Dasar Dasar Akuakultur
Dasar Dasar Akuakultur
berkembang, terutama budidaya ikan kerapu di keramba jaring apung (KJA). Hal
ini disebabkan karena semakin tersedianya benih secara teratur, baik dalam
jumlah maupun ukuran. Panti benih di Gondol, Bali bagian utara telah semakin
berkembang dan mampu menjamin pasokan benih. Pada awalnya benih ikan
kerapu sangat mengandalkan pasokan alam yang jumlahnya sangat terbatas dan
waktu pasok yang tidak menentu.
upaya yang mengarah kepada kegiatan budidaya ikan kerapu khususnya melalui
jaring apung di laut.
Usaha budidaya laut merupakan salah satu usaha yang dapat
memberikan alternatif sumber penghasilan untuk meningkatkan pendapatan bagi
nelayan.
ditingkatkan baik jumlah maupun mutunya. Dampak lebih lanjut dari usaha ini
adalah kesejahteraan masyarakat nelayan mengalami peningkatan.
Balai
Pengkajian
Teknologi
Pertanian,
NTB
telah
mencoba
keramba jaring apung dan induk ikan kerapu di panti benih merupakan kendala
yang sering dihadapi. Pada ikan kerapu yang mati biasanya banyak ditemukan
parasit, baik pada insang, kulit, maupun mata. Ikan kerapu yang dibudidayakan
pada keramba jaring apung pada kondisi kepadatan tinggi, dan jaring kotor serta
jarang
diganti
dan
dibersihkan,
memacu
kecepatan
perkembangbiakan
organisme parasit dan penyakit sehingga dapat merugikan inang, bahkan dapat
menyebabkan kematian.
Infeksi parasit pada ikan kerapu dan ikan kakap telah dilaporkan oleh di
Malaysia dari spesies Benedenia. Di Indonesia infeksi oleh parasit Benedenia,
Neobedenia, Diplectanum, Pseudorhabdosynochus, Haliotrema, Trichodina,
Lepeophtheirus, dan Cryptocaryon irritans pada ikan kerapu. Dari pengamatan
parasit pada ikan kerapu di Gondol, Neobedenia lebih dominan dibanding
Benedenia dan ukurannyapun terlihat lebih besar. Parasit
Neobedenia girellae
ditemukan di Jepang pertama kali pada tahun 1991, parasit ini sekarang
termasuk patogen yang penting di Jepang, sebab dapat mematikan inang, tingkat
spesifik inang yang rendah, dan tersebar luas. Parasit ini terutama ditemukan di
daerah tropis. Parasit Diplectanum dilaporkan menyerang ikan laut budidaya
pada keramba jaring apung di Singapura, dan parasit Haliotrema menginfeksi
ikan kakap, Lutjanus johni.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri yang menginfeksi
ikan kerapu di keramba jaring apung.
B. Pemberian Pakan
`Pakan ikan kerapu untuk tahapan pembesaran berupa ikan rucah (ikan
non ekonomis) yaitu antara lain ikan tembang, selar, dan rebon. Ikan rucah
dipotong-potong untuk menyesuaikan dengan mulut ikan. Selama masa
pendederan diberikan pakan sebanyak 2 - 3 kali sehari sampai ikan terlihat
kenyang. Memasuki tahap pembesaran, pakan ikan rucah diberikan per hari
sebesar 15 % dari total biomass ikan kerapu berukuran 20 - 50 g. Seterusnya
jumlah pakan diturunkan seiring dengan pertumbuhan ikan. Jumlah pakan dapat
diturunkan menjadi 10 % dari biomass untuk ikan seberat 100 g. waktu
pemberian pakan yang terbaik adalah sesaat setelah matahari terbit atau sesaat
sebelum matahari terbenam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi pakan pada ikan kerapu
yang diberi makan setiap hari (kontrol) lebih tinggi dari pada ikan yang
dipuasakan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh jumlah hari pemberian pakan
yang lebih tinggi pada ikan kontrol. Namun demikian, konsumsi pakan harian
pada ikan yang dipuasakan secara periodik
mengalami peningkatan
dibandingkan dengan kontrol. Konsumsi pakan ikan kontrol yang tinggi tidak
diikuti oleh pertambahan bobot tubuh yang lebih tinggi. Hasil analisis statistik
menggunakan sidik ragam menunjukkan bahwa pertambahan bobot tubuh ikan
kerapu bebek yang dipuasakan tidak berbeda nyata dengan pertambahan bobot
tubuh ikan yang tidak dipuasakan, Jadi berkurangnya pakan yang diberikan pada
ikan perlakuan tidak menurunkan pertumbuhan.
Dengan demikian, rasio konversi pakan ikan yang dipuasakan lebih baik
dari ikan kontrol yang diberi makan setiap hari.
Fenomena peningkatan konsumsi pakan harian pada ikan kerapu dalam
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu pada spesies ikan lain.
Percobaan dengan perlakuan dipuasakan secara periodik telah dilakukan pada
sering
berenang
dipermukaan
air
karena gelembung
renang
bersifat patogen terhadap ikan, seperti Vibrio harveyi yang ditemukan sebagai
penyebab penyakit mata pada ikan bandeng, Chanos chanos di Filipina kasus
infeksi mata ikan common snook, Centropomus undecemalis.
Di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali kasus
penyakit borok pada ikan kerapu merupakan salah satu penyakit penting pada
budidaya ikan kerapu di dalam keramba jaring apung. Penyakit ini dapat
menyebabkan kematian masal seperti halnya infeksi iridovirus. Sampai sekarang
penyakit ini ditemukan pada calon induk kerapu lumpur dan fingerling kerapu
macan. Pada fingerling kerapu macan, penyakit ini terjadi 1 minggu setelah ikan
dipelihara di dalam keramba jaring apung. Mortalitas dari masing-masing kasus
dapat mencapai 10-20% meskipun telah diterapi dengan antibiotik. Pada kasus
penyakit borok pada ikan kerapu, ikan yang mengalami kematian secara akut
memperlihatkan beberapa gejala eksternal, sedangkan pada kasus kronis terlihat
pembengkakan atau luka-luka kemerahan yang merupakan ciri khas yang dapat
diamati pada permukaan tubuh. Bakteri penyebab infeksi ini termasuk ke dalam
genus Vibrio dan di Gondol telah diidentifikasi sebagai Vibrio alginolyticus..
Kasus penyakit sirip busuk pada ikan kerapu, penyebab utama adalah
jenis bakteri Flexibacter yang menyerang ikan kerapu bebek. Pada ikan kerapu
bebek yang dibudidayakan di panti benih sering ditemukan adanya sirip busuk
dengan luka kemerahan. Dari luka-luka ini, satu jenis bakteri telah diisolasi dan
diidentifikasikan sebagai bakteri Flexibacter maritimus.
bukan penyebab dari sistemik septikemia, jika pengobatan tidak dilakukan, maka
kondisi ikan akan semakin buruk dengan infeksi sekunder oleh vibrio.
Dalam percobaan ini bakteri Flexibacter maritimus sebagai infeksi primer
tidak dapat diisolasi dan diidentifikasi, diduga bakteri vibrio sebagai infeksi
sekunder sudah sangat dominan.
menunjukkan bakteri vibrio hanya berperan dalam infeksi sekunder yang dapat
timbul setiap waktu tergantung pada faktor lingkungan serta faktor lainnya.
Bakteri vibrio diketahui sebagai bakteri oportunistik dan merupakan
bakteri yang sangat ganas dan berbahaya pada budidaya ikan kerapu karena
dapat bertindak sebagai patogen primer dan sekunder. Sebagai patogen primer
bakteri masuk tubuh ikan melalui kontak langsung, sedangkan sebagai patogen
sekunder bakteri menginfeksi ikan yang telah terserang penyakit lain, misalnya
oleh parasit.
Ikan kerapu di alam merupakan ikan karang dengan habitat asli di daerah
terumbu karang di laut dalam yang jernih dan bersih. Berkembangnya bakteri
vibrio
di
suatu
perairan
merupakan
indikator
perairan
yang
kurang
Bakteri
vibrio yang menginfeksi ikan kerapu stadia juvenil selain lemah, berwarna kusam
kehitaman, dan produksi lendir berlebihan. Pada tingkat parah, sirip punggung
dan sirip ekor gripis dengan permukaan kulit menghitam seperti terbakar.
D. Pemberantasan Hama dan Penyakit
Salah
satu
penyakit
yang
ditemukan
pada
ikan
kerapu
yang
TUGAS
AKUAKULTUR
DASAR-DASAR AKUAKULTUR
NAMA
: JUMSURIZAL
STAMBUK
: L23107002
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2008