4D
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bagi beberapa ahli, desain urban merupakan kerlanjutan dari perencanaan kota, karena desain urban merupakan pelaksanaan dari
perencanaan kota. Dengan kata lain, perancangan kota (desain urban) memerlukan perencanaan kota (urban planning) agar perancangan
kota atau desain urban tersebut dapat terlaksana dengan baik. Desain urban menyangkut penataan bentuk, estetika lingkungan kota, yang
menata manusia dan lingkungan di sekitarnya, serta menata ruang yang menjadi wadah interaksi manusia dengan manusia, juga interaksi
manusia dengan wadah atau ruangnya itu sendiri.
Seiring dengan berjalannya waktu, perencanaan kota yang telah ditata dan ditetapkan semula, mulai diabaikan, tidak hanya oleh
pemerintah dari suatu kawasan tersebut, namun oleh juga masyarakat penggunanya. Tidak hanya itu, kondisi keberagaman perkotaan yang
semakin berkembang juga mulai menimbulkan permasalahan yang semakin hari semakin berkembang dan semakin kompleks, mulai dari
masalah lingkungan, sosial, industrialisasi, pertumbuhan kota yang tidak seimbang, hingga masalah transportasi. Dengan adanya masalah
yang terjadi ini, maka diperlukan sebuah solusi untuk mengembalikan keteraturan sebuah kawasan perkotaan agar memenuhi fungsi-fungsi
kota yang sebagaimana mestinya.
Fungsi-fungsi yang ada dalam kawasan perkotaan dapat tertata dengan baik apabila elemen-elemen yang ada di dalam kawasan
perkotaan tersebut diletakkan atau berada pada tempat yang sesuai dengan fungsinya. Untuk itu diperlukan suatu tatanan yang dapat
mengatur agar elemen-elemen dalam perancangan kota tersebut berfungsi secara optimal, sesuai dengan letaknya pada suatu daerah
dalam kawasan kota.
Desain urban berperan dalam peningkatan kualitas lingkungan dan penduduk perkotaan, baik dari segi sosial, ekonomi, maupun fisik.
Perancangan kota dapat menghasilkan berbagai macam produk, di antaranya yaitu kebijakan, rencana, pedoman, program. Kebijakan
merupakan metode desain, kebijakan antara suatu kawasan kota dengan kawasan kota yang lainnya tidaklah sama, sehingga desain dalam
4D
setiap kota tidak dapat disamakan dengan kota lain. Rencana merupakan produk utama dari perencanaan. Pedoman berfungsi sebagai
pengembangan suatu kerangka kerja rancangan. Pedoman diperlukan karena dalam pedoman harus dipatuhi oleh siapapun yang
membangun dalam setiap persil kawasan, seingga masing-masing kota dapat menentukan sendiri pedoman bagi dirinya. Program
merupakan rancangan yang akan diimplementasikan.
Beberapa kebijakan-kebijakan pemerintah dapat juga dijadikan pedoman untuk mengatur tata kota, seperti peraturan menteri, dan
rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL), karena di dalam kebijakan-kebijakan tersebut telah diatur fungsi dari bagian-bagian suatu
kawasan dan peranannya di dalam kawasan tersebut.
Untuk dapat mengatur atau menata sebuah kawasan perkotaan dengan baik, maka diperlukan pula pemahaman tentang segala hal
yang berkaitan dengan perkotaan, baik itu sejarah terbentuknya kota, defenisi kota, dan pola-pola sebuah kota, permasalahan yang ada di
perkotaan, elemen-elemen yang ada dalam perancangan kota, aspek apa saja yang ada dalam perancangan kota, sehingga permasalahan
kota dapat terselesaikan dengan baik, tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
1.2 TUJUAN
a. Memahami konsep dasar pembentukan kota.
b. Memahami permasalahan-permasalahan yang ada di dalam perkotaan.
c. Memahami peran desain urban dalam kawasan perkotaan.
d. Memahami elemen-elemen perancangan kota.
e. Untuk memenuhi tugas Azas Desain Urban.
4D
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Sejarah Kota
2.1.1 Sejarah Terbentuknya Kota
Jadi dalam perkembangannya sebuah kota berdasarkan tahap perkembangannya kota dimulai dari tahap :
1. Eopolis yaitu tahap perkembangan desa yang sudah teratur dan masyarakatnya merupakan peralihan dari pola kehidupan desa
kearah kehidupan kota (kota kecamatan).
2. Polis yaitu tahap perkembangan kota yang sebagian penduduknya masih mencirikan sifat-sifat agraris (kota kabupaten).
3. Metropolis, yaitu tahap perkembangan kota yang ditandai oleh sebagian kehidupan ekonomi penduduknya ke sektor industri.
4. Megapolis, yaitu tahap perkembangan kota yang telah mencapai tingkat tertinggi diantaranya dengan pemekaran atau
perluasan kota. Perkotaan terdiri dari beberapa kota metropolis yang menjadi satu sehingga membentuk jalur perkotaan.
5. Trianopolis, yaitu tahap perkembangan kota yang kehidupannya sudah sulit dikendalikan baik masalah lalulintas, kekacauan
pelayanan umum maupun masalah tingkat kriminalitas yang tinggi.
6. Nekropolis, yaitu tahap perkembangan kota yang kehidupannya mulai sepi bahkan mengarah pada kota mati (kota yang mulai
ditinggalkan penduduknya).
4D
sejak periode yang lebih awal, dan seluruh masyarakat yang tinggal di gua-gua dan dinding batu yang dilubangi, telah bertahan
hidup dalam daerah-daerah yang sangat terpencar sampai saat ini. Pola kehidupan ke dalam, bias ditemui di tempat-tempat
berkumpul semacam itu.
Kota-kota yang baru terbentuk masih mempertahankan banyak karakteristik sosial dan fisik dari daerah-daerah perkotaan
sebelumnya. Pusat perkotaan semacam ini tidak mempunyai alas an untuk tumbuh sampai di luar batas ukuran yang
ditentukan oleh kebutuhan dasarnya.
B. Kota Zaman Kuno
Kebudayaan awal menyebar sepanjang lembah-lembah subur dimana makanan, air, dan transportasi dapat diperoleh
dengan mudah. Kekuasaan pindah dari satu kerajaan ke kerajaan lain.
C. Kota Neoklasik (Kota Abad Pertengahan)
Kota Abad pertengahan didominasi gereja atau biara dan kastil penguasa. Halaman gereja menjadi pasar. Sementara
kastil dikelilingi oleh tebok sendiri sebagai suatu perlindngan akhir bila ada musuh yang dapat menembus benteng utama.
Untuk menambahkan perlindungan kota, kota-kota tersebut biasanya diletakkan di tanah yang tidak rata, menempati puncak
bukit atau pulau.
Kota dirancang agar cocok dengan pola topografi daerahnya. Seluruh kota diterapkan dengan logika structural yang
mencirikan perlakuan arsitektural bangunan-bangunan Romanesque dan Gothic. Ruang-ruang terbuka, jalan dan lapangan
dikembangkan sebagai bagian terpadu dari tapak berdirinya bangunan. Kecuali beberapa jalan utama antara pintu gerbang
dan pelataran pasar, jalan lebih digunakan untuk sirkulasi pejalan kaki seluruh kota daripada sebagai jalan utama lalu lintas
kendaraan. Lalu lintas beroda umumnya tidak ada kecuali di jalan utama.
4D
D. Kota Modern
Pertumbuhan industri yang pesat menyebabkan wilayah perkotaan yang menjadi padat, kumuh, dan meningkatnya
kriminalitas. Hal ini memacu kaum visionaris mengungkap beberapa konsep kota, diantaranya adalah konsep Kota Taman
(Garden City), konsep Kota Indah (Beautiful City), dan Kota Radial (Radiant City).
Markus Zahnd (dalam buku Perancangan Kota secara Terpadu, 1999:1) berpendapat kota merupakan satu ungkapan kehidupan
manusia yang mungkin paling kompleks. Dimana definisi kota secara secara klasik dan juga secara modern
4D
A. Definisi klasik
Sebuah kota adalah suatu pemukiman yang relatif besar, padat, dan permanen, terdiri dari kelompok individu individu
yang heterogen dari segi sosial 10 kriteria untuk merumuskan kota :
1. Ukuran dan jumlah penduduk yang besar terhadap massa dan tempat
2. Bersifat permanen
3. Kepadatan minimum terhadap massa dan tempat
4. Struktur dan tata ruang perkotaan seperti yang ditunjukkan oleh jalur jalan dan ruang ruang perkotaan yang nyata
5. Tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja
6. Fungsi perkotaan minimum yang diperinci, yang meliputi sebuah pasar, sebuah pusat administrasi atau pemerintahan,
sebuah pusat militer, sebuah pusat keagamaan, atau sebuah pusat aktivitas intelektual bersama dengan kelembagaan yang
sama
7. Heteregenitas dan pembedaan yang bersifat hierarkis pada masyarakat
8. Pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah pertanian di tepi kota dan memproses bahan mentah untuk
pemasaran yang lebih luas
9. Pusat pelayanan (service) bagi daerah-daerah lingkungan setempat.
10. Pusat penyebaran. Memiliki suatu falsafah hidup perkotaan pada massa dan tempat itu.
B. Definisi modern
Sebuah permukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah kota bukan dari segi ciri ciri morfologis tertentu, atau bahkan
kumpulan ciri cirinya, melainan dari segi suatu fungsi khusus yaitu menyusun sebuah wilayah dan menciptakan ruang ruang
efektif melalui pengorganisasian sebuah daerah pedalaman yang lebih besar berdasarkan hierarki hierarki tertentu.
4D
4D
4D
penggabungan antara kota besar utama dengan kota-kota satelit di sekitarnya, sehingga kenampakan morfologi kotanya
mirip telapak katak pohon.
B. Pola Kota
Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal perkotaan yang ada, Hudson dalam Yunus
(1999), mengemukakan beberapa alternatif model bentuk kota. Secara garis besar ada 7 (tujuh) buah model bentuk kota yang
disarankan, yaitu:
1. Bentuk satelit dan pusat-pusat baru (satelite and neighbourhood plans)
Pada bentuk ini kota utama dengan kota-kota kecil akan dijalin hubungan pertalian fungsional yang efektif dan efisien.
2. Bentuk stellar atau radial (stellar or radial plans)
Pada bentuk ini tiap lidah dibentuk pusat kegiatan kedua yang berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan dan yang
menjorok ke dalam direncanakan sebagai jalur hijau dan berfungsi sebagai paru-paru kota, tempat rekreasi dan tempat olah
raga bagi penduduk kota.
3. Bentuk cincin (circuit linier or ring plans)
Pada bentuk ini kota berkembang di sepanjang jalan utama yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan sebagai
daerah hijau terbuka.
4. Bentuk linier bermanik (bealded linier plans)
Pada bentuk ini pusat perkotaan yang lebih kecil tumbuh di kanan-kiri pusat perkotaan utamanya, pertumbuhan perkotaan
hanya terbatas di sepanjang jalan utama maka pola umumnya linier, dipinggir jalan biasanya ditempati bangunan komersial
dan dibelakangnya ditempati permukiman penduduk.
4D
10
4D
11
4D
Teori figure/ground di dalam tingkat kota dapat dilihat dengan dua skala, yaitu:
a. Skala makro besar
Dalam skala ini, figure/ground memperhatikan kota secara keseluruhan. Ciri tekstur yang ada dilihat secara
keseluruhan.
b. Skala makro kecil
Hal yang diperhatikan adalah satu kawasan saja. Focus pada tekstur kawasan, sehingga bersifat mendalam.
12
4D
2. Teori linkage
Teori linkage lebih membahas hubungan sebuah tempat dengan yang lain dari berbagai aspek sebagai
penggerak kota. Analisa linkage adalah alat yang baik untuk:
a. Memperhatikan dan menegaskan hubungan-hubungan dan gerakan-gerakan sebuah tata ruang perkotaan (urban
fabric) Kelamahan analisis linkage muncul dari segi lain
b. Kurangnya perhatian dalam mengidentfikasi ruag perkotaan (urban fabic) secara spasial dan kontekstual.
13
4D
4) Sumbu
Dihubungkan oleh dua elemen pembentuk, namun mengutamakan pada salah satu daerah.
5) Irama
Elemen irama menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang.
14
4D
b. Linkage struktural
Kawasan-kawasan yang tidak terhubungkan secara structural, atau terhubungkan tapi kurang baik akan
menimbulkan suatu kualitas kota yang diragukan. Linkage struktural dapat diamati dua perbedaan pokok :
1) Menggabungkan dua daerah secara netral
2) Menggabungkan dua daerah dengan mengutamakan satu daerah
Elemen Linkage Struktural
1) Elemen tambahan
Elemen tambahan melanjutkan pola pembangunan yang sudah ada sebelumnya. Bentuk massa dan ruang
yang ditambah dapat berbeda, namun pola kawasan dapat dimengerti
2) Elemen sambungan
Elemen sambungan merupakan elemen yang memperkenalkan pola baru pada kawasan dan dapat
menyambung dua atau lebih pola disekitarnya
3) Elemen tembusan
Elemen tembusan yaitu elemen memperkenalkan pola baru yang belum ada merupakan campuran dari
lingkungannya.
15
4D
16
4D
3) Groupform
Dalam tipe ini lingkage dikembangkan secara organis dengan muncul penambahan dari akumulasi bentuk
dan struktur yang biasanya berdiri di samping ruang terbuka publik.
3. Teori Place
Teori pada kelompok ketiga dipahami dari segi seberapa besar kepentingan tempat-tempat perkotaan yang
terbuka terhadap sejarah, budaya, dan sosialisasinya. Analisis place adalah alat yang baik untuk:
a. Memberi pegertian mengenai ruang kota melalui tanda hidup perkotaannya.
b. Memberi pengertian berupa ruang kota secara kontekstual.
Kelemahan analisis place adalah perhatiannya yang hanya difokuskan pada suatu tempat perkotaan saja.
17
4D
j.
Environmental Degradation
18
4D
Administrative Organization
3. Menurut Taylor dan William dalam Nurmandi (1999) faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebagai generating factors
yaitu :
a. Faktor Demografi
Faktor pendorong urbanisasi (push factors/ Daya Dorong Desa) dan penarik kota (pull factors/ Daya Tarik Kota).
Masyarakat memiliki sebuah paham bahwa kota merupakan impian bagi kaum migran dari desa .
b. Faktor Ekonomi
Perkotaan memiliki sektor modern, sedangkan pedesaan berupa sektor tradisional. Selain itu, di perkotaan berkembang
pula sektor informal sebagai penampungan anggota masyarakat yang tersisih dari sektor formal modern.
c. Faktor Sosial
Masalah sosio-kultur masyarakat, kondisi permukiman yang tidak kondusif yang berkorelasi kuat dengan kriminalitas,
contohnya : cultural shock, cultural alienation dan cultural lag.
d. Faktor Politik
Perencanaan dan pengelolaan kota dilihat sebagai proses politik yang memiliki berbagai kepentingan yang ada dalam
masyarakat sebagai proses penyeimbangan kepentingan dari berbagai kelompok dalam memanfaatkan ruang kota.
e. Faktor Lingkungan
Pertimbangan terhadap kesesuaiannya dengan lingkungan untuk kepentingan masyarakat luas.
19
4D
f. Faktor Teknis
Berkaitan dengan pengetahuan dan ketrampilan merencanakan yang dikuasai perencana. Selain itu adalah pengetahuan
teknis tertentu yang bersifat spesialis.
B. Jenis Permasalahan
Permasalahan perkotaan secara garis besar dibedakan menjadi 5 dengan perkembangan masalah fisik, sosial dan sistem yang dimiliki
sebuah kota, yaitu :
1. Masalah sosial
Penurunan solidaritas sosial di kalangan penghuni kota dipengaruhi oleh tidak tersedianya tempat-tempat berkumpul. Tempat
berkumpul dapat berupa taman-taman kota yang memadai. Namun dari penelitian yang dilakukan oleh William H. White (1970) di
New York ditemukan bahwa banyak taman kota yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan kumpul bersama (social gathering) karena
taman-taman tersebut tidak menyediakan tempat yang memungkinkan orang untuk duduk. Taman-taman yang dapat memfasilitasi
kebutuhan masyarakat tidak hanya menarik bagi penghuni kota tetapi juga para turis, baik turis asing maupun domestik. Dalam
perancangannya bila suatu kawasan yang terdiri dari beberapa block memiliki taman khusus untuk penghuni di daerah tersebut.
Tempat ini sangat berguna sebagai tempat kumpul bersama (social gathering), selain itu berguna pula bagi tempat anak-anak
bermain.
20
4D
2. Masalah lingkungan
Permintaan kebutuhan penduduk yang semakin tinggi terhadap lahan yang terbatas menyebabkan pemanfaatan ruang secara
berlebih, seperti penebangan vegetasi dan mengubah lahan yang semula ruang terbuka ataupun lahan kosong menjadi hunian
penduduk dengan segala kegiatan penunjang lainnya. Hal tersebut akan menimbulkan masalah ketidakseimbangan lingkungan
(Mulyandari, 2011), yaitu :
a. Penebangan vegetasi berdampak pada penurunan kandungan air tanah secara bersama-sama, sehingga terjadi
ketidakseimbangan daya dukung tanah dan dapat menimbulkan tanah longsor yang membahayakan bagi penduduk yang
bertempat tinggal didekatnya
b. Peningkatan erosi tanah dan semakin kecilnya pori-pori permukaan tanah karena partikel-partikel tanah yang terbentur
langsung oleh air hujan menyumbat pori-pori tanah tersebut sehingga aliran air tidak dapat diserap oleh tanah secara
maksimal
c. Penurunan kapasitas infiltrasi tanah berpengaruh sangat kuat terhadap penurunan kandungan air tanah, sebaliknya
peningkatan volume aliran air permukaan menyebabkan banjir
d. Kurang tersedia prasarana penampung dan pengalir limpasan air permukaan menimbulkan banjir
e. Banyaknya saluran drainase di kota-kota besar seperti di Kota Jakarta yang tersumbat karena saluran drainase bawah
tanah tersebut penuh dengan kabel listrik dan telepon, sehingga air hujan tidak bisa masuk ke saluran drainase tersebut,
dan air akan menggenang di jalan. Hal ini akan mengakibatkan banjir di jalanan tersebut dan rusaknya jalan pada
kemudian hari.
21
4D
f. Munculnya lingkungan-lingkungan permukiman kumuh dan slum di bantar sungai, pinggiran rel kereta dan lahan-lahan
kosong lainnya milik Negara/ swasta memiliki potensi sebagai sumber penyakit dan memudahkan penyebaran penyakit
karena tidak didukung dengan ketersediaan prasarana lingkungan dan pelayanan yang memadai.
Selain itu, masalah lingkungan yang lain adalah pencemaran udara. Kebijakan sebagai bentuk penanggulangan masalah ini harus
melibatkan kesadaran dari masyarakat, pemerintah kota dan beberapa instusi non-pemerintah. Informasi yang dapat diberikan
kepada masyarakat harus mencakup semua aspek yang terkait dengan pencemaran udara, seperti kualitas udara, faktor-faktor yang
mempengaruhi pencemaran udara (bahan bakar, baku mutu dan teknologi, pemeriksaan dan perawatan, manajemen transportasi),
contoh-contoh tindakan nyata yang telah dilakukan , serta bagaimana sektor swasta, LSM, perguruan tinggi dan instansi lainnya
dapat ikut serta dalam menciptakan kondisi lingkungan yang nyaman dan aman.
Kendala-kendala dalam menciptakan partisipasi aktif semua pihak adalah terbatasnya anggaran yang tersedia, ketidaktersediaan
sarana dan prasarana yang memadai bagi instusi-instusi yang bertanggung jawab dalam bidang informasi dan komunikasi dan
22
4D
kurangnya koordinasi antara institusi teknis terkait dengan institusi-institusi yang bertanggung jawab dalam bidang informasi,
komunikasi dan hubungan masyarakat.
Pendekatan-pendekatan terhadap peningkatan perhatian masyarakat baik oleh pemerintah maupun pihak lain agar
menghasilkan pertisipasi aktif semua pihak dengan pertimbangan lingkungan dalam perencanaan ruang (Setiawan, 2005), yaitu :
a. Konservasi kawasan lindung
b. Konservasi keaneka-ragaman hayati
c. Konservasi kawasan-kawasan resapan air
d. Konservasi natural lanskap
e. Konservasi kawasan-kawasan pertanian
f. Konservasi permukiman pedesaan
g. Konservasi pusaka budaya dan saujana budaya (cultural lanscape)
Dalam masalah lingkungan secara global diperlukan adanya Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) oleh pemerintah pusat dan
daerah. Laporan tersebut menjelaskan rencana proyek atau kegiatan dan penataan lingkungan, menunjukkan dampak-dampak yang
akan muncul berkaitan dengan pemakaian dalam jangka waktu yang pendek, sumber-sumber daya lingkungan untuk mencapai
produktivitas jangka panjang, dan identifikasi setiap kemungkinan tidak terdaur-ulangkan atau tidak terbarukannya berbagai
sumber daya yang digunakan (Branch, 1996).
23
4D
1. Mesin uap
Saat masa pra-industrialisasi, kebanyakan produk yang dihasilkan oleh pabrik biasanya langsung dijual di lingkungan
sekitarnya. Sehingga letak pabrik sangat terbatas karena kebanyakan mesin perlu tenaga dari air sungai, tetapi sesudah
penemuan mesin uap terdapat pengaruhnya berupa :
1) Pabrik-pabrik dapat ditempatkan di mana saja, karena mesin uap bisa bekerja di mana saja
2) Produk- produk dapat didistribusikan ke seluruh tempat yang jauh, karena mesin uap memperkenalkan system
transportasi baru, yaitu kereta api dan kapal api.
2. Lift dan bahan baja
Masalah lahan dan sirkulasi vertikal bangunan sangat membatasi ketinggian bangunan, tetapi tidak begitu halnya
setelah dua penemuan tersebut. Akibatnya, gedung-gedung di pusat kota dibangun sangat tinggi dan suasana kota
industri makin lama makin padat.
3. Mobil
Pada masa pra-industrialisasi, kebanyakan lalu lintas dilaui oleh kuda (kereta kuda) atau berjalan kaki saja, artinya
kecepatan dan jarak berjalan terbatas. Dengan adanya mobil, kota-kota menjadi semakin luas, sistem lalu lintas dipadati
oleh banyak orang yang mengakibatkan sering terjadi kemacetan lalu lintas kota.
Masalah insdustrialisasi umumnya berkaitan dengan aspek politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Faktor yang memiliki
pengaruh penting dari masalah industrialisasi diantaranya (Mulyandari, 2011: 38) adalah :
a. Pertumbuhan penduduk dan laju urbanisai yang tinggi, sehingga meningkatkan jumlah kendaraan pribadi dan
pertambhan kendaraan umum yang akan mengeluarkan polusi udara
b. Pengembangan tata ruang yang tidak seimbang, karena fokus perkembangan bangunan di pusat kota
24
4D
c. Tendesi perubahan gaya hidup yang disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi, menyebabkan semakin banyak dibangun
pabrik-pabrik untuk memproduksi bahan baku menjadi bahan jadi
d. Masyarakat membutuhkan sumber energy yang lebih besar, sehingga dibutuhkan lebih banyak lagi kilang minyak bumi.
Masalah industri didapatkan realitas tehadap masalah industrialisasi bahwa perubahan drastis diikuti dengan pengaruh dari
berbagai faktor yang mengakibatkan kehidupan di kota menjadi berbahaya dan kurang stabil, yang meliputi 3 aspek, yaitu :
a. Timbulnya kota industri yang merusak kesehatan masyarakat
b. Merusak keseimbangan sistem sosial
c. Rusaknya moralitas atau norma-norma masyarakat
25
4D
mendapatkan kesejahteraan malah terabaikan. Akibatnya, kota tumbuh secara instan, tidak rasional dan tidak memiliki visi terhadap
globalisasi, karena kebijakan pengembangan kota nyaris didominasi oleh kepentingan elite (pemerintah dan investor), sedangkan
warga tidak pernah dilibatkan untuk menentukan apa, dimana, kapan dan untuk apa fasilitas dibangun di kota itu. Warga pun
tercecer, kota kehilangan partisipasi mereka dan terancam ditinggalkan penduduk yang berkualitas.
Pada dasarnya konsep sebuah kota modern yaitu memperkenalkan ruang privat dan ruang publik, yang merupakan milik
bersama dan penggunaannya ditentukan secara bersama. Ruang publik yang terbuka menjadi sarana untuk saling memberikan
toleransi, serta menghidupkanm sisi keberadaban manusia.
Issue-issue yang menyangkut perkembangan kota yang tidak terarah membentuk konurbasi antara kota inti dan kota-kota
sekitarnya yang menimbulkan permasalahan berupa kemiskinan, terbatasnya prasarana dan sarana, kemacetan lalu lintas,
pencemaran lingkungan. Pembangunan kota secara acak (Sprawl Development) menimbulkan suatu kota tumbuh dengan cepat dan
ada kota yang lambat pertumbuhannya. Pertumbuhan perumahan dan bangunan-bangunan yang terus meningkat tapi memiliki
kecenderungan tidak rasional menyebabkan pembangunan tidak terkendali (urban sprawl). Kondisi ini menyebabkan ketimpangan
harga tanah, ketidakadilan dalam pemanfaatan tanah dan spekulasi tanah yang tak terkontrol serta harga tanah yang tidak realistis
bagi kaum menegah ke bawah. Dampak negatif terjadinya urban sprawl Setiawan (2005) :
a. Perkembangan kota yang sprawling menyebabkan inefisiensi lahan
b. Banyak tanah-tanah kosong/ vacant/ terlantar
c. Terjadi spekulasi tanah yang tidak terkontrol
d. Terjadi proses konversi tanah-tanah pertanian subur yang berlebihan
e. Tidak tersedianya ruang terbuka hijau yang cukup
26
4D
Berikut merupakan aspek-aspek yang mempengaruhi perbedaan pembangunan acak dan pembangunan terkendali:
No.
Aspek
2 Pola pertumbuhan
Kepadatan rendah
Pembangunan pada feri-feri kota, ruang dan
ruang hijau, melebar
Homogen, terpisah-pisah
Kepadatan tinggi
Pembangunan pada ruang-ruang sisa/
antara, kompak
Mixed , cenderung menyatu
4 Skala
5 Layanan komunitas
6 Tipe komunitas
7 Transportasi
8 Desain jalan
9 Desain bangunan
10 Ruang publik
11 Biaya pembangunan
1 Kepadatan
3 Guna lahan
27
12 Proses perencanaan
4D
Tabel 2.1 Perbedaan Pembangunan Kota secara Acak (Sprawl Development) dan Pembangunan Terkendali (Anti-Sprawl Development)
(Roychansyah. M. S., 2006)
Pertumbuhan penduduk dan laju urbanisasi yang tinggi mendorong pengembangan wilayah perkotaan yang semakin melebar
ke daerah pinggiran kota/daerah penyangga, atau banyak perubahan dari desa menjadi kota. Dampaknya (Mulyandari, 2011) yaitu :
a. Mobilitas penduduk dan permintaan transportasi semakin meningkat
b. Jarak dan waktu tempuh perjalanan sehari-hari bertambah karena jarak antara tempat tinggal dan tempat kerja atau
aktivitas lainnya semakin jauh
c. Kepadatan lalu lintas menyebabkan waktu tempuh semakin lama
d. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan kebutuhan akan transportasi yang mengakibatkan bertambahnya titiktitik kemacetan yang akan berdampak pada peningkatan pencemaran udara.
5. Masalah transportasi
Masalah transportasi di kota-kota besar pada dasarnya, menyangkut 4 faktor (Marbun, 1994: 86) :
a. Manusia ( disiplin dan kebijaksanaan lalu lintas)
b. Prasarana (infrastruktur)
c. Alat transport (kendaraan pribadi dan kendaraan umum)
d. Rencana pembangunan kota
Keempat faktor ini memiliki hubungan yang erat dalam suatu sistem transportasi di Indonesia. Melalui perkembangan pola
kepemilikan kendaraan setingkat demi setingkat mulai menggantikan alat transportasi umum yang telah ada sebelumnya, hal ini
28
4D
dikarenakan pola kepemilikan berada di luar pengendalian pemerintah pusat dan pemerintah kota, akibatnya keberadaan mobil
pribadi menimbulkan masalah kemacetan hingga masalah pencemaran udara.
29
4D
30
4D
Gambar 2.18 A residential area in Phu My Hung new urban area in HCMC'sDistrict 7
http://www.talkvietnam.com/
Daerah pinggiran kota atau kawasan penyangga yang berkembang menjadi kawsan permukiman harus dapat berfungsi pula
sebagai kawasan resapan, areal perlindungan, dan pemanfaatan teknologi resapan yang sesuai. Usaha-usaha yang dapat
dilakukan di kawasan penyangga adalah sebagai berikut :
a. pembatasan pengembangan wilayah permukiman padat
b. penggunaan material infrastruktur dengan konstruksi yang dapat meresapkan air secara maksimal
c. perlindungan kerapatan dan penataan vegetasi
d. pembuatan kolam-kolam resapan, sumur dan atau lubang resapan pada setiap blok-blok perumahan
e. metode kolam konservasi dilakukan dengan membuat kolam-kolam air baik di perkotaan, permukiman, pertanian atau
perkebunan. kolam konservasi ini dibuat untuk menampung air hujan terlebih dahulu, diresapkan dan sisanya dapat dialirkan
ke sungai secara perlahan-lahan. Kolam konservasi dapat dibuat dengan memanfaatkan daerah-daerah dengan topografi
rendah, daerah-daerah bekas galian pasir atau galian material lainnya atau secara ekstra dibuat dengan menggali suatu areal
atau bagian tertentu.
31
4D
Gambar 2.19 Kolam konservasi air hujan, drainase ramah lingkungan pada permukiman
( Maryono, 2004)
32
4D
Pada pengembangan kawasan industri, harga tanah yang mahal serta lokasi industri yang berada di pusat kota menjadi
protes masyarakat akibat pencemaran yang akan ditimbulkan, menjadi pertimbangan bagi industri-industri untuk direlokasi ke
luar kota. Zonasi yang berisikan kawasan industri-industri akan memudahkan pemantauan dari kegiatan industri yang berpotensi
mencemari lingkungan. Beberapa pengembang kawasan mengintegerasikan pembangunan mess (perumahan murah) untuk
karyawan. Pembangunan kantor-kantor pemerintah dan bangunan-bangunan komersial seperti pusat perbelanjaan (mall, plaza,
shopping center, supermarket, hypermarket), hotel, apartemen, kantor sewa (rental office) dan pusat bisnis lainnya, hingga saat
ini masih terkonsentrasi di pusat kota. Akibatnya harga tanah di pusat kota meningkat cukup tajam sehingga harga yang
terjangkau oleh masyarakat banyak tidak dapat dipenuhi. Pembangunan perumahan bergeser ke daerah pinggiran kota atau
kota-kota penyangga, karena harganya masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan di pusat kota.
5. Transportasi
Masalah transportasi yang kian lama semakin kompleks menimbulkan usaha-usaha penanggulangan dalam rencana jangka
pendek dan jangka panjang, yaitu (Marbun, 1994):
a. Jaminan bahwa jalan-jalan di daerah padat diberi porsi lebih besar untuk mendahulukan kepentingan masyarakat umum
daripada kepentingan kenyamanan dengan mobil pribadi. Dengan memberi tarif lebih mahal bagi pengguna mobil pribadi
pada jam-jam sibuk, namun hal ini akan kesulitan dalam hal teknis.
b. Perbaikan dan manajemen usaha angkutan umum, disertai koordinasi dan efisiensi yang optimal. Pemerintah kota harus
aktif mengambil inisiatif membina manajemen pengusaha angkutan umum dan memberi subsidi yang diperlukan demi
kepentingan pelayanan masyarakat.
c. Menyesuaikan pola transportasi dengan bentuk kondisi kota, sehingga efisiensi dapat tercapai. Jaringan jalan dan alat
pengangkutan disesuaikan dengan kepentingan pokok warga kota, sehingga tidak terjadi pemborosan biaya dan waktu,
33
4D
selain itu pengembangan pemukiman baru harus memperhatikan akses yang bisa dilaui oleh angkutan umum yang dapat
dicapai.
d. Pola perpakiran yang sesuai dengan zaman agar terhindar dari kesemerawutan dan tidak mengacaukan pola kebijaksanaan
transportasi kota.
e. Pembuatan terowongan, fly pass, kereta api bawah tanah, kereta gantung dan kanal dengan mempertimbangkan
sambungan kombinasi antara alat angkutan dan lalu lintas yang ada.
Perencanaan pengadaan ban berjalan untuk manusia (dari pusat pertokoan yang ramai ke pusat keramaian yang lain), tangga berjalan, kereta
api cepat, bis keliling non stop, helicopter, system lalu lintas diatas rel, kendaraan dengan rel mini, kereta api bawah tanah sebagai alternative
untuk transportasi dimasa depan.
b.
Rencana struktur ruang wilayah kota yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan
sistem jaringan prasarana wilayah kota ;
c.
Rencana pola ruang wilayah kota yang meliputi kawasan lindung kota dan kawasan budi daya kota;
d.
34
e.
4D
Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan ketentuan
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan
insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
b.
c.
d.
e.
f.
Industri
d. Pendidikan
e.
f.
Terminal
g.
35
i.
j.
4D
36
4D
Monocentric city adalah kota yang belum berkembang pesat, jumlah penduduknya belum banyak, dan hanya
mempunyai satu pusat pelayanan yang sekaligus berfungsi sebagai Central Bussines District.
2. Polycentric city
Perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat pelayanan menjadi tidak efisien. Karena bertambah
besarnya sebuah kota, akan membutuhkan lebih dari satu pusat pelayanan yang banyaknya tergantung dari jumlah
penduduk kota itu sendiri. Fungsi pelayanan Central Bussines District diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang disebut
sub pusat kota atau pusat bagian wilayah kota. Kemudian Central Bussines District berangsur-angsur berubah dari pusat
pelayanan retail, menjadi kegiatan perkantoran komersial yang daya jangkauan pelayanannya mencakup wilayah kota dan
sekeliling kota yang disebut sebagai wilayah pengaruh kota.
Perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat pelayanan tidak efisien lagi. Kota-kota yang
bertambah besar membutuhkan lebih dari satu pusat pelayanan yang jumlahnya tergantung pada jumlah penduduk kota.
Fungsi pelayanan CBD diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang dinamakan sub pusat kota (regional centre) atau pusat
bagian wilayah kota. Sementara itu, CBD secara berangsur-angsur berubah dari pusat pelayanan retail (eceran) menjadi
kompleks kegiatan perkantoran komersial yang daya jangkauan pelayanannya dapat mencakup bukan wilayah kota saja,
tetapi wilayah sekeliling kota yang disebut juga wilayah pengaruh kota.
3. Kota metropolitan
Kota metropolitan adalah kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit yang terpisah cukup jauh dengan urban
fringe dari kota tersebut, tetapi semuanya membentuk satu kesatuan sistem dalam pelayanan penduduk wilayah
metropolitan.
37
4D
b. Multi nodal
Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat dan sub sub pusat yang saling terhubung satu sama lain. Sub sub pusat
selain terhubung langsung dengan sub pusat juga terhubung langsung dengan pusat.
38
4D
c. Multi centered
Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang saling terhubung satu sama lainnya.
d. Non centered
Pada model ini tidak terdapat node sebagai pusat maupun sub pusat. Semua node memiliki hirarki yang sama dan saling
terhubung antara yang satu dengan yang lainnya.
2.3.3
39
4D
Rencana tata ruang wilayah kota menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi
pertanahan.Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kota adalah 20 (dua puluh) tahun. Rencana tata ruang
wilayah kota sebagaimana dimaksud ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis
tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau
perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-Undang,
rencana tata ruang wilayah kota ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Rencana tata ruang
wilayah kota ditetapkan dengan peraturan daerah kota. Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan
dengan peraturan daerah kota.
Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud di atas berlaku mutatis mutandis untuk
perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan ditambahkan:
40
a)
b)
c)
Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal,
4D
dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi
dan pusat pertumbuhan wilayah.
Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud di atas terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.
Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. Proporsi ruang terbuka
hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota. Distribusi ruang terbuka hijau publik
sebagaimana dimaksud di atas disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hirarki pelayanan dengan memperhatikan rencana
struktur dan pola ruang.
41
4D
Seluruh rencana, rancangan, aturan, dan mekanisme dalam penyusunan dokumen RTBL harus merujuk pada pranata
pembangunan yang lebih tinggi, baik pada lingkup kawasan, kota, maupun wilayah.
Kedudukan RTBL dalam pengendalian gedung dan lingkungan sebagaimana digambarkan dalam diagram 1 pada
halaman berikut:
2) Kawasan Perencanaan
Kawasan perencanaan mencakup suatu lingkungan/ kawasan dengan luas 5-60 hektar (Ha), dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Kota metropolitan dengan luasan minimal 5 Ha.
b) Kota besar/ sedang dengan luasan 15-60 Ha.
c) Kota kecil/ desa dengan luasan 30-60 Ha.
42
4D
43
4D
44
4D
C. Gehl (1971)
Urban desain merupakan dimana manusia bersosialisasi dan berinteraksi serta visual dari sebuah tempat.
D. Kevin Lynch (1972,1984)
Desain situs yaitu bentuk dan tata massa dari bangunan sesuai dengan tema dari masing-masing daerah.
E. Hamid Shirvani (1984)
Urban Design (perancangan kota) merupakan kelanjutan dari urban planning (perencanaan kota) karena dalam pelaksanaan
tidak dapat diselesaikan tanpa perencanaan sebab bagaimanapun hasil perencanaan kota belum selesai atau belum dapat
dilaksanakan tanpa ada rancang desain dari rencana yang telah disusun.
F. Buchanan (1988)
Urban Design merupakan gabungan antara ruang dan bangunan serta elemen pendukung yang pada setiap wilayah memiliki ciri
khas dan keunikan masing-masing dan mencakup seluruh kawasan.
G. Roger Trancik (1986)
Roger Trancik menggunakan teori figure ground, linkage, dan place dalam perencanaan kota dengan memberikan struktur untuk
elemen solid dan void untuk mengatur dan menanggapi kebutuhan dari pengguna yang berada di lingkungan tersebut.
45
4D
46
4D
Pedoman disini berfungsi sebagai pengembangan suatu kerangka kerja rancangan. Diperlukannya pedoman karena dalam pedoman
harus dipatuhi oleh siapapun yang membangun dalam setiap persil kawasan. Seingga masing-masing kota dapat menentukan sendiri
pedoman bagi dirinya. Berikut ini merupakan klasifikasi jenis pedoman berdasakan sifatnya menurut Shirvani
1. Prescriptie guideline
Upaya dalam penentua batas atau keangka kerja. Contoh penetan nilai KLB dari suatu kawasan
2. Performance guideline
Dalam penentuan konsep perancangan yang akan dikembangkan. Misalnya kebutuhan vegetasi dan kebutuhan sinar matahari
terhadap suatu bangunan.
D. Program
Progam juga harus dipatuhi oleh semua pihak yang membangun selain pedoman. Program merupakan rancangan yang akan
diimlementasikan. Contoh program penghijauan kawasan.
47
4D
Pengorganisasian ruang dalam perancangan diartikan sebagai pengaturan ruang untuk berbagai macam kebutuhan atau
keinginan masyarakat. Ini ditujukan untuk mendapatkan kualitas lingkungan yang baik, sehingga interaksi antara ruang dan
masyarakat penggunanya dapat optimal. Lingkungan yang terbangun juga harus memikirkan dimensi temporalnya, karena dalam
satu ruang memiliki ritme kegiatan yang berbeda-beda, yang kemudian memunculkan persepsi yang berbeda pula terhadap ruang
tersebut. Ruang juga dapat menjadi media komunikasi antar pengguna ruang tersebut.
Dimensi dari ruang ini harus dapat dirancang sedemikian baik, sehingga ruang yang dihasilkan nantinya mampu memenuhi
persepsi dan preferensi penghuni atau penggunanya.
Merupakan hubungan antar individu satu dengan individu yang lain, suatu kelompok satu dengan kelompok lain dalam suatu
lingkungan.
B. Aspek Sosial dalam Desain Urban
1. Hubungan Interaksi Sosial dan Ruang Publik
Ada tiga jenis kegiatan sosial yang berkaitan dengan ruang public, antara lain :
a.
Kegiatan pilihan yaitu merupakan kegiatan dalam meluangka waktu, seperti berjalan-jalan
b. Kegiatan kebutuhan yaitu merupakan kegiatan dalam menjalankan tugas, seperti pergi bekerja, pergi berbelanja dan pergi
kesekolah
c.
Kegiatan sosial merupakan kegiatan interaktif yang berhubungan dengan orang lain, seperti kontak pasif maupun bercakapcakap dengan orang lain.
2. Tempat sosial
Tempat sosial bisa terjadi dimana saja yang bersifat sosial dan akan terjadinya interaksi antar individu, merupakan tempat berkumpul
antar kelompok maupun individu.
48
4D
49
4D
Membagi 5 zona: Pusat kota, kawasan transisi, perumahan buruh berpendapatan rendah, perumahan kelas menegah,
kawasan perkembangan di pinggiran kota
b. Teori Sektor
Kota-kota tidak tumbuh di dalam zona konsentrik saja, tetapi juga di sekotor lain yang sejenis perkembangannya. Sehingga
daerah perumahan dapat berkembang keluar sepanjang ada hubungan transportasinya.
c. Teori Pusat Lipat Ganda
Pusat kota tidak dianggap sebagai satu-satunya kegiatan atau pertumbuhan, tetapi suatu rangkaian pusat kegiatan atau
pertumbuhan dengan fungsi yang berlainan seperti industri, rekreasi, perdagangan, dsb.
a)
b)
c)
d)
e)
50
4D
3. Building coverage
(Shirvani : 1984) menentukan Building Coverage mengikuti tata guna lahan dengan cara yang sistematik:
1.
2.
3.
4.
5.
Tipe insentif pembangunan yang diterapkan pada pengembangan pusat kota harus dirinci lebih spesifik
Building coverage adalah luas tapak yang tertutup dibandingkan dengan luas tapak keseluruhan. Koefisen Dasar Bangunan
dimaksudkan untuk menyediakan area terbuka yang cukup dikawasan agar tidak keseluruhan tapak diisi dengan bangunan
sehingga daur lingkungan menjadi terhambat.
4. Sempadan bangunan
Garis Sempadan Bangunan merupakan jarak bangunan terhadap as jalan. Garis ini sangat penting dalam mengatur keteraturan
bangunan di tepi jalan kota.
5. Langgam
51
4D
Langgam atau gaya dapat diartikan sebagai suatu kumpulan karakteristik bangunan dimana struktur, kesatuan dan ekspresi
digabungkan di dalam satu periode atau wilayah tertentu. Peran dari langgam ini dalam skala urban jika direncanakan dengan
baik dapat menjadi guideline yang mempunyai kekuatan untuk menyatukan fragmen-fragmen kota.
6. Skala
Rasa akan skala dan perubahan dalam ketinggian ruang atau bangunan dapat memainkan peranan dalam menciptakan kontras
visual yang dapat membangkitkan daya hidup dan kedinamisan.
7. Material
Peran material berkenaan dengan komposisi visual dalam perancangan. Komposisi yang dimaksud diwujudkan oleh hubungan
antar elemen visual.
8. Tekstur
Dalam sebuah komposisi yang lebih besar (skala urban) sesuatu yang dilihat dari jarak tertentu maka elemen yang lebih besar
dapat menimbulkan efek-efek tekstur.
9. Warna
Dengan adanya warna (kepadatan warna, kejernihan warna) dapat memperluas kemungkinan ragam komposisi yang dihasilkan
52
4D
3) Pengaturan parkir dipinggir jalandan tanaman yang berfungsi sebagai penyekat jalan
b. Jalan harus dapat memberi petunjuk orientasi bagi para pengendara dan dapat menciptakan lingkungan yang dapat dibaca.
Lebih khusus yakni :
1) Menciptakan bentuk lansekap untuk meningkatkan kualitas lingkungan kawasan sepanjang jalan tersebut
2) Mendirikan perabot jalan yang berfungsi pada siang dan malam hari dengan hiasan lampu yang mendukung suasana jalan.
3) Perencanaan umum jala dengan pemandangan kota dan beberapa visual menarikyang dapat berperan sebagai landmark
c. Serkot publik dan swasta merupakan partner untuk mencapai tujuan. Beberapa kecenderungan tujuan dalam perencanaan
transportasi meliputi :
a) Meningkatkan mobilitas di kawasan pusat bisnis
b) Mengurangi kendaraan pribadi
c) Menorong penggunaan kendaraan pribadi
d) Meningkatkan kemudahan pencapaian ke kawasan pusat bisnis
53
4D
2. Parkir
a. Elemen parkir mempunyai dua efek terhadap lingkungan:
i.
ii.
D. Ruang Terbuka
Ruang terbuka dalam sebuah kota dapat menyangkut semua lansekap, elemen keras berupa jalan, trotoar, taman, dan ruang
rekreasi. Ruang terbuka meliputi lapangan hijau, ruang hijau kota, pohon-pohonan, pagar, tanaman, air, penerangan, paving, kioskios, tempat sampah, sculpture, dan sebagainya (Darmawan : 2009). Dalam Undang-Undang Tata Ruang nomor 26 tahun 2007,
proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota. Ruang terbuka merupakan elemen yang
54
4D
sangat esensial dalam perancangan kota. Desain ruang terbuka harus dipertimbangkan secara terintegral terhadap bagian dari
perancangan kota.
Ruang terbuka berdasarkan kegiatan yang terjadi sebagi berikut (Rusta Hakim 1987) :
a.
Ruang terbuka aktif, yaitu ruang terbuka yang mengandung unsur-unsur kegiatan di dalamnya, misalnya plaza, tempat
bermain.
b. Ruang terbuka pasif , yaitu ruang terbuka yang di dalamnya tidak mengundang kegiatan manusia.
55
4D
1. Faktor Kultural
2. Faktor Alam
3. Faktor Sosial Ekonomi
4. Faktor Politik, Dana, dan Legalitas
2. Jalur pejalan kaki menurut Lampiran No. 10 Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga adalah lintasan yang diperuntukkan untuk
berjalan kaki, dapat berupa Trotoar, Penyeberangan Sebidang (penyeberangan zebra atau penyeberangan pelikan), dan
Penyeberangan Tak Sebidang. Perjalanan pejalan kaki dilakukan dipinggir jalan. Permasalahan utama ialah karena adanya konflik
antara pejalan kaki dan kendaraan. Sebagian besar dari jalan di daerah perkotaan mempunyai volume pejalan kaki yang besar
dan harus mempunyai trotoar. Pejalan kaki berjalan dijalan kendaraan disebabkan karena jalur pejalan kaki tidak mencukupi/
sesuai. Semua jalan diperkotaan (kecuali jalan tol/ jalan express) seharusnya dilengkapi dengan jalur pejalan kaki dikedua sisi
jalan. Jalur ini harus dipelihara supaya kondisinya tetap baik.
4. Pertimbangan dalam merencanakan sebuah jalur pedestrian antara lain (Iswanto : 2006) :
a. Kesimbangan interaksi
b. Faktor keamanan bagi pejalan kaki
56
4D
6. Faktor yang mempengaruhi panjang atau jarak untuk berjalan kaki (Iswanto : 2006) :
a. Waktu, perjalanan pada waktu tertentu akan mempengaruhi lamanya berjalan kaki. Misalnya : saat rekreasi.
b. Kenyamanan, perjalanan akan dipengaruhi oleh cuaca dan aktivitasnya.
c. Ketersediaan kendaraan bermotor, ketersediaan fasilitas kendaraan bermotor akan berpengaruh pada jarak dan waktu
pejalan kaki.
57
4D
d. Pola tata guna lahan, penggunaan lahan campran, perjalanan dengan berjalan kaki dirasa lebih cepat karena perjalanan
dengan kendaraan bermotor lebih sult untuk berhenti setiap saat.
7. Persyaratan teknis fasilitas pedestrian . Saleh, salman.2011. Jalur Pejalan kaki atau Pedestrian Pada Jalan Umun
(http://salmanisaleh.files.wordpress.com/2011/10/3-jalur-pejalan-kaki.pdf). diakses pada tanggal 13 April 2014
Mengingat kebutuhan fasilitas pejalan kaki yang cukup tinggi maka dalam perencanaan fasilitas pejalan kaki harus
memperhatikan beberapa hal antara lain :
a. Mudah dan jelas, fasilitas harus mudah diakses
b. Nyaman dan aman
c. Sebaiknya menerus
Tanpa pelindung
ii.
Dengan pelindung
2) Pelikan
Merupakan tempat penyeberangan dengan menggunakan tombol lampu lalu lintas
58
i.
Tanpa pelindung
ii.
Dengan pelindung
4D
Keterangan :
Penyeberangan tanpa pelindung yaitu penyeberangan tanpa dilengkapi dengan pulau pelindung
Penyeberanga dengan pelindung merupakan penyeberangan yang dilengkapi dengan pelindung atau rambu
peringatan
59
4D
60
4D
ii.
iii.
61
4D
b. Halte
Kriteria
i.
ii.
ii.
iii.
62
NO
FUNGSI
Peneduh
Penyerap
PERSYARATAN
Polusi
Udara
4D
JENIS
Kiara payung
Tanjung
Angsana
Angsana
Akasia
udara
daun
besar
Oleander
Bogenvil
Teh
tehan
pangkas
3
Pemecah angin
Cemara
Angsana
Tanjung
Kiara paying
Kembang sepatu
63
Pembatas pandang
Bambu
Cemara
Bunga sepatu
Oleander
4D
E. Penanda (SIGNAGES)
Tanda-tanda dapat mempengaruhi atmosfir suatu kawasan, hal ini berpengaruh visual mulai dari ukuran serta kualitas desain dari
penanda harus sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk mengurangi efek negatif visual serta mengurangi kebingungan dan
persaingan yang tidak dibutuhkan di area jalan. Pedoman teknis yang dikembangkan di Cincinnati Amerika (Claus, 1976) yaitu :
1) Penggunaan tanda-tanda harus merefleksikan kawasan
2) Jarak dan ukuran tanda-tanda harus memadai dan diatur
3) Penggunaa tanda-tanda harus harmonis dengan bangunan di lokasi
4) Pembatasan tanda-tanda dengan lampu hias
5) Pembatasan tanda-tanda yang berukuran besar
64
4D
Selain itu, hal yang lain harus diperhatikan adalah tata cara penempatan rambu lalu lintas jalan yaitu :
1) Daerah
Daerah tempat dipasangnya rambu dihitung dengan cara mengaitkan jarak kebebasan pandangan terhadap waktu
bermanuver kendaraan yang diperlukan. Kecepatan yang digunakan dapat berupa kecepatan rencana, batas kecepatan atau jika
suatu masalah yang bersifat praktis telah diidentifikasikan maka berdasarkan survey dapat ditetapkan kecepatan setempat atas
dasar presentile ke 85.
2) Penempatan
Rambu ditempatkan di sebelah kiri menurut arah lalu lintas, di luar jarak tertentu dari tepi paling luar bahu jalan atau jalur lalu
lintas kendaraan dan tidak merintangi lalu lintas kendaraan atau pejalan kaki serta dapat dilihat dengan jelas oleh pemakai jalan.
Dengan mempertimbangkan lokasi dan kondisi lalu lintas, rambu dapat ditempatkan di sebelah kanan atau di atas daerah
manfaat jalan. Jarak penempatan antara rambu yang terdekat dengan bagian tepi paling luar bahu jalan/ jalur lalu lintas
kendaraan minimal 0,60 meter, sedangkan rambu yang dipasang pada pemisah jalan (median) ditempatkan dengan jarak 0,30 m
dari bagian paling luar dari pemisah jalan. Penempatan rambu di sebelah kanan jalan atau di atas daerah manfaat jalan harus
mempertimbangkan faktor faktor antara lain geografis, geometris jalan, kondisi lalu lintas, jarak pandang dan kecepatan
rencana.
65
4D
3) Tinggi
Bagian sisi rambu yang paling rendah harus minimal 1,75 m dan tinggi maksimum 2,65 m diatas titik pada sisi jalan yang
tingginya diukur dari permukaan jalan sampai dengan sisi daun rambu bagian bawah atau papan tambahan bagian bawah
apabila rambu dilengkapi dengan papan tambahan, sedangkan rambu yang dipasang pada fasilitas pejalan kaki tinggi minimum
2,00 m dan maksimum 2,65 m dari sisi daun rambu yang paling bawah atau papan tambahan. Khusus untuk rambu peringatan
ditempatkan dengan ketinggian 1,20 m dan rambu yang ditempatkan di atas daerah manfaat jalan ketinggian 1,20 m dan rambu
yang ditempatkan di atas daerah manfaat jalan ketinggian 1,20 m dan rambu yang ditempatkan di atas daerah manfaat jalan
minimum 5,00 m.
66
4D
4) Orientasi
Pemasangan rambu lalu lintas jalan berorientasi tegak lurus terhadap arah perjalanan (sumbu jalan) untuk jalan yang
melengkung/belok ke kanan. Untuk jalan yang lurus atau melengkung/belok ke kiri pemasangan posisi rambu harus digeser
minimal 30o searah jarum jam dari posisi tegak lurus sumbu jalan, kecuali rambu petunjuk seperti tempat penyeberangan,
pemberhentian bis, tempat parkir dan petunjuk fasilitas, pemasangan rambu sejajar dengan bahu (tepi) jalan dan arah dari
rambu harus mengarah kepada arah yang tepat. Posisi rambu tidak boleh terhalang oleh bangunan, pepohonan dan atau
bendabenda lain yang dapat mengakibatkan mengurangi atau menghilangkan arti rambu yang terpasang.
5) Khusus rambu pendahulu petunjuk jalan (RPPJ) yang menunjukkan lokasi/tempat (warna dasar hijau, warna huruf putih) harus
memperhatikan hal-hal berikut :
a) Menunjuk lokasi yang umum dan perlu bagi masyarakat seperti bandara, rumah sakit, nama kota, situs, dan lain-lain yang
sejenis.
67
4D
b) Lokasi yang ditunjuk bersifat tetap atau tidak berubah-ubah dalam waktu panjang.
c) Untuk RPPJ yang menunjuk 2 (dua) atau lebih tempat/kota yang letaknya berurut berlaku ketentuan tempat/kota yang paling
dekat dituliskan paling atas diikuti tempat/kota yang lebih jauh dibawahnya dan yang paling jauh dibawahnya lagi.
d) Sedangkan untuk RPPJ yang ditempatkan di jalan Nasional.
Sumber : http://bidang-lalin.blogspot.com/p/daftar-anggota.html diakses tgl 12 april jam 11:39 PM
68
4D
G. Konservasi
Konservasi pada bangunan harus dikaitkan dengan keharmonisan antara keseluruhan kota dengan lingkungan sekitarnya.
Hal-hal yang diperhatikan yaitu aspek bangunan-bangunan tunggal, struktur dan gaya arsitektur, hal-hal yang berkaitan dengan
kegunaan umur bangunan/ kelayakan bangunan. Kategori tiap-tiap bangunan yang akan di konservasi (Darmawan, 2009) yaitu :
1) Preservasi : kegiatan melestarikan sesuatu untuk tujuan tertentu. Dalam konteks ini, melestarikan bangunan-bangunan
bersejarah yang ada di suatu kawasan sebagai warisan sejarah. Kegiatan preservasi dapat dilakukan dengan merawat
bangunan yang masih ada ataupun dengan membangun ulang (re-build) bangunan yan telah rusak atau hilang. Dalam
preservasi tidak diperbolehkan mengganti elemen asli dengan elemen lain.
2) Konservasi : pelestarian atau perlindungan terhadap lingkungan dengan memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh pada
saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan di masa depan. Kegiatan
konservasi dapat dilakukan dengan mengganti elemen yang sudah rusak dengan elemen baru yang menyerupai aslinya.
3) Rehabilitasi : kegiatan rehabilitasi yaitu dengan mengembalikan bangunan-bangunan kuno yang tidak berfungsi menjadi
berfungsi dengan merestorasi utilitas yang digunakan serta efisiensi kegunaanya.
4) Peningkatan : kegiatan yang mendapat meningkatkan nilai ekonomis bangunan, penampilan , tingkat kenyamanan, utilitas
sesuai standar teknis, tingkat efisiensi.
5) Monumen Bersejarah
: kegiatan ini bertujuan mencari bukti-bukti yang mencangkup bangunan arsitektur tunggal dan
: karakteristik dalam suatu kawasan sejarah. Aspek yang mempengaruhi kualitas karakteristik
kawasan yaitu :
a) Tingkat infrastruktur kota
b) Perbandingam terhadap elemen kota yang lain
c) Jumlah dan ukuran
69
4D
Selain itu, konsep konservasi yang telah berkembang di beberapa kota dunia (San Fransiso, USA, Capua, Italy, Tel. Aviv dan
Jaffa, Israel) menekankan beberapa aspek, yaitu :
1) Kejelasan kawasan (Clarity of locality)
Dapat dibangun elemen-elemen kota berupa lapangan kota, taman-taman, jalan dan elemen alam yang lain.
2) Perasaan khusus di kawasan kota (Feeling of locality)
Kenyamanan yang terdapat dalam ruang-ruang kota dan alam disamping adanya perasaan terlindungi.
3) Hubungan internal (Internal relation)
Ruang- ruang terbentuk oleh bangunan lingkungan binaan.
4) Ragam dan desain (Style and Design)
Memperhatikan pendekatan perancangan secara keseluruhan dan model yang biasanya digunakan.
5) Pembuatan dan material (Workmanship and material)
Penampilan teknologi bangunan yang modern, yang harus dipertimbangkan tenaga kerja yang menanganinya.
70
4D
BAB III
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai review teori-teori yang menjadi pokok bahasan dalam laporan ini dan yang dapat kami
pahami dari review teori-teori yang merupakan dasar dalam desain urban, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karena
terbatasnya pengetahuan kami dan kurangnya pencarian refrensi pustaka lain yang dapat mendukung teori-teori dasar lainnya
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi berupa review teori-teori dasar yang menjadi pokok bahasan dalam laporan ini,
keterbatasan kami dalam memhami review teori- teori yang ada tentu memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, kerena kurangnya
referensi yang ada hubungannya dengan judul laporan ini.
Kami berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami, demi sempurnanya pemahaman
dari review teori-teori ini dan dari segi penulisan review lain di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga review teori ini berguna bagi
kami, khususnya juga para pembaca yang pada umumnya.
Selain itu kami juga berharap agar dasar review teori-teori pada laporan ini dapat menjadi acuan bagi laporan pengidentifikasian karakteristik
fisik kawasan selanjutnya yang berisi proses identifikasi, analisis serta evaluasi secara kritis masalah pada penggal sebuah kawasan.
71
4D
DAFTAR PUSTAKA
Ancok, Djamaludin (2004) Aspek Sosial Budaya dalam Perencanaan Kota Baru. Psikologi Terapan.
Anonim. (2007). Vegetasi Pada Ruang Terbuka Hijau. [Online]. Tersedia: http://teknik.ums.ac.id/kuliah/ruhiko/file/A5-PDFFINAL%20buku%20teks%20ruhiko%20DIM/Fin%20A5-bab%208%20ars-25%20sept.pdf [13 April 2014].
Branch, Melville. Perencanaan Kota Komprehensif. USA: The Planners Press of the American Planning Association, 1985.
Brunn, Stanley D., Williams, Jack F. Cities of The World: World Regional Urban Development. New York: Harper Collins college publishers, 1993.
Darmawan, Edy. Ruang Publik dalam Arsitektur Kota. Semarang: Universitas Diponegoro, 2009.
Hariyadi, Setiawan B. Arsitektur Lingkungan dan Perilaku. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995.
Insani, Akbar. (2013, 15 Januari). Tolak di Gusur. SINDO NEWS. [Online]. Tersedia: http://photo.sindonews.com/view/1610/tolak-di-gusur#3
[13 april 2014].
Iswanto, Danoe (2006) Pengaruh Elemen-Elemen Pelengkap Jalur Pedestrian Terhadap Kenyamanan Pejalan Kaki. Jurnal Ilmiah Perancangan
Kota dan Permukiman. 5, (1), 21-29.
72
4D
Komunitas Sahabat Kota. ( 2011, 10 November), Struktur dan Bentuk Kota. [online]. Tersedia:
http://nudwi.wordpress.com/2011/10/11/struktur-dan-bentuk-kota/ [16 Maret 2014].
Legowo, dkk. (2007). Garis Putih/ Zebra cross. [Online]. Tersedia: http://riderowners.blogspot.com/2007_09_01_archive.html [13 April 2014}.
Marbun, B.N. Kota Indonesia Masa Depan. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1994.
Mbilung, Sir. (2007). Menyeberang. [Online]. Tersedia: http://ndobos.com/2007/11/02/menyeberang-2/ [13 April 2014].
Rapoport, Amos. Human aspects of urban form. America: Pergamon Press, 1977.
Republik Indonesia. 2007. Peraturan menteri pekerjaan umum nomor 06/PRT/M/2007 tanggal 16 Maret 2007 tentang Pedoman Umum
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Jakarta.
Sakethi, Mirah. (2010). Bebas Banjir 2015: Mengapa Jakarta Banjir? Pengendalian Banjir Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. [Online]. Tersedia:
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/konsep-pemerintah/pem-prov-dki-jakarta-2/ [13 april 2014].
73
4D
Salmanisaleh. (2011). Jalur Pejalan Kaki atau Pedestrian Pada Jalan Umum. [Online]. Tersedia:
http://salmanisaleh.files.wordpress.com/2011/10/3-jalur-pejalan-kaki.pdf [13 April 2014].
Shirvani, Hamid. The Urban Design Process. New York : Van NortrandReinhold, 1984.
Sinulingga, Budi. D. Pembangunan Kota Tinajuan Regional dan Lokal. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005.
Sumardjito Permasalahan Perkotaan dan Kecenderungan Perilaku Individualis Penduduknya. FPTK IKIP.
THESAIGONTIMES. (2012). Talkvietnam: City builds property indices. [Online]. Tersedia: http://www.talkvietnam.com/files/2012/11/aresidential-area-in-phu-my-hung-new-urban-area-in-hcmcs-district-7-photo-dinh-dung-764069-dcf9e-khudothi-q7b-729.jpg [13 april
2014].
Toynbee, Arnold. Cities on the move. New York: Oxford University Press, 1970.
Trancik, Roger. Finding Lost Space. New York: John Wiley & Sons, Inc, 1986.
Travel surround. (2014, 25 Maret). See the world in your surround: Central Park New York, United States. [Online]. Tersedia:
http://travelsurround.com/central-park-new-york/ [13 april 2014].
Tutinonka. (2010). Bergumul di MSL Gumul. [Online]. Tersedia: http://tutinonka.wordpress.com/2010/05/04/bergumul-di-msl-gumul/ [13 April
2014].
74
4D
Wirth, Louis (1938) Urbanism as a Way of Life. The American Journal of Sociology. 44, (1), 1-24.
75