Anda di halaman 1dari 75

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bagi beberapa ahli, desain urban merupakan kerlanjutan dari perencanaan kota, karena desain urban merupakan pelaksanaan dari
perencanaan kota. Dengan kata lain, perancangan kota (desain urban) memerlukan perencanaan kota (urban planning) agar perancangan
kota atau desain urban tersebut dapat terlaksana dengan baik. Desain urban menyangkut penataan bentuk, estetika lingkungan kota, yang
menata manusia dan lingkungan di sekitarnya, serta menata ruang yang menjadi wadah interaksi manusia dengan manusia, juga interaksi
manusia dengan wadah atau ruangnya itu sendiri.
Seiring dengan berjalannya waktu, perencanaan kota yang telah ditata dan ditetapkan semula, mulai diabaikan, tidak hanya oleh
pemerintah dari suatu kawasan tersebut, namun oleh juga masyarakat penggunanya. Tidak hanya itu, kondisi keberagaman perkotaan yang
semakin berkembang juga mulai menimbulkan permasalahan yang semakin hari semakin berkembang dan semakin kompleks, mulai dari
masalah lingkungan, sosial, industrialisasi, pertumbuhan kota yang tidak seimbang, hingga masalah transportasi. Dengan adanya masalah
yang terjadi ini, maka diperlukan sebuah solusi untuk mengembalikan keteraturan sebuah kawasan perkotaan agar memenuhi fungsi-fungsi
kota yang sebagaimana mestinya.
Fungsi-fungsi yang ada dalam kawasan perkotaan dapat tertata dengan baik apabila elemen-elemen yang ada di dalam kawasan
perkotaan tersebut diletakkan atau berada pada tempat yang sesuai dengan fungsinya. Untuk itu diperlukan suatu tatanan yang dapat
mengatur agar elemen-elemen dalam perancangan kota tersebut berfungsi secara optimal, sesuai dengan letaknya pada suatu daerah
dalam kawasan kota.
Desain urban berperan dalam peningkatan kualitas lingkungan dan penduduk perkotaan, baik dari segi sosial, ekonomi, maupun fisik.
Perancangan kota dapat menghasilkan berbagai macam produk, di antaranya yaitu kebijakan, rencana, pedoman, program. Kebijakan
merupakan metode desain, kebijakan antara suatu kawasan kota dengan kawasan kota yang lainnya tidaklah sama, sehingga desain dalam

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

setiap kota tidak dapat disamakan dengan kota lain. Rencana merupakan produk utama dari perencanaan. Pedoman berfungsi sebagai
pengembangan suatu kerangka kerja rancangan. Pedoman diperlukan karena dalam pedoman harus dipatuhi oleh siapapun yang
membangun dalam setiap persil kawasan, seingga masing-masing kota dapat menentukan sendiri pedoman bagi dirinya. Program
merupakan rancangan yang akan diimplementasikan.

Beberapa kebijakan-kebijakan pemerintah dapat juga dijadikan pedoman untuk mengatur tata kota, seperti peraturan menteri, dan
rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL), karena di dalam kebijakan-kebijakan tersebut telah diatur fungsi dari bagian-bagian suatu
kawasan dan peranannya di dalam kawasan tersebut.

Untuk dapat mengatur atau menata sebuah kawasan perkotaan dengan baik, maka diperlukan pula pemahaman tentang segala hal
yang berkaitan dengan perkotaan, baik itu sejarah terbentuknya kota, defenisi kota, dan pola-pola sebuah kota, permasalahan yang ada di
perkotaan, elemen-elemen yang ada dalam perancangan kota, aspek apa saja yang ada dalam perancangan kota, sehingga permasalahan
kota dapat terselesaikan dengan baik, tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

1.2 TUJUAN
a. Memahami konsep dasar pembentukan kota.
b. Memahami permasalahan-permasalahan yang ada di dalam perkotaan.
c. Memahami peran desain urban dalam kawasan perkotaan.
d. Memahami elemen-elemen perancangan kota.
e. Untuk memenuhi tugas Azas Desain Urban.

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Sejarah Kota
2.1.1 Sejarah Terbentuknya Kota
Jadi dalam perkembangannya sebuah kota berdasarkan tahap perkembangannya kota dimulai dari tahap :
1. Eopolis yaitu tahap perkembangan desa yang sudah teratur dan masyarakatnya merupakan peralihan dari pola kehidupan desa
kearah kehidupan kota (kota kecamatan).
2. Polis yaitu tahap perkembangan kota yang sebagian penduduknya masih mencirikan sifat-sifat agraris (kota kabupaten).
3. Metropolis, yaitu tahap perkembangan kota yang ditandai oleh sebagian kehidupan ekonomi penduduknya ke sektor industri.
4. Megapolis, yaitu tahap perkembangan kota yang telah mencapai tingkat tertinggi diantaranya dengan pemekaran atau
perluasan kota. Perkotaan terdiri dari beberapa kota metropolis yang menjadi satu sehingga membentuk jalur perkotaan.
5. Trianopolis, yaitu tahap perkembangan kota yang kehidupannya sudah sulit dikendalikan baik masalah lalulintas, kekacauan
pelayanan umum maupun masalah tingkat kriminalitas yang tinggi.
6. Nekropolis, yaitu tahap perkembangan kota yang kehidupannya mulai sepi bahkan mengarah pada kota mati (kota yang mulai
ditinggalkan penduduknya).

2.1.2 Sejarah Perancangan Kota


Tahap perancangan kota dibagi menjadi empat, yaitu :
A. Kota Klasik
Lewis Mumford menulis : Meskipun perkampungan-perkampungan permanen baru dimulai sejak zaman Neolitik namun
kebiasaan untuk berkumpul ke gua-gua untuk penyelenggaraan upacara magis secara bersama-sama tampaknya telah dimulai

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

sejak periode yang lebih awal, dan seluruh masyarakat yang tinggal di gua-gua dan dinding batu yang dilubangi, telah bertahan
hidup dalam daerah-daerah yang sangat terpencar sampai saat ini. Pola kehidupan ke dalam, bias ditemui di tempat-tempat
berkumpul semacam itu.
Kota-kota yang baru terbentuk masih mempertahankan banyak karakteristik sosial dan fisik dari daerah-daerah perkotaan
sebelumnya. Pusat perkotaan semacam ini tidak mempunyai alas an untuk tumbuh sampai di luar batas ukuran yang
ditentukan oleh kebutuhan dasarnya.
B. Kota Zaman Kuno
Kebudayaan awal menyebar sepanjang lembah-lembah subur dimana makanan, air, dan transportasi dapat diperoleh
dengan mudah. Kekuasaan pindah dari satu kerajaan ke kerajaan lain.
C. Kota Neoklasik (Kota Abad Pertengahan)
Kota Abad pertengahan didominasi gereja atau biara dan kastil penguasa. Halaman gereja menjadi pasar. Sementara
kastil dikelilingi oleh tebok sendiri sebagai suatu perlindngan akhir bila ada musuh yang dapat menembus benteng utama.
Untuk menambahkan perlindungan kota, kota-kota tersebut biasanya diletakkan di tanah yang tidak rata, menempati puncak
bukit atau pulau.
Kota dirancang agar cocok dengan pola topografi daerahnya. Seluruh kota diterapkan dengan logika structural yang
mencirikan perlakuan arsitektural bangunan-bangunan Romanesque dan Gothic. Ruang-ruang terbuka, jalan dan lapangan
dikembangkan sebagai bagian terpadu dari tapak berdirinya bangunan. Kecuali beberapa jalan utama antara pintu gerbang
dan pelataran pasar, jalan lebih digunakan untuk sirkulasi pejalan kaki seluruh kota daripada sebagai jalan utama lalu lintas
kendaraan. Lalu lintas beroda umumnya tidak ada kecuali di jalan utama.

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

D. Kota Modern
Pertumbuhan industri yang pesat menyebabkan wilayah perkotaan yang menjadi padat, kumuh, dan meningkatnya
kriminalitas. Hal ini memacu kaum visionaris mengungkap beberapa konsep kota, diantaranya adalah konsep Kota Taman
(Garden City), konsep Kota Indah (Beautiful City), dan Kota Radial (Radiant City).

2.2 Konsep Dasar Kota


2.2.1. Pengertian Kota
Berikut adalah beberapa teori pengertian kota menurut beberapa ahli.
A. Sebuah kota tidak hanya merupakan pemukiman khusus tetapi merupakan suatu kekomplekan yang khusus dan setiap kota
menunjukkan perwujudan pribadinya masing-masing. (Toynbee,1970)
B. Kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.
(Weber,1986)
C. Kota adalah pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
(Wirth. 1938)
D. Sebuah permukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah kota bukan dari segi ciri-ciri morfologis tertetu, atau bahkan kumpulan
ciri-cirinya, melainkan dari segi suatu fungsi khusus yaitu menyusun sebuah wilayah dan menciptakan ruang-ruang efektif
melalui pengorganisasian sebuah daerah pedalaman yang lebih besar berdasarkan hirarki-hirarki tertentu. (Rapopor,1977)

Markus Zahnd (dalam buku Perancangan Kota secara Terpadu, 1999:1) berpendapat kota merupakan satu ungkapan kehidupan
manusia yang mungkin paling kompleks. Dimana definisi kota secara secara klasik dan juga secara modern

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

A. Definisi klasik
Sebuah kota adalah suatu pemukiman yang relatif besar, padat, dan permanen, terdiri dari kelompok individu individu
yang heterogen dari segi sosial 10 kriteria untuk merumuskan kota :
1. Ukuran dan jumlah penduduk yang besar terhadap massa dan tempat
2. Bersifat permanen
3. Kepadatan minimum terhadap massa dan tempat
4. Struktur dan tata ruang perkotaan seperti yang ditunjukkan oleh jalur jalan dan ruang ruang perkotaan yang nyata
5. Tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja
6. Fungsi perkotaan minimum yang diperinci, yang meliputi sebuah pasar, sebuah pusat administrasi atau pemerintahan,
sebuah pusat militer, sebuah pusat keagamaan, atau sebuah pusat aktivitas intelektual bersama dengan kelembagaan yang
sama
7. Heteregenitas dan pembedaan yang bersifat hierarkis pada masyarakat
8. Pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah pertanian di tepi kota dan memproses bahan mentah untuk
pemasaran yang lebih luas
9. Pusat pelayanan (service) bagi daerah-daerah lingkungan setempat.
10. Pusat penyebaran. Memiliki suatu falsafah hidup perkotaan pada massa dan tempat itu.

B. Definisi modern
Sebuah permukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah kota bukan dari segi ciri ciri morfologis tertentu, atau bahkan
kumpulan ciri cirinya, melainan dari segi suatu fungsi khusus yaitu menyusun sebuah wilayah dan menciptakan ruang ruang
efektif melalui pengorganisasian sebuah daerah pedalaman yang lebih besar berdasarkan hierarki hierarki tertentu.

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

2.2.2. Bentuk Kota


A. Pola suatu kota dapat menggambarkan arah perkembangan dan bentuk fisik kota. Ekspresi keruangan kota secara UU dapat
dibagi menjadi dua, yaitu bentuk kompak dan bentuk tidak kompak (Yunus,2000: 14).
1. Bentuk kompak, mempunyai 7 macam bentuk, yaitu :
a. Bujur sangkar (the square cities)
Bujur sangkar menunjukkan sesuatu yang murni dan rasionil, merupakan bentuk yang statis, netral dan tidak mempunyai
arah tertentu. Bentuk bujur sangkar merupakan bentuk kota yang bercirikan dengan pertumbuhan di sisi-sisi jalur
transportasi dan mempunyai kesempatan perluasan ke segala arah yang relatif seimbang dan kendala fisikal relatif yang
tidak begitu berarti. Hanya saja adanya jalur transportasi pada sisi-sisi memungkinkan terjadinya percepatan
pertumbuhan area kota pada arah jalur yang bersangkutan.
b. Kipas (fan shaped cities)
Bentuknya sebagian lingkaran, arah ke luar kota mempunyai perkembangan yang relatif seimbang.
c. Empat persegi panjang (the rectangular cities) Merupakan bentuk kota yang pertumbuhannya memanjang sedikit lebih
besar daripada melebar, hal ini dimungkinkan karena adanya hambatan-hambatan fisikal terhadap perkembangan area
kota pada salah satu sisinya.
d. Pita (ribbon shaped cities)
Merupakan bentuk kota dengan peran jalur transportasi yang dominan, terbentuk pola kota yang memanjang.
e. Bulat (rounded cities)
Merupakan bentuk kota yang paling ideal, karena jarak dari pusat kota keluar kota hampir sama. Selain itu
perkembangan pembangunan keluar kota terjadi secara cepat.

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

f. Gurita/bintang (octopus shaped cities)


Merupakan bentuk kota yang jalur transportasinya mirip seperti ribbon shaped city, hanya saja pada bentuk gurita jalur
transportasi tidak hanya satu arah saja, tetapi keberbagai arah keluar kota.
g. Tidak berpola (Unpattern cities)
Kota dengan pola demikian merupakan kota yang terbentuk pada suatu daerah dengan kondisi geografis yang khusus,
yaitu daerah dimana kota tersebut telah menciptakan latar belakang khusus dengan kendala-kendala pertumbuhan
sendiri.

2. Bentuk tidak kompak mempunyai empat macam bentuk, yaitu:


a. Berantai (chained cities)
Merupakan bentuk kota terpecah tapi hanya terjadi di sepanjang rute tertentu. Kota ini seolah-olah merupakan mata
rantai yang dihubungkan oleh rute transportasi, sehingga peran jalur transportasi sangat dominan.
b. Terpecah (fragment cities)
Merupakan bentuk kota dimana perluasan areal kota tidak langsung menyatu dengan induk, tetapi cenderung
membentuk exclaves (umumnya berupa daerah permukiman yang berubah dari sifat perdesaan menjadi sifat perkotaan).
c. Terbelah (split cities)
Merupakan bentuk kota kompak namun terbelah perairan yang lebar. Kota tersebut terdiri dari dua bagian yang terpisah
yang dihubungkan oleh jembatan-jembatan.
d. Satelit (stellar cities)
Merupakan bentuk kota yang didukung oleh majunya transportasi dan komunikasi yang akhirnya tercipta bentuk kota
megapolitan. Biasa terdapat pada kota-kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit. Dalam hal ini terjadi karena

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

penggabungan antara kota besar utama dengan kota-kota satelit di sekitarnya, sehingga kenampakan morfologi kotanya
mirip telapak katak pohon.

B. Pola Kota
Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal perkotaan yang ada, Hudson dalam Yunus
(1999), mengemukakan beberapa alternatif model bentuk kota. Secara garis besar ada 7 (tujuh) buah model bentuk kota yang
disarankan, yaitu:
1. Bentuk satelit dan pusat-pusat baru (satelite and neighbourhood plans)
Pada bentuk ini kota utama dengan kota-kota kecil akan dijalin hubungan pertalian fungsional yang efektif dan efisien.
2. Bentuk stellar atau radial (stellar or radial plans)
Pada bentuk ini tiap lidah dibentuk pusat kegiatan kedua yang berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan dan yang
menjorok ke dalam direncanakan sebagai jalur hijau dan berfungsi sebagai paru-paru kota, tempat rekreasi dan tempat olah
raga bagi penduduk kota.
3. Bentuk cincin (circuit linier or ring plans)
Pada bentuk ini kota berkembang di sepanjang jalan utama yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan sebagai
daerah hijau terbuka.
4. Bentuk linier bermanik (bealded linier plans)
Pada bentuk ini pusat perkotaan yang lebih kecil tumbuh di kanan-kiri pusat perkotaan utamanya, pertumbuhan perkotaan
hanya terbatas di sepanjang jalan utama maka pola umumnya linier, dipinggir jalan biasanya ditempati bangunan komersial
dan dibelakangnya ditempati permukiman penduduk.

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

5. Bentuk inti/kompak (the core or compact plans)


Pada bentuk ini perkembangan kota biasanya lebih didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga memungkinkan
terciptanya konsentrasi banyak bangunan pada areal kecil.
6. Bentuk memencar (dispersed city plans)
Pada bentuk ini dalam kesatuan morfologi yang besar dan kompak terdapat beberapa urban center, dimana masing-masing
pusat mempunyai grup fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain.
7. Bentuk kota bawah tanah (under ground city plans)
Pada bentuk ini struktur perkotaannya dibangun di bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak dapat
diamati pada permukaan bumi, di daerah atasnya berfungsi sebagai jalur hijau atau daerah pertanian yang tetap hijau.

Gambar 2.1 Perancangan Kota Satelit


(Hudson, 1999)

Gambar 2.2 Perancangan Kota Stellar


(Hudson, 1999)

10

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

Gambar 2.3 Perancangan Kota Bentuk Cincin


(Hudson, 1999)

Gambar 2.5 Perancangan Kota Bentuk Kompak

4D

Gambar 2.4 Perancangan Kota Bentuk Linear Bermanik


(Hudson, 1999)

Gambar 2.6 Perancangan Kota Bentuk Memancar


(Hudson, 1999)

Gambar 2.7 Perancangan Kota Bawah Tanah


(Hudson, 1999)

11

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

2.2.3 Teori Perancangan dan Perencanaan Kota


A. Tiga kelompok pokok teori perancangan kota (Zahnd.1999)
Menurut Roger Trancik bahwa ketiga pendekatan kelompok teori berikut ini merupakan landasan penelitian
perancangan perkotaan baik secara historis maupun. Teori tersebut antara lain :
1.

Teori figure / ground


Teori figure/ground merupakan pola perkotaan dengan hubungan antara yang dibangun(building mass) dengan
ruang terbuka (open space). Analisis figure/ground baik untuk :
a. Mengidentifikasi sebuah tekstur dan pola-pola tata ruang perkotaan (urban fabric)
b. Mengindentifikasi masalah keteraturan massa/ruang perkotaan.
Kelemahan figure/ground adalah :
a. Perhatiannya hanya mengarah pada gagasan-gagasan ruang perkotaan yang dua dimensi
b. Perhatiannya sering dianggap terlalu statis

Teori figure/ground di dalam tingkat kota dapat dilihat dengan dua skala, yaitu:
a. Skala makro besar
Dalam skala ini, figure/ground memperhatikan kota secara keseluruhan. Ciri tekstur yang ada dilihat secara
keseluruhan.
b. Skala makro kecil
Hal yang diperhatikan adalah satu kawasan saja. Focus pada tekstur kawasan, sehingga bersifat mendalam.

12

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

2. Teori linkage
Teori linkage lebih membahas hubungan sebuah tempat dengan yang lain dari berbagai aspek sebagai
penggerak kota. Analisa linkage adalah alat yang baik untuk:
a. Memperhatikan dan menegaskan hubungan-hubungan dan gerakan-gerakan sebuah tata ruang perkotaan (urban
fabric) Kelamahan analisis linkage muncul dari segi lain
b. Kurangnya perhatian dalam mengidentfikasi ruag perkotaan (urban fabic) secara spasial dan kontekstual.

Beberapa pendekatan dalam teori lingkage :


a. Linkage visual
Dalam linkage visual dua atau lebih banyak fragmen kota dihubungan menjadi suatu kesatuan secara visual,
pada dasarnya, dua pokok perbedaan linkage visual, yaitu;
1) Yaitu menghubungkan dua daerah secara netral.
2) Yang menghubungkan dua daerah yang mengutamakan satu daerah

Lima elemen linkage visual yang menghasilkan hubungan secara visual:


1) Garis
Elemen garis menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu deretan massa. Dapat berupa deretan
bangunan atau deretan pohon.
2) Koridor
Elemen koridor dibentuk oleh dua deretan massa yang membentuk sebuah ruang.
3) Sisi
Elemen sisi juga menghubungkan dua kawasan dengan satu massa.

13

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

4) Sumbu
Dihubungkan oleh dua elemen pembentuk, namun mengutamakan pada salah satu daerah.
5) Irama
Elemen irama menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang.

Gambar 2.8 Elemen Linkage Visual


(Zahnd,1999 :111)

14

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

b. Linkage struktural
Kawasan-kawasan yang tidak terhubungkan secara structural, atau terhubungkan tapi kurang baik akan
menimbulkan suatu kualitas kota yang diragukan. Linkage struktural dapat diamati dua perbedaan pokok :
1) Menggabungkan dua daerah secara netral
2) Menggabungkan dua daerah dengan mengutamakan satu daerah
Elemen Linkage Struktural
1) Elemen tambahan
Elemen tambahan melanjutkan pola pembangunan yang sudah ada sebelumnya. Bentuk massa dan ruang
yang ditambah dapat berbeda, namun pola kawasan dapat dimengerti
2) Elemen sambungan
Elemen sambungan merupakan elemen yang memperkenalkan pola baru pada kawasan dan dapat
menyambung dua atau lebih pola disekitarnya
3) Elemen tembusan
Elemen tembusan yaitu elemen memperkenalkan pola baru yang belum ada merupakan campuran dari
lingkungannya.

Gambar 2.9 Elemen Linkage Struktural


(Zahnd,1999)

15

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

c. Lingkage sebagai bentuk kolektif


Lingkage sebagai bentuk kolektif merupakan kelompok teori yang memperhatikan susunan dan hubungan
bagian-bagian kota satu dengan yang lainnya.

Syarat bentuk kolektif dapat dilihat antara lain :


1) Bentuk kolektif yang berbeda dengan lingkungannya
Adanya batasan visual dan struktural bisa berupa elemen alamiah maupun buatan.
2) Bentuk kolektif yang berhubungan dengan lingkungannya
Adanya hubungan visual dan struktural hubungan bias menjadi elemen alamiah ataupun buatan.

Elemen-elemen sistem bentuk kolektif


Menurut Fumihiko Maki ada tiga tipe bentuk kolektif :
1) Compositional form (bentuk komposisi)
Dalam tipe ini linkage hanya diasumsikan dan tidak langsung terlihat. Dalam teori ini kurang
memperhatikan fungsi ruang terbuka di dalam segala aktivitas pelakunya. Ruang terbuka sering terliat tidak
jelas dan kurang baik secara fungsionalnya.
2) Mega form (bentuk mega)
Dalam tipe ini linkage dicapai melalui hirarki yang bersifat terbuka untuk berkeembang yang
menghubungkan struktur bingkai yang linier dan grid. Tipe ini kurang tepat jika dalam skala mikro saja karena
sifat elemen yang cenderung makro.

16

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

3) Groupform
Dalam tipe ini lingkage dikembangkan secara organis dengan muncul penambahan dari akumulasi bentuk
dan struktur yang biasanya berdiri di samping ruang terbuka publik.

Gambar 2.10 Elemen sistem bentuk kolektif


(Zahnd,1999)

3. Teori Place
Teori pada kelompok ketiga dipahami dari segi seberapa besar kepentingan tempat-tempat perkotaan yang
terbuka terhadap sejarah, budaya, dan sosialisasinya. Analisis place adalah alat yang baik untuk:
a. Memberi pegertian mengenai ruang kota melalui tanda hidup perkotaannya.
b. Memberi pengertian berupa ruang kota secara kontekstual.
Kelemahan analisis place adalah perhatiannya yang hanya difokuskan pada suatu tempat perkotaan saja.

17

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

2.2.4 Permasalahan Perkotaan


A. Aspek dasar permasalahan
Keberagaman kondisi suatu perkotaan menimbulkan permasalahan yang semakin hari semakin berkembang dan semakin kompleks.
1. Menurut Robert Trancik (1986) permasalahan dasar dalam perkembangan kawasan perkotaan yaitu :
a. Bangunan-bangunan perkotaan lebih diperlakukan sebagai objek yang terpisah daripada sebagai bagian dari pola yang lebih
besar.
b. Keputusan-keputusan terhadap perkembangan kawasan perkotaan sering diambil berdasarkan rencana-rencana yang
bersifat 2 dimensi saja, tanpa memperhatikan hubungan antara bangunan dan ruang yang terbentuk di antaranya, yang
sebetulnya bersifat 3 dimensi.
c. Kurang memahami perilaku manusia.
2. Menurut Stanley D. Brunn dan Jack F. Williams (1993) permasalahan perkotaan terdiri dari :
a. Excessive Size
b. Overcrowding
c. Shortage of Urban Servicesfgdgd
d. Slums & Squatter Settlements
e. Traffic Congestion
f. Lack of Social Responsibility
g. Unemployment & Underemployment
h. Racial & Social Issues
i.

Westernization vs. Modernization

j.

Environmental Degradation

18

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

k. Urban Expansion & Loss of Agricultural Land


l.

Administrative Organization

m. Refugees & Resettlement


n. Stagnation & No Growth
o. Consequences of Global Restructuring

3. Menurut Taylor dan William dalam Nurmandi (1999) faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebagai generating factors
yaitu :
a. Faktor Demografi
Faktor pendorong urbanisasi (push factors/ Daya Dorong Desa) dan penarik kota (pull factors/ Daya Tarik Kota).
Masyarakat memiliki sebuah paham bahwa kota merupakan impian bagi kaum migran dari desa .
b. Faktor Ekonomi
Perkotaan memiliki sektor modern, sedangkan pedesaan berupa sektor tradisional. Selain itu, di perkotaan berkembang
pula sektor informal sebagai penampungan anggota masyarakat yang tersisih dari sektor formal modern.
c. Faktor Sosial
Masalah sosio-kultur masyarakat, kondisi permukiman yang tidak kondusif yang berkorelasi kuat dengan kriminalitas,
contohnya : cultural shock, cultural alienation dan cultural lag.
d. Faktor Politik
Perencanaan dan pengelolaan kota dilihat sebagai proses politik yang memiliki berbagai kepentingan yang ada dalam
masyarakat sebagai proses penyeimbangan kepentingan dari berbagai kelompok dalam memanfaatkan ruang kota.
e. Faktor Lingkungan
Pertimbangan terhadap kesesuaiannya dengan lingkungan untuk kepentingan masyarakat luas.

19

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

f. Faktor Teknis
Berkaitan dengan pengetahuan dan ketrampilan merencanakan yang dikuasai perencana. Selain itu adalah pengetahuan
teknis tertentu yang bersifat spesialis.

B. Jenis Permasalahan
Permasalahan perkotaan secara garis besar dibedakan menjadi 5 dengan perkembangan masalah fisik, sosial dan sistem yang dimiliki
sebuah kota, yaitu :
1. Masalah sosial
Penurunan solidaritas sosial di kalangan penghuni kota dipengaruhi oleh tidak tersedianya tempat-tempat berkumpul. Tempat
berkumpul dapat berupa taman-taman kota yang memadai. Namun dari penelitian yang dilakukan oleh William H. White (1970) di
New York ditemukan bahwa banyak taman kota yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan kumpul bersama (social gathering) karena
taman-taman tersebut tidak menyediakan tempat yang memungkinkan orang untuk duduk. Taman-taman yang dapat memfasilitasi
kebutuhan masyarakat tidak hanya menarik bagi penghuni kota tetapi juga para turis, baik turis asing maupun domestik. Dalam
perancangannya bila suatu kawasan yang terdiri dari beberapa block memiliki taman khusus untuk penghuni di daerah tersebut.
Tempat ini sangat berguna sebagai tempat kumpul bersama (social gathering), selain itu berguna pula bagi tempat anak-anak
bermain.

Gambar 2.11 Central Park, New York


http://travelsurround.com/central-park-new-york/

20

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

2. Masalah lingkungan
Permintaan kebutuhan penduduk yang semakin tinggi terhadap lahan yang terbatas menyebabkan pemanfaatan ruang secara
berlebih, seperti penebangan vegetasi dan mengubah lahan yang semula ruang terbuka ataupun lahan kosong menjadi hunian
penduduk dengan segala kegiatan penunjang lainnya. Hal tersebut akan menimbulkan masalah ketidakseimbangan lingkungan
(Mulyandari, 2011), yaitu :
a. Penebangan vegetasi berdampak pada penurunan kandungan air tanah secara bersama-sama, sehingga terjadi
ketidakseimbangan daya dukung tanah dan dapat menimbulkan tanah longsor yang membahayakan bagi penduduk yang
bertempat tinggal didekatnya
b. Peningkatan erosi tanah dan semakin kecilnya pori-pori permukaan tanah karena partikel-partikel tanah yang terbentur
langsung oleh air hujan menyumbat pori-pori tanah tersebut sehingga aliran air tidak dapat diserap oleh tanah secara
maksimal
c. Penurunan kapasitas infiltrasi tanah berpengaruh sangat kuat terhadap penurunan kandungan air tanah, sebaliknya
peningkatan volume aliran air permukaan menyebabkan banjir
d. Kurang tersedia prasarana penampung dan pengalir limpasan air permukaan menimbulkan banjir
e. Banyaknya saluran drainase di kota-kota besar seperti di Kota Jakarta yang tersumbat karena saluran drainase bawah
tanah tersebut penuh dengan kabel listrik dan telepon, sehingga air hujan tidak bisa masuk ke saluran drainase tersebut,
dan air akan menggenang di jalan. Hal ini akan mengakibatkan banjir di jalanan tersebut dan rusaknya jalan pada
kemudian hari.

Gambar 2.12 Banjir di Jakarta


perencanaankota.blogspot.com

21

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

f. Munculnya lingkungan-lingkungan permukiman kumuh dan slum di bantar sungai, pinggiran rel kereta dan lahan-lahan
kosong lainnya milik Negara/ swasta memiliki potensi sebagai sumber penyakit dan memudahkan penyebaran penyakit
karena tidak didukung dengan ketersediaan prasarana lingkungan dan pelayanan yang memadai.

Gambar 2.13 Rumah di bantaran sungai Ciliwung


bebasbanjir2025.wordpress.com

Gambar 2.14 Rumah di pinggiran rel kereta


photo.sindonews.com

Selain itu, masalah lingkungan yang lain adalah pencemaran udara. Kebijakan sebagai bentuk penanggulangan masalah ini harus
melibatkan kesadaran dari masyarakat, pemerintah kota dan beberapa instusi non-pemerintah. Informasi yang dapat diberikan
kepada masyarakat harus mencakup semua aspek yang terkait dengan pencemaran udara, seperti kualitas udara, faktor-faktor yang
mempengaruhi pencemaran udara (bahan bakar, baku mutu dan teknologi, pemeriksaan dan perawatan, manajemen transportasi),
contoh-contoh tindakan nyata yang telah dilakukan , serta bagaimana sektor swasta, LSM, perguruan tinggi dan instansi lainnya
dapat ikut serta dalam menciptakan kondisi lingkungan yang nyaman dan aman.
Kendala-kendala dalam menciptakan partisipasi aktif semua pihak adalah terbatasnya anggaran yang tersedia, ketidaktersediaan
sarana dan prasarana yang memadai bagi instusi-instusi yang bertanggung jawab dalam bidang informasi dan komunikasi dan

22

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

kurangnya koordinasi antara institusi teknis terkait dengan institusi-institusi yang bertanggung jawab dalam bidang informasi,
komunikasi dan hubungan masyarakat.
Pendekatan-pendekatan terhadap peningkatan perhatian masyarakat baik oleh pemerintah maupun pihak lain agar
menghasilkan pertisipasi aktif semua pihak dengan pertimbangan lingkungan dalam perencanaan ruang (Setiawan, 2005), yaitu :
a. Konservasi kawasan lindung
b. Konservasi keaneka-ragaman hayati
c. Konservasi kawasan-kawasan resapan air
d. Konservasi natural lanskap
e. Konservasi kawasan-kawasan pertanian
f. Konservasi permukiman pedesaan
g. Konservasi pusaka budaya dan saujana budaya (cultural lanscape)
Dalam masalah lingkungan secara global diperlukan adanya Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) oleh pemerintah pusat dan
daerah. Laporan tersebut menjelaskan rencana proyek atau kegiatan dan penataan lingkungan, menunjukkan dampak-dampak yang
akan muncul berkaitan dengan pemakaian dalam jangka waktu yang pendek, sumber-sumber daya lingkungan untuk mencapai
produktivitas jangka panjang, dan identifikasi setiap kemungkinan tidak terdaur-ulangkan atau tidak terbarukannya berbagai
sumber daya yang digunakan (Branch, 1996).

3. Masalah industrialisasi (Mulyandari, 2011: 37) yaitu:


Sebelum abad ke-19, kebanyakan kota berfungsi sebagai sebuah inti yang stabil, sehingga perkembangan dan perubahan
pembentukan kota berjalan dengan lambat. Namun pada abad ke-19, dimulailah suatu zaman industrialisai, zaman ini dimulai di
Inggris, kemudian ke Eropa dan Amerika Serikat, sehingga pertengahan abad ke-20 menyebar ke seluruh dunia. Temuan baru pada
saat itu mempengaruhi zaman modern saat ini yaitu :

23

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

1. Mesin uap
Saat masa pra-industrialisasi, kebanyakan produk yang dihasilkan oleh pabrik biasanya langsung dijual di lingkungan
sekitarnya. Sehingga letak pabrik sangat terbatas karena kebanyakan mesin perlu tenaga dari air sungai, tetapi sesudah
penemuan mesin uap terdapat pengaruhnya berupa :
1) Pabrik-pabrik dapat ditempatkan di mana saja, karena mesin uap bisa bekerja di mana saja
2) Produk- produk dapat didistribusikan ke seluruh tempat yang jauh, karena mesin uap memperkenalkan system
transportasi baru, yaitu kereta api dan kapal api.
2. Lift dan bahan baja
Masalah lahan dan sirkulasi vertikal bangunan sangat membatasi ketinggian bangunan, tetapi tidak begitu halnya
setelah dua penemuan tersebut. Akibatnya, gedung-gedung di pusat kota dibangun sangat tinggi dan suasana kota
industri makin lama makin padat.
3. Mobil
Pada masa pra-industrialisasi, kebanyakan lalu lintas dilaui oleh kuda (kereta kuda) atau berjalan kaki saja, artinya
kecepatan dan jarak berjalan terbatas. Dengan adanya mobil, kota-kota menjadi semakin luas, sistem lalu lintas dipadati
oleh banyak orang yang mengakibatkan sering terjadi kemacetan lalu lintas kota.

Masalah insdustrialisasi umumnya berkaitan dengan aspek politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Faktor yang memiliki
pengaruh penting dari masalah industrialisasi diantaranya (Mulyandari, 2011: 38) adalah :
a. Pertumbuhan penduduk dan laju urbanisai yang tinggi, sehingga meningkatkan jumlah kendaraan pribadi dan
pertambhan kendaraan umum yang akan mengeluarkan polusi udara
b. Pengembangan tata ruang yang tidak seimbang, karena fokus perkembangan bangunan di pusat kota

24

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

c. Tendesi perubahan gaya hidup yang disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi, menyebabkan semakin banyak dibangun
pabrik-pabrik untuk memproduksi bahan baku menjadi bahan jadi
d. Masyarakat membutuhkan sumber energy yang lebih besar, sehingga dibutuhkan lebih banyak lagi kilang minyak bumi.

Masalah industri didapatkan realitas tehadap masalah industrialisasi bahwa perubahan drastis diikuti dengan pengaruh dari
berbagai faktor yang mengakibatkan kehidupan di kota menjadi berbahaya dan kurang stabil, yang meliputi 3 aspek, yaitu :
a. Timbulnya kota industri yang merusak kesehatan masyarakat
b. Merusak keseimbangan sistem sosial
c. Rusaknya moralitas atau norma-norma masyarakat

4. Masalah pertumbuhan kota yang tidak seimbang


Permasalahan utama dalam pembangunan perkotaan yatu ketidakseimbangan pertumbuhan pada kota-kota besar yang
terpusat pada suatu wilayah dengan kota-kota menengah dan kecil yang berjalan lambat dan tertinggal. Selain itu, permasalahan
lain (Mulyandari, 2011: 49) meliputi:
a. Belum optimalnya fungsi ekonomi perkotaan terutama di kota-kota menengah dan kecil dalam hal menarik investasi dan
tempat penciptaan lapangan pekerjaan.
b. Kualitas lingkungan fisik kawasan perkotaan yang tidak berkelanjutan dan cenderung memburuk.
c. Kualitas hidup (sosial) masyarakat di perkotaan yang menurun karena permasalahan sosial-ekonomi, serta karena
penurunan kualitas pelayanan kebutuhan dasar perkotaan dan pedesaan.
Strategi pengembangan perkotaan bermasalah karena dilepaskan kepada mekanisme pasar bebas yang berideologi bebas,
sehingga hanya berorientasi pada kepentingan kelompok kuat (pemilik modal dan investor) dan melupakan hak warga untuk

25

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

mendapatkan kesejahteraan malah terabaikan. Akibatnya, kota tumbuh secara instan, tidak rasional dan tidak memiliki visi terhadap
globalisasi, karena kebijakan pengembangan kota nyaris didominasi oleh kepentingan elite (pemerintah dan investor), sedangkan
warga tidak pernah dilibatkan untuk menentukan apa, dimana, kapan dan untuk apa fasilitas dibangun di kota itu. Warga pun
tercecer, kota kehilangan partisipasi mereka dan terancam ditinggalkan penduduk yang berkualitas.
Pada dasarnya konsep sebuah kota modern yaitu memperkenalkan ruang privat dan ruang publik, yang merupakan milik
bersama dan penggunaannya ditentukan secara bersama. Ruang publik yang terbuka menjadi sarana untuk saling memberikan
toleransi, serta menghidupkanm sisi keberadaban manusia.
Issue-issue yang menyangkut perkembangan kota yang tidak terarah membentuk konurbasi antara kota inti dan kota-kota
sekitarnya yang menimbulkan permasalahan berupa kemiskinan, terbatasnya prasarana dan sarana, kemacetan lalu lintas,
pencemaran lingkungan. Pembangunan kota secara acak (Sprawl Development) menimbulkan suatu kota tumbuh dengan cepat dan
ada kota yang lambat pertumbuhannya. Pertumbuhan perumahan dan bangunan-bangunan yang terus meningkat tapi memiliki
kecenderungan tidak rasional menyebabkan pembangunan tidak terkendali (urban sprawl). Kondisi ini menyebabkan ketimpangan
harga tanah, ketidakadilan dalam pemanfaatan tanah dan spekulasi tanah yang tak terkontrol serta harga tanah yang tidak realistis
bagi kaum menegah ke bawah. Dampak negatif terjadinya urban sprawl Setiawan (2005) :
a. Perkembangan kota yang sprawling menyebabkan inefisiensi lahan
b. Banyak tanah-tanah kosong/ vacant/ terlantar
c. Terjadi spekulasi tanah yang tidak terkontrol
d. Terjadi proses konversi tanah-tanah pertanian subur yang berlebihan
e. Tidak tersedianya ruang terbuka hijau yang cukup

26

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

Berikut merupakan aspek-aspek yang mempengaruhi perbedaan pembangunan acak dan pembangunan terkendali:

No.

Pembangunan Terkendali (Anti-Sprawl


Development)

Aspek

Pembangunan Acak (Sprawl Development)

2 Pola pertumbuhan

Kepadatan rendah
Pembangunan pada feri-feri kota, ruang dan
ruang hijau, melebar
Homogen, terpisah-pisah

Kepadatan tinggi
Pembangunan pada ruang-ruang sisa/
antara, kompak
Mixed , cenderung menyatu

4 Skala

Skala besar (bangunan yang lebih besar,


blok, jalan lebar), kurang detail, artikulasi
bagi pengendara mobil

Skala manusia, kaya dengan detail,


artikulasi bagi pejalan kaki

5 Layanan komunitas

Shopping mall, perjalanan mobil, jauh, sukar


untuk ditemukan

Main street, jalan kaki, semua fasilitas


mudah ditemukan

6 Tipe komunitas

Perbedaan rendah, hubungan antaranggota lemah, hilangnya ciri komunitas

Perbedaan tinggi dengan hubungan yang


erat, karakter komunitas tetap terpelihara

7 Transportasi

Transportasi yang berorientasi pada


kendaraan pribadi, kurang penghargaan
pada pejalan kaki, sepeda, dan transit publik

Transportasi multi-sarana, penghargaan


pada pejalan kaki, sepeda dan transit publik

8 Desain jalan

Jalan didesain untuk memaksimalkan


volume kendaraan dan kecepatannya
(collector roads, cul de sac)

Jalan didesain untuk mengakomodasi


berbagai macam kegiatan (traffic calming,
grid streets)

9 Desain bangunan

Bangunan jauh terletak / ditarik ke belakang


(set back), rumah tunggal yang terpencar

Bangunan sangat dekat dengan jalan, tipe


tempat tinggal beragam

10 Ruang publik

Perwujudan kepentingan pribadi (yards,


shopping malls, gated communities, private
clubs)

Perwujudan kepentingan publik


(streetscapes, pedestrian environment,
public park and facilities)

11 Biaya pembangunan

Biaya yang tinggi bagi pembangunan baru


dan biaya layanan publik rutin

Biaya yang rendah bagi pembangunan baru


dan biaya layanan publik rutin

1 Kepadatan

3 Guna lahan

27

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

12 Proses perencanaan

Kurang terencana, hubungan pelaku dan


pembangunan lemah

4D

Terencana dan hubungan pelaku


pembangunan dan aturan baik (community
based)

Tabel 2.1 Perbedaan Pembangunan Kota secara Acak (Sprawl Development) dan Pembangunan Terkendali (Anti-Sprawl Development)
(Roychansyah. M. S., 2006)

Pertumbuhan penduduk dan laju urbanisasi yang tinggi mendorong pengembangan wilayah perkotaan yang semakin melebar
ke daerah pinggiran kota/daerah penyangga, atau banyak perubahan dari desa menjadi kota. Dampaknya (Mulyandari, 2011) yaitu :
a. Mobilitas penduduk dan permintaan transportasi semakin meningkat
b. Jarak dan waktu tempuh perjalanan sehari-hari bertambah karena jarak antara tempat tinggal dan tempat kerja atau
aktivitas lainnya semakin jauh
c. Kepadatan lalu lintas menyebabkan waktu tempuh semakin lama
d. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan kebutuhan akan transportasi yang mengakibatkan bertambahnya titiktitik kemacetan yang akan berdampak pada peningkatan pencemaran udara.

5. Masalah transportasi
Masalah transportasi di kota-kota besar pada dasarnya, menyangkut 4 faktor (Marbun, 1994: 86) :
a. Manusia ( disiplin dan kebijaksanaan lalu lintas)
b. Prasarana (infrastruktur)
c. Alat transport (kendaraan pribadi dan kendaraan umum)
d. Rencana pembangunan kota
Keempat faktor ini memiliki hubungan yang erat dalam suatu sistem transportasi di Indonesia. Melalui perkembangan pola
kepemilikan kendaraan setingkat demi setingkat mulai menggantikan alat transportasi umum yang telah ada sebelumnya, hal ini

28

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

dikarenakan pola kepemilikan berada di luar pengendalian pemerintah pusat dan pemerintah kota, akibatnya keberadaan mobil
pribadi menimbulkan masalah kemacetan hingga masalah pencemaran udara.

Bertambahnya alat transportasi menurut (Mulyandari, 2011), yaitu:


Pembangunan perumahan di daerah penyangga menyebabkan kemacetan, akses jalan masuk utama yang terbatas
dikarenakan pembangunan kawasan perumahan tidak disertai dengan pembangunan sistem transportasi yang memadai dan
terintegrasi. Sehingga banyak masyarakat yang tinggal di kawasan penyangga tersebut beralih menggunakan kendaraan pribadi.
Namun, ketika biaya perjalanan dengan kendaraan pribadi semakin tinggi dan angkutan umum tidak tersedia, penggunaan
kendaraan secara bersama-sama (feeder buses) menjadi alternatif pilihan masyarakat. Feeder buses membawa para pekerja dari
kawasan perumahan di luar kota ke lokasi terdekat dengan tempat kerja masing-masing di pusat-pusat kota. Hal ini akan
mengurangi beban lalu lintas.

Gambar 2.15 Feeder buses di Jakarta


www.streetdirectory.com

C. Solusi mengatasi permasalahan perkotaan


Berbagai permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan perkotaan, terdapat langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan
tersebut, yaitu :

29

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

1. Penempatan taman/ ruang terbuka hijau.


Dapat dipergunakan untuk duduk untuk mengurangi dampak penurunan masalah sosial yang terjadi pada masyarakat. Sangat
baik apabila di suatu kawasan yang terdiri dari beberapa block memiliki taman khusus unutk penghuni di daerah seputar block
tersebut. Tempat ini sangat berguna sebagai tempat kumpul bersama (social gathering), selain itu berguna pula bagi tempat anak-anak
bermain
2. Masalah lingkungan
Perasaan aman tinggal di perkotaan ditentukan oleh suasana kota. Kota yang diberi penerangan lampu-lampu yang cukup di kala
malam hari akan membuat penduduk merasa lebih aman. Pengaturan panjangnya jalan dan persimpangan ternyata ikut
mempengaruhi rasa aman. Jalan yang menggunakan block yang tidak terlalu panjang dengan block segi empat akan memudahkan
pengawasan bagi pengatur keamanan dalam mengantisipasi tindak kejahatan yang mungkin terjadi.
3. Masalah industrialisasi
Penempatan industri yang tidak berada di pusat kota, selain memberikan dampak buruk dari kemungkinan bahaya terjadinya
pencemaran udara sekitarnya dapat pula memberi kenyamanan masyarakat dari kemacetan yang sehari-hari terjadi pada daerah
kawasan industry saat jam masuk maupun jam pulang kantor.

Gambar 2.16 PT. Astra Honda Motor, Cibitung


http://www.unionmetal.co.id/Projects.aspx

Gambar 2.17 Pabrik PT. ICI Paints Indonesia - Jababeka,Cikarang


http://www.unionmetal.co.id/Projects.aspx

30

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

4. Pertumbuhan kota yang tidak seimbang


Penataan ruang yang terjadi dalam perkotaan (Mulyandari, 2011), yaitu :
Kota penyangga pada akhirnya menjadi pilihan tempat tinggal masyarakat yang sehari-hari bekerja di pusat kota.

Gambar 2.18 A residential area in Phu My Hung new urban area in HCMC'sDistrict 7
http://www.talkvietnam.com/

Daerah pinggiran kota atau kawasan penyangga yang berkembang menjadi kawsan permukiman harus dapat berfungsi pula
sebagai kawasan resapan, areal perlindungan, dan pemanfaatan teknologi resapan yang sesuai. Usaha-usaha yang dapat
dilakukan di kawasan penyangga adalah sebagai berikut :
a. pembatasan pengembangan wilayah permukiman padat
b. penggunaan material infrastruktur dengan konstruksi yang dapat meresapkan air secara maksimal
c. perlindungan kerapatan dan penataan vegetasi
d. pembuatan kolam-kolam resapan, sumur dan atau lubang resapan pada setiap blok-blok perumahan
e. metode kolam konservasi dilakukan dengan membuat kolam-kolam air baik di perkotaan, permukiman, pertanian atau
perkebunan. kolam konservasi ini dibuat untuk menampung air hujan terlebih dahulu, diresapkan dan sisanya dapat dialirkan
ke sungai secara perlahan-lahan. Kolam konservasi dapat dibuat dengan memanfaatkan daerah-daerah dengan topografi
rendah, daerah-daerah bekas galian pasir atau galian material lainnya atau secara ekstra dibuat dengan menggali suatu areal
atau bagian tertentu.

31

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

Gambar 2.19 Kolam konservasi air hujan, drainase ramah lingkungan pada permukiman
( Maryono, 2004)

f. metode river side polder


metode ini merupakan metode menahan aliran air dengan mengelola/ menahan air kelebihan (hujan) di sepanjang
bantaran sungai. Pembuatan polder pinggir sungai ini dilakukan dengan memperlebar bantaran sungai di berbagai tempat
secara selektif di sepanjang sungai. Pada saat muka air naik (banjir), sebagian air akan mengalir ke polder dan akan keluar jika
banjir reda, sehingga banjir di bagian hilir perkotaan dapat dikurangi dan konservasi air terjaga.

Gambar 2.20 Konsep river side-polder


( Maryono, 2004)

32

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

Pada pengembangan kawasan industri, harga tanah yang mahal serta lokasi industri yang berada di pusat kota menjadi
protes masyarakat akibat pencemaran yang akan ditimbulkan, menjadi pertimbangan bagi industri-industri untuk direlokasi ke
luar kota. Zonasi yang berisikan kawasan industri-industri akan memudahkan pemantauan dari kegiatan industri yang berpotensi
mencemari lingkungan. Beberapa pengembang kawasan mengintegerasikan pembangunan mess (perumahan murah) untuk
karyawan. Pembangunan kantor-kantor pemerintah dan bangunan-bangunan komersial seperti pusat perbelanjaan (mall, plaza,
shopping center, supermarket, hypermarket), hotel, apartemen, kantor sewa (rental office) dan pusat bisnis lainnya, hingga saat
ini masih terkonsentrasi di pusat kota. Akibatnya harga tanah di pusat kota meningkat cukup tajam sehingga harga yang
terjangkau oleh masyarakat banyak tidak dapat dipenuhi. Pembangunan perumahan bergeser ke daerah pinggiran kota atau
kota-kota penyangga, karena harganya masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan di pusat kota.

5. Transportasi
Masalah transportasi yang kian lama semakin kompleks menimbulkan usaha-usaha penanggulangan dalam rencana jangka
pendek dan jangka panjang, yaitu (Marbun, 1994):
a. Jaminan bahwa jalan-jalan di daerah padat diberi porsi lebih besar untuk mendahulukan kepentingan masyarakat umum
daripada kepentingan kenyamanan dengan mobil pribadi. Dengan memberi tarif lebih mahal bagi pengguna mobil pribadi
pada jam-jam sibuk, namun hal ini akan kesulitan dalam hal teknis.
b. Perbaikan dan manajemen usaha angkutan umum, disertai koordinasi dan efisiensi yang optimal. Pemerintah kota harus
aktif mengambil inisiatif membina manajemen pengusaha angkutan umum dan memberi subsidi yang diperlukan demi
kepentingan pelayanan masyarakat.
c. Menyesuaikan pola transportasi dengan bentuk kondisi kota, sehingga efisiensi dapat tercapai. Jaringan jalan dan alat
pengangkutan disesuaikan dengan kepentingan pokok warga kota, sehingga tidak terjadi pemborosan biaya dan waktu,

33

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

selain itu pengembangan pemukiman baru harus memperhatikan akses yang bisa dilaui oleh angkutan umum yang dapat
dicapai.
d. Pola perpakiran yang sesuai dengan zaman agar terhindar dari kesemerawutan dan tidak mengacaukan pola kebijaksanaan
transportasi kota.
e. Pembuatan terowongan, fly pass, kereta api bawah tanah, kereta gantung dan kanal dengan mempertimbangkan
sambungan kombinasi antara alat angkutan dan lalu lintas yang ada.
Perencanaan pengadaan ban berjalan untuk manusia (dari pusat pertokoan yang ramai ke pusat keramaian yang lain), tangga berjalan, kereta
api cepat, bis keliling non stop, helicopter, system lalu lintas diatas rel, kendaraan dengan rel mini, kereta api bawah tanah sebagai alternative
untuk transportasi dimasa depan.

2.3. Tata Ruang Kota


2.3.1. Pengertian Tata Ruang Kota
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota disingkat RTRWK disebut juga sebagai Urban Planning atau Urban Land use Plan dalam
bahasa Inggrisnya adalah dukumen rencana tata ruang wilayah kota yang dikukuhkan dengan Peraturan Daerah.
Rencana tata ruang wilayah kota memuat:
a.

Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kota ;

b.

Rencana struktur ruang wilayah kota yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan
sistem jaringan prasarana wilayah kota ;

c.

Rencana pola ruang wilayah kota yang meliputi kawasan lindung kota dan kawasan budi daya kota;

d.

Penetapan kawasan strategis kota;

34

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

e.

4D

Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan ketentuan
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan
insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

Rencana tata ruang wilayah kota menjadi pedoman untuk:


a.

Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;

b.

Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;

c.

Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kota;

d.

Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor;

e.

Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan

f.

Penataan ruang kawasan strategis kota.

Kawasan/zona di wilayah perkotaan dibagi dalam beberapa zona sebagai berikut:


a.

Perumahan dan permukiman

b. Perdagangan dan jasa


c.

Industri

d. Pendidikan
e.

Perkantoran dan jasa

f.

Terminal

g.

Wisata dan taman rekreasi

h. Pertanian dan perkebunan

35

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

i.

Tempat pemakaman umum

j.

Tempat pembuangan sampah

4D

2.3.2. Struktur Ruang


Struktur ruang merupakan susunan pusat-pusat permukiman, sarana dan prasarana, serta sistem jaringan. Semua hal tersebut
merupakan pendukung kegiatan sosial-ekonomi masyarakat yang ada di dalamnya. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola
pemanfaatan ruang, baik itu secara terencana maupun tidak. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur
pembentuk lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang berhubungan antara satu dengan yang lainnya,
kemudian membentuk tata ruang.
A. Elemen-elemen pembentuk struktur kota
Adapun elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota, yaitu (Sinulingga, 2005: 97):
1. Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi
secara berkelompok dalam pusat pelayanan.
2. Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada
suatu tempat.
3. Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau.
4. Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas.

B. Bentuk dan model struktur ruang


1. Bentuk struktur ruang kota
Bentuk struktur ruang kota apabila ditinjau dari pusat pelayanan (retail) terbagi menjadi tiga, yaitu (Sinulingga, 2005:103-105)
1. Monocentric city

36

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

Monocentric city adalah kota yang belum berkembang pesat, jumlah penduduknya belum banyak, dan hanya
mempunyai satu pusat pelayanan yang sekaligus berfungsi sebagai Central Bussines District.

2. Polycentric city
Perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat pelayanan menjadi tidak efisien. Karena bertambah
besarnya sebuah kota, akan membutuhkan lebih dari satu pusat pelayanan yang banyaknya tergantung dari jumlah
penduduk kota itu sendiri. Fungsi pelayanan Central Bussines District diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang disebut
sub pusat kota atau pusat bagian wilayah kota. Kemudian Central Bussines District berangsur-angsur berubah dari pusat
pelayanan retail, menjadi kegiatan perkantoran komersial yang daya jangkauan pelayanannya mencakup wilayah kota dan
sekeliling kota yang disebut sebagai wilayah pengaruh kota.
Perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat pelayanan tidak efisien lagi. Kota-kota yang
bertambah besar membutuhkan lebih dari satu pusat pelayanan yang jumlahnya tergantung pada jumlah penduduk kota.
Fungsi pelayanan CBD diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang dinamakan sub pusat kota (regional centre) atau pusat
bagian wilayah kota. Sementara itu, CBD secara berangsur-angsur berubah dari pusat pelayanan retail (eceran) menjadi
kompleks kegiatan perkantoran komersial yang daya jangkauan pelayanannya dapat mencakup bukan wilayah kota saja,
tetapi wilayah sekeliling kota yang disebut juga wilayah pengaruh kota.
3. Kota metropolitan
Kota metropolitan adalah kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit yang terpisah cukup jauh dengan urban
fringe dari kota tersebut, tetapi semuanya membentuk satu kesatuan sistem dalam pelayanan penduduk wilayah
metropolitan.

37

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

2. Model struktur ruang kota


Adapun model struktur ruang apabila dilihat berdasarkan pusat pusat pelayanannya diantaranya:
a. Mono centered
Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat yang tidak saling terhubung antara sub pusat yang satu dengan sub pusat
yang lain.

Gambar 2.21 Mono Centered


(Sinulingga, 2005)

b. Multi nodal
Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat dan sub sub pusat yang saling terhubung satu sama lain. Sub sub pusat
selain terhubung langsung dengan sub pusat juga terhubung langsung dengan pusat.

Gambar 2.22 Multi Nodal


(Sinulingga, 2005)

38

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

c. Multi centered
Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang saling terhubung satu sama lainnya.

Gambar 2.23 Multi Centered


(Sinulingga, 2005)

d. Non centered
Pada model ini tidak terdapat node sebagai pusat maupun sub pusat. Semua node memiliki hirarki yang sama dan saling
terhubung antara yang satu dengan yang lainnya.

Gambar 2.24 Non Centered


(Sinulingga, 2005)

2.3.3

Rencana Tata Ruang Kota

Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota mengacu pada:


a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi;

39

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

b. Pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan


c. Rencana pembangunan jangka panjang daerah.

Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota harus memperhatikan:


a. Perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kota;
b. Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kota ;
c. Keselarasan aspirasi pembangunan kota ;
d. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e. Rencana pembangunan jangka panjang daerah;
f. Rencana tata ruang wilayah kota yang berbatasan; dan
g. Rencana tata ruang kawasan strategis kota.

Rencana tata ruang wilayah kota menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi
pertanahan.Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kota adalah 20 (dua puluh) tahun. Rencana tata ruang
wilayah kota sebagaimana dimaksud ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis
tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau
perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-Undang,
rencana tata ruang wilayah kota ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Rencana tata ruang
wilayah kota ditetapkan dengan peraturan daerah kota. Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan
dengan peraturan daerah kota.
Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud di atas berlaku mutatis mutandis untuk
perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan ditambahkan:

40

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

a)

Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;

b)

Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan

c)

Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal,

4D

dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi
dan pusat pertumbuhan wilayah.

Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud di atas terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.
Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. Proporsi ruang terbuka
hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota. Distribusi ruang terbuka hijau publik
sebagaimana dimaksud di atas disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hirarki pelayanan dengan memperhatikan rencana
struktur dan pola ruang.

A. Peraturan mengenai Rencana Tata Ruang


1. Peraturan menteri pekerjaan umum nomor 06/PRT/M/2007 tanggal 16 Maret 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan Bagian I poin D dan E:
a. Kedudukan RTBL dan Kawasan Perencanaan
1) Kedudukan Dokumen RTBL
Dalam pelaksanaan, sesuai dengan kopleksitas permasalahan kawasannya, RTBL juga dapat berupa:
a) Rencana aksi/ kegiatan komunitas (community-action plan/ CAP).
b) Rencana penataan lingkungan (neighbourhood-development plan/ NDP).
c) Panduan rancang kota (urban-design guidlines/ GDP).

41

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

Seluruh rencana, rancangan, aturan, dan mekanisme dalam penyusunan dokumen RTBL harus merujuk pada pranata
pembangunan yang lebih tinggi, baik pada lingkup kawasan, kota, maupun wilayah.
Kedudukan RTBL dalam pengendalian gedung dan lingkungan sebagaimana digambarkan dalam diagram 1 pada
halaman berikut:

Diagram 2.1 Kedudukan RTBL dalam Pengendalian


Bangunan Gedung dan Lingkungan

2) Kawasan Perencanaan
Kawasan perencanaan mencakup suatu lingkungan/ kawasan dengan luas 5-60 hektar (Ha), dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Kota metropolitan dengan luasan minimal 5 Ha.
b) Kota besar/ sedang dengan luasan 15-60 Ha.
c) Kota kecil/ desa dengan luasan 30-60 Ha.

Penentuan batas dan luasan kawasan perencanaan (delineasi)

42

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

berdasarkan satu atau kombinasi butir-butir di bawah ini:


a) Administratif, seperti wilayah RT, RW, kelurahan, kecamatan, dan bagian wilayah kota/ desa.
b) Nonadministratif, yang ditentukan secara kultural tradisional (traditional cultural- spatial units), seperti desa adat,
gampong, dan nagari.
c) Kawasan yang memiliki kesatuan karakter tematis, seperti kawasan kota lama, lingkungan sentra perindustrian
rakyat, kawasan sentra pendidikan, dan kawasan permukiman tradisional.
d) Kawasan yang memiliki sifat campuran, seperti kawasan campuran antara fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosialbudaya dan/ atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district), industri, dan
kawasan bersejarah.
e) Jenis kawasan, seperti kawasan baru yang berkembang sepat, kawasan terbangun yang memerlukan penataan,
kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, kawasan gabungan atau campuran.

b. Struktur dan Sistematika Dokumen RTBL


Sesuai dengan ketentuan yang tercantum di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung pasal 27 ayat (2), struktur dan sistematika
dokumen RTBL sebagaimana digambarkan dalam diagram pada halaman berikut:

43

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

Diagram 2.2 Struktur dan Sistematika


Dokumen RTBL

2.4 Desain Urban


2.4.1 Pengertian Desain Urban
A. Menurut Jane Jacobs (1961)
Kota adalah gabungan dari aktivitas yang ada dan menghasilkan keberagaman ekonomi dan sosial dengan menciptakan ruangruang efektif.
B. Gordon Cullen (1961)
Urban landscap merupakan gabungan dari beberapa ruang yang berhubungan.

44

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

C. Gehl (1971)
Urban desain merupakan dimana manusia bersosialisasi dan berinteraksi serta visual dari sebuah tempat.
D. Kevin Lynch (1972,1984)
Desain situs yaitu bentuk dan tata massa dari bangunan sesuai dengan tema dari masing-masing daerah.
E. Hamid Shirvani (1984)
Urban Design (perancangan kota) merupakan kelanjutan dari urban planning (perencanaan kota) karena dalam pelaksanaan
tidak dapat diselesaikan tanpa perencanaan sebab bagaimanapun hasil perencanaan kota belum selesai atau belum dapat
dilaksanakan tanpa ada rancang desain dari rencana yang telah disusun.
F. Buchanan (1988)
Urban Design merupakan gabungan antara ruang dan bangunan serta elemen pendukung yang pada setiap wilayah memiliki ciri
khas dan keunikan masing-masing dan mencakup seluruh kawasan.
G. Roger Trancik (1986)
Roger Trancik menggunakan teori figure ground, linkage, dan place dalam perencanaan kota dengan memberikan struktur untuk
elemen solid dan void untuk mengatur dan menanggapi kebutuhan dari pengguna yang berada di lingkungan tersebut.

H. Carr, dkk (1992)


Urban Design merupakan ruang terbuka untuk melakukan suatu kegiatan secara bersama
I. Ali Madanipour (1997)
Kota merupakan kumpulan berbagai bangunan dan artefak serta tempat untuk berhubungan sosial. Morfologi perkotaan
merupakan suatu geometri dari proses perubahan keadaan yang bersifat sosio-spasial.
J. Loukaitou-Sideris dan Banerjee (1998)
Urban desain terkait dengan ketersediaan ruang publik. Merupakan ruang interaksi dari semua jenis kegiatan dari penghuni kota.

45

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

2.4.2 Peran Desain Urban


Desain urban memiliki peran :
a. Peningkatan kualitas lingkungan, penduduk perkotaan ditinjau dari segi sosial, ekonomi maupun fisik
b. Program yang menyangkut kerjasama berbagai pihak, yang terlibat antara lain pemilik bangunan, pengembang, dan pemerintah
daerah
c. Upaya sengaja untuk merubah lingkungan perkotaan, melalui perencanaan dan perancangan yang disesuaikan dengan kondisi kota
sekarang dalam rangka memenuhi kebutuhan kegiatan kota di masa yang akan datang
d. Menurut Melville C. Branch dalam buku perencanaan kota komprehensif perencanaan perkotaan yang baik yaitu membuat
kota lebih menarik serta memiliki kualitas lingkungan yang lebih baik

2.4.3 Macam produk perencanaan kota


Dari sisi perencanaan kota, perancangan kota merupakan upaya merancang kota, tanpa merancang bangunan sehingga menurut
Shirvani (1985 : 141-156) produk perancangan kota terbatas pada empat macam bentuk yaitu kebijakan (policies), rencana (plan),
pedoman (guidelines) dan program
A. Kebijakan (policies)
Kebijakan merupakan peraturan tentang perencanaan kawasan tertntu, misalnya tata guna lahan. Kebijaka juga merupakan metode
desain tidak langsung yang meliputi bentuk implementasi dari peraturan pada setiap kota. Sehingga desain dalam setiap kota tidak
dapat disamakan dengan kota lain.
B. Rencana (plan)
Rencana merupakan produk utama dari perencanaan. Perencanaan pada perkotaan harus dikembangkan berdasarkan kebijakan
C. Pedoman (guidelines)

46

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

Pedoman disini berfungsi sebagai pengembangan suatu kerangka kerja rancangan. Diperlukannya pedoman karena dalam pedoman
harus dipatuhi oleh siapapun yang membangun dalam setiap persil kawasan. Seingga masing-masing kota dapat menentukan sendiri
pedoman bagi dirinya. Berikut ini merupakan klasifikasi jenis pedoman berdasakan sifatnya menurut Shirvani
1. Prescriptie guideline
Upaya dalam penentua batas atau keangka kerja. Contoh penetan nilai KLB dari suatu kawasan
2. Performance guideline
Dalam penentuan konsep perancangan yang akan dikembangkan. Misalnya kebutuhan vegetasi dan kebutuhan sinar matahari
terhadap suatu bangunan.
D. Program
Progam juga harus dipatuhi oleh semua pihak yang membangun selain pedoman. Program merupakan rancangan yang akan
diimlementasikan. Contoh program penghijauan kawasan.

2.4.4 Aspek Manusia Dan Sosial Dalam Desain Urban


A. Aspek Manusia dalam Desain Urban
Setiap pengembangan ilmu pengetahuan atau science harus memiliki kegunaan praktis dan tidak hanya karena obsesi ilmuwan
saja. Perkembangan bidang kajian arsitektur lingkungan dan perilaku diawali persoalan-persoalan psikologis manusia yang
disebabkan karena aspek-aspek lingkungan, baik mikro (kamar), meso (rumah), maupun makro (kota). Usaha-usaha yang
dilakukan untuk mengembangkan arsitektur ini diharapkan dapat mendukung untuk meningkatkan kualitas lingkungan terbangun,
termasuk menjaga proses perusakan lingkungan yang tidak terkontrol.
Perancangan arsitektur pada dasarnya menyangkut pengorganisasian dari ruang (space), waktu (time), arti(meaning), dan
komunikasi. (Rapoport, 1977).

47

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

Pengorganisasian ruang dalam perancangan diartikan sebagai pengaturan ruang untuk berbagai macam kebutuhan atau
keinginan masyarakat. Ini ditujukan untuk mendapatkan kualitas lingkungan yang baik, sehingga interaksi antara ruang dan
masyarakat penggunanya dapat optimal. Lingkungan yang terbangun juga harus memikirkan dimensi temporalnya, karena dalam
satu ruang memiliki ritme kegiatan yang berbeda-beda, yang kemudian memunculkan persepsi yang berbeda pula terhadap ruang
tersebut. Ruang juga dapat menjadi media komunikasi antar pengguna ruang tersebut.
Dimensi dari ruang ini harus dapat dirancang sedemikian baik, sehingga ruang yang dihasilkan nantinya mampu memenuhi
persepsi dan preferensi penghuni atau penggunanya.
Merupakan hubungan antar individu satu dengan individu yang lain, suatu kelompok satu dengan kelompok lain dalam suatu
lingkungan.
B. Aspek Sosial dalam Desain Urban
1. Hubungan Interaksi Sosial dan Ruang Publik
Ada tiga jenis kegiatan sosial yang berkaitan dengan ruang public, antara lain :
a.

Kegiatan pilihan yaitu merupakan kegiatan dalam meluangka waktu, seperti berjalan-jalan

b. Kegiatan kebutuhan yaitu merupakan kegiatan dalam menjalankan tugas, seperti pergi bekerja, pergi berbelanja dan pergi
kesekolah
c.

Kegiatan sosial merupakan kegiatan interaktif yang berhubungan dengan orang lain, seperti kontak pasif maupun bercakapcakap dengan orang lain.

2. Tempat sosial
Tempat sosial bisa terjadi dimana saja yang bersifat sosial dan akan terjadinya interaksi antar individu, merupakan tempat berkumpul
antar kelompok maupun individu.

48

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

2.4.5 Elemen Elemen Desain Urban


Menurut Hamid Shirvani ada delapan elemen pembentuk sebuah kota. Delapan elemen pembentuk kota tersebut yaitu Tata Guna
Lahan (Land Use), Ruang Terbuka (Open Space), Aturan dan Bentuk/Massa Bangunan (Building and Mass Building), Sirkulasi dan Parkir
(Parking and Circulation), Alur Pejalan Kaki (Pedestrian Ways), Pe-rambuan (Signage), Pendukung kegiatan (Activity Support),
Pelestarian (Preservation). (Shirvani : 1984)
A. Tata Guna Lahan
Land use atau tata guna lahan adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan
fungsi tertentu, sehingga secara umum dapat memberikan gambaran keseluruhan bagaimana daerah-daerah pada suatu kawasan
tersebut seharusnya berfungsi. Penentuan land use dapat menciptakan hubungan antara sirkulasi atau parkir, mengatur kepadatan
kegiatan/ penggunaan di area lahan kota.
1. Keuntungan dalam penataan penggunaan lahan:
a. Mengurangi dampak negatif karena saling pengaruh antar zona
b. Memudahkan penggunaan lahan secara mikro
c. Memudahkan kontrol pelaksanaan kegiatan
2. Kelemahan dalam penataan penggunaan lahan:
a. Pencapaian dari satu tempat ke tempat lain jauh dan memakan waktu lama
b. Kemungkinan terjadi kepadatan lalu lintas pada jam-jam tertentu
c. Timbul kesenjangan keramaian dan sepinya kegiatan
d. Kepadatan zona yang tidak seimbang menyebabkan pemanfaatan lahan tidak optimal
3. Teori-teori Tata Guna Lahan :
a. Teori Jalur Sepusat

49

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

Membagi 5 zona: Pusat kota, kawasan transisi, perumahan buruh berpendapatan rendah, perumahan kelas menegah,
kawasan perkembangan di pinggiran kota
b. Teori Sektor
Kota-kota tidak tumbuh di dalam zona konsentrik saja, tetapi juga di sekotor lain yang sejenis perkembangannya. Sehingga
daerah perumahan dapat berkembang keluar sepanjang ada hubungan transportasinya.
c. Teori Pusat Lipat Ganda
Pusat kota tidak dianggap sebagai satu-satunya kegiatan atau pertumbuhan, tetapi suatu rangkaian pusat kegiatan atau
pertumbuhan dengan fungsi yang berlainan seperti industri, rekreasi, perdagangan, dsb.

B. Bentuk dan Masa Bangunan (Shirvani : 1984)


Aspek yang diperhatikan dalam bentuk dan massa bangunan:
1. Ketinggian bangunan
Ketinggian bangunan berkaitan dengan jarak pandang pemerhati, baik yang berada dalam bangunan maupun yang berada pada
jalur pejalan kaki. Ketinggian bangunan pada suatu kawasan membentuk sky line dalam skala kota mempunyai makna

a)

Sebagai simbol kota

b)

Sebagai indeks sosial

c)

Sebagai alat orientasi

d)

Sebagai perangkat estetis

e)

Sebagai perangkat ritual

50

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

2. Koefisien lantai bangunan


Koefisien lantai bangunan adalah jumlah luas lantai bangunan dibagi dengan luas tapak. Koefisien lantai bangunan dipengaruhi
oleh daya dukung tanah, daya dukung lingkungan, nilai harga tanah, dan faktor-faktor khusus tertentu sesuai dengan peraturan
atau kepercayaan daerah setempat.

3. Building coverage
(Shirvani : 1984) menentukan Building Coverage mengikuti tata guna lahan dengan cara yang sistematik:
1.

Tipe Penggunaan lahan yang diijinkan di suatu kawasan

2.

Hubungan Fungsional diantara kawasan pusat kota dibedakan dengan jelas

3.

Jumlah maksimum lantai bangunan harus ditetapkan

4.

Skala pengembangan baru

5.

Tipe insentif pembangunan yang diterapkan pada pengembangan pusat kota harus dirinci lebih spesifik

Building coverage adalah luas tapak yang tertutup dibandingkan dengan luas tapak keseluruhan. Koefisen Dasar Bangunan
dimaksudkan untuk menyediakan area terbuka yang cukup dikawasan agar tidak keseluruhan tapak diisi dengan bangunan
sehingga daur lingkungan menjadi terhambat.

4. Sempadan bangunan
Garis Sempadan Bangunan merupakan jarak bangunan terhadap as jalan. Garis ini sangat penting dalam mengatur keteraturan
bangunan di tepi jalan kota.
5. Langgam

51

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

Langgam atau gaya dapat diartikan sebagai suatu kumpulan karakteristik bangunan dimana struktur, kesatuan dan ekspresi
digabungkan di dalam satu periode atau wilayah tertentu. Peran dari langgam ini dalam skala urban jika direncanakan dengan
baik dapat menjadi guideline yang mempunyai kekuatan untuk menyatukan fragmen-fragmen kota.
6. Skala
Rasa akan skala dan perubahan dalam ketinggian ruang atau bangunan dapat memainkan peranan dalam menciptakan kontras
visual yang dapat membangkitkan daya hidup dan kedinamisan.
7. Material
Peran material berkenaan dengan komposisi visual dalam perancangan. Komposisi yang dimaksud diwujudkan oleh hubungan
antar elemen visual.
8. Tekstur
Dalam sebuah komposisi yang lebih besar (skala urban) sesuatu yang dilihat dari jarak tertentu maka elemen yang lebih besar
dapat menimbulkan efek-efek tekstur.
9. Warna
Dengan adanya warna (kepadatan warna, kejernihan warna) dapat memperluas kemungkinan ragam komposisi yang dihasilkan

C. Sirkulasi dan Parkir


1. Sirkulasi menjadi permasalahan dalam mengatasi prasarana jalan, fasilitas pelayanan, bentuk struktur kota, dan pengaruh
terhadap padatnya suatu kegiatan. Adapun beberapa prinsip dalam mengatasi sirkulasi : (Darmawan : 2009)
a. Jalan seharusnya didesain menjadi ruang terbuka yang memiliki pemandangan yang baik antara lain : (Darmawan, 2009 : 2425)
1) Bersih dan elemen lansekap yang menarik
2) Persyaratan ketinggian dan garis sempadan bangunan yang berdekatandengan jalan

52

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

3) Pengaturan parkir dipinggir jalandan tanaman yang berfungsi sebagai penyekat jalan

b. Jalan harus dapat memberi petunjuk orientasi bagi para pengendara dan dapat menciptakan lingkungan yang dapat dibaca.
Lebih khusus yakni :
1) Menciptakan bentuk lansekap untuk meningkatkan kualitas lingkungan kawasan sepanjang jalan tersebut
2) Mendirikan perabot jalan yang berfungsi pada siang dan malam hari dengan hiasan lampu yang mendukung suasana jalan.
3) Perencanaan umum jala dengan pemandangan kota dan beberapa visual menarikyang dapat berperan sebagai landmark

c. Serkot publik dan swasta merupakan partner untuk mencapai tujuan. Beberapa kecenderungan tujuan dalam perencanaan
transportasi meliputi :
a) Meningkatkan mobilitas di kawasan pusat bisnis
b) Mengurangi kendaraan pribadi
c) Menorong penggunaan kendaraan pribadi
d) Meningkatkan kemudahan pencapaian ke kawasan pusat bisnis

d. Tiga aspek utama dalam menangani sirkulasi:


1) Jalan harus dapat memberikan petunjuk orientasi bagi para pengendara dan dapat menciptakan lingkungan yang dapat
dibaca.
2) Jalan didesain menjadi ruang terbuka yang memiliki pemandangan yang baik.
3) Sektor publik dan swasta merupakan partner untuk mencapai tujuan diatas.

53

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

2. Parkir
a. Elemen parkir mempunyai dua efek terhadap lingkungan:
i.

Menghidupkan area komersial kota

ii.

Memperparah efek visual terhadap bentuk fisik dan kehidupan kota

b. Berbagai cara dalam menangani permasalahan parkir:


1. Konstruksi parkir merupakan bagian dari kota, dimana tidak pernah ada struktur tertentu yang dibuat sesuai dengan
ketentuan.
2. Wilayah parkir digunakan untuk bermacam-macam kepentingan, dengan orang-orang yang berbeda, serta dengan waktu
yang berbeda. Seperti halnya retail yang seringkali berada di pinggir jalan.
3. Mengemas wilayah parkir yang tertata. Dimana suatu usaha yang cukup besar akan memerlukan wilayah parkir yang
terencana karena digunakan sepanjang hari.
4. Menggunakan tepian kota sebagai lahan parkir.
Penanganan sirkulasi elemen desain kota merupakan peran penting dalam menata struktur kota. Sirkulasi ini dapat
membentuk, mengarahkan dan mengontrol pola aktivitas kota. Sebagaimana sistem transportasi, jalan raya, trotoar,
dapat saling terkait dan mempunyai pergerakkan yang jelas.

D. Ruang Terbuka
Ruang terbuka dalam sebuah kota dapat menyangkut semua lansekap, elemen keras berupa jalan, trotoar, taman, dan ruang
rekreasi. Ruang terbuka meliputi lapangan hijau, ruang hijau kota, pohon-pohonan, pagar, tanaman, air, penerangan, paving, kioskios, tempat sampah, sculpture, dan sebagainya (Darmawan : 2009). Dalam Undang-Undang Tata Ruang nomor 26 tahun 2007,
proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota. Ruang terbuka merupakan elemen yang

54

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

sangat esensial dalam perancangan kota. Desain ruang terbuka harus dipertimbangkan secara terintegral terhadap bagian dari
perancangan kota.
Ruang terbuka berdasarkan kegiatan yang terjadi sebagi berikut (Rusta Hakim 1987) :
a.

Ruang terbuka aktif, yaitu ruang terbuka yang mengandung unsur-unsur kegiatan di dalamnya, misalnya plaza, tempat
bermain.

b. Ruang terbuka pasif , yaitu ruang terbuka yang di dalamnya tidak mengundang kegiatan manusia.

1. Area Pedestrian (Darmawan : 2009)


Sistem pedestrian yang baik akan mengurangi kebutuhan yang tinggi terhadap penggunaan kendaraan bermotor di kawasan
kota sehingga kualitas udara dapat terjaga dengan baik, menciptakan kualitas kondisi lingkungan menjadi sistem perancangan
ruang kota yang layak huni dan manusiawi, meningkatnya jumlah pejalan kaki. Kunci utama dalam perencanaa area pedestrian
adalah keseimbangan. Keseimbangan yang dimaksudkan adalah menyeimbangkan antara elemen pedestrian untuk mendukung
aktivitas dengan aktivitas yang dapat ditampungnya.
Mall pedestrian (areal memanjang yang terbentuk oleh deretan pepohonan dan dipergunakan masyarakat umum untuk
berjalan kaki). Tiga tipe mall menurut Harvey Rubenstein (1992):
1. Mall Penuh, menutup satu penggal jalan kendaraan bermotor menjadi pedestrian dengan bentuk linier yang didesan dengan
paving baru, pohon-pohon, dsb.
2. Mall Transit, dikembangkan bagi pedestrian di suatu penggal jalan dengan tetap mengijinkan khusus bagi transit kendaraan
umum (bus, taksi, kereta lisstrik, dll)
3. Setengah Mall, untuk mengurangi kepadatan lalu lintas dan parkir di sepanjang jalan, dengan cara memperluan area
pedestrian dengan desain paving,
Faktor-faktor dalam penentuan mall:

55

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

1. Faktor Kultural
2. Faktor Alam
3. Faktor Sosial Ekonomi
4. Faktor Politik, Dana, dan Legalitas

2. Jalur pejalan kaki menurut Lampiran No. 10 Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga adalah lintasan yang diperuntukkan untuk
berjalan kaki, dapat berupa Trotoar, Penyeberangan Sebidang (penyeberangan zebra atau penyeberangan pelikan), dan
Penyeberangan Tak Sebidang. Perjalanan pejalan kaki dilakukan dipinggir jalan. Permasalahan utama ialah karena adanya konflik
antara pejalan kaki dan kendaraan. Sebagian besar dari jalan di daerah perkotaan mempunyai volume pejalan kaki yang besar
dan harus mempunyai trotoar. Pejalan kaki berjalan dijalan kendaraan disebabkan karena jalur pejalan kaki tidak mencukupi/
sesuai. Semua jalan diperkotaan (kecuali jalan tol/ jalan express) seharusnya dilengkapi dengan jalur pejalan kaki dikedua sisi
jalan. Jalur ini harus dipelihara supaya kondisinya tetap baik.

3. Fasilitas Jalur Pedestrian (Iswanto : 2006)


a. Trotoar / side walk, merupakan pedestrian dengan perkerasan
b. Foot path (jalan setapak), merupakan pedestrian pada gang di pemukiman perkampungan
c. Plaza, merupakan lantai perkerasan sebagai pnegikat kegiatan
d. Zebra cross,yaitu jalur pedestrian sebagai fasilitas penyeberang

4. Pertimbangan dalam merencanakan sebuah jalur pedestrian antara lain (Iswanto : 2006) :
a. Kesimbangan interaksi
b. Faktor keamanan bagi pejalan kaki

56

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

c. Fasilitas sepanjang area pedestrian


d. Fasilitas publik yang mejadi elemen penunjang

5. Kategori dan fasilitas pejalan kaki (Iswanto : 2006)


a. Menurut sarana perjalanannya
1) Pejalan kaki penuh, mereka yang menggunakan moda jalan kaki sebagai moda utama
2) Pejalan kaki memakai kendaraan umum, merupakan moda pejalan kaki sebagai antara
3) Pejalan kaki pemakaikendaraan umum dan pribadi, merupakan moda pejalan kaki sebagai antara dari kendaraan
pribadi menuju kendaraan umum
4) Pejalan kaki pemakai kendaraan pribadi penuh, mengguna moda sebagai antara dari kendaraan pribadi menuju
tempat tujuan
b. Menurut kepentingan perjalanan
1) Perjalanan terminal, perjalanan menuju area transportasi
2) Perjalanan fungsional, perjalanan untuk mencapai tujuan tertentu
3) Perjalanan rekreasional, perjalanan digunakan untuk mengisi waktu luang

6. Faktor yang mempengaruhi panjang atau jarak untuk berjalan kaki (Iswanto : 2006) :
a. Waktu, perjalanan pada waktu tertentu akan mempengaruhi lamanya berjalan kaki. Misalnya : saat rekreasi.
b. Kenyamanan, perjalanan akan dipengaruhi oleh cuaca dan aktivitasnya.
c. Ketersediaan kendaraan bermotor, ketersediaan fasilitas kendaraan bermotor akan berpengaruh pada jarak dan waktu
pejalan kaki.

57

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

d. Pola tata guna lahan, penggunaan lahan campran, perjalanan dengan berjalan kaki dirasa lebih cepat karena perjalanan
dengan kendaraan bermotor lebih sult untuk berhenti setiap saat.

7. Persyaratan teknis fasilitas pedestrian . Saleh, salman.2011. Jalur Pejalan kaki atau Pedestrian Pada Jalan Umun
(http://salmanisaleh.files.wordpress.com/2011/10/3-jalur-pejalan-kaki.pdf). diakses pada tanggal 13 April 2014
Mengingat kebutuhan fasilitas pejalan kaki yang cukup tinggi maka dalam perencanaan fasilitas pejalan kaki harus
memperhatikan beberapa hal antara lain :
a. Mudah dan jelas, fasilitas harus mudah diakses
b. Nyaman dan aman
c. Sebaiknya menerus

8. Dimensidan perletakan jalur pedestrian (Iswannto : 2006)


a. Trotoar
Disediakan pada dua sisi jalan dan setidaknya pada satu sisi jalan dengan daerah manfaat jalan pada jalan local 8 meter.
b. Penyeberangan sebidang (Iswanto, 2006 : 25)
Jenis penyeberangan sebidang adalah:
1) Zebra cross
i.

Tanpa pelindung

ii.

Dengan pelindung

2) Pelikan
Merupakan tempat penyeberangan dengan menggunakan tombol lampu lalu lintas

58

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

i.

Tanpa pelindung

ii.

Dengan pelindung

4D

Keterangan :

Penyeberangan tanpa pelindung yaitu penyeberangan tanpa dilengkapi dengan pulau pelindung

Penyeberanga dengan pelindung merupakan penyeberangan yang dilengkapi dengan pelindung atau rambu
peringatan

Gambar 2.25 penyeberangan dengan pelindung


http://4.bp.blogspot.com/

Gambar 2.26 penyeberangan tanpa pelindung


http://3.bp.blogspot.com/

c. Penyebrangan tidak sebidang


Merupakan penyeberangan dengan rencana kecepatan moda kendaraan 70 km/jam, dengan lajur kendaraan dua arah
dan banyaknya pejalan kaki yang terletak pada kawasan strategis.
1) Jembatan penyeberangan (peraturan menteri : 2011)
Merupakan penyeberangan pejalan kaki dari satu sisi ke sisi yang laindengan lebar minimal 2 meter yang harus
dilengkapi dengan bagian datar agar pengguna kursi roda bias menyeberang

59

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

Gambar 2.27 Jembatan penyeberangan


http://ndobos.com/wp-content/uploads/2007/11/jembatan.jpg

2) Terowongan penyeberangan (peraturan menteri : 2011)


Merupakan tempat peneberangan yang berada dipermukaan jalan dengan lebar minimal 2,5 meter yang harus
memperhatikan system aliran udara dengan tinggi terowongan 3 meter.

60

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

Gambar 2.28 Terowongan penyeberangan


http://tutinonka.files.wordpress.com/2010/05/terowongan-penyeberangan.jpg

9. Elemen pendukung jalur pedestrian


a. Lampu penerangan
1) Lampu pejalan kaki (Iswanto, 2006 : 26)
i.

Tinggi lampu 4 6 meter

ii.

Jarak penempatan 10 15 meter

iii.

Pengakomodasi tempat penggunaan banner iklan

2) Lampu penerangan jalan (Iswanto : 2006)


Mampu memberikan penerangan merata dan memberikan keamanan bagi pengendara dan pejalan kaki

61

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

b. Halte
Kriteria
i.

Terlindung dari panas dan hujan

ii.

Penempatan pada pinggir jalan utama

c. Tanda petunjuk (permen:2011)


Merupakan elemen wajib pada elemen pendukung pedetrian
d. Telepon umum (Iswanto : 2006)
Kriteria :
1) Mudah terlihat dan terlindung dari cuaca
2) Berada di tengah atau tepi pedestrian
3) Memberi kenyamaan dan keamanan bagi pengguna
4) Berdimensi 1 meter
e. Tempat sampah
Kriteria
1) Diatur dengan jarak 15 20 meter
2) Mudah dalam system pengangkutan
3) Jenis tempat sampah disesuaikan denganfungsinya (tempat sampah kering dan tempat sampah basah)
f. Vegetasi dan pot
1) Kriteria
i.

Dapat berfungsi sebagai peeduh

ii.

Ditempatkan pada jalur tanaman

iii.

Jenis dan bentuk pohon yang dipergunakan antara lain :

62

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

NO

FUNGSI

Peneduh

Penyerap

PERSYARATAN

Polusi

Udara

4D

JENIS

Bentuk percabangan batang tidak merunduk

Kiara payung

Bermassa daun padat

Tanjung

Ditanam secara berbasis

Angsana

Terdiri dari pohon, perdu/semak

Angsana

Memiliki ketahanan tinggi terhadap pengaruh

Akasia

udara

daun

besar

Jarak tanam rapat

Oleander

Bermassa daun rapat

Bogenvil

Teh

tehan

pangkas
3

Pemecah angin

Tanaman tinggi, perdu/semak

Cemara

Bermassa daun padat

Angsana

Ditanam berbasis atau membentuk massa

Tanjung

Jarak tanam rapat < 3m

Kiara paying

Kembang sepatu

63

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

Pembatas pandang

Tanaman tinggi, perdu / semak

Bambu

Bermassa daun padat

Cemara

Ditanam berbaris atau membentuk massa

Bunga sepatu

Jarak tanam rapat

Oleander

4D

Tabel 2.2 Jenis dan fungsi tumbuhan


http://teknik.ums.ac.id/

g. Ramp tepi jalan


Peletakan ramp biasanya pada jalan tepi masuk bangunan

E. Penanda (SIGNAGES)
Tanda-tanda dapat mempengaruhi atmosfir suatu kawasan, hal ini berpengaruh visual mulai dari ukuran serta kualitas desain dari
penanda harus sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk mengurangi efek negatif visual serta mengurangi kebingungan dan
persaingan yang tidak dibutuhkan di area jalan. Pedoman teknis yang dikembangkan di Cincinnati Amerika (Claus, 1976) yaitu :
1) Penggunaan tanda-tanda harus merefleksikan kawasan
2) Jarak dan ukuran tanda-tanda harus memadai dan diatur
3) Penggunaa tanda-tanda harus harmonis dengan bangunan di lokasi
4) Pembatasan tanda-tanda dengan lampu hias
5) Pembatasan tanda-tanda yang berukuran besar

64

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

Selain itu, hal yang lain harus diperhatikan adalah tata cara penempatan rambu lalu lintas jalan yaitu :
1) Daerah
Daerah tempat dipasangnya rambu dihitung dengan cara mengaitkan jarak kebebasan pandangan terhadap waktu
bermanuver kendaraan yang diperlukan. Kecepatan yang digunakan dapat berupa kecepatan rencana, batas kecepatan atau jika
suatu masalah yang bersifat praktis telah diidentifikasikan maka berdasarkan survey dapat ditetapkan kecepatan setempat atas
dasar presentile ke 85.

2) Penempatan
Rambu ditempatkan di sebelah kiri menurut arah lalu lintas, di luar jarak tertentu dari tepi paling luar bahu jalan atau jalur lalu
lintas kendaraan dan tidak merintangi lalu lintas kendaraan atau pejalan kaki serta dapat dilihat dengan jelas oleh pemakai jalan.
Dengan mempertimbangkan lokasi dan kondisi lalu lintas, rambu dapat ditempatkan di sebelah kanan atau di atas daerah
manfaat jalan. Jarak penempatan antara rambu yang terdekat dengan bagian tepi paling luar bahu jalan/ jalur lalu lintas
kendaraan minimal 0,60 meter, sedangkan rambu yang dipasang pada pemisah jalan (median) ditempatkan dengan jarak 0,30 m
dari bagian paling luar dari pemisah jalan. Penempatan rambu di sebelah kanan jalan atau di atas daerah manfaat jalan harus
mempertimbangkan faktor faktor antara lain geografis, geometris jalan, kondisi lalu lintas, jarak pandang dan kecepatan
rencana.

65

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

Gambar 2.29 Penempatan rambu


Sumber http://bidang-lalin.blogspot.com/p/daftar-anggota.html

3) Tinggi
Bagian sisi rambu yang paling rendah harus minimal 1,75 m dan tinggi maksimum 2,65 m diatas titik pada sisi jalan yang
tingginya diukur dari permukaan jalan sampai dengan sisi daun rambu bagian bawah atau papan tambahan bagian bawah
apabila rambu dilengkapi dengan papan tambahan, sedangkan rambu yang dipasang pada fasilitas pejalan kaki tinggi minimum
2,00 m dan maksimum 2,65 m dari sisi daun rambu yang paling bawah atau papan tambahan. Khusus untuk rambu peringatan
ditempatkan dengan ketinggian 1,20 m dan rambu yang ditempatkan di atas daerah manfaat jalan ketinggian 1,20 m dan rambu
yang ditempatkan di atas daerah manfaat jalan ketinggian 1,20 m dan rambu yang ditempatkan di atas daerah manfaat jalan
minimum 5,00 m.

66

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

Gambar 2.30 Ketinggian rambu pada sisi jalan


Sumber http://bidang-lalin.blogspot.com/p/daftar-anggota.html

4D

Gambar 2.31 Ketinggian rambu diatas daerah manfaat jalan


Sumber http://bidang-lalin.blogspot.com/p/daftar-anggota.html

4) Orientasi
Pemasangan rambu lalu lintas jalan berorientasi tegak lurus terhadap arah perjalanan (sumbu jalan) untuk jalan yang
melengkung/belok ke kanan. Untuk jalan yang lurus atau melengkung/belok ke kiri pemasangan posisi rambu harus digeser
minimal 30o searah jarum jam dari posisi tegak lurus sumbu jalan, kecuali rambu petunjuk seperti tempat penyeberangan,
pemberhentian bis, tempat parkir dan petunjuk fasilitas, pemasangan rambu sejajar dengan bahu (tepi) jalan dan arah dari
rambu harus mengarah kepada arah yang tepat. Posisi rambu tidak boleh terhalang oleh bangunan, pepohonan dan atau
bendabenda lain yang dapat mengakibatkan mengurangi atau menghilangkan arti rambu yang terpasang.

5) Khusus rambu pendahulu petunjuk jalan (RPPJ) yang menunjukkan lokasi/tempat (warna dasar hijau, warna huruf putih) harus
memperhatikan hal-hal berikut :
a) Menunjuk lokasi yang umum dan perlu bagi masyarakat seperti bandara, rumah sakit, nama kota, situs, dan lain-lain yang
sejenis.

67

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

b) Lokasi yang ditunjuk bersifat tetap atau tidak berubah-ubah dalam waktu panjang.
c) Untuk RPPJ yang menunjuk 2 (dua) atau lebih tempat/kota yang letaknya berurut berlaku ketentuan tempat/kota yang paling
dekat dituliskan paling atas diikuti tempat/kota yang lebih jauh dibawahnya dan yang paling jauh dibawahnya lagi.
d) Sedangkan untuk RPPJ yang ditempatkan di jalan Nasional.
Sumber : http://bidang-lalin.blogspot.com/p/daftar-anggota.html diakses tgl 12 april jam 11:39 PM

F. Kegiatan Pendukung (Darmawan, 2009) yaitu :


Keseluruhan dari fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung ruang-ruang publik suatu kawasan kota untuk
mempertimbangkan fungsi utama dan keterkaitan penggunaan elemen kota dalam menggerakkan aktivitas. Dalam mendesain
lingkungan kota yang baik, bergantung pada pengaruh aktivitas dalam penggunaan lahan.
Bentuk dari pendukung kegiatan yang menghubungkan dua atau lebih pusat-pusat kegiatan umum yang ada dikota, yaitu : ruang
terbuka/ bangunan yang diperuntukan bagi kepentingan umum ruang terbuka, bentuk fisiknya dapat berupa taman rekresasi,
taman kota, plaza-plaza, taman budaya, kawasan pedagang kaki lima, jalur pedestrian, kumpulan pedagang penjual barangbarang seni lainnya dan bangunan/ruang tertutup yaitu kelompok pertokoan eceran (grosir), pusat pemerintahan, pusat jasa
dan kantor department store.
Pendukung kegiatan dapat brupa ruang bebas untuk manusia, sebagaimana jalan sebagai ruang yang bebas untuk mobil,
hanya disini diperlukan untuk istirahat, misalnya tempat duduk, fasilitas untuk berteduh dan lainnya. Hal ini akan memberikan
kesan visual tersendiri sebagai identitas kawasan tersebut. Menyelaraskan keperluan lingkungan dimana cara akses pedestrian
dengan aktivitas yang ada. Outdoor cafe

sebagai contoh teknik marketing yang mengkombinasikan teknik marketing yang

menggunakan bangunan dan bagian jalan.

68

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

G. Konservasi
Konservasi pada bangunan harus dikaitkan dengan keharmonisan antara keseluruhan kota dengan lingkungan sekitarnya.
Hal-hal yang diperhatikan yaitu aspek bangunan-bangunan tunggal, struktur dan gaya arsitektur, hal-hal yang berkaitan dengan
kegunaan umur bangunan/ kelayakan bangunan. Kategori tiap-tiap bangunan yang akan di konservasi (Darmawan, 2009) yaitu :
1) Preservasi : kegiatan melestarikan sesuatu untuk tujuan tertentu. Dalam konteks ini, melestarikan bangunan-bangunan
bersejarah yang ada di suatu kawasan sebagai warisan sejarah. Kegiatan preservasi dapat dilakukan dengan merawat
bangunan yang masih ada ataupun dengan membangun ulang (re-build) bangunan yan telah rusak atau hilang. Dalam
preservasi tidak diperbolehkan mengganti elemen asli dengan elemen lain.
2) Konservasi : pelestarian atau perlindungan terhadap lingkungan dengan memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh pada
saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan di masa depan. Kegiatan
konservasi dapat dilakukan dengan mengganti elemen yang sudah rusak dengan elemen baru yang menyerupai aslinya.
3) Rehabilitasi : kegiatan rehabilitasi yaitu dengan mengembalikan bangunan-bangunan kuno yang tidak berfungsi menjadi
berfungsi dengan merestorasi utilitas yang digunakan serta efisiensi kegunaanya.
4) Peningkatan : kegiatan yang mendapat meningkatkan nilai ekonomis bangunan, penampilan , tingkat kenyamanan, utilitas
sesuai standar teknis, tingkat efisiensi.
5) Monumen Bersejarah

: kegiatan ini bertujuan mencari bukti-bukti yang mencangkup bangunan arsitektur tunggal dan

kawasan desa/ kota, peninggalan sejarah dan seni.


6) Warisan Budaya

: karakteristik dalam suatu kawasan sejarah. Aspek yang mempengaruhi kualitas karakteristik

kawasan yaitu :
a) Tingkat infrastruktur kota
b) Perbandingam terhadap elemen kota yang lain
c) Jumlah dan ukuran

69

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

d) Memiliki keterkaitan dengan kota dan wilayah yang penting


e) Memiliki kegunaan dan potensial
f) Kepemilikan dan perawatan
g) Memiliki perawatan
h) Transportasi dan parkir

Selain itu, konsep konservasi yang telah berkembang di beberapa kota dunia (San Fransiso, USA, Capua, Italy, Tel. Aviv dan
Jaffa, Israel) menekankan beberapa aspek, yaitu :
1) Kejelasan kawasan (Clarity of locality)
Dapat dibangun elemen-elemen kota berupa lapangan kota, taman-taman, jalan dan elemen alam yang lain.
2) Perasaan khusus di kawasan kota (Feeling of locality)
Kenyamanan yang terdapat dalam ruang-ruang kota dan alam disamping adanya perasaan terlindungi.
3) Hubungan internal (Internal relation)
Ruang- ruang terbentuk oleh bangunan lingkungan binaan.
4) Ragam dan desain (Style and Design)
Memperhatikan pendekatan perancangan secara keseluruhan dan model yang biasanya digunakan.
5) Pembuatan dan material (Workmanship and material)
Penampilan teknologi bangunan yang modern, yang harus dipertimbangkan tenaga kerja yang menanganinya.

70

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

BAB III
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai review teori-teori yang menjadi pokok bahasan dalam laporan ini dan yang dapat kami
pahami dari review teori-teori yang merupakan dasar dalam desain urban, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karena
terbatasnya pengetahuan kami dan kurangnya pencarian refrensi pustaka lain yang dapat mendukung teori-teori dasar lainnya
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi berupa review teori-teori dasar yang menjadi pokok bahasan dalam laporan ini,
keterbatasan kami dalam memhami review teori- teori yang ada tentu memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, kerena kurangnya
referensi yang ada hubungannya dengan judul laporan ini.
Kami berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami, demi sempurnanya pemahaman
dari review teori-teori ini dan dari segi penulisan review lain di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga review teori ini berguna bagi
kami, khususnya juga para pembaca yang pada umumnya.
Selain itu kami juga berharap agar dasar review teori-teori pada laporan ini dapat menjadi acuan bagi laporan pengidentifikasian karakteristik
fisik kawasan selanjutnya yang berisi proses identifikasi, analisis serta evaluasi secara kritis masalah pada penggal sebuah kawasan.

71

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaludin (2004) Aspek Sosial Budaya dalam Perencanaan Kota Baru. Psikologi Terapan.

Anonim. (2007). Vegetasi Pada Ruang Terbuka Hijau. [Online]. Tersedia: http://teknik.ums.ac.id/kuliah/ruhiko/file/A5-PDFFINAL%20buku%20teks%20ruhiko%20DIM/Fin%20A5-bab%208%20ars-25%20sept.pdf [13 April 2014].

Branch, Melville. Perencanaan Kota Komprehensif. USA: The Planners Press of the American Planning Association, 1985.

Brunn, Stanley D., Williams, Jack F. Cities of The World: World Regional Urban Development. New York: Harper Collins college publishers, 1993.

Darmawan, Edy. Ruang Publik dalam Arsitektur Kota. Semarang: Universitas Diponegoro, 2009.

Hariyadi, Setiawan B. Arsitektur Lingkungan dan Perilaku. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995.

Insani, Akbar. (2013, 15 Januari). Tolak di Gusur. SINDO NEWS. [Online]. Tersedia: http://photo.sindonews.com/view/1610/tolak-di-gusur#3
[13 april 2014].

Iswanto, Danoe (2006) Pengaruh Elemen-Elemen Pelengkap Jalur Pedestrian Terhadap Kenyamanan Pejalan Kaki. Jurnal Ilmiah Perancangan
Kota dan Permukiman. 5, (1), 21-29.

72

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

Komunitas Sahabat Kota. ( 2011, 10 November), Struktur dan Bentuk Kota. [online]. Tersedia:
http://nudwi.wordpress.com/2011/10/11/struktur-dan-bentuk-kota/ [16 Maret 2014].

Legowo, dkk. (2007). Garis Putih/ Zebra cross. [Online]. Tersedia: http://riderowners.blogspot.com/2007_09_01_archive.html [13 April 2014}.

Marbun, B.N. Kota Indonesia Masa Depan. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1994.

Mbilung, Sir. (2007). Menyeberang. [Online]. Tersedia: http://ndobos.com/2007/11/02/menyeberang-2/ [13 April 2014].

Mulyandari, Hestin. Pengantar Arsitektur Kota. Yogyakarta: Andi, 2011.

Nurmandi, Achmad. Manajemen Perkotaan. Yogyakarta: Lingkaran, 1999.

Rapoport, Amos. Human aspects of urban form. America: Pergamon Press, 1977.

Republik Indonesia. 2007. Peraturan menteri pekerjaan umum nomor 06/PRT/M/2007 tanggal 16 Maret 2007 tentang Pedoman Umum
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Jakarta.

Sakethi, Mirah. (2010). Bebas Banjir 2015: Mengapa Jakarta Banjir? Pengendalian Banjir Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. [Online]. Tersedia:
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/konsep-pemerintah/pem-prov-dki-jakarta-2/ [13 april 2014].

73

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

Salmanisaleh. (2011). Jalur Pejalan Kaki atau Pedestrian Pada Jalan Umum. [Online]. Tersedia:
http://salmanisaleh.files.wordpress.com/2011/10/3-jalur-pejalan-kaki.pdf [13 April 2014].

Shirvani, Hamid. The Urban Design Process. New York : Van NortrandReinhold, 1984.

Sinulingga, Budi. D. Pembangunan Kota Tinajuan Regional dan Lokal. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005.

Sumardjito Permasalahan Perkotaan dan Kecenderungan Perilaku Individualis Penduduknya. FPTK IKIP.

THESAIGONTIMES. (2012). Talkvietnam: City builds property indices. [Online]. Tersedia: http://www.talkvietnam.com/files/2012/11/aresidential-area-in-phu-my-hung-new-urban-area-in-hcmcs-district-7-photo-dinh-dung-764069-dcf9e-khudothi-q7b-729.jpg [13 april
2014].

Toynbee, Arnold. Cities on the move. New York: Oxford University Press, 1970.

Trancik, Roger. Finding Lost Space. New York: John Wiley & Sons, Inc, 1986.

Travel surround. (2014, 25 Maret). See the world in your surround: Central Park New York, United States. [Online]. Tersedia:
http://travelsurround.com/central-park-new-york/ [13 april 2014].

Tutinonka. (2010). Bergumul di MSL Gumul. [Online]. Tersedia: http://tutinonka.wordpress.com/2010/05/04/bergumul-di-msl-gumul/ [13 April
2014].

74

REVIEW TEORI DESAIN URBAN

4D

Weber, Max. The City. Germany: Posthumously, 1921.

Wirth, Louis (1938) Urbanism as a Way of Life. The American Journal of Sociology. 44, (1), 1-24.

Zahnd, Markus. Perancangan Kota Secara Terpadu. Jogyakarta: Kanisius, 1999.

75

Anda mungkin juga menyukai