Anda di halaman 1dari 9

IKAN KERAPU

A. Budidaya Ikan Kerapu


Budidaya ikan kerapu pada

beberapa lokasi di Indonesia semakin

berkembang, terutama budidaya ikan kerapu di keramba jaring apung (KJA). Hal
ini disebabkan karena semakin tersedianya benih secara teratur, baik dalam
jumlah maupun ukuran. Panti benih di Gondol, Bali bagian utara telah semakin
berkembang dan mampu menjamin pasokan benih. Pada awalnya benih ikan
kerapu sangat mengandalkan pasokan alam yang jumlahnya sangat terbatas dan
waktu pasok yang tidak menentu.

Karena itu pemerintah mendorong segala

upaya yang mengarah kepada kegiatan budidaya ikan kerapu khususnya melalui
jaring apung di laut.
Usaha budidaya laut merupakan salah satu usaha yang dapat
memberikan alternatif sumber penghasilan untuk meningkatkan pendapatan bagi
nelayan.

Apabila usaha budidaya berkembang, maka produksi ikan dapat

ditingkatkan baik jumlah maupun mutunya. Dampak lebih lanjut dari usaha ini
adalah kesejahteraan masyarakat nelayan mengalami peningkatan.
Balai

Pengkajian

Teknologi

Pertanian,

NTB

telah

mencoba

mengembangkan keramba jaring apung di Teluk Ekas, Desa Batunampar,


Lombok Timur, NTB. Usaha budidaya ikan kerapu di keramba jaring apung yang
dikembangkan adalah jenis ikan kerapu bebek, Cromileptes altivelis, ikan kerapu
macan, Epinephelus fuscoguttatus, dan ikan kerapu Lumpur, Epinephelus
coioides. Pengembangan usaha budidaya ikan kerapu di keramba jaring apung
mempunyai kelebihan antara lain rendahnya biaya operasional dibandingkan
dengan nilai ekonomi yang dihasilkan serta teknologi budidayanya yang relatif
sederhana dan mudah diadaptasikan di masyarakat petani nelayan secara luas.

Salah satu permasalahan yang timbul pada budidaya ikan kerapu di


keramba jaring apung adalah terjadinya penyakit.

Kematian ikan kerapu di

keramba jaring apung dan induk ikan kerapu di panti benih merupakan kendala
yang sering dihadapi. Pada ikan kerapu yang mati biasanya banyak ditemukan
parasit, baik pada insang, kulit, maupun mata. Ikan kerapu yang dibudidayakan
pada keramba jaring apung pada kondisi kepadatan tinggi, dan jaring kotor serta
jarang

diganti

dan

dibersihkan,

memacu

kecepatan

perkembangbiakan

organisme parasit dan penyakit sehingga dapat merugikan inang, bahkan dapat
menyebabkan kematian.
Infeksi parasit pada ikan kerapu dan ikan kakap telah dilaporkan oleh di
Malaysia dari spesies Benedenia. Di Indonesia infeksi oleh parasit Benedenia,
Neobedenia, Diplectanum, Pseudorhabdosynochus, Haliotrema, Trichodina,
Lepeophtheirus, dan Cryptocaryon irritans pada ikan kerapu. Dari pengamatan
parasit pada ikan kerapu di Gondol, Neobedenia lebih dominan dibanding
Benedenia dan ukurannyapun terlihat lebih besar. Parasit

Neobedenia girellae

ditemukan di Jepang pertama kali pada tahun 1991, parasit ini sekarang
termasuk patogen yang penting di Jepang, sebab dapat mematikan inang, tingkat
spesifik inang yang rendah, dan tersebar luas. Parasit ini terutama ditemukan di
daerah tropis. Parasit Diplectanum dilaporkan menyerang ikan laut budidaya
pada keramba jaring apung di Singapura, dan parasit Haliotrema menginfeksi
ikan kakap, Lutjanus johni.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri yang menginfeksi
ikan kerapu di keramba jaring apung.

B. Pemberian Pakan
`Pakan ikan kerapu untuk tahapan pembesaran berupa ikan rucah (ikan
non ekonomis) yaitu antara lain ikan tembang, selar, dan rebon. Ikan rucah
dipotong-potong untuk menyesuaikan dengan mulut ikan. Selama masa
pendederan diberikan pakan sebanyak 2 - 3 kali sehari sampai ikan terlihat
kenyang. Memasuki tahap pembesaran, pakan ikan rucah diberikan per hari
sebesar 15 % dari total biomass ikan kerapu berukuran 20 - 50 g. Seterusnya
jumlah pakan diturunkan seiring dengan pertumbuhan ikan. Jumlah pakan dapat
diturunkan menjadi 10 % dari biomass untuk ikan seberat 100 g. waktu
pemberian pakan yang terbaik adalah sesaat setelah matahari terbit atau sesaat
sebelum matahari terbenam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi pakan pada ikan kerapu
yang diberi makan setiap hari (kontrol) lebih tinggi dari pada ikan yang
dipuasakan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh jumlah hari pemberian pakan
yang lebih tinggi pada ikan kontrol. Namun demikian, konsumsi pakan harian
pada ikan yang dipuasakan secara periodik

mengalami peningkatan

dibandingkan dengan kontrol. Konsumsi pakan ikan kontrol yang tinggi tidak
diikuti oleh pertambahan bobot tubuh yang lebih tinggi. Hasil analisis statistik
menggunakan sidik ragam menunjukkan bahwa pertambahan bobot tubuh ikan
kerapu bebek yang dipuasakan tidak berbeda nyata dengan pertambahan bobot
tubuh ikan yang tidak dipuasakan, Jadi berkurangnya pakan yang diberikan pada
ikan perlakuan tidak menurunkan pertumbuhan.
Dengan demikian, rasio konversi pakan ikan yang dipuasakan lebih baik
dari ikan kontrol yang diberi makan setiap hari.
Fenomena peningkatan konsumsi pakan harian pada ikan kerapu dalam
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu pada spesies ikan lain.
Percobaan dengan perlakuan dipuasakan secara periodik telah dilakukan pada

ikan kerapu yang hasilnya menunjukkan bahwa konsumsi pakan harian


meningkat pada saat ikan diberi makan kembali setelah dipuasakan. Penyebab
meningkatnya nafsu makan pada ikan yang diberi pakan setelah dipuasakan
perlu dikaji lebih lanjut. Pada ikan yang dipuasakan selama 2 dan 4 hari,
kemudian diberi pakan kembali lebih cepat mengeluarkan feses, menunjukkan
percepatan kapasitas pencernaan, sehingga konsumsi pakan meningkat.
Telah dibuktikan dengan penelitian ini bahwa pengurangan pemberian
pakan pada ikan kerapu dengan cara dipuasakan dapat meningkatkan efisiensi
pakan, tanpa memperburuk pertumbuhan, tetapi meningkatkan laju pertumbuhan
mutlak. Tampaknya, ikan kerapu mengalami pertumbuhan pesat setelah
dipuasakan karena konsumsi pakan harian yang meningkat. Peningkatan
konsumsi pakan memberikan pasokan nutrisi yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme yang meningkat pada periode pertumbuhan yang cepat.

C. Hama dan Penyakit yang Menyerang Ikan Kerapu


Ciri-ciri adanya serangan penyakit ikan kehilangan nafsu makan.
Pengamatan kondisi pakan sangat penting untuk mendeteksi secara dini adanya
penyakit pada ikan. Juga, pada saat kondisi ikan kerapu berubah menjadi jelek,
biasanya

sering

berenang

dipermukaan

air

karena gelembung

renang

membengkak. Bila terdapat ikan semacam ini, pengamatan untuk mengetahui


penyebabnya harus segera dilakukan.
Dengan berpedoman kepada Holt et al. (1994) isolat bakteri LG-2802, LG5802 dan LG-7802 diidentifikasikan sebagai genus vibrio. Tabel 2 menunjukkan
karakter dari isolat tersebut antara lain gram negatif, sitokrom oksidase positif,
dan sensitif terhadap agen vibrio statik 0/129 150 mg.

Bakteri vibrio dapat

bersifat patogen terhadap ikan, seperti Vibrio harveyi yang ditemukan sebagai

penyebab penyakit mata pada ikan bandeng, Chanos chanos di Filipina kasus
infeksi mata ikan common snook, Centropomus undecemalis.
Di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali kasus
penyakit borok pada ikan kerapu merupakan salah satu penyakit penting pada
budidaya ikan kerapu di dalam keramba jaring apung. Penyakit ini dapat
menyebabkan kematian masal seperti halnya infeksi iridovirus. Sampai sekarang
penyakit ini ditemukan pada calon induk kerapu lumpur dan fingerling kerapu
macan. Pada fingerling kerapu macan, penyakit ini terjadi 1 minggu setelah ikan
dipelihara di dalam keramba jaring apung. Mortalitas dari masing-masing kasus
dapat mencapai 10-20% meskipun telah diterapi dengan antibiotik. Pada kasus
penyakit borok pada ikan kerapu, ikan yang mengalami kematian secara akut
memperlihatkan beberapa gejala eksternal, sedangkan pada kasus kronis terlihat
pembengkakan atau luka-luka kemerahan yang merupakan ciri khas yang dapat
diamati pada permukaan tubuh. Bakteri penyebab infeksi ini termasuk ke dalam
genus Vibrio dan di Gondol telah diidentifikasi sebagai Vibrio alginolyticus..
Kasus penyakit sirip busuk pada ikan kerapu, penyebab utama adalah
jenis bakteri Flexibacter yang menyerang ikan kerapu bebek. Pada ikan kerapu
bebek yang dibudidayakan di panti benih sering ditemukan adanya sirip busuk
dengan luka kemerahan. Dari luka-luka ini, satu jenis bakteri telah diisolasi dan
diidentifikasikan sebagai bakteri Flexibacter maritimus.

Meskipun bakteri ini

bukan penyebab dari sistemik septikemia, jika pengobatan tidak dilakukan, maka
kondisi ikan akan semakin buruk dengan infeksi sekunder oleh vibrio.
Dalam percobaan ini bakteri Flexibacter maritimus sebagai infeksi primer
tidak dapat diisolasi dan diidentifikasi, diduga bakteri vibrio sebagai infeksi
sekunder sudah sangat dominan.

Kasus sirip busuk

pada ikan kerapu

menunjukkan bakteri vibrio hanya berperan dalam infeksi sekunder yang dapat
timbul setiap waktu tergantung pada faktor lingkungan serta faktor lainnya.
Bakteri vibrio diketahui sebagai bakteri oportunistik dan merupakan
bakteri yang sangat ganas dan berbahaya pada budidaya ikan kerapu karena
dapat bertindak sebagai patogen primer dan sekunder. Sebagai patogen primer
bakteri masuk tubuh ikan melalui kontak langsung, sedangkan sebagai patogen
sekunder bakteri menginfeksi ikan yang telah terserang penyakit lain, misalnya
oleh parasit.
Ikan kerapu di alam merupakan ikan karang dengan habitat asli di daerah
terumbu karang di laut dalam yang jernih dan bersih. Berkembangnya bakteri
vibrio

di

suatu

perairan

merupakan

indikator

perairan

yang

kurang

menguntungkan bagi ikan dengan kandungan nutrien yang tinggi.


Penyakit yang disebabkan oleh vibrio juga merupakan masalah yang
sangat serius dan umum menyerang ikan-ikan budidaya laut dan payau.
Penularannya dapat melalui air atau kontak langsung antar ikan dan menyebar
sangat cepat pada ikan-ikan yang dipelihara dengan kepadatan tinggi.

Bakteri

vibrio yang menginfeksi ikan kerapu stadia juvenil selain lemah, berwarna kusam
kehitaman, dan produksi lendir berlebihan. Pada tingkat parah, sirip punggung
dan sirip ekor gripis dengan permukaan kulit menghitam seperti terbakar.
D. Pemberantasan Hama dan Penyakit
Salah

satu

penyakit

yang

ditemukan

pada

ikan

kerapu

yang

dibudidayakan di keramba jaring apung di laut adalah infeksi bakteri Vibrio sp


yang mengakibatkan munculnya borok pada tubuh ikan dan pembusukan pada
sirip. Tingginya kematian benih ikan kerapu juga disebabkan infeksi virus,
terutama Viral Nervous Necrosis. "Virus ini diketahui menjadi momok bagi

pembudi daya ikan di keramba jaring apung karena dapat menyebabkan


kematian ikan hingga 100 persen,
Selama ini, upaya pencegahan meluasnya penyakit itu dilakukan dengan
menggunakan bahan kimia, misalnya antibiotik dan vaksin. Namun, pemberian
antibiotik dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan efek negatif terhadap
lingkungan perairan dan resistensi.
Pemberian vaksin dengan memasukkan antigen dari agen penular ke
tubuh hewan untuk memicu kekebalan dan resistensi sebenarnya bisa dilakukan,
tapi harga vaksinnya relatif mahal. Biaya pemberian vaksin juga bisa berlipat
ganda karena vaksin bersifat spesifik terhadap agen penyakit tertentu sehingga
pelaku budidaya harus membeli beragam jenis vaksin.

TUGAS
AKUAKULTUR

DASAR-DASAR AKUAKULTUR

NAMA

: JUMSURIZAL

STAMBUK

: L23107002

JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2008

Anda mungkin juga menyukai