembunyi, sekarang
kedengaran aslinya.
Tono berputar, mendekat ke arah Joko. Bersandar ke
dinding, Joko menatap Tono. Tono berbicara perlahan
sekali. Sedemikian perlahan-nya sehingga Joko sendiri
tidak mendengarnya.
"Apa, sih, kok bisik-bisik?"
"Ci, urusi bakso itu. Ini soal rahasia," kata Tono sambil
mengedipkan matanya. Kalau ini terjadi di hari lain, Cici
akan mengomentari bahwa Tono mulai genit. Tapi bakso
hangat bisa mengganti keinginan yang lain. Apalagi
karena tadi tergesa, seluruh kuah baksonya terasa
sangat pedas. Atau diam-diam Amir menaruh sambal?

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Tak mungkin juga. Amir
mangkuknya sendiri.

terlalu

sibuk

dengan

"Bagaimana, Ton?" bisik Joko.


"Beres "
"Mau ambil lagi?"
"Ya, tapi jangan sekarang. Jangan di sini."
"Takut amat, Ton?"
Tono menggelengkan kepalanya.
membentuk garis yang lebih panjang.

Bibirnya

rapat,

"Kita harus hati-hati. Tak bisa sembarangan. Kalau


bisa Kak Joko tak usah muncul terlalu sering di sini.
Repot. Kita tak bisa mempercayai sebelum yakin betul."
Reaksi Joko hanya tertawa kecil. Tapi dalam hatinya,
Joko mengakui bahwa Tono sangat hati-hati. Tak salah ia
memilih Tono. Ternyata Tono lebih serius dari yang
diduganya. Tono bukan hanya bisa melakukan kegiatan
secara diam-diam, akan tetapi bisa menjaga orang lain.
Joko merasa aman. Tawa kecilnya berubah menjadi tawa
yang lebih lebar.
"Makan dulu, Ton."
"Saya bisa makan setiap saat, kan?"
Joko menepuk pundak Tono, memberikan kursinya
untuk Tono yang segera duduk. Joko sendiri berjalan ke
belakang. Masuk ke dalam kantin di bagian Pak
Jumingun sibuk mengurusi mangkuk. Kali ini Pak
Jumingun tidak mengurusi mangkuk. Mengurusi buku
tulis yang sudah kusut dan kumal. Buku itulah yang
menjadi pegangan untuk menilai transaksi perdagangan.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Banyak coretan anak-anak yang memberi komentar. Ada
yang menyebutkan sebagai bentuk pembukuan yang
paling tradisional. Ada yang menyebut sebagai buku
rahasia seluruh sekolah. Sebab di situlah Pak Jumingun
mencatat semua kegiatannya yang berhubungan dengan
warung. Siapa makan apa, tanggal berapa, dan belum
dibayar.
Semua siswa-siswi sepertinya pernah
namanya di situ. Termasuk juga guru-guru.

tercatat

Tetapi catatan itu juga ditinggal di situ begitu saja.


Kadang, atau sering, anak-anak sendiri yang menuliskan
di situ. Dalam hal ini memang berlaku hukum saling
mempercayai. Pak Jumingun dengan mudah dikecoh.
Tiga tahu satu tempe saja ditulis satu. Atau bahkan
bukan menambahi tulisan, malah mencoret. Bisa saja itu
terjadi.
Akan tetapi, di luar itu semuanya, Pak Jumingun
seakan menyadari bahwa hal Itu tak akan mengurangi
kegiatannya. Tak mengurangi usahanya. Dan sebenarnya
memang tak banyak yang melakukan itu. Kalau pun ada
satu-dua, yang berbuat seperti itu karena iseng saja.
Joko merebut catatan dari tangan Pak Jumingun.
"Shit," katanya dalam bahasa Inggris seperti yang
dihafalkan dalam film ketika tokoh penjahat memaki.
"Dari dulu catatan seperti ini. Bagaimana usaha bisa
maju kalau pembukuannya seperti ini?"
Pak Jumingun berdiri, tak menggubris Joko.
Ia melayani pembeli yang lain.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"He, Pak. Dan pembukuan ini mana bisa diketahui
untung berapa rugi berapa. Semuanya. aha ., siapa ini
yang berutang rokok lima batang?"
Pak Jumingun berbalik. Buku itu ganti direbutnya.
"Jangan membuka rahasia orang."
"Sori, Pak."
"Sori juga boleh," jawab Pak Jumingun tanpa
menyadari apa yang dikatakan. Baginya, bekerja di
kantin suatu sekolah membuatnya bertemu dengan
banyak istilah yang tak dipahami benar. Itu tak menjadi
soal benar baginya. Toh kadang mereka malah tertawa
mendengarnya.
"Maju, Pak?"
"Ya, pokoknya bisa buat makan anak dan istri.
Namanya juga usaha. Ya sedapatnyalah."
"Tadi ada catatan mau belanja rokok. Sudah apa
belum?"
"Susah. Sekarang zaman susah. Kata orang lagi resesi,
lagi ambruk ekonomi. Jadi cari uang kontan susah. Apaapa naik semua. Ya agak susah jadinya."
"Kalau apa-apa naik, Pak Jumingun tinggal menaikkan
harga. Apa susahnya? Begitu kan hukum ekonominya?"
"Sebentar ..., begitu yang diajarkan di sekolah. Tapi,
kan, tidak begitu di sekolah ini. Nyatanya harga bakso
jadi seratus rupiah saja, saya diprotes ramai-ramai. Cici
itu yang memelopori. Malah Cici bikin rincian kalau dijual
tujuh puluh lima semangkuk, masih ada untungnya. Saya
pikir, mungkin Cici yang lebih pantas jualan bakso . . . "

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Apa? Jangan ikut sertakan nama saya," teriak Cici
masih kepedasan. Namun selebihnya sibuk sendiri. Tak
peduli apa yang dibicarakan antara Joko dan Pak
Jumingun. Meskipun justru sebenarnya yang dikatakan
bagian yang menyenangkan.
"Cici juga pintar. Meskipun harga tujuh puluh lima
rupiah semangkuk, kalau beli separuh tetap lima puluh
rupiah. Benar juga. Kan lebih banyak yang membeli
separuh. Bakso kecil di sini lebih laku."
Bagi Pak Jumingun, ini persoalan yang rumit.
Sebab kalimat penyambung di bagian ujung masih
memperlihatkan kecemasan.
"Tapi kalau mereka minta bakso kecil, bijinya minta
tiga. Yaaaa, serba repot."
Joko memandang Pak Jumingun. "Khusus untuk hari
ini, harga semangkuk kembali seratus rupiah. Saya yang
membayar. Kontan."
"Sebentar ..., eh, boleh-boleh. Kalau mau dibayar
seratus rupiah. Saya tidak memaksa.
Joko mengeluarkan
semuanya."

duit.

"Nah,

hitung

sendiri

Pak Jumingun sering melihat uang. Tapi tidak seperti


yang berjubel di saku Joko. Yang dengan enteng sekali
mengambil sebagian dan memberikan begitu saja, serta
memasukkan yang lain secara sembrono. Bagaimana
kalau jatuh?
"Itu duit bener, Pak."
"Ya .. kayaknya duit bener."

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Eee, jangan macam-macam, Pak. Kalau Pak
Jumingun bilang itu duit palsu, Bapak bisa ditangkap
polisi. Masak uang sah dibilang palsu."
"Seperti duit Jepang saja di saku itu."
Joko
tertawa
lebar.
Kentara sekali rasa bangga
memompa
isi
dadanya.
Apalagi seluruh kantin jadi
melihat ke arahnya dengan
perhatian penuh.
Dengan
sorot
mata
kagum, tetapi sekaligus juga
heran. Joko menikmati.
"Zaman dulu, duit Jepang
tidak laku. Kalaupun laku,
kurang berarti. Tapi zaman
sekarang,
duit
Jepang
lakunya keras. Satu duit
Jepang sama dengan lima
duit kita. Tahu kurs apa
tidak?"
Suara bel masuk menandai suasana lain lagi.
Suara bel Pak Jamingun, yang teng-teng-teng-teng.,
menjadi pertanda siklus perubahan dalam kehidupan
anak-anak sekolah. Sepotong besi yang dipukul setiap
kail dalam seharinya, mempunyai banyak makna bagi
siswa siswi. Suatu saat sangat diharapkan kalau
pelajaran menyebalkan. Tetapi saat lain, menjadi yang
sangat menyebalkan. Seperti sekarang ini. Keinginan
untuk menambah kuah tertunda. Tak bisa lain.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Kalaupun digerutui karena memukul bel terlalu cepat,
Pak Jamingun tak menjawab apa-apa. Ia akan
menunjukkan jam gandul yang berada di saku celananya.
"Trims, Jok."
"Yuk."
"Trims, Jok."
"Yuk."
Semua yang ditraktir merasa perlu mengucapkan
terima kasih sendiri-sendiri. Dan Joko dengan sikap
gagah menjawab yuk. Seolah ia tak merasa perlu
memperhitungkan apa yang dihabiskan Amir, Cici, Tono,
Ito. Kalau kedua nama pertama itu segera meninggalkan
kantin, Tono menunggu sampai agak sepi.
"Siang nanti saja. Saat pelajaran selesai."
"Aku sudah bawa barangnya."
"Nanti saja. Di tempat biasa."
Joko mengangguk.
Tono berlalu, sambil melirik ke arah Ito yang masih
berdiri. Nampak kikuk. Ingin mengatakan sesuatu, akan
tetapi melihat masih banyak yang lain. Rencananya lebih
buyar lagi ketika Wati muncul di pintu kantin yang
memang tidak ada daun pintunya. Pandangannya
menyapu ke dalam. Melihat Joko anak asing di sekolah.
Baru sekarang ini Wati melihat Joko. Langsung
hidungnya terangkat ke atas.
"O, ini yang tadi mentraktir Cici?"
"Siapa ini?"

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Kok tidak malu, merayu dengan bakso. Memangnya
tak ada yang lebih mahal dan lebih enak dari bakso?"
Sekilas Joko menemukan suatu keberanian dari Wati.
Dibandingkan dengan tadi yang ditemui, Wati jauh lebih
berani. Cara bicaranya keras, dan langsung. Tidak terlalu
banyak basa-basi.
Kalau merayu jangan di sekolah ini. Malu!"
"Selama saya masih pakai baju, ya, tak perlu malu,"
kata Joko sambil maju. Ia berani mendekati Wati karena
Wati tidak menimbulkan rasa segan.
"Kamu, siapa namamu?"
Wati mendongak makin tinggi. Bel yang sudah habis
gemanya seakan tak menjadi persoalan. Wati tetap
tenang.
"Kamu sendiri siapa? Tukang sensus penduduk? Kalau
bukan tukang sensus penduduk, tak perlu tanya nama."
"Namaku Joko ..."
"Aku tidak tanya. Mau Joko mau bukan Joko, apa
urusanku?"
Dengan sekali gerak, Wati berputar. Meninggalkan.
"Bagaimana kalau istirahat kedua saya traktir?" Joko
mengejar. Ito menghela napas.
Habis sudah kesempatan untuk berbicara secara
khusus dengan Joko.
"Sori. Aku ada urusan sendiri. Aku mengadakan pesta
sendiri. Hidangannya bukan bakso."
"Bagaimana kalau lain kali?"

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Wati berhenti. Selalu terasa sesuatu yang menarik
dalam diri Wati. Tertarik untuk mengalahkan siapa saja.
Kalau tadi ia mendengar pembicaraan bahwa Cici ditraktir
Joko, Wati jadi merasa ditantang. Kalau Cici sampai bisa
ditraktir seseorang, Wati juga ingin mengungguli. Tak
boleh kalah. Itu sudah hukum tak tertulis yang mengalir
dalam darah Wati. Hukum itu pula yang menyebabkan
Wati kadang dinilai terlalu agresif oleh teman-temannya.
Sikap tak mau kalah, tak mau diinjak bayang-bayang
tubuhnya, menyebabkan Wati seperti ingin mencampuri
semua urusan. Kadang ini juga menunjukkan
kemampuannya yang berlebih. Wati memang termasuk
anak yang pandai. Di kelas, nilainya tidak memalukan. Di
atas rata-rata. Kegiatan ekstra sekolah, ia selalu tampil.
Kalau bisa memimpin, kalau tak bisa ia bikin kegiatan
tandingnya.
Kekuatan ekstra dalam tubuhnya seakan mencari
penyaluran.
"Lain kali? Telepon dulu. Sori, acara saya banyak
sekali. Kamu bisa minta tolong Cici kalau mau menulis
surat. Cici tahu alamatku."
Wati berlalu. Ito juga sudah berlalu. Tono sudah pergi.
Joko sendirian. Kembali duduk di bangku kantin, yang
sekarang sepi lagi. Sangat sepi.
Dalam waktu tidak ada setengah jam, Joko mengenal
begitu banyak hal yang menyenangkan.
Hubungannya dengan Tono beres. Bagus, malah.
Dengan Ito, belum menjadi masalah serius. Joko tahu
siapa Ito. Anak satu ini sangat menghargai
persahabatan. Dulu, ketika Joko kelas tiga, Ito baru kelas

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


satu. Mereka sempat berkenalan. Ito, sebagai anak baru,
mengagumi Joko yang pintar main gitar. Ito merasa
senang karena Joko mau mengajari beberapa kunci yang
bisa di-mainkan dengan enak.
Joko sendiri tak menduga bahwa persahabatan yang
kecil-kecilan itu mempunyai arti mendalam bagi Ito.
Itulah sebabnya ketika muncul pertama kembali di
sekolah, Joko memakai jembatan Ito sebagai
penghubung. Walau sebenarnya ia telah kencan dengan
Tono.
Kalau semua berjalan dengan baik ...
"Ini kembaliannya ..."
Joko memandang uang kembaliannya. Tidak segera
bereaksi untuk mengambil. Malah mengeluarkan rokok.
Pak Jumingun
duduk
di
dekatnya,
setelah
membereskan mangkuk-mangkuk dan mengelap hingga
bersih meja.
Enak, ya, jadi pelaut. Banyak duitnya."
"Ah, saya juga sering meninggalkan rumah. Dulu citacita saya menjadi pelaut. Bisa keliling dunia. Melihat laut
luas. Tapi duluuuuu. Sekarang tidak lagi."
"Kenapa dulu tidak jadi?"
"Saya? Saya tak bisa berenang."
Joko tak bisa menahan senyumnya. Tapi melihat
wajah Pak Jumingun serius, senyum itu urung melebar.
"... dan
baksonya?"

gampang

mabuk

laut.

Mau

tambah

"Dari tadi belum makan. Saya tak suka bakso begini."

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Minum saja? Teh? Es teh?"
"Bir."
Pak Jumingun mengangkat alisnya. "Biar ada bir, juga
tak dijual di sini. Bisa mabuk."
"Bir tidak untuk diminum. Untuk cuci tangan," kata
Joko sambil berdiri perlahan.
Mengambil uang kembalian, memasukkan ke saku
tanpa menghitung.
"Saya akan kembali lagi, Pak."
Pak Jumingun mengangguk. Dalam.
Kantin sepi.
Pak Jumingun sendirian. Melihat catatan di buku yang
kusut. Hari ini banyak yang dicoret.
Setidaknya tidak tambah bon yang baru. Beberapa
tanda tanya muncul di dalam hatinya. Apa benar Joko itu
mencuci tangan saja pakai bir?
Lalu mandinya pakai anggur? Betapa enaknya anakanak itu. Duit ada. Keperluan bisa terpenuhi.
Sungguh berbeda dengan dirinya. Bekerja keras,
setiap pagi hari hingga sore nanti. Dan benar-benar
bekerja, tidak sekadar duduk dan membaca koran. Selalu
ada yang dikerjakan.
Mencuci mangkuk, mengelap meja, membawa pulang
dan pergi dagangan dari rumah. Di saat seperti ini pun,
ia membantu-bantu membersihkan halaman. Menyapu.
Atau sore nanti mengepel, membantu Pak Jamilun
penjaga sekolah yang telah begitu baik kepadanya.
Tanpa pak Jamilun tak mungkin ia diizinkan membuka

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


warung di sekolah ini. Karena ini sebenarnya jatah Pak
Jamilun. Akan tetapi Pak Jamilun memberikan
kepadanya. Pak Jumingun merasa sangat terima kasih.
Sebagai tanda terima kasihnya ia membantu beberapa
pekerjaan Pak Jamilun, dan menyediakan makan siang
gratis.
Dirinya tak berbeda banyak dengan Pak Jamilun.
Bekerja, dengan otot. Seharian. Tapi hidupnya pas-pasan
saja. Berbeda dengan anak-anak yang dikenalnya.
Berbeda dengan Joko.
Dari mana mereka mendapat uang. Apakah kamar
tidurnya penuh dengan uang sehingga tinggal mengambil
begitu saja?
"Ah, peduli amat memikirkan harta orang lain. Kalau ia
datang dan mentraktir lagi, satu bakso dihargai seratus
rupiah sudah cukup bagi saya. Dan ini bisa terus-terusan.
Tapi ..., ah, kalau ia tiap kali kemari, kapan berlayarnya?"
Pertanyaan yang menggoda hatinya itu tak
mempunyai gema lama. Bagi Pak Jumingun ini bukan
pertanyaan yang merisaukan benar. Hanya berupa
pertanyaan yang tak dijawab pun tak menjadi soal.
Apa urusannya kalau Joko tak bisa berlayar? Apa
urusannya kalau Joko pelaut atau bukan?
Selama masih makan di kantin, seperti tadi, dan
membayar kontan, Itu sudah lebih dari cukup baginya.
Itulah kenyataan.
~dewi-kz~

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/

2. Razia di Kelas
Pertanyaan sama, akan tetapi reaksi bisa berbeda.
Bagi Pak Jumingun, pertanyaan siapa Joko tak
membuatnya berpikir jauh. Bagi Ito, lain jawabannya.
Justru karena ia tahu jawabannya yang pasti. Joko
memang bukan pelaut. Cita-citanya menjadi pelaut
kandas karena kesehatannya tidak memungkinkan. Joko
terlalu banyak keluyuran, sehingga paru-parunya tidak
cukup memenuhi syarat. Jauh sebelum pengujian yang
lain, Joko telah gagal.
Ito tahu presis karena Joko sendiri yang menceritakan.
Namun di depan teman-temannya, Itolah yang justru
berbohong dengan mengatakan Joko seorang pelaut. Ia
tak ingin pembicaraan menjadi panjang. Sebab dirinyalah
yang membawa Joko ke dalam lingkungan sekolah.
Sebenarnya tak menjadi masalah yang memberati
kalau persoalan sampai di situ. Ito merasa bersalah
dengan memperkenalkan Amir dan Cici serta
membiarkan Joko mentraktir mereka berdua. Ada
sesuatu yang membuat Ito mencurigai Joko. Sampai
sekarang belum ada bukti kuat, akan tetapi Ito
mempunyai perkiraan bahwa Joko memperdagangkan
sesuatu yang terlarang. Sesuatu yang terlarang itu
dimasukkan ke dalam amplop. Dan ia menjualkan kepada
orang lain. Joko adalah pengecer obat terlarang.
Atau bahan terlarang. Presisnya apa, Ito hanya bisa
memperkirakan. Bisa jadi daun ganja kering.
Semua ini mempunyai alasan. Secara tidak langsung
Joko pernah mengatakan bahwa sekarang ia terlibat
pekerjaan terkutuk. Joko sendiri menganggap itu

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


pekerjaan terkutuk. Tapi ia tak bisa lepas, tak bisa
melepaskan diri. Baik karena ancaman teman-teman
sekomplotan maupun karena hasilnya memang besar.
"Kamu tak usah ikut-ikutan, Tok. Cukup kalau kamu
tutup mulut. Aman bagi siapa pun.
Itu pernah diucapkan Joko.
Itu yang sekarang merisaukan Ito.
Tono sudah berhasil menjadi bayangan Joko.
Joko sudah bisa menguasai Tono dengan baik.
Ini bisa menjalar kepada Amir dan Cici atau yang
lainnya. Bagi Ito, Amir dan Cici soal yang dekat sekali.
Mereka bertiga sering dianggap sebagai inti kegiatan
sekolah. Bahkan inisial nama depan mereka bertiga,
dianggap sebagai inisial resmi mengenai kegiatan sekolah
ataupun di luar sekolah. Walau sebenarnya Ito tidak
seaktif Amir dan Cici dalam berbagai kegiatan. Sebab Ito
lebih mengonsentrasikan diri untuk ujian nanti. Namun
itu
semua
tak
menghalangi
niatnya
untuk
memberitahukan kepada Amir dan Cici. Hanya saja, yang
membuat Ito merasa repot, ia tak bisa berterus terang.
Apa yang akan dikatakan kepada kedua sahabat
kentalnya? Bahwa Joko pengedar ganja? Ia tak punya
bukti kuat. Bahwa Amir dan Cici tak usah kenal dengan
Joko?
Kok lucu,
karena justru Itolah
yang
memperkenalkannya.
Tapi jelas Ito tak bisa berdiam diri.
Saat istirahat kedua, Ito menemui Amir dan Cici. Ito
mengajak mereka ke bagian sudut, dekat tempat Pak
Jamilun.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Aku harus mengatakan kepadamu, Mir, Ci," kata Ito
tersendat. "Kalau tidak memberi tahumu, aku merasa
bersalah."
Amir dan Cici saling berpandangan.
"Kenapa?" tanya mereka berdua secara bersamaan.
"Aku tak bisa menerangkan alasannya, tetapi lebih
baik kalian berdua menjauhi Joko. Aku tak ingin kalian
berdua terseret arus yang kurang baik."
"Tok, kenapa kamu tidak terus terang saja? Kenapa
masalahnya?"
Amir memandang Ito.
Cici memandang Ito.
"Apa salahnya kita ditraktir?"
"Ditraktir saja tidak ada salahnya. Aku pun suka. Akan
tetapi Joko mempunyai kepentingan lain. Pertama kali ia
mentraktir. Kedua mentraktir. Ketiga masih mentraktir.
Lalu keempat ... mungkin kamu akan diajak ke dalam
persekongkolannya. Jangan tanya persekongkolan apa."
Amir menggeliatkan badannya.
Cici bersiap meninggalkan tempat.
"Aku serius."
"Dua rius juga boleh," kata Cici sambil nyengir. "Begini
saja. Kalau memang tak mau memberitahukan, buat apa
kita bicara bisik-bisik di sini? Kenapa tidak mengatakan
terus terang saja? Persekongkolan apa? Perbuatan jahat?
Merampok bank?"
"Lebih jahat dari itu."

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Wuiii, lebih jahat dari merampok bank? Merampok
duit setan?"
"Merampok duit setan?" Amir mengerutkan keningnya.
Rambutnya yang rada keriting makin tertekuk.
"Ya, kalau merampok duit setan, selain dimurkai
Tuhan, juga dimusuhi setan."
Ito membetulkan kaca mata yang tak melorot.
"Ci, aku minta kalian serius sedikit. Joko lebih jahat
dari yang kamu perkirakan. Ia akan mengajakmu,
menyeretmu."
"Memang," kata Amir. "Tadi Tono mengatakan kalau
mau makan-makan, sore nanti kita diajak "
"Kamu mau?"
Amir meleletkan lidah. "Tok, kalau kamu diajak makan
gratis, apakah kamu akan menolak?"
"Tolong carikan alasan yang baik kalau bisa," tambah
Cici.
"Baiklah, kalau keputusan kalian berdua memang ingin
makan-makan tak bisa dihalangi, aku hanya berpesan,
jangan terlibat di dalam kegiatannya. Suatu kali kalian
berdua tak mempunyai tempat untuk menyesali. Itu
saja."
Ito berbalik dengan cepat.
Cici menyertai.
"Apa sebenarnya yang menjadi masalah?"
"Joko, besar sekali kemungkinannya menjadi pengedar
ganja. Dan kalian akan dijadikan agen atau pengecer."

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Cici terbatuk.
"Selama ini ia tak akan mengatakan hal itu."
"Mungkin nanti malam akan mengatakan."
"Kalau aku tak mau? Kalau aku hanya mau makanmakan saja?"
"Kamu tak bisa menolak. Godaannya terlalu besar." Ito
memandang ke arah Amir yang mendekati dengan
langkah seperti sudah menjadi gaya Amir, kedua tangan
terayun-ayun.
"Kalau ia menjadi pengedar ganja, atau apa saja
namanya, kenapa tidak kamu laporkan ke polisi saja,
Tok?"
"Kamu tak tahu, Mir. Masalahnya tidak se-sederhana
itu. Komplotan ini punya jaringan yang luas. Dan Joko,
biar bagaimana, adalah teman baikku. Menangkap Joko
sekarang tak banyak artinya. Tapi membiarkannya saja,
mangsanya semakin besar. Dan kalian berdua, sahabatku
sendiri yang menjadi korban berikutnya."
Ito menatap kedua sahabatnya dengan tatapan mata
dingin. Sorot akrab selama ini tak kelihatan.
"Aku sudah mengatakan semua, Mir."
Amir mengangguk seakan dibuat-buat. Ia berjalan
sendirian lebih dulu.
"Ke mana, Mir?"
"Ke kakus, Tok. Mau ikut? Buat mengosongkan perut.
Agar nanti malam bisa makan banyak."
Belum pernah Amir
sekarang.

sengaja menantang seperti

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Cici menggerakkan rambutnya dengan tangannya
yang digunakan sebagai sisir.
"Kamu juga, Ci?"
"Tidak, jawab Amir. "Cici akan mencari kera."
"Mencari kera?"
"Ya. Kera kan pintar
menyimpan makanan di pipi.
Cici akan belajar cara itu.
Untuk nanti malam juga."
Cici tertawa, bersamaan
dengan Amir.
Ito justru merasa sakit.
Mereka berdua dianggap
sahabat paling dekat. Akan
tetapi begitu menganggap
enteng persoalan. Malah
setengah bercanda! Kalau
bukan Amir dan Cici, Ito tak
akan serisau ini. Tak akan begitu bimbang untuk
melaporkan atau tidak.
Tetapi kini Ito mempunyai kekuatan baru.
Bagaimanapun ia tak bisa membiarkan ini semua.
Tak akan pernah! Walau untuk itu semua harus
dibayar mahal persahabatannya dengan Amir dan Cici
menjadi berantakan. Mungkin mereka tak akan seakrab
dulu lagi. Justru sebaliknya.
Aku sudah berusaha memberi peringatan, kata ito
dalam hati ketika kembali ke kelasnya. Bukan salahku
kalau mereka nekat dan menerima akibatnya. Ah, sayang

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


sekali, Amir, Cici, Tono terlalu polos. Teman teman yang
baik, jujur dan tanpa prasangka. Karena perangkap
bakso saja mereka jadi baik dengan Joko. Dan Joko
mempergunakan mereka untuk menjual ganja kering
dalam amplop. Benda paling terkutuk! Itu semua hanya
setengah langkah kecil. Mereka berdua akan jadi
pecandu juga. Jika Itu terjadi, neraka yang ada. Neraka
yang sebenarnya bisa dihindari!
Sampai larut malam, Ito masih bolak-balik dengan
kecemasannya. Salah satu keputusan harus diambil.
Menghentikan kegiatan Joko. Apa pun akibatnya. Cara
satu-satunya menghentikan adalah dengan tindakan,
karena kata kata tak lagi menghentikan. Kemungkinan
yang lain membiarkan saja, sampai mereka sendiri
ditangkap.
Tapi Ito berpikir bahwa dengan membiarkan mereka
terjebak lebih jauh, bahayanya lebih besar.
Amir, kamulah sahabatku yang dekat. Juga kamu, Cl.
Tapi apa sebenarnya arti persahabatan? Apakah
persahabatan berarti harus membenarkan apa yang
dianggap keliru? Apakah nilai persahabatan untuk
menutupi kebenaran?
Kurasa bukan. Justru sebaliknya. Kebenaran yang
harus ditegakkan. Dan dan sinilah persahabatan itu
terjalin. Dari sini inilah persahabatan itu ada maknanya.
Bukan karena grup, lalu semua tindakan bisa dibenarkan.
Bukan karena setia kawan, lalu kesalahan ditolerir.
Aku
bicara padamu,
sahabatku. Bahwa ini
menyakitkan sekali, apa boleh buat. Aku pun sakit
melihatmu. Aku lebih sakit. Tetapi aku harus berbuat
sesuatu. Semata-mata demi kebaikanmu, kebaikan kita

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


bersama. Maafkan aku sahabatku, kalau ada yang perlu
dan bisa dimaafkan.
Kalimat demi kalimat tersusun dalam benak Ito.
Tadinya akan disusun dalam bentuk surat.
Tapi urung sendiri niatan itu. Bisa-bisa jadi bahan
tertawaan. Kalaupun ditulis sebagai puisi seperti
kebiasaan selama ini jika ada masalah-masalah berat
belum tentu menangkap maknanya dengan jelas. Katakata, surat, puisi, dalam hal ini tak banyak mengubah.
Yang diperlukan adalah tindakan!
Ito merasa mantap setelah malam itu berdoa secara
khusyuk. Mantap sekali: melapor kepada Kepala Sekolah.
Namun, ketika pagi hari sampai di sekolah, timbul
kembali kebimbangan. Rasanya tak tega melihat Amir,
Cici, Tono dan sebagian kawan-kawannya mendapat
hukuman dari Kepala Sekolah. Bahkan bisa jadi hukuman
terberat.
Sampai dengan skorsing tidak boleh mengikuti
pelajaran. Berat, alangkah beratnya. Bukan hanya tidak
boleh mengikuti pelajaran saja, akan tetapi efek yang
lain. Orang tua terlibat, jadi mengetahui. Semua teman
yang ada akan membicarakan dari mulut ke mulut.
Benar-benar pukulan batin yang berat. Akan tetapi, Ito
kembali mempertimbangkan, bahwa itu semua masih
lebih baik daripada berurusan dengan polisi.
Yang berarti bisa lebih tak tertanggungkan lagi!
Ito merasakan isi perutnya bolak-balik. Antara dua
pilihan. Belum pernah sepanjang hidupnya merasakan
sulitnya mengambil keputusan seperti sekarang ini.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Sewaktu istirahat, Ito menyendiri. Tetapi telinganya
seperti mendengar kemeriahan pesta traktiran di kantin.
Kini yang menjadi pusat perhatian adalah Tono. Ya, kini
bukan lagi Joko, melainkan Tono. Tono sudah
menggantikan posisi Joko. Tono bisa mentraktir, bisa
ber-bangga, bisa ngomong sesukanya. Tanpa merasa
bersalah.
"Jatah kita
bersemangat.

berapa

mangkuk,

Ton?"

kata

Cici

"Jatah kalian semua adalah kekuatan perut kalian


masing-masing. Selama masih kuat, tenggak saja. Yang
menghalangi hanyalah apakah tong Pak Jumingun ini
masih ada isinya atau tidak."
Pak Jumingun menghela napas.
"Ton, kamu bilang tong boleh. Kamu bilang tempat
sampah, saya bolehkan. Asal dibayar. Asal laku.
Semangkuk seratus rupiah."
Pak Jumingun melanjutkan menghela napas gembira
sehingga panggilan Wati yang sudah diulangi dua kali tak
disahuti.
"Pak Jumingun! Baksonya tambah!"
"Sebentar ..."
Pak Jumingun membawa mangkuk baru.
"Ini ..."
"Saya minta bakso saja. Bukan mangkuk baru. Ini kan
masih bisa. Bagaimana ini?"
"Yang ini dituang kan bisa."

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Tangan Wati bergerak. Kuah yang siap dipindah
terhenti.
"Saya tidak mau tambah kuah. Cuma baksonya.
Bagaimana Pak Jumingun ini? Ngelapor melulu."
"Ngelapor apa pada siapa?"
"Ngelapor itu artinya ngelamun porno. Ia, kan?"
Pak Jumingun dengan hati-hati menuangkan bakso
yang diminta Wati. Tak mendengar tawa yang lain.
Menertawakan Pak Jumingun yang dijebak dengan
permainan kata-kata oleh Wati.
Di sebelah, Cici juga minta tambah.
"Mau dibilang tong ya boleh, tempat sampah ya boleh,
dibilang porno ya boleh.
"Pak Jumingun, saya juga membayar seperti Wati ..."
"Sebentar ..."
"Hui ..., sebentar melulu. Ada rezeki nomplok jadi
bingung." Cici tak sabar membawa mangkuknya sendiri
"Tadi malam mimpi apa, Pak, kok baksonya bisa
diborong?"
Dengan segala wajah polosnya, Pak Jumingun
mengingat-ingat apa yang dimimpikan malam harinya.
"Cepat. Kok malah diam saja."
"Ia ... ya ... Saya mimpi apa? Orang semalam saya
tidak tidur."
Ucapan polos ini disambut dengan sigap oleh Wati.
"Tuuuu, Pak Jumingun porno, kan? Tidak tidur, lalu
kenapa?"

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Sebentar ..."
"Jangan menghindar!"
"Lho, kalian semua ini mau porno apa mau bakso?"
Karena kata-kata ini diarahkan kepada Wati, yang
bersangkutan kaget bagai kena sengat.
"Eeee, jangan sembarangan ngajak porno saya, ya?"
Hengki, setelah secepatnya menelan bakso, berkata
dengan suara cukup keras. "Pak Jumingun terlalu berani.
Wati lagi mengharap kedatangan Joko, bukan Pak
Jumingun.'
Wati mengeluarkan suara mengejek. "Joko yang
mana? Joko yang itu? Oho, kalian semua boleh menjadi
saksi. Seribu Joko boleh datang mengharap Irawati,
tetapi seribu Joko pula yang bakal kecewa. Jangan
datang kalau tak mau kecewa."
"Hari ini Joko memang tidak datang," kata Tono
perlahan. "Tapi ia kirim salam kepadamu."
"Huh!"
"Huh. Baiklah, kalau begitu nanti saya bilang sama
Joko, bahwa kamu menjawab dengan huh"
"Huh Saya tidak menjawab dengan huh."
"Baru saja."
"Saya huh sendiri,"
"Jadi apa jawabanmu kalau nanti Joko bertanya?"
Cici menahan tawa kecilnya. "Akhirnya tuan putri
guncang hatinya, bingung jadinya."

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Amir tak mau ketinggalan: "Wat, kalau bingung dan
guncang cari pegangan saja, biar tidak jatuh. Nih,
pegangan mangkuk saja."
"Hei, beraninya main keroyokan. Kok ngomongnya
sembarangan semua. Baru ditraktir bakso saja sudah
pada mabuk."
"Jadi apa jawab saya, Wat?"
Wati bimbang juga. Kalau menurutkan kesombongannya, ia bisa tetap tinggi hati. Tapi bisa jadi Tono
menyampaikan apa adanya. Bisa repot. Kan sekarang ini
hanya dirinya yang dikirimi salam.
Bukan yang lainnya. Bukan Cici, bukan Emi, bukan
Utami.
"Jawab saja ..., apa, ya? Nanti disangka saya
sombong. Cuma dikirimi salam saja tak mau menjawab,
Bilang saja salam balik."
Koor tawa menggema.
Hengki meletakkan mangkuknya. "Heran. Tono beraniberaninya bilang dapat titipan salam dari Joko. Kapan
Tono ketemu Joko?"
Amir menyenggol Hengki. "Cemburu, Heng? Merasa
kalah saingan dengan Joko?"
"Ah, kamu, Mir. Kalau aku yang cemburu masuk akal,
sebab aku dekat dengan Wati Tetapi kalau kamu yang
mengurusi kecemburuan, jangan-jangan kamu yang
cemburu."
Satu kalimat dari Hengki sudah mampu membuat
wajah Amir berubah menjadi merah.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Meskipun belum semerah saus, tapi sudah mirip
kerupuk udang kalau saja di kantin itu dijual kerupuk
udang.
"Saya memang cemburu. Iri."
"Kok baru mengaku iri sama Wati?"
"Saya iri sama Wati. Sebab sekarang ini Wati, kalau
makan bakso, cepat dan banyak."
Kembali suasana riang gembira lepas. Di antara saus,
kecap, cuka," sebentar..." dan saling menimpali. Hanya
Cici yang kelihatan kurang menikmati. Pandangannya
menyapu keliling kantin, menyapu ke arah luar melewati
dinding kawat.
"Mir ..."
Amir mendekatkan telinga ke Cici.
"Mana Ito?"
"Aku tak melihatnya sejak tadi."
"Tadi aku justru melihatnya. Di ujung sana. Sekarang
tidak kelihatan.
Tono ikut menunduk.
"Ito bisa tega dengan kita.,"
"Apa kira-kira yang akan dilakukannya?"
"Apa lagi kalau bukan ..."
Ketiganya berpandangan. Saling berpandangan. Wati
jadi sebal.
"Seperti anak kecil saja main bisik-bisik! Kampungan!"

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Justru karena ingin menjengkelkan Wati, Hengki ikut
berbisik: "Setega-teganya Ito, ia tak akan mencelakakan
kita."
"Tidak. Kecuali kalau Ito ingin menjadi pahlawan."
Suara Tono kedengarannya lebih dipengaruhi kekuatiran.
"Saya tak tega mencurigai Ito," kata Cici.
"Tapi siapa tahu ia ingin namanya diabadikan menjadi
salah satu nama ruang di sekolah kita?"
"Kita tak perlu mencurigai Ito."
"Bukan begitu, Mir. Soalnya, kalau kita salah
melangkah, bisa buyar semuanya. Kewaspadaan dan
jaga jaga selalu perlu. Kata Joko juga begitu."
"Kalau begitu kita perlu strategi," kata Cici.
"Apa?"
Cici melihat sekeliling.
"Ngomong-ngomong saja. Kalian pakai strategi
tertentu belum tentu Joko senang sama kamu, Ci." Dari
suaranya Wati masih menganggap yang menjadi
persoalan soal Joko.
"Ton ..., kamu awasi Ito. Kalau ketahuan ke mana,
kita atur strategi ..."
Tono mengangguk. Cepat sekali ia berbalik dan
menuju ke luar. Berbaur dengan yang lainnya.
Mengawasi segala penjuru dari sekolah.
Tono, sebagai ketua kelas II c, mempunyai kelebihan
lain. Dengan serta-merta pandangan-nya tertuju ke
ruang guru Karena sangat boleh jadi Ito menuju ke sana.
Apa yang diduganya meleset. Tapi justru Itu yang

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


membuatnya lebih kuatir. Karena Ito tidak menuju ke
ruang guru ... melainkan ke ruang Kepsek. Ruang Kepala
Sekolah! Tembak langsung!
Tono terbatuk.
Berarti ini harus ... Tapi, apa yang dilakukan Ito di
dalam? Apakah ia mempunyai keberanian untuk
berbicara kepada Kepala Sekolah? Pak Rakhmat memang
bisa akrab dengan siswa-siswi.
Namun, tetap saja angker.
Ito juga merasakan kebimbangan Itu. Kalau tidak
nekat, tangannya tak akan berani mengetuk pintu Kepala
Sekolah. Hatinya menciut setelah tak ada jawaban atau
perintah masuk. Ito menunggu. Mengetuk lagi. Tak ada
jawaban. Ito membuka pintu dan langsung masuk ke
dalam.
Ruang Kepala Sekolah sebenarnya sama saja dengan
ruang yang lainnya. Sama saja dengan ruang guru.
Bedanya, ruang Kepala Sekolah lebih sempit.
Kalaupun lebar, ruang itu telah menyebabkan Ito
makin terhimpit. Ia maju selangkah dua.
Pak Rakhmat duduk di kursinya, seperti biasa.
Yang tidak biasa adalah di depannya ada Bu Ari, Ibu
Guru Pembimbing. Tidak terlalu mengherankan kalau Bu
Ari membawa dagangannya. Ada saja dagangannya yang
bisa ditawarkan. Mulai dari batik sampai peralatan rumah
tangga. Yang sedang dipegang dengan kedua tangan ini
pun kain batik. Pak Rakhmat memperhatikan selintasan
saja.
"Ini juga bisa dicicil, Pak."

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Kalimat Bu Ari yang memuji dagangannya terhenti
karena pandangan Pak Rakhmat tertuju kepada yang
lain. Pak Rakhmat tegak duduknya, dengan punggung
lurus. Di balik kaca matanya yang indah, terasakan
kewibawaan dengan sorot pandang langsung dan suara
berat.
"Ya?"
"Maaf, Pak. Saya masuk kemari. Tadi saya sudah
mengetuk pintu."
Pak Rakhmat mengangguk. Tak sehelai pun
rambutnya yang hampir semua putih ikut bergerak. Rapi
sekali sisirannya.
Saya boleh langsung bicara, Pak?"
Pak Rakhmat mengangguk. Kedua geraham-nya tetap
terkatup.
"Ada sesuatu yang akan saya laporkan kepada Bapak.
Sesuatu yang mengancam sekolah kita."
Dagu Pak Rakhmat sedikit miring. Itu tan-danya ia
memperhatikan dengan sepenuh perhatian. Bu Ari
membereskan dagangannya. Melipat kembali dengan
baik. A da pintu samping yang menghubungkan ke ruang
guru. Tapi Bu Ari tidak segera beranjak meninggalkan
tempat. Ingin tahu apa yang dikatakan Ito.
"Duduk, Tok."
Ito duduk. Berdampingan dengan Bu Ari.
Buku-buku di tangannya ditekuk.
"Bagaimana, Tok?"

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Pancingan keberanian yang mengena. Pak Rakhmat
sebagai kepala sekolah tahu betul bagaimana
membangkitkan keberanian anak
didiknya untuk mulai berbicara. Pengalaman mengajar
dan mendidik sudah lebih dari cukup memberikan bekal.
Satu hal yang menjadi kelebihan kepala sekolah yang
satu ini yang dirasakan oleh murid-muridnya adalah
bahwa Pak Rakhmat hafal dengan nama murid-muridnya.
Semua dihafal, dan mengetahui perbedaan satu dengan
yang lainnya. Ini bisa ditandai kala menegur.
"Bagaimana, Tok, sudah ada puisi yang baru?" Terus
terang ini membuat Ito merasa senang dan sekaligus
bangga. Ia bukan cuma dikenal sebagai salah seorang
murid, tapi juga dikenali dengan nama akrabnya. Itok,
pakai k.
Juga dikenali bahwa Ito suka menulis puisi.
Kepada Amir, Cici, Tono, Eka, Joni, atau bahkan yang
tak dikenali oleh sesama siswa pun Pak Rakhmat bisa
mengetahui.
Penampilan Pak Rakhmat dekat dengan anak didiknya.
Ada saat-saat Pak Rakhmat bercerita, mengajak bicara
tidak hanya soal-soal sekolah.
Dengan cara yang akrab. Namun, itu tidak
menghalangi kalau Pak Rakhmat murka. Bagi Pak
Rakhmat ada yang bisa untuk bercanda, tetapi juga ada
yang tak bisa ditawar. Soal disiplin sekolah, tak boleh
tidak. Dari sisi ini memang Pak Rakhmat kelihatan
angker. Menakutkan.
"Agak sulit saya mulai bercerita, Pak. Ini menyangkut
teman kita sendiri. Saya tak mau menyebutkan siapa.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Akan tetapi ada di antara teman-teman saya yang
terlibat pengedaran ganja di sekolah ini."
Bu Ari meneriakkan sesuatu. Jidat Pak Rakhmat
berkerut sedikit. Kedewasaan dan penguasaan pada
situasi yang mendadak menunjukkan kelebihannya.
"Kalau begitu sekolah
kita termasuk sekolah
morfinis? Astaga? Siapa,
Tok? Kamu harus berani
mengungkapkannya.
Kalau tidak ..."
Suara Bu Ari dipotong
Pak Rakhmat.
"Kuhargai laporanmu,
Tok.
Kuhargai
keberanianmu. Memang
di sekolah ini ada siswa
dan siswi yang menjadi
semacam
pengawas.
Namun hasilnya baru
dalam
tahap
awal.
Kenakalan kecil-kecilan.
Itu juga perlu diketahui.
Tapi kalau yang kamu katakan benar, kita harus
bertindak. Sekarang. Sebelum itu, saya mau bertanya.
Seberapa jauh pengamatanmu?"
"Saya melihat sendiri ada beberapa teman yang
dipengaruhi."
"Beberapa? Jadi lebih dari satu?" Suara Bu Ari
meninggi kembali.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Mungkin satu-dua atau tiga. Mereka dipengaruhi
menjadi pengedar. Saya belum melihat mereka menjadi
pecandu. Tapi mereka mengedarkan dan mendapat
imbalan besar."
"Kenapa siswa kita yang dijadikan pengedar, Tok?"
"Barangkali karena anak-anak sekolah memakai
seragam, Bu. Biasanya tidak diduga. Dan yang
menyelidiki tak menaruh kecurigaan."
"Benar juga. Pintar juga mereka ini."
"Apa saran kamu, Tok?"
"Pak Rakhmat pasti lebih mengetahui. Satu-satunya
cara adalah menemukan bukti. Dan ... terserah Bapak
bagaimana penanganan selanjutnya."
Bel masuk terdengar.
Pak Rakhmat mengangguk.
Ito berdiri.
Bu Ari ikut berdiri. "Ini masalah serius. Saya sendiri
yang akan bergerak."
Pak Rakhmat ikut berdiri. Melangkah ke samping.
Membuka pintu penghubung ke ruang guru.
Para guru melihat ke arah Pak Rakhmat, seperti ketika
Pak Rakhmat melihat Ito yang baru masuk tadi.
Tenang, pelan, tetapi mantap Pak Rakhmat berjalan
menuju pintu. Menutup rapat. Lal mengambil salah satu
tempat duduk. Guru-guru yang lain segera mengambil
tempat duduk di kursi yang paling dekat. Semua guru
yang ada mengelilingi Pak Rakhmat.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Saya minta perhatian. Ito baru saja melaporkan
bahwa di sekolah kita ada yang menjadi pengedar ganja.
Laporan ini harus kita terima dengan kepala dingin. Tak
perlu overacting, tak perlu keladuk, tak perlu berlebihan.
Tapi juga tak bisa dibiarkan. Salah satu cara
mengantisipasi
adalah
dengan
mengadakan
penggeledahan.
Saya minta semuanya menggeledah ke kelas masingmasing di mana Bapak dan Ibu mengajar. Geledah dari
isi tas, isi saku. Tindakan mendadak ini pasti tak mereka
duga.
Apa pun hasilnya, kita mengadakan pertemuan lagi di
sini. Kita korbankan jam pelajaran yang sekarang. Untuk
menjaga kejadian yang lebih berat. Pada masalah siswa
saya, saya masih bisa berpikir kalau mendengar mereka
berkelahi, atau nakal. Tapi soal ganja, obat bius, atau
apa saja, saya tak akan kompromi."
"Saya kira kalau Ito yang memberi laporan, ia bukan
anak yang sembarangan." Suara Bu Rum memberi
penekanan persetujuan apa yang diputuskan Pak
Rakhmat.
"Terima kasih, dan kita mulai . . . "
Pak Rakhmat berdiri pertama kali, membuka pintu.
Semua guru menyadari bahwa sesaat itu wajah Pak
Rakhmat menjadi keruh. Muram, berat. Pakaian dinasnya
terasa lebih kaku dan mengganggu. Bu Ari paling
merasakan perubahan kesan itu. Belum setengah jam
yang lalu, Pak Rakhmat masih bercerita banyak
mengenai batik, mengenai perdagangan, mengenai
kehidupan rumah tangga. Diselingi tawa. Tapi begitu Ito
masuk dan memberi laporan, segalanya berubah.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Saya akan membantu kelas yang memerlukan
bantuan," kata Bu Ari. "Karena sebenarnya saya sudah
tidak mengajar lagi pagi ini."
Pak Rakhmat mengangguk pendek. Tanpa tambahan
gerakan.
Guru-guru keluar dari ruang guru, satu per satu.
Tegang langkah dan gerak kakinya. Bunyi sol sepatu
sangat keras menekan. Gemanya terpantul kembali. Bu
Ari, Pak Jasman, Pak Budi, disusul Bu Rum.
Rambutnya nampak menjadi lebih ikal. Bu Rum
memang paling terlihat kecemasannya. Jari-jari
tangannya saling mendekap. Gelisah. Masuk pintu kelas
II c, tak setitik pun menunjukkan senyuman.
Anak-anak kelas II c sudah hafal. Jika ada ulangan, Bu
Rum kelihatan lebih galak dari biasanya. Kelas tenang.
Anak-anak sudah menyiapkan kertas kosong, pena, dan
kertas buram untuk menghitung angka-angka. Pensil,
karet penghapus, garisan, juga siap. Kalau Bu Rum
mengadakan ulangan, tak akan ada izin untuk meminjam
milik teman. Semua kegiatan yang tak ada hubungannya
dengan mengerjakan ulangan, tidak akan diberikan.
"Persiapkan dirimu sebaik mungkin, juga tentang
peralatan. Saya tak mau melihat ada yang pinjam ini
pinjam itu."
Begitu kalimat hafalan yang diperkenalkan dulu.
Kali ini Bu Rum berada di tengah kelas. Pandangannya
tajam menyapu seluruh isi ruangan.
"Kali ini ulangan diundur . . . "

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Detik sunyi tak lama. Hengki bersorak, diikuti oleh
seluruh kelas. Seakan mereka menjebol ketegangan
sebelumnya.
Bu Rum masih tetap kelihatan angker. "Semua berdiri
di samping meja."
Kini kegembiraan berubah menjadi tanda tanya. Bu
Rum kalau memberi perintah dengan kalimat pendek.
Jelas. Tapi susah dimengerti, utami yang telah
menyiapkan diri penuh, jadi bertanya-tanya. Dan yang
ada di benak Utami masih soal pelajaran dan ulangan.
Apakah kali ini akan diadakan ulangan sambil berdiri?
Semua anak kelas II c berdiri di samping meja.
"Hari ini saya akan melakukan pemeriksaan.
Tinggalkan semua barang kalian di kelas. Apa saja
tinggalkan di kelas. Sekarang keluar satu per satu. Mulai
dari Utami."
Utami berjalan, keheranan, menuju pintu keluar. Bu
Rum menyuruh berhenti. Pandangan matanya masih ke
seluruh kelas. Sedikit gerak mencurigakan bisa membuat
Bu Rum tegas mengawasi.
"Utami, keluarkan isi saku."
Utami mengeluarkan isi saku atas. Hanya sebuah karet
gelang. Bu Rum memeriksa saku rok. Kosong. Lalu
menyuruh Utami melangkah
keluar.
Sementara
memeriksa Utami, Bu Rum tetap menguasai sekitar.
Emi mendapat giliran kedua. Juga diperiksa dengan
teliti. Lalu siswi lain yang berada di barisan depan. Satu
demi satu. Hengki, Tono, Andi, maju. Amir memandang
ke arah Cici. Keduanya saling melempar senyum dengan

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


sembunyi. Seakan saling maklum. Sementara itu
memang tak ada yang perlu dicurigai dari saku baju dan
rok atau celana. Pada Wati, hanya ketahuan bahwa Wati
sudah menyediakan sontekan yang tak diperhitungkan
orang lain. Di balik kaus kaki, melesak ke dalam sepatu.
Anak-anak
yang
telah
selesai
pemeriksaan
bergerombol di depan pintu. Sebagian terbesar tak tahu
apa yang sebenarnya terjadi. Juga ketika akhirnya pintu
kelas ditutup. Teriakan dan sorakan dari luar, dari
berbagai mulut pintu masing-masing kelas, menyatu
tanpa ada yang menghentikan. Sebab semua guru
sedang sibuk memeriksa tas sekolah. Satu demi satu.
Setiap sudut. Setiap bungkusan kecil dibuka. Tempat
pensil yang berisi pena dibuka. Dompet juga. Tak
ada yang dilewatkan.
Yang paling berdebar adalah Ito. Ia menahan deburan
kegelisahan dengan berjalan masuk ke ruang
perpustakaan. Sebentar lagi akan terjadi peristiwa yang
paling ditakuti. Teman sendiri terjebak.
Ito merasa sedikit lega. Di ruang perpustakaan Itu ada
Utami sedang membaca buku. Selalu, Utami tak pernah
menyisakan semenit pun dengan menganggur. Selalu
membaca buku, mencatat, menulis. Apalagi untuk waktu
kosong seperti sekarang. Dalam benak Utami, saat
sekarang ini adalah saat belajar. Dan harus digunakan
untuk belajar. Kalau guru tak jadi dalang. Utami tetap
saja akan belajar dalam kelas. Sekarang pun Utami lebih
suka menghabiskan waktu di perpustakaan.
Ito duduk dekat Utami. "Baca apa, Ut?"
"Apa saja. Daripada menunggu. Ada pemeriksaan
apa?"

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Kamu anak baik, Ut. Kalau semua anak seperti kamu,
ceritanya akan lain, surga akan penuh."
"Kalau cari buku mengenai surga ... tuh di sebelah
kanan. Itu semua buku mengenai kehidupan baik di
masa depan."
Ito tersenyum.
"Saya sudah menemukan, Ut."
Ganti kini Utami yang heran.
"Saya sudah menemukan. Tanpa melihat buku.
Kehidupan yang lebih, lebih baik. Ya, saya sudah
menemukan."
Utami berdiri. Tak memperhatikan omongan Ito.
Kembali ke kelas karena mendengar keributan di luar
mulai mereda. Ini juga salah satu sikap yang membuat
Utami bisafselalu berkonsentrasi. la tak mau mengurusi
terlalu teliti hal yang dianggap tak begitu penting.
Bahkan jika kemudian masuk ke dalam kelas,
mengetahui ada teman yang dihukum Bu Rum karena
menyimpan sesuatu yang terlarang, Utami tak akan
bertanya panjang lebar. Tidak juga meneruskannya
kepada teman yang lain.
"Razia apa ini? Ada spionase, ya?"
"Bukan. Ini latihan untuk main film," kata Amir.
"Jangan-jangan zaman perang dahulu juga seperti ini."
Semua suara dan komentar terhenti ketika Bu Rum
mengangkat wajahnya. Helaan napas mendahului
kalimatnya. "Saya gembira karena tak ada yang perlu
dicurigai dari kelas ini. Ini pemeriksaan biasa. Kalau

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


kalian tak merasa bersalah, tak perlu gelisah. Sekarang
kita mulai dengan pelajaran biasa."
Sementara itu Wati mulai mengedarkan kertas
bertulisan: Bu Rum kehilangan lipstik, maka semua tas
digeledah. Agaknya Wati masih merasa keki karena
ulangan tidak jadi dan kertas sontekan yang dipersiapkan
ketahuan.
Bu Rum memberikan soal di papan tulis, lalu keluar
lagi. Masuk ruang Kepala Sekolah. Ternyata Bu Rum
datang paling lambat. Guru-guru yang lain sudah
berkumpul.
"Bagaimana, Bu Rum?"
"Kosong," jawab Bu Rum.
"Berarti sekolah kita tak termasuk dalam jalur
pengedaran," kata Pak Jasman. "Tak saya temukan satu
amplop pun."
Pak Rakhmat menggerakkan kaca matanya.
"Saya tak tahu harus sedih atau gembira. Sedih
karena anak-anak lebih pintar menyembunyikan.
Atau seperti Pak Jasman, bergembira karena memang
sekolah kita bersih."
"Jangan-jangan ini hanya khayalan Ito saja."
Bu Arie tak bisa menahan geramnya.
"Bu Arie jangan menuduh begitu. Saya memang akan
berbicara lagi dengan Ito. Akan tetapi kita tak harus
menyalahkan Ito. Juga Bu Arie jangan merasa terganggu
karena menggagalkan acara jual-beli seprei.
Pak Jasman mendengus.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Apa hubungannya jual-beli ganja dengan jual-beli
sprei?" Pertanyaan ini terlontar karena Pak Jasman tak
mengetahui ketika Ito memberi laporan, Pak Rakhmat
sudah menyetujui membeli sprei, tinggal memilih warna
yang cocok.
"Dua-duanya bisa membuat tidur lebih enak," kata Pak
Rakhmat sambil tersenyum. "Hanya sprei lebih sehat.
Kalaupun ketagihan, bukan akibat buruk yang terjadi."
Pak Jasman melangkah keluar.
"Pak Jasman, tolong beri tahu Ito. Saya ingin bicara
dengannya. Saya tunggu di sini. Usahakan agar tidak
terlalu menyolok. Nanti setelah pelajaran terakhir saja."
"Baik, Pak."
Guru-guru yang lain keluar. Kembali mengajar. Tinggal
Bu Arie. Pak Rakhmat juga ikut melangkah keluar.
~dewi-kz~

3. Menjadi Tenaga Pemasaran


Tono mengikuti Ito ketika pelajaran berakhir.
Setelah yakin Ito masuk ruang Kepala Sekolah,
dengan bersiul panjang Tono memasuki kantin.
Melihat kiri-kanan. Amir berjaga di pintu. Cici ikutan
masuk.
"Mana titipan saya, Pak?"
Pak Jumingun mengambil satu bungkusan dari amplop
coklat yang diletakkan begitu saja "Ini."

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Tono mengangkat alis. "Justru dengan meletakkan
sembarangan, tak ada yang curiga," bisiknya kepada Cici.
"Bukan hanya itu. Siapa yang menyangka kantin ini
menjadi tempat penampungan?"
"Guru-guru dan Ito masih harus bekerja lebih cerdik
kalau membongkar kita."
Tono memandang Pak Jumingun.
"Besok, penuhi tong bakso itu. Kita semua siap untuk
menguras isinya."
Pak Jumingun tak bereaksi.
"Tidak percaya kalau saya yang bicara?"
"... yah.. .bagaimana besok saja." Suaranya tanda ada
menyesal. Tanpa nada bangga. Biasa saja. Itulah
kelebihan pak Jumingun mungkin sekaligus juga
kelemahannya. Ia sama sekali tak peduli akan datangnya
sesuatu yang mengejutkan.
Dan juga tidak menjadi terkejut karenanya.
Tono, Amir, Cici keluar dari kantin, menuju ke tempat
sepeda. Tono melihat sepeda Ito masih berada di
tempatnya.
"Agak seru juga pembicaraan di dalam," kata Tono.
"Mungkin Ito akan menerima penghargaan," kata Cici.
"Penghargaan apa? Ide untuk merazia dalam kelas
sudah jelas gagal total."
"Penghargaan dari kita. Karena Ito, kelas kita tak ada
ulangan dari Bu Rum. Bukankah itu boleh dipuji dan
dihargai?" Tono tertawa lepas.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Mir, aku akan kontak kamu. Sore nanti. Kalau Joko
ada waktu. Setiap perkembangan harus kita laporkan.
Kalian berdua ada waktu?"
"Kalau pertemuan juga berarti pesta, selalu ada
waktu."
"Jangan takut soal itu," kata Amir menengahi.
"Yang perlu kita kuatirkan justru soal Ito. Pasti sekali
mereka tak akan berhenti begitu saja. Saya kenal Ito.
Saya kenal Kepsek tak akan memberi ampun peristiwa ini
jika tahu terjadi di tempat kita."
Sampai ketiganya meninggalkan halaman sekolah, Ito
masih berada dalam ruang Kepala Sekolah.
Hening.
Pak Rakhmat lebih banyak menunggu.
Ito akhirnya mendongak. "Kalau Bapak tak percaya,
saya akan melaporkan ke polisi. Bagi saya sangat jelas.
Ada teman yang terlibat."
"Kalau tak ada bukti, apa yang bisa kamu lakukan,
Tok? Kamu jangan salah paham. Saya sepenuhnya
mendukung usahamu. Bahkan untuk melapor ke polisi
pun, saya bersedia sekarang juga. Masalahnya akan
berbeda kalau sampai polisi turun tangan, dan tak ada
hasil apa-apa."
"Mereka biasa mengadakan pertemuan di salah satu
tempat. Saya akan melaporkan untuk menggerebek."
"Dengan kata lain, mereka memang mengedarkan di
sekolah ini?"
"Ya, memakai jalur sekolah."

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Dan mereka mencium razia di kelas?"
"Saya kira ia, Pak "
"Kalau begitu, mereka cukup cerdik. Sangat cerdik.
Kita harus lebih cerdik. Tok, laporkan semua yang kamu
ketahui. Setidaknya kalau kamu masih percaya
kepadaku. Bahwa bukan aku yang membocorkan rahasia
ini. Itu saja.
"Terima kasih."
Ito berdiri. Sampai di pintu tertahan langkah-nya oleh
panggilan Pak Rakhmat. "Jangan-jangan mereka tahu
kamu memata-matai. Kalau benar begitu ruang gerakmu
terbatas."
"Sebelum terbatas, saya akan menyikat mereka."
Ito tidak langsung pulang. Ia pergi menemui Cici. Di
rumahnya. Cici agak kaget dengan kedatangan Ito yang
mendadak. Dan pembicaraan juga berlangsung sangat
kaku.
"Ci, aku tahu kamu menganggapku aneh. Mungkin
sinting. Tapi kamu, dan juga Amir, adalah sahabatku
yang paling dekat. Selama ini kita bertiga dikenal sebagai
ACI. Yang tak terpisahkan. Akan tetapi ceritanya akan
berakhir lain."
"Soal razia tadi?"
"Dan soal razia yang akan datang. Sebagai sahabat
saya memperingatkan ini. Yang terakhir."
"Kak Itok menuduh saya...."
Ito menggelengkan kepalanya cepat sekali.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Aku tak tahu sejauh ini hubungan kalian
Keterlibatan kalian seperti apa. Aku tak
Telingaku akan sakit seperti hatiku kalau
pengakuan kalian. Kini aku merasa
memperingatkan."

seperti apa.
ingin tahu.
mendengar
lega telah

"Trims,."
Ito kembali ke sepedanya.
"Katakan juga kepada Amir."
"Kalau ketemu."
Ito menoleh untuk terakhir kali. Masih dilihat
pandangan mata Cici yang polos. Ah, mata yang indah
itu! Sahabat yang begitu dekat. Kembali perasaan itu
mengganggunya. Tapi sekali ini Ito begitu mantap akan
keputusannya. Di Kantor Kepolisian, ia membelokkan
sepedanya. Menempatkannya di tempat parkir. Berjalan
tegap menuj u pos penjagaan.
'Boleh saya menghadap Bapak Komandan?"
Kalimat Itu meluncur dengan cepat sehingga membuat
polisi yang sedang bertugas melihat dengan wajah
heran.
"Saya ingin memberi informasi yang penting.
Di tempat lain, Tono juga sedang menceritakan
kejadian di sekolah. Joko dan Rico mendengarkan
dengan penuh perhatian.
"Jasa Amir dan Cici," kata Tono mengakui.
"Tanpa mereka berdua, rasanya jaringan kita di
sekolah sudah habis!"
Joko mengangguk. Puas.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Ini bahan pertimbangan buat kita. Tadinya saya
kurang begitu percaya sama Amir dan Cici. Mereka
berdua sahabat erat Ito. Ito orangnya sok suci. Dengan
melaporkan kepada Pak Rakhmat, sudah jelas posisinya.
Tapi bisa kita pertimbangkan sebagai sahabat kerja."
Joko memandang Rico, seolah mencari pembenaran.
"Saya kira bisa kita coba," kata Rico. "Kita berdua ini
sudah terlanjur dimata-matai. Jadi gerak kita kurang
bebas. Makanya kita memerlukan kamu, Ton."
"Ya."
"Dan kamu bisa membeli sepatu baru."
Tono tak
wajahnya.

bisa menyembunyikan rasa girang

di

Malam nanti ada yang akan mengambil dagangan.


Tempat pertemuan di warung Ayu dekat stasiun.
Mungkin Amir dan Cici bisa kita coba."
"Jangan-jangan malah menimbulkan kecurigaan kalau
Cici berada di warung Ayu," kata Joko.
"Tidak ada yang mencurigai Cici," kata Rico seakan
sudah mengenal Cici dengan baik. "Karena kita terlibat,
kita dengan mudah bisa mencurigai. Tapi tidak yang lain.
Jok, kamu besok masih harus tampil di sekolah. Supaya
tidak menghilangkan kesan bahwa kamu terlibat."
"Aku senang. Malah bisa bertemu Wati."
"Kalau Pak Rakhmat atau aparat kepolisian melihat
kamu di sana, akan konsentrasi ke sekolah. Dan selama
ini kita operasi terus. Barang kiriman dari Jakarta akan
datang sebentar lagi.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Jadi nanti malam Amir serta Cici?"
"Sekalian mencoba mereka?"
"Baik. Kalau begitu kontak dengan warung Ayu. Nanti
ada dua anak yang memakai karet gelang di tangan
kirinya. Itu yang dihubungi."
Tono ikut mengangguk. Rada lesu.
"Bukan kami tidak mempercayai kamu,Ton. Kamu ada
usaha lain. Kita justru paling banyak memerlukan
penghubung yang baik. Sampaikan kepada Amir, ke
mana ia menyerahkan. Malam ini juga."
Tono sudah membayangkan sepatu baru.
Sepatu basket yang bisa untuk nampang. Sepatu yang
kalau dipakai serasa menginjak kasur busa empuk. Yang
membuatnya gagah. Dan pemberian duit dari Rico
agaknya setingkat lebih tinggi dari Jokocukup untuk
itu. Dengan sepatu baru itu pula Tono menemui Amir.
Sangat kebetulan, sebab Cici sudah ada di sana.
Tono menerangkan segalanya dengan terinci.
"Tugasmu hanya menyerahkan barang itu."
"Mana barangnya?"
"Akan kita berikan satu jam sebelum kamu antarkan."
"Kenapa harus berdua, Ton?"
"Itu intruksi dari Rico. Kamu akan menemuinya setelah
penyerahan ini "
"Di mana?"
"Aku akan memberitahukan nanti."

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Kenapa...," suara Cici tertahan. Lalu diubah. "Kepada
siapa saya menyerahkan juga belum tahu."
"Seseorang yang memesan dua kopi di warung itu.
Salah satu cangkir yang ada di situ diberi pisang. Kamu
langsung duduk di dekatnya dan mengambil pisang.
Kalau orang itu bilang boleh, kamu serahkan."
Amir mengangguk.
"Sepatu macam ini juga akan kamu miliki."
"Ton," suara Cici seperti gemetar. "Kalau hanya untuk
menyerahkan barang seperti ini, apa susahnya mereka
lakukan sendiri?"
Tono mengawasi sekeliling. Seakan masih belum
percaya. "Usaha pengedaran ganja dan obat-obatan
semacam ini sekarang praktis tak ada kemungkinannya.
Semua menjadi sangat peka. Ingat kejadian di sekolah
kita. Kabar sedikit membuat seluruh isi kelas dan isi saku
digeledah habis. Demikian juga di tempat lain. Sehingga
kita memerlukan perantara yang aman. Kalian berdua
yang terpilih. Sampai nanti, menjelang keberangkatan
kalian, saya akan datang lagi."
Sementara Itu,
Komandan Jaga,
diketahuinya.

Ito akhirnya bisa


dan menceritakan

menghadap
apa yang

"Satu tempat lain yang sering dipakai adalah warung


Ayu."
"Kami sudah mengetahuinya. Kami sudah pasang
orang di sana."
"Bapak tak akan menyangka bahwa anak sekolah
seperti saya yang mengantarkan bingkisan itu. Saya akan

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


menyertai Bapak ke sana. Menurut perasaan saya,
malam ini akan terjadi transaksi itu."
"Dari mana perhitunganmu?"
"Dari sekolah."
"Joko yang kamu sebutkan, kita pernah menanyai.
Pernah menahannya. Bahkan salah seorang temannya,
yang namanya Rico nama panggilanpernah kita
tahan. Sengaja kami lepas kembali karena kami
menghendaki menangkap yang lebih besar lagi. Baik,
kalau kamu mau menunjukkan, lebih baik kita
rencanakan sekarang. Tak perlu pulang."
Dalam hati, Ito sedikit takut. Apakah Bapak Polisi ini
termasuk mencurigainya? Ito membuang pikiran itu jauhjauh. Bukannya tak ada kemungkinan ke arah itu. Tapi ia
mengesampingkan semua persoalan. Tekadnya cuma
satu: menggulung komplotan!
Lepas magrib rombongan berangkat. Ito memakai
jaket yang tebal yang membungkus seluruh tubuhnya.
Mereka menunggu agak lama.
Menunggu dalam sebuah beca yang sengaja dipakai
untuk keperluan operasi.
Jam tujuh lewat.
Kegiatan di warung Ayu masih seperti biasanya. Ada
yang keluar, ada yang masuk. Lampu masih bersinar
terang.
Mendadak Ito berkeringat. Dari arah pasar, muncul
dua bayangan yang sangat dikenalnya Amir dan Cici.
Astaga! Inilah perang batin yang paling menakutkan. Ito
berharap mudah-mudahan bukan Amir dan Cici.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Kalaupun benar mereka Amir dan Cici, mudah-mudahan
tidak menuju warung Ayu.
Tapi Amir dan Cici masuk ke warung Ayu.
"Itu?"
Polisi yang bertugas lebih mengetahui apa yang ada
dalam perasaan Ito. Bisa membaca kegelisahan Ito.
"Kamu diam di sini."
Dua orang polisi yang berpakaian preman masuk ke
dalam. Mereka menyamar sebagai pengamen. Dengan
begitu bisa mengetahui apa yang terjadi di dalam warung
tanpa dicurigai. Dengan gitar yang telah disediakan.
Seorang lagi juga berjaga di depan. Pasti juga ada di
belakang, sehingga kalau ada yang berusaha lari
mendadak, masih bisa disergap.
Mereka tinggal menunggu dengan siapa Amir dan Cici
berhubungan. Dan menangkap basah.
Amir dan Cici masuk. Mengamati keliling.
Nampak seorang duduk dengan santai, memesan dua
kopi secara mendadak, dan mengambil pisang. Amir
berpandangan dengan Cici. Amir mengangguk.
Cici berniat balik.
Amir mendekati orang itu. Duduk di sebelahnya,
seolah memperlihatkan tangan yang memakai karet
gelang. Ketika satu tangan memegang pisang, ketika
itulah terdengar teriakan.
Dalam waktu kurang dan satu menit, Amir telah
ditangkap. Digeledah seluruh tubuhnya.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Juga Cici, yang karena kaget menampar polisi yang
berpakaian preman. Juga orang yang memesan kopi.
"Apa-apaan ini?"
Cici berubah merah wajahnya.
Amir
malah
tertawa
kegelian. "Di sekolah ada
latihan perang. Di sini juga
ada."
Warung itu telah dikepung.
Satu regu datang dan turut
memeriksa. Tapi tak ada
barang yang dicurigai.
"Boleh tanya, pak," kata
Amir. "Ada penyelundupan
emas dan intan ya?"
Petugas yang menggeledah
Amir masih menunjukkan
sikap yang sabar.
"Maaf atas kelancangan kami.
menjalankan tugas. Sekali lagi maaf."

Kami

hanya

Lalu semuanya berlalu. Dengan sama cepatnya. Cici


masih muram wajahnya.
Amir memandangi lelaki di sebelahnya. Mata nya
berkedip. Lalu berjalan pergi, bersama Cici.
Lelaki itu menepuk pundak Amir. "Lain kali saja,"
katanya antara terdengar dan tidak.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Berita penggerebekan warung Ayu menjalar lebih
cepat dari kapas terbakar. Dengan cepat meluas. Pada
Ito, ini merupakan kekalahan total.
Ia nampak bingung. Tak bisa berkata apa-apa.
"Hukum saya kalau dianggap salah." Hanya itu yang
dikatakannya. Selebihnya tak ada. Tidak lebih dan dua
puluh empat jam, Ito merasa melakukan sesuatu yang
hina. Di sekolah ia begitu yakin, tapi tak ada bukti.
Diwarung Ayu semua berjalan seperti yang diiencanakan,
tetapi ternyata tak ada bukti. Penggeledahan oleh polisi
dan oleh guru jelas berbeda dalam soal ketelitian, pikir
Ito. Itu bukan berarti Amir dan Cici bisa
menyembunyikan dengan aman, melainkan memang
mereka tak membawa!
Ito merasa kalah. Tandas.
Joko dan Rico tadinya juga merasa begitu.
Mereka mengawasi dari kejauhan, dan sudah lebih
dulu menyelamatkan diri ketika terjadi keributan. Bahkan
sampai tengah malam, keluarganya mengatakan Joko tak
ada di rumah sewaktu Tono datang.
"Bilang saya
meyakinkan.
Barulah ia
kamarnya.

Tono,

dan

sendirian,"

dibiarkan masuk,

kata

menemui

Joko

"Aman "
"Aman?"
"Amir dan Cici lebih hebat dari yang kita duga."
"Kenapa?"

Tono
di

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Kenapa? Amir sengaja menyembunyikan dagangan.
Ia datang untuk memastikan. Jika ketemu orangnya, Cici
akan mengambilkan. Nah, ketika Cici akan mengambil
itu, terjadi razia. Jadinya mereka aman.
Joko tersenyum. Tapi senyum itu hilang mendadak.
"Kalau kamu berdusta, kamu bisa saya bunuh."
"Saya tak akan menjebak kamu, Jok, pun andai saya
ditangkap."
Malam itu juga Joko menghubungi Rico di tempat
persembunyiannya. Seperti Tono, Joko pun diterima ragu
sebelum akhirnya dipertemukan dengan Rico.
"Boleh juga kedua anak Itu."
"Saya yang memilih," kata Tono.
"Ya, kamu yang memilih mereka. Kalau bukan karena
jasa itu, kamu sudah lama tak kupakai."
"Apa rencana kita selanjutnya Ric?"
"Tunggu kontak dengan mereka. Jaga diri baik-baik.
Mereka berpisah. Dan sejak malam itu, Amir serta Cici
sudah dianggap tenaga pemasaran dan pengiriman yang
dapat diandalkan. Rico bahkan memutuskan bahwa Amir
dan Cici bisa ditugaskan untuk menerima barang kiriman
dari Jakarta.
Kalau perlu malah bisa ditugaskan ke tempat lain.
Ini satu-satunya jalan. Sebab dirinya sendiri praktis
selalu dalam pengawasan. Demikian pula-Joko. Tono tak
bisa diandalkan karena tak memiliki kegesitan.
Dan memang esoknya Amir bersama Cici bisa
menyampaikan bungkusan dengan selamat kepada lelaki

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


yang dimaksud. Tak terlalu sulit bagi Amir karena ia telah
mengenalnya. Mereka bertemu di stasiun, seakan mau
naik kereta ke Sukabumi. Setelah memberikan
barangnya, Amir meloncat turun, bersama Cici.
Lelaki itu juga turun, entah di mana.
Yang paling berubah adalah Tono. Penampilan-nya di
sekolah seolah jenderal yang baru memenangkan
pertempuran secara gemilang. Senyuman dan cara
mengangkat alis seakan semua tahu bahwaTono menjadi
pentraktir paling royal.
Pak Jumingun sendiri memuji sebagai penglaris yang
belum ada saingannya, sejak ia mendirikan warung.
Sepatu baru Tono lebih banyak mengundang
komentar Hengki yang memang usil. "Ton, kamu pakai
sepatu, seperti orang menginjak kelinci.
Sepatu jalan ke mana... , kamunya jalan ke mana."
"Heng, bagi orang kaya segala apa juga pantas. Pakai
sepatu mahal pun pantas." Cara bicara Tono pun disertai
dengan gerakan tangan yang memakai jam tangan besar
milik ayah atau pamannya.
Jangan meledek, Heng," kata Wati. "Begitu-begitu
Tono bakal jadi panjang sebelah. Lihat saja tangannya
keberatan jam.
Kalau yang lainnya tertawa, Tono merasa ter-sudut.
Kalau Hengki yang memperolok, Tono masih bisa
mengangkat muka. Tapi kalau Wati sudah ikutan, Tono
merasa selalu kalah. Namun tidak kali ini. Kali ini Tono
justru melihat peluang untuk meledek Wati. Ia memiliki
senjata andalan, yaitu Joko!

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Wati, kalau kamu sentimen, saya tidak mau dititipi
salam."
Wati berubah senyumnya merekah. "Boleh juga.
Salam balik."
"Baik, nanti kalau ke kebun binatang salam kamu saya
sampaikan."
"Ke kebun binatang? Memangnya Joko...,"
Wati merasa keceplosan ngomong. Harusnya ia tak
perlu mengucapkan nama Joko. Dan inilah umpan yang
dijotos oleh Tono.
'Siapa bilang kamu dapat salam dari Joko?
Saya dititipi salam dari Siamang."
"Siwalan," kata Wati cepat.
"Saya bilang siamang. Bukan siwalan."
Giliran Wati yang jadi bahan tertawaan. Siwalan
memang ucapan khas Wati kalau jengkel. Ia mengubah
kata sialan yang kasar dan terlalu umum menjadi
siwalan. Tapi oleh Tono ini diartikan Wati tak mendengar
kata Siamang.
Jago juga Tono kali ini.
Wati merasa sakit hati karena Hengki yang selama ini
membelanya, juga ikut-ikutan menertawakan.
"Heng!"
"Apa salah saya? Tertawa saja kok dilarang."
"Kita kan c.s!"
"C.s. kalau makan bakso saja, Wat."

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Siwalan."
"Lebihgawat. Bakso pun dikira siwalan."
Ledakan tawa makin bergema. Tono yang menjadi
pusat perhatian merasa terlambungkan.
Dadanya membusung.
Di satu tempat yang tak terlalu jauh dari keramaian
yang semarak, Ito sendirian. Ia mendengar tawa itu
sebagai ejekan pada dirinya. Ia mendengar sebagai
menertawakan dirinya. Ito merasa sangat sepi. Ia
sendirian. Lebih menyakitkan lagi, karena kini tak ada
lagi orang yang mempercayai omongannya. Tidak Pak
Rakhmat, tidak juga Komandan Polisi. Tidak juga Amir
dan Cici yang telah diperingatkan! Inilah yang membuat
Ito merasa sakit yang paling menyakitkan. Pedih, perih.
Menyayat.
Apa yang dilihat Ito lebih dari memedihkan matanya.
Amir, Cici, dan Tono mentraktir kawan-kawan di kantin.
Dan pulangnya pun bersamaan. Bahkan Amir dan Cici
sama sekali tak menoleh ke arahnya!
"Malam nanti aku jemput," kata Tono.
"Jangan terlalu malam," kata Cici.
"Kita adakan pertemuan dengan boss dari Jakarta "
"Asal makan lagi," kata Amir.
"Bukan cuma makan. Kalian bakal dapat bagian."
Malam hari Tono menjemput bersama dengan Rico
dan Joko. Mereka membawa kendaraan. Jadi Amir dan
Cici tak perlu naik sepeda. Baik Cici maupun Amir

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


mengatakan kepada orang tua mereka bahwa ada
urusan di sekolah.
Amir dan Cici nampak berkeringat telapak tangannya.
Tenang saja," kata Joko. "Nanti ada boss dari Jakarta.
Ia akan memberi keterangan mengenai operasi ini."
"Aman?" Suara Cici mengandung nada kuatir yang
sempurna.
"Selalu aman," kata Rico.
Rombongan menuju ke salah satu bengkel.
Menyimpan kendaraan di situ, lalu berpencar, naik
beca berdua-dua. Cici dengan Tono, Amir dengan Joko,
Rico sendirian.
Kata-kata Rico memang cukup beralasan. Mereka
dalam keadaan aman. Itulah yang ada dalam pikiran
Tono. Karena dengan beca mereka menuju ke Suatu
tempat yang tak pernah diduga.
Sebuah rumah yang cukup bagus di luar kompleks
perumahan. Tak terlalu menyolok, justru karena bagian
depan rumah itu dipergunakan sebagai warung serba
ada yang cukup terkenal. Mereka melewati tempat
samping, menyelinap ke bagian belakang. Masuk ke
dalam kamar yang mirip gudang.
Boss yang dikatakan dari Jakarta itu muncul setelah
semua ada di dalam.
Amir dan Cici paling tegang. Sebenarnya Tono juga. Ia
ingin pipis tapi tak diizinkan.
"Ada barang yang harus diserahkan dalam minggu ini.
Kita bekerja sendiri-sendiri. Amir ada tiga alamat, dan

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


mengatur penyerahan dengan kode yang ada di situ.
Juga Cici tiga alamat. Tono dua alamat. Kalian semua
sudah terikat dengan kami. Kami selalu mengawasi
gerak-gerik kalian."
Tak ada yang menyela pembicaraan boss dari Jakarta.
Juga tidak setelah boss itu diam. Masing-masing
menerima bagiannya. Dalam tas anak sekolah . Lengkap
dengan stiker sekolah.
"Upah akan diberikan, tapi tidak seketika. Agar kalian
tidak menyolok dengan sepatu yang dipamerkan model
Tono."
Tono menunduk.
"Ada pertanyaan?"
Tak ada yang berbisik.
"Kalau begitu kita bubaran. Ingat, dalam tas itu sudah
ada alamat dan cara menghubunginya. Kalau selesai kita
bubaran. Tono akan menghubungi di mana kita bertemu
lagi. Selesai."
Boss dari Jakarta membuka pintu. Melangkah keluar.
Disusul temannya. Rico baru melangkah keluar ketika
terdengar teriakan keras agar mereka mengangkat
tangan. Boss dari Jakarta melemparkan tas dan berlari ke
arah lain. Tapi ia tersungkur begitu salah seorang polisi
menjegal kakinya. Rico langsung ditelikung. Joko
mendapat tamparan di pipi ketika berusaha menelusup.
Cici masih berada dalam ruangan.
Amir yang bisa menyelamatkan diri. Sewaktu semua
keribuatan terjadi, ia meloloskan diri dari samping.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Memanjat dinding dan meloncat ke balik. Tapi beberapa
orang sudah menunggunya.
"Angkat tangan!"
"Saya Amir "
Amir diringkus.
Tak ada yang lolos. Dua boss dari Jakarta, Rico, Joko,
Tono, Amir, Cici, dinaikkan ke dalam mobil bak terbuka.
Dikawal dari ujung bangku ke ujung yang lain. Mobil
berjalan dengan sirene tinggi melengking.
Malam Itu juga mereka diperiksa satu demi satu.
Pemeriksaan yang ketat.
Cici menangis terus. Makin keras tangisnya ketika
tengah malam Bu Ratna yang pucat dan gemetar
merangkulnya. Amir hanya bisa menggigit bibirnya
sampai dalam. Joko, Rico, dan dua boss dari Jakarta
membuang muka. Mata Tono berkaca-kaca.
Malam itu hanya Cici yang diizinkan pulang dari Kantor
Polisi.
Pak Ali, ayah Amir, datang juga. Menampar Amir
keras. Semalam penuh tak ada yang bisa tidur.
~dewi-kz~

4. Amir dan Cici Tertangkap


Mendung tebal di sekolah. Jalan Ki Hajar Dewantara
seolah gelap. Sesekali terlihat kilat.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Tapi hujan tak juga turun. Siang hari begini,
sebenarnya menyenangkan. Sebab siswa-siswi yang
pulang tak kepanasan dan tak basah oleh hujan.
Mendung itu terasa di seluruh sekolah.
Dua hari lalu berita penggerebekan polisi melibatkan
beberapa anak sekolah menengah pertama satu, Kota
Kita. Nama Tono, Amir, dan Cici disebut-sebut. Ini
merupakan pukulan yang memalukan. Bahkan Utami
ikut-ikutan menangis mendengar berita Cici sempat
ditahan. Utami paling tidak peduli, akan tetapi sekali ini
tergetar juga hatinya. Wati yang biasanya paling keras
menteror dan meledek habis, kini pun terdiam.
Sifat bawelnya ternyata tahu situasi. Yang cerewet
menjadi pendiam. Yang pendiam menjadi pena-ngis.
Yang biasa menangis... tidak ada.
Hanya Hengki yang masih berkomentar: "Kasihan Amir
sama Cici. Mereka belum sempat mengenakan sepatu
baru sudah ditahan."
Ledekan Hengki tak mendapat jawaban.
"Sebenarnya tak ditahan. Daripada di rumah sendiri
kan kebocoran. Ia, Ci?"
Ledekan ini juga tak mendapat reaksi.
"Dan dapat rangsum."
Malah tak ada yang mendengarkan. Hengki jadi
merasa kesal. Kali ini betapapun ia membuat lelucon,
tetap saja tak ada yang mencoba tertawa.
Mereka lebih tertarik dengan bisik-bisik. Bahkan Amir
dan Cici diharuskan melapor ke Kantor Polisi, seperti juga
Tono. Sedangkan Joko, Rico, dan dua teman dari Jakarta

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


kemungkinan besar akan diajukan ke pengadilan. Oleh
teman-teman sendiri Amir, Cici, dan Tono dianggap
hanya sekadar ikut-ikutan. Sekadar dilibatkan.
Namun memang untuk sementara tak ada yang
mendekati Amir dan Cici. Baik di kelas, maupun waktu
istirahat. Apalagi waktu pulang. Mereka melihat Amir dan
Cici berjalan bersama. Mereka berdua ke Kantor Polisi
jalan kaki.
Seperti siang ini.
Mereka berjalan berdua, lusuh oleh keringat, dengan
wajah kuyu. Barangkali karena udara sangat gerah.
Barangkali juga karena lapar. Tono lebih suka pulang
lebih dulu untuk makan.
Amir dan Cici berjalan bersama. Mereka mengambil
jalan pintas, lewat jalan kecil. Di ujung belokan,
seseorang telah menanti. Seseorang itu adalah Ito, yang
segera turun dari sepedanya.
"Hai..."
"Hai..." jawab Amir dan Cici bersamaan.
Keduanya berhadapan dengan Ito.
"Sori, Mir. Sori juga, Ci. Saya sudah berusaha
memberitahukanmu."
Amir tersenyum.
"Tak apa, Tok."
"Saya tetap kurang enak."
"Kamu terlalu baik. Di saat semua teman menjauh,
kamu masih mau berteman dengan kami berdua."

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Kita selalu bersama. Selalu. Itulah persahabatan."
Ito berjalan sambil menuntun sepedanya.
"Joko bukan pelaut. Ia kaki-tangan Rico. Dan Rico
kaki-tangan orang lain lagi. Jalurnya begitu ruwet. Saya
dengar semua yang tercantum dalam alamat yang kalian
bawa berhasil digulung polisi. Tangkapan yang hebat.
Kebenaran selalu menang."
"Ya," kata Cici.
"Saya sendiri kalah. Saya memberi informasi di
sekolah, gagal total. Di warung Ayu kalian berdua ikut
diperiksa, gagal pula. Tapi siapa menyangka mereka bisa
menggulung dengan mudah? Saya tak menyangka. Siapa
yang memberi informasi ini?"
Cici memandang Ito. "Saya."
Ito berhenti. Ketiganya jadi berhenti. Mendung seperti
terusir sebagian.
"Kamu, Ci?"
"Saya yang melaporkan. Atas persetujuan Amir."
"Ito membelalak. Pegangan sepedanya terlepas. Jatuh
ke tanah. Bibirnya gemetar. Telunjuknya menuding.
"Jadi... , jadi, selama ini kalian berdua menjadi
informan? Tuhan, kenapa kalian berdua tega
mempermainkanku? Kalian begitu tega. Kalian membuat
aku sungsang-sumbel."
"Tok." Suara Amir perlahan sekali, Ito mengibaskan
rangkulan Amir.

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Tak perlu. Kita sudah berjanji untuk selalu bersama,
nyatanya kalian tidak mempercayaiku! Tidak ada
gunanya persahabatan ini."
"Rencana ini justru berhasil kerena Kak Itok," kata Cici
merendah. Itu menggelengkan kepalanya.
"Kalian mau memujiku seperti anak kecil, ya?"
"Cici benar, Tok. Kalau tidak karena kamu, Joko dan
Rico serta boss mereka tak akan mempercayaiku. Kami
berdua mencari waktu yang tepat untuk menceritakan
semua kepadamu. Kami berdua salut kepadamu, Tok.
Kamu hebat. Tetapi kita tak bisa menangkap Tono atau
Joko saja. Mereka hanyalah pengedar kecil. Jadi kita
berusaha
mencari
akar
asap
neraka.
Akar
permasalahannya. Tono bisa kita tangkap, tapi Tono lain
yang terpikat sepatu baru akan muncul.
"Itulah sebabnya kami berpura-pura bergabung.
Tanpa itu tak mungkin." Suara Cici merendah. "Kami
berdua membuat susah Kak Itok."
"Saya juga membuat susah Ayah. Ayah sampai tega
menamparku." Suara Amir mendadak sedih. "Untunglah
Itu terjadi di depan Rico, Joko dan boss. Sehingga
mereka tak menyangka kami yang berkhianat. Cici
membuat ibunya susah. Kami sudah melaporkan ke polisi
agar terus mengikuti kami, malam itu. Karena berhasil,
lumayan juga pengorbanan ini."
Ito menggeleng. "Teman-teman menyangka kamu
terlibat."
"Tak apa. Asal bukan kamu, Tok."

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


Ito seperti tersadar. Dirangkulnya Amir kencang sekali.
Disalaminya Cici.
"Kalau Pak Rakhmat mengetahui hal ini "
"Pak Rakhmat mengetahui saat terakhir. Bapak
Komandan Polisi yang kamu lapori yang memberi tahu
bahwa
kita
berdua
ini
memang
menyusup
sepengetahuan Pak Komandan. Saya kira Bu Rum juga
tahu sekarang. Memang mengejutkan. Tapi apa boleh
buat."
"Pak Ali juga baru tahu belakangan. Juga Ibu." Cici
menghela napas. "Kami berdua merasa berdosa
mempermainkan orang tua. Kak Itok bisa memahami
perasaan kami kalau kami tidak memberitahukan kepada
Kak Itok?"
Itok mengangguk.
"Lalu kenapa kalian masih ke kantor polisi untuk
melapor?"
"Ya... , sekadar mengelabui saja. Supaya Tono tidak
terlalu curiga. Ia sendiri sudah insaf. Semalam dalam
tahanan..., huh, mengerikan sekali. Kita pergi sama-sama
Tok?"
"Tidak. Nanti merusak strategi kalian."
Ito mendirikan sepedanya.
"Ci, kenapa kamu lebih percaya kepada Amir daripada
aku?"
"Karena Kak Itok terlalu baik kepada sahabat. Saya
kuatir nanti Kak Itok juga menceritakan rencana kita
menjebak kepada Joko."

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/


"Itu kelemahanku.
persahabatan."

Terlalu

menjunjung

tinggi

"Walau akhirnya Kak Itok menunjukkan sikap tegas


dan terpuji."
"Sejak lama Joko bukan lagi temanku."
"Kalau kami, masih teman atau bukan?"
Ito tersenyum. Sepeda itu jatuh lagi ketika Ito
merangkul Amir, dan menggenggam tangan Cici erat
sekali.
Mendung sudah terusir.
Kilat sudah menyingkir.
Tiga bayangan siswa sekolah, masih dengan seragamnya, nampak berjalan bersama, di antara alam
yang indah. Alam yang tak dikotori asap neraka. Alam
remaja.
~dewi-kz~

Anda mungkin juga menyukai