DERMATOSIS VESIKOBULOSA
Disusun oleh :
Nyimas Ratih Amandhita N.P
030.09.176
Pembimbing :
dr. Nurhasanah, Sp. KK
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat mengenai
Dermatosis Vesikobulosa guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti di RSUD Karawang.
Terwujudnya referat ini adalah berkat bantuan dan dorongan berbagai pihak. Dalam
kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada
pembimbing saya dr. Nurhasanah, Sp. KK yang telah banyak memberikan masukan dan
meluangkan waktu untuk membimbing saya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan, maka penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, supaya referat ini dapat menjadi lebih
baik dan dapat berguna bagi semua yang membacanya. Penulis mohon maaf yang sebesarbesarnya apabila masih banyak kesalahan maupun kekurangan dalam makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
gestationis
merupakan
penyakit
yang
jarang
ditemukan,
BAB II
DERMATOSIS VESIKOBULOSA
A. PEMFIGUS
Definisi
Istilah Pemfigus, berasal dari kata pemphix (Yunani) yang berarti lepuh atau
gelembung, merupakan kelompok penyakit berbula kronik, menyerang kulit dan membran
mukosa yang secara histologik di tandai dengan bula intraepidermal, dimana akibat dari
autoantibodi yang secara langsung menyerang permukaan keratinosit yang mengakibatkan
hilangnya adhesi antara keratinosit melalui proses yang disebut akantolisis. Dan secara
imunopatologik ditemukan antibodi terhadap komponen desmosome pada permukaan
keratinosit jenis IgG, baik terikat maupun yang bebas di dalam sirkulasi darah.(2)
Pemphigus dapat terjadi pada semua usia namun yang paling sering adalah usia
pertengahan. Pemphigus dapat ditemukan di seluruh dunia, namun insiden lebih tinggi di
kalangan Yahudi.
Secara garis besar, bentuk pemphigus dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu pemfigus
vulgaris, pemfigus eritematous, pemfigus foliaseus, dan pemfigus vegetans. Menurut letak
dan celah, pemfigus dibagi menjadi 2 yaitu di suprabasal ialah pemfigus vulgaris dan
pemfigus vegetans, dan di stratum granulosum ialah pemfigus eritematous dan pemfigus
foliaseus. Semua penyakit tersebut memberikan gejala yang khas yaitu pembentukan bula
yang kendur pada kulit yang terlihat normal dan mudah pecah, pada penekanan, bula tersebut
meluas (tanda Nikolski positif), Akantolisis selalu positif, dan adanya antibody tipe IgG
terhadap antigen interselular di epidermis yang dapat ditemukan di dalam serum, meupun
terikat di epidermis.(1)
penyakit ini banyak mengenai anak-anak jika dibandingkan di Negara barat. Di negara
negara timur seperti India, Cina, Malaysia, dan Timur Tengah kasus pemfigus yang palingg
umum adalah pemfigus blistering. Ras Yahudi terutama Yahudi Ashkenazi memiliki
peningkatan kerentanan terhadap PV. Di Afrika selatan, PV ini ebih sering pada bangsa India
dibanding pada bangsa kulit hitam dan berkulit putih. PV jarang sekali terjadi pada orang
barat.(1,3)
1.1.2 Etiopatogenesis
Pemfigus ialah penyakit autoimun, karena pada serum penderita ditemukan
autoantibodi, yang juga dapat disebabkan oleh obat (drug induced pemphigus), misalnya Dpenisilamin dan kaptopril. Pada penyakit ini, autoantibodi yang menyerang desmoglein pada
permukaan keratinosit membuktikan bahwa autoantibodi ini bersifat patogenik. Antigen PV
yang dikenali sebagai desmoglein 3, merupakan desmosomal kaderin yang terlibat dalam
perlekatan interselular pada epidermis. Antibodi yang berikatan pada domain ekstraseluar
region terminal amino pada desmoglein 3 ini mempunyai efek langsung terhadap fungsi
kaderin. Desmoglein 3 dapat ditemukan pada desmosom dan pada sel keratinosit. Dapat
dideteksi pada saat diferensiasi keratinosit terutamanya pada epidermis bawah dan lebih
padat pada mukosa bucal dan kulit kepala berbanding di badan. Hal ini berbeda dengan
antigen Pemfigus Foliaseus, desmoglein 1 yang ditemukan di pada epidermis dan lebih padat
pada epidermis atas. Pengaruh faktor lingkungan dan cara hidup individu belum dapat
dibuktikan berpengaruh terhadap PV, namun penyakit ini dapat dikaitkan dengan genetik
pada kebanyakan kasus.(1,4)
Tanda utama pada PV adalah dengan mencari autoantibodi IgG pada permukaan
keratinosit. Hal ini merupakan fungsi patogenik primer dalam mengurangi perlekatan antara
sel-sel keratinosit yang menyebabkan terbentuknya bula-bula, erosi dan ulser yang
merupakan gambaran pada penyakit PV.(2,3)
Autoantibodi patologik yang menyebabkan terjadinya PV adalah autoantibodi yang
melawan desmoglein 1 dan desmoglein 3, yang mana hal ini menyebabkan terjadinya
pembentukan bula. Pemeriksaan mikroskopi imunoelektron dapat menentukan lokasi antigen
pada desmosom untuk kedua PV dan pemifigus Foliaseus, yang lebih sering pada perlekatan
sel-sel pada epitel bertanduk.(1,2,5)
1.4 Histopatologi
Pada gambaran histopatologik didapatkan bula Intraepidermal suprabasal dan sel-sel
epitel yang mengalami akantolisis pada dasar bula yang menyebabkan percobaan Tzanck
positif. Percobaan ini berguna untuk menentukan adanya sel-sel akantolitik, tetapi bukan
diagnostik pasti untuk penyakit pemfigus. Pada pemeriksaan dengan menggunakan
mikroskop elektron dapat diketahui bahwa permulaan perubahan patologik ialah perlunakan
segmen interselular. Juga dapat dilihat perusakan desmosom dan tonofilamen sebagai
peristiwa sekunder.(1)
1.1.5 Imunologi
Pada tes imunofloresensi langsung didapatkan antibodi interselular tipe IgG dan C 3.
Pada tes imunofloresensi tidak langsung didapatkan (antibodi pemfigus tipe IgG. Tes yang
pertama lebih terpercaya daripada tes kedua, karena telah menjadi positif pada permulaan
penyakit, sering sebelum tes kedua menjadi positif, dan tetap positif pada waktu yang lama
meskipun penyakitnya telah membaik.(1)
1.1.6 Diagnosis
Untuk dapat mendiagnosis PV diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
lengkap. Lepuh dapat dijumpai pada berbagai penyakit sehingga dapat mempersulit dalam
penegakkan diagnosis. Perlu dilakukan pemeriksaan manual dermatologi untuk membuktikan
adanya nikolskys sign yang menunjukkan adanya PV. Untuk mencari tanda ini, dokter akan
dengan lembut menggosok daerah kulit normal di dekat daerah yang melepuh dengan kapas
atau jari. Jika memiliki PV, lapisan atas kulit akan cenderung terkelupas. Tanda ini tampaknya
adalah patognomonik karena hanya ditemukan pada pemfigus dan Nekrolisis Epiderma
Toksik.(4,6)
Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang dapat diakukan antara lain :
1. Biopsi Kulit dan patologi anatomi
Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan diperiksa di
bawah mikroskop. Pasien yang akan di biopsi sebaiknya pada pinggir lesi yang masih
baru dan dekat dari kulit yang normal. Gambaran histopatologi utama adalah adanya
akantolisis yaitu pemisahan keratinosit satu dengan yang lain.(5,6)
2. Imunofloresensi
2.1 Imunofloresensi langsung
Sampel yang diambil dari biopsy diwarnai dengan cairan flouresens.
Pemeriksaan ini dinamakan direct immunoflourescence (DIF). DIF menunjukan
deposit antibodi imonureaktan lainnya secara in vivo, misalnya komplemen. DIF
biasanya menunjukan IgG yang menempel pada permukaan keratinosit yang di dalam
maupun sekitar lesi.(5)
2.2 Imunofloresensi tidak langsung
Antibodi terhadap keratinosit dideteksi melaui serum pasien. Pemeriksaan ini
ditegakkan jika pemeriksaan imunofloresensi langsung dinyatakan positif. Serum
penderita mengandung autoantibody IgG yang menempel pada epidermis dapat
dideteksi dengan pemeriksaan ini. Sekitar 80-90% hasil pemeriksaan ini dinyatakan
sebagai penderita PV.
Medikamentosa
Obat utama ialah kortikosteroid karena bersifat imunosupresif. Kortikosteroid yang
paling banyak digunakan ialah prednison dan deksametason. Dosis prednison bervariasi
bergantung pada berat ringannya penyakit, yakni 60-150 mg sehari. Ada pula yang
menggunakan 3 mg/kgBB sehari bagi pemfigus yang berat.(1,3)
Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid dapat dikombinasikan dengan
adjuvant yang kuat yaitu sitostatik. Sitostatik diberikan bila kortikosteroid sistemik dosis
tinggi kurang memberi respons, terdapat kontraindikasi (misalnya ulkus peptium, diabetes
mellitus, katarak, dan osteoporosis), penurunan dosis pada saat telah terjadi perbaikan tidak
seperti yang diharapkan. Obat sitostatik untuk pemfigus adalah azatioprin, siklofosfamid,
metrotreksat, dan mikofenolat mofetil.
2.
Non medikamentosa
Pada pemberian terapi dengan dosis optimal, tetapi pasien masih merasakan gejala-
gejala ringan dari penyakit ini. Maka perawatan luka yang baik adalah sangat penting karena
dapat memicu penyembuhan bula dan erosi. Pasien disarankan mengurangi aktivitas agar
resiko cedera pada kulit dan lapisan mukosa pada fase aktif penyakit ini dapat berkurang.
Aktivitas-aktivitas yang patut dikurangi adalah olahraga makan dan minum yang dapat
mengiritasi rongga mulut (makanan pedas, asam, keras, dan renyah).(4)
1.1.9 Prognosis
Sebelum kortikosteroid digunakan, maka kematian terjadi pada 50% penderita dalam
tahun pertama. Sebab kematian ialah sepsis, kakeksia, dan ketidakseimbangan elektrolit.
Pengobatan dengan kortikosteroid membuat prognosisnya lebih baik.(1)
9
1.2.5 Prognosis
Penyakit ini dianggap sebagai bentuk jinak pemfigus, karena itu prognosisnya lebih
baik daripada pemfigus vulgaris.(1)
1.3 Pemfigus foliaseus
10
1.3.1 Definisi
Pemfigus foliaseus ialah kumpulan penyakit kulit autoimun berbula kronik dengan
karakteristik ada lesi krusta.(1)
1.3.2 Gejala klinis
Umumnya terdapat pada orang dewasa, antara umur 40 - 50 tahun. Gejalanya tidak
seberat pemfigus vulgaris. Perjalanan penyakit kronik, remisi terjadi temporer. Penyakit
mulai dengan timbulnya vesikel/bula, skuama dan krusta dan sedikit eksudatif, kemudian
memecah dan meninggalkan erosi. Mula-mula dapat mengenai kepala yang berambut, muka,
dan dada bagian atas sehingga mirip dermatitis seboroika. Kemudian menjalar simetrik dan
mengenai seluruh tubuh setelah beberapa bulan. Yang khas ialah terdapatnya eritema yang
menyeluruh disertai banyak skuama yang kasar, sedangkan bula yang berdinding kendur
hanya sedikit, agak berbau. Lesi di mulut jarang terdapat.(1)
1.3.3 Histopatologi
Terdapat akantolisis di epidermis bagian atas distratum granulosum. Kemudian
terbentuk celah yang dapat menjadi bula, sering subkorneal dengan akantolisis sebagai dasar
dan atap bula tersebut.(1,3)
1.3.4 Diagnosis banding
Karena terdapat eritema yang menyeluruh, penyakit ini mirip eritroderma.
Perbedaannya dengan eritroderma karena sebab lain, pada pemfigus foliaseus terdapat bula
dan tanda Nikolski positif. Kecuali itu pemeriksaan histopatologik juga berbeda.(1)
1.3.5 Pengobatan
Pengobatannya dengan kortikosteroid, kortikosteroid yang paling banyak digunakan ialah
prednison dan deksametason. Dosis prednison bervariasi bergantung pada berat ringannya
penyakit, Dosis patokan prednison 60 mg sehari.
1.3.6 Prognosis
Hasil pengobatan dengan kortikosteroid tidak sebaik seperti pada tipe pemfigus yang
lain. Penyakit akan berlangsung kronik.
1.4 Pemfigus vegetans
11
1.4.1 Definisi
Pemfigus vegetans ialah varian jinak pemfigus vulgaris dan sangat jarang ditemukan.
1.4.2 Klasifikasi
Terdapat 2 tipe ialah (1,3,4)
1. Tipe Neumann
2. Tipe Hallopeau (pyodermite vegetante)
1.4.3 Gejala kinis
1. Tipe Neumann
Biasanya menyerupai pemfigus vulgaris, kecuali timbulnya pada usia lebih muda.
Tempat predileksi di muka, aksila, genitalia eksterna, dan daerah Intertrigo yang lain.
Yang khas pada penyakit ini ialah terdapatnya bula-bula yang kendur, menjadi erosi
dan kemudian menjadi vegetatif dan proliferatif papilomatosa terutama di daerah intertrigo.
Lesi oral hampir selalu ditemukan. Perjalanan penyakitnya lebih lama daripada pemfigus
vulgaris, dapat terjadi lebih akut, dengan gambaran pemfigus vulgaris lebih dominan dan
dapat fatal. (1,4)
Histopatologi Tipe Neumann
Lesi dini sama seperti pada pemfigus vulgaris, tetapi kemudian timbul proliferasi
papil-papil ke atas, pertumbuhan ke bawah epidermis, dan terdapat abses-abses
intraepidermal yang hampir seluruhnya berisi eosinofil.
2. Tipe Hallopeau
Perjalanan penyakit kronik, tetapi dapat seperti pemfigus vulgaris dan fatal. Lesi
primer ialah pustul-pustul yang bersatu, meluas ke perifer, menjadi vegetatif dan menutupi
daerah yang luas di aksila dan perineum. Di dalam mulut, dalam terlihat gambaran yang khas
ialah granulomatosis seperti beledu. (1)
12
2. PEMFIGOID BULOSA
2.1 Pendahuluan
Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai
oleh adanya bula subepidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita pada orang tua
dengan erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih jarang melibatkan mukosa,
13
tetapi memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun presentasinya dapat polimorfik dan
dapat terjadi kesalahan diagnosa, terutama pada tahap awal penyakit atau di varian
atipikal, di mana bula biasanya tidak ada. Dalam kasus ini, penegakan diagnosis PB
memerlukan tingkat pemeriksaan yang tinggi untuk kepentingan pemberian pengobatan
awal yang tepat. Antigen target pada antibodi pasien yang menunjukkan dua komponen
dari jungsional adhesi kompleks-hemidesmosom ditemukan pada kulit dan mukosa.(1,5)
Pemfigoid Bulosa (PB) ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan
berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3 (komponen
komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane zone, IgG sirkulasi dan antibody
IgG yang terikat pada basement membrane zone.(2,3,4)
Kondisi ini disebabkan oleh antibodi dan inflamasi abnormal terakumulasi di
lapisan tertentu pada kulit atau selaput lendir. Lapisan jaringan ini disebut "membran
basal." Antibodi (imunoglobulin) mengikat protein di membran basal disebut antigen
hemidesmosomal PB dan ini menarik sel-sel peradangan (kemotaksis).
2.2 Epidemiologi
Sebagian besar pasien dengan Pemfigoid Bulosa berumur lebih dari 60 tahun .
Meskipun demikian, Pemfigoid Bulosa jarang terjadi pada anak-anak,dan laporan di
sekitar awal tahun 1970 (ketika penggunaan immunofluoresensi untuk diagnosis menjadi
lebih luas) adalah tidak akurat karena kemungkinan besar data tersebut memasukkan
anak-anak dengan penanda IgA, daripada IgG, di zona membran basal. Tidak ada
predileksi etnis, ras, atau jenis kelamin yang memiliki kecenderungan terkena penyakit
Pemfigoid Bulosa. Insiden Pemfigoid Bulosa diperkirakan 7 per juta per tahun di Prancis
dan Jerman.(6)
2.3 Etiologi
Etiologinya ialah autoimunitas, tetapi penyebab yang menginduksi produksi
autoantibodi pada pemfigoid bulosa masih belum diketahui.
2.4 Patogenesis
14
Antigen P.B. merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel basal,
diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian B.M.Z. (basal membrane zone) epitel gepeng
berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel basal dengan membrana basalis,
strukturnya berbeda dengan desmosom. (1,2)
Terdapat 2 jenis antigen P.B. ialah yang dengan berat molekul 230 kD disebut PBAgl
(P.B. /Antigen 1) atau PB230 dan 180 kD dinamakan PBAg2 atau PB180. PB230 lebih
banyak ditemukan daripada PB180.
Terbentuknya bula akibat komplemen yang teraktivasi melalui jalur klasik dan
alternatif kemudian akan dikeluarkan enzim yang merusak jaringan sehingga terjadi
pemisahan epidermis dan dermis.
Autoantibodi pada PB terutama IgG1, kadang-kadang IgA yang menyertai IgG.
Isotipe IgG yang utama ialah IgG1 dan IgG4, yang melekat pada kompelemen hanya IgG1.
Hamper 70% penderita mempunyai autoantibodi terhadap B.M.Z dalam serum dengan kadar
yang sesuai dengan keaktivasi penyakit, jadi berbeda dengan pemfigus.
Studi ultrastruktural memperlihatkan pembetukan awal bula pada pemfigus bulosa
terjadi dalam lamina lucida, diantara membrane basalis dan lamina densa. Terbentuknya bula
pada tempat tersebut disebabkan hilangnya daya tarikan filamen dan hemidesmosom.
Langkah awal dalam pembentukan bula adalah pengikatan antibodi terhadap antigen
pemfigoid bulosa. Fiksasi IgG pada membrane basal mengaktifkan jalur klasik komplemen.
Aktifasi komplemen menyebabkan kemoktasis leukosit serta degranulasi sel mast. Produkproduk sel menyebabkan kemoktasis dari eosinofil melalui mediator seperti faktor
kemotaktik eosinofil anafilaksis. Akhirnya, leukosit dan protease sel mast mengakibatkan
pemisahan epidermis kulit. sebagai contoh, eosinofil, sel inflamasi dominan di membran
basal pada lesi pemfigoid bulosa, menghasilkan gelatinase yang mendorong kolagen
ekstraselular dari PBAG2, yang mungkin berkontribusi terhadap pembentukan bula.
2.5 DIAGNOSA
2.5.1 GAMBARAN KLINIS
hubungannya dengan eksema, papul dan atau urtikaria, ekskoriasi yang dapat bertahan
selama beberapa minggu atau bulan. Gejala non-spesifik ini bisa ditetapkan sebagai satusatunya tanda-tanda penyakit.
Fase Bulosa
Tahap bulosa dari PB ditandai oleh perkembangan vesikel dan bula pada kulit
normal ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama dengan urtikaria dan infiltrat
papul dan plak yang kadang-kadang membentuk pola melingkar. Bula tampak tegang,
diameter 1 4 cm, berisi cairan bening, dan dapat bertahan selama beberapa hari,
meninggalkan area erosi dan berkrusta. Lesi seringkali memiliki pola distribusi simetris,
dan dominan pada aspek lentur anggota badan dan tungkai bawah, termasuk perut.
Perubahan post inflamasi memberi gambaran hiper- dan hipopigmentasi serta, yang lebih
jarang, miliar. Keterlibatan mukosa mulut diamati pada 10-30% pasien. Daerah mukosa
hidung mata, faring, esofagus dan daerah anogenital lebih jarang terpengaruh. Pada
sekitar 50% pasien, didapatkan eosinofilia darah perifer.
Perjalanan penyakit biasanya ringan dan keadaan umum penderita baik. Penyakit
PB dapat sembuh spontan (self-limited disease) atau timbul lagi secara sporadik, dapat
generalisata atau tetap setempat sampai beberapa tahun. Rasa gatal kadang dijumpai,
walaupun jarang ada. Tanda Nikolsky tidak dijumpai karena tidak ada proses akantolisis.
Kebanyakan bula ruptur dalam waktu 1 minggu, tidak seperti pemfigus vulgaris, ia tidak
menyebar dan sembuh dengan cepat.(4)
Lesi kulit
Eritem, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin mendahului pembentukan bula. Bula besar,
tegang, oval atau bulat; mungkin timbul dalam kulit normal atau yang eritema dan
mengandung cairan serosa atau
hemoragik.
generalisata, biasanya tersebar tapi juga berkelompok dalam pola serpiginosa dan
arciform.(3)
Tempat Predileksi
Aksila; paha bagian medial, perut, fleksor lengan bawah, tungkai bawah.
16
Gambar 3:
17
18
2.6 Histopatologi
Kelainan yang dini ialah terbentuknya celah di perbatasan dermalepidermal. Bula
terletak di subepidermal, sel infiltrat yang utama ialah eosinofil. (1)
2.7 Imunologi
Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3 tersusun seperti pita
di B.M.Z. (Basement Membrane Zone). (1)
2.8 Diagnosis banding
Penyakit ini dibedakan dengan pemfigus vulgaris dan dermatitis herpetiformis. Pada
pemfigus keadaan umumnya buruk, dinding bula kendur, generalisata, letak bula
intraepidermal, dan terdapat IgG di stratum spinosum.
Pada dermatitis herpetiformis, sangat gatal, ruam yang utama ialah vesikel
berkelompok, terdapat IgA tersusun granular.
19
2.9 Pengobatan
Pengobatannya dengan kortikosteroid. Dosis prednison 40 - 60 mg sehari, jika telah
tampak perbaikan dosis diturunkan periahan-lahan. Sebagian besar kasus dapat disembuhkan
dengan kortikosteroid saja. Jika dengan kortikosteroid belum tampak perbaikan, dapat
dipertimbangkan pemberian sitostatik yang dikombinasikan dengan kortikosteroid. Cara dan
dosis pemberian sitostatik sama seperti pada pengobatan pemfigus.
2.10 Prognosis
Kematian jarang dibandingkan dengan pemfigus vulgaris, dapat terjadi remisi
spontan.
3.
DERMATITIS HERPETIFORMIS
3.1 PENDAHULUAN
Dermatitis herpetiformis (DH) adalah manifestasi pada kulit yang disebabkan oleh
sensitivitas terhadap gluten. Lebih dari 90% pasien terbukti sensitif terhadap gluten, yang
mana dapat dimulai dari limfosit intraepitel jejunum sampai atrofi total vili usus kecil. Hanya
20% pasien DH yang memiliki gejala intestinal dari Celiac disease. Penyakit kulit maupun
pada intestinal keduanya berespon terhadap restriksi gluten dan membaik dengan penggantian
diet yang mengandung gluten. Ada hubungan genetik yang kuat, dengan 90% dari Celiac
disease dan pasien DH, yaitu memiliki HLA kelas II genotipe DQ2, terdiri dari alel
DQA1*0501 dan DQB1*02, dibandingkan dengan 20% pasien dengan kontrol normal.
20
3.2 EPIDEMIOLOGI
Dermatitis herpetiformis biasanya terjadi pada penduduk Eropa Utara. Jarang terjadi
pada penduduk Afrika-Amerika dan Asia. Berdasarkan studi di Finlandia (1978), tingkat
prevalensi DH adalah 10,4/100.000 orang dan insidensi per tahun adalah 1,3/100.000 orang.
Onset penyakit ini terjadi sekitar umur 40 tahun, tapi dapat terjadi pada umur 2-90 tahun.
Anak-anak dan remaja jarang mendapat penyakit ini. DH lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan wanita. Rasio pria : wanita adalah 2:1. Pada anak-anak lebih sering terjadi
pada anak perempuan dibandingkan laki-laki. Dari 1979 sampai 1996, insidensi familial DH
di Finlandia dipelajari secara prospektif. DH didiagnosis pada 1018 pasien dan 10,5% pada
satu atau lebih keturunan pertama.
Pada tahun 1987, studi prevalensi DH di US hanya dilakukan di Utah dan prevalensi
yang ditemukan adalah 11,2/100.000 orang, menggambarkan lebih dominan terjadi pada
keturunan Eropa Utara. Insidensi selama tahun 1978 sampai 1987 adalah 0,98/100.000 orang
per tahun. Onset umur rata-rata pada laki-laki adalah 40,1 tahun dan wanita 36,2 tahun.
Rasio pria : wanita adalah 1,44:1. Pada studi banding lain di Utah, prevalensi DH lebih
tinggi didapatkan pada keturunan pertama yang diketahui pasien DH. Temuan ini
berhubungan dengan HLA yang mendukung predisposisi genetik terhadap sensitivitas
gluten.(1,4)
3.3 Definisi
Dermatitis herpetiformis (D.H.) ialah penyakit yang menahun dan residif, ruam
bersifat polimorfik terutama berupa vesikel, tersusun berkelompok dan simetrik serta disertai
rasa sangat gatal.
3.4 Etiologi
21
Gambar 9. a)papulovesikel eritematous dan erosi pada siku. b)vesikel dan papula
Kelainan intestinal
Pada lebih dari 90% kasus D.H didapati spectrum histopatologik yang menunjukan
enteropati sensitive terhadap gluten pada jejunum dan ileum. Kelainan yang didapat
bervariasi dari infitrat mononuclear ( limfosit dan sel plasma) di lamina propia dengan atrofi
vili yang minimal hingga sel-sel epitel mukosa usus halus yang mendatar. Sejumlah 1/3 kasus
disertai steatore. Dengan diet bebas gluten kelainan tersebut akan membaik.
3.7 Histopatologi
Terdapat kumpulan neutrofil di papil dermal yang membentuk mikroabses neutrofilik.
Kemudian terbentuk edema papilar, celah subepidermal, dan vesikel multiokular dan
subepidermal. Terdapat pula eosinofil pada infiltrat dermal, juga di cairan vesikel.
23
Kecuali itu juga neuritis perifer dan bersifat hepatotoksik. Dengan dosis 100 mg
sehari umumnya tidak ada efek samping. Yang harus diperiksa adalah kadar Hb,
jumlah leukosit, dan hitung jenis, sebelum pengobatan dan 2 minggu sekali. Jika
klinis menunjukkan tanda-tanda anemia atau sianosis segera dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Jika terdapat defisiensi G6PD, maka merupakan
kontraindikasi karena dapat terjadi anemia hemolitik. Bila telah sembuh dosis
diturunkan perlahan-lahan setiap minggu hingga 50 mg sehari, kemudian 2 hari
sekali, lalu menjadi seminggu 1x.
Sulfapiridin
Sulfapiridin sukar didapat karena jarang diproduksi sebab efek toksiknya lebih
banyak dibandingkan dengan preparat sulfa yang lain. Obat tersebut kemungkinan
akan menyebabkan terjadinya nefrolithiasis karena sukar larut dalam air. Efek
samping hematologic seperti pada dapson, hanya lebih ringan. Khasiatnya kurang
dibandingkan dapson. Dosisnya antara 1-4 gram sehari.(1,4,5)
3.10 Prognosis
Sebagian besar penderita akan mengalami D.H. yang kronis dan residif.
4.
25
4.6 Pengobatan
Biasanya memberi respons yang cepat dengan sulfonamida, yakni dengan
sulfapiridin, A dosisnya 150 mg per kg berat badan sehari. Dapat pula dengan DDS atau
kortikosteroid I atau kombinasi. Diet bebas gluten seperti pada D.H. tidak perlu.
26
5.
PEMFIGOID SIKATRISIAL
5.1 Definisi
Pemfigoid sikatrisial (P.S.) ialah dermatosis autoimun bulosa kronik yang terutama
ditandai oleh adanya bula yang menjadi sikatriks terutama dimukosa mulut dan konjungtiva.
5.2 Epidemiologi
Penyakit ini jarang ditemukan.
5.3 Gejala klinis
Keadaan umum penderita baik. Berbeda lengan pemfigoid bulosa, P.S. jarang
mengalami remisi. Kelainan mukosa yang tersering ialah mulut (90%), disusul oleh
konjungtiva (66%), dapat juga di mukosa lain, misalnya hidung, farings, larings, esofagus,
dan genitalia. Permulaan penyakit mengenai mukosa bukal dan gingiva, palatum mole dan
durum biasanya juga terkena, kadang-kadang lidah, uvula, tonsil, dan bibir ikut terserang.
27
Bula umumnya tegang, lesi biasanya tertihat sebagai erosi. Lesi di mulut jarang menganggu
penderita makan.(1,3,4)
Simtom okular meliputi rasa terbakar, air mata yang berlebihan, fotofobia, dan sekret
yang mukoid. Kelainan mata ini dapat diikuti simblefaron, dan berakhir dengan kebutaan
disebabkan oleh kekeruhan kornea akibat kekeringan, pembentukan jaringan parut oleh
trikiasis, atau vaskularisasi epitel kornea.
Mukosa hidung dapat terkena dan dapat mengakibatkan obstruksi nasal. Jika farings
terkena, dapat terjadi pembentukan jaringan parut dan stenosis larings. Esofagus jarang
terkena, pernah dilaporkan terjadinya adesi dan penyempitan yang memerlukan dilatasi. Lesi
di vulva dan penis biasanya berupa bula atau erosi, sehingga dapat mengganggu aktivitas
seksual. Kelainan kulit dapat ditemukan pada 10 -30% penderita, berupa bula tegang di
daerah inguinal dan ekstremitas, dapat pula generalisata. Jarang sekali timbul kelainan tanpa
disertai lesi di membran mukosa.
6.
PEMFIGOID GESTATIONIS
6.1 Definisi
Pemfigoid getationis (P.G.), adalah dermatosis autoimun dengan ruam polimorf yang
berkelompok dan gatal, timbul pada masa kehamilan, dan masa pascapartus.
6.2 Etiologi
Etiologinya ialah autoimun. Sering bergabung dengan penyakit autoimun yang lain,
misalnya penyakit Grave, vitiligo, dan alopesia areata.
6.3 Epidemiologi
Hanya terdapat pada wanita pada masa subur. Insidensnya menurut Kolodny, 1 kasus
per 10.000 kelahiran.
6.4 Gejala klinis
29
Gejala prodromal, kalau ada, berupa demam malese, mual, nyeri kepala, dan rasa
panas dingin silih berganti. Beberapa hari sebelum timbul erupsi dapat didahului dengan
perasaan sangat gatal seperti terbakar.
Biasanya tertihat banyak papulo-vesikel yang sangat gatal dan berkelompok. Lesinya
polimorf terdiri atas eritema, edema, papul, dan bula tegang. Bentuk intermediate juga dapat
ditemukan, misalnya vesikel yang kecil, plakat mirip urtika, vesikel berkelompok, erosi, dan
krusta. Kasus yang berat menunjukkan semua unsur polimorf, tetapi terdapat pula kasus yang
ringan yang hanya terdiri atas beberapa papul eritematosa, plakat yang edematosa, disertai
gatal ringan.
Tempat predileksi pada abdomen dan ekstremitas, termasuk telapak tangan dan kaki
dapat pula mengenai seluruh tubuh dan tidak simetrik. Selaput lendir jarang sekali terkena.
Erupsi sering disertai edema di muka dan tungkai. Kalau melepuh pecah, maka lesi akan
menjadi lebih merah, dan terdapat ekskoriasi dan krusta. Sering pula diikuti radang oleh
kuman. Jika lesi sembuh akan meninggalkan hiperpigmentasi, tetapi kalau ekskoriasinya
dalam akan meninggalkan jaringan parut. Kuku kaki dan tangan akan mengalami lekukan
melintang sesuai waktu terjadinya eksaserbasi. Kadang-kadang didapati leukositosis dan
eosinofilia sampai 50%.
6.5 Histopatologi
Terdapat sebukan sel radang di sekitar pembuluh darah pada pleksus permukaan dan
dalam di dermis, terdiri atas histiosit, limfosit, dan eosinophil. Berlawanan dengan dermatitis
herpetiformis, netrofil jarang sekali ditemukan. Bula yang banyak berisi eosinofil terdapat
pada lapisan subepidermal.
6.7 Pengobatan
Tujuan pengobatan ialah menekan terjadinya bula dan mengurangi gatal yang timbul.
Hal ini dapat dicapai dengan pemberian prednison 20 - 40 mg per hari dalam dosis terbagi
rata.
Takaran ini perlu dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan keadaan penyakit yang
meningkat pada waktu melahirkan dan haid, dan akan menurun pada waktu nifas.
6.8 Prognosis
Komplikasi yang timbul pada ibu hanyalah rasa gatal dan infeksi sekunder. Kelahiran
mati dan kurang umur akan meningkat.
Jika penyakit timbul pada masa akhir kehamilan maka akan lama sembuh dan
seringkali timbul pada kehamilan berikutnya.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiryadi, Benny E., Dermatosis Vesikobulosa., Dalam: Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005.
2. Hall JC, ed. sauers Manual of skin Disease. 8th edition. Lippincott Williams &
Wilkins.2000;232-36.
3. Siregar. S.R. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC. Jakarta. 2004; 204-08.
4. Wojnarowska F et al. Immunobulosa disease. Burn T et al, ed. Rookstextbook of
dermatology. 7th edition. Australia : Blackwell publication ; 2004;2033-91.
5. Hert M, ed. Autoimmune disease of the skin : pathogenesis,diagnosis,management. 2nd
revised edition.Austria : Springer-verlag Wien; 2005;60-79.
6. James WD, Berger TG, Elston DM,eds. Andrews Disease of the Skin Clinical
Symptoms. 10th ed. Phildelphia.Saunders Elsevier;2006;581-93.
32