Anda di halaman 1dari 14

BAB I

Pendahuluan
Herpez zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel
unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya). Herpes Zoster merupakan suatu
infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella
(misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air).
Insidensi herpers zoster terjadi pada 20 % populasi dunia dan 10 % diantaranya adalah herpes
zoster oftalmikus.2 Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun,
di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun. 1,2 .Penyakit ini cukup
berbahaya karena dapat menimbulkan penurunan visus. Virus Varicella zoster dapat laten pada
sel syaraf tubuh dan pada frekuensi yang kecil di sel non-neuronal satelit dari akar dorsal,
berhubung dengan saraf tengkorak dan saraf autonomic ganglion, tanpa menyebabkan gejala
apapun. Infeksi herpes zoster biasanya terjadi pada pasien usia tua dimana specific cell mediated
immunity pada umumnya menurun seiring dengan bertambahnya usia atau pasien yang
mengalami penurunan system imun seluler. Morbiditas kebanyakan terjadi pada individu dengan
imunosupresi (HIV/AIDS), pasien yang mendapat terapi dengan imunosupresif dan pada usia
tua. Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus horpes zooster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V),
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Pada pasien ini, mengeluhkan nyeri dan gatal pada
daerah mata yang diikuti timbulnya plenting-plenting. Plenting tersebut dalam 5 hari makin
melebar dan menyebar ke dahi.3 Pada pemeriksaan daerah mata sampai dahi tampak
vesikobulosa eritematosa dengan batas tegas, bentuk bulat, multipel, zoosterivormis, unilateral.3

BAB II
Tinjauan Pustaka
Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zooster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi
primer.4 Herpes zoster oftalmik diperkirakan merupakan suatu reaktifasi virus setelah infeksi
pertama biasanya dalam bentuk varisella akan tetapi virus ini dapat juga menular melalui udara
(airogen) dan penderita herpes zoster. Herpes zoster oftalmik dan penyakit varicella merupakan
dua penyakit yang dapat ditemukan secara bersamaan di suatu daerah epidemis, sehingga diduga
herpes zoster oftalmik merupakan bentuk manifestasi lanjut setelah serangan varicella. Virus ini
dapat menyerang saraf cranial V, VII dan VIII. Pada nervus trigeminus, bila yang terserang
antara pons dan ganglion gaseri, maka akan terjadi gangguan pada ketiga cabang NV (cabang
oftalmik, maksilar, mandibular); akan tetapi yang biasa terkena adalah ganglion Gasseri dan
terganggu adalah cabang oftalmik.
Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh Varisela Zoster Virus (VZV). VZV mempunyai kapsid
yang tersusun dari 162 sub unit protein dan berbentuk simetri isohedral dengan diameter 100 nm.
Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm, dan hanya virion yang berselubung yang bersifat
infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organik, deterjen,
enzim proteolitik, panas, dan lingkungan dengan pH yang tinggi. HZO merupakan reaktivasi dari
VZV di N.V divisi oftalmik (N.V1).3
Epidemiologi
Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang diterangkan dalam
definisi, merupakan reaktivasi visrus yang terjadi setelah penderita mendapat varisela. Kadangkadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan
transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster.

HZO khas mempengaruhi 10-20 % populasi. HZO biasanya berpengaruh pada usia tua dengan
2

meningkatnya pertambahan usia. Dari data insiden terjadinya HZO pada populasi Caucasian
adalah 131 : 100.000. Populasi American-Afrika mempunyai insiden 50 % dari Caucasian.
Alasan untuk perbedaan ini tidak sepenuhnya dipahami. Kebanyakan kasus HZO disebabkan
reaktivasi dari virus laten.6
Faktor risiko lain untuk herpes zoster diperoleh dari hambatan respon sel mediated imun, seperti
pada pasien dengan obat imunosupresif dan HIV, dan yang lebih spesifik dengan AIDS. Pada
kenyataannya, risiko relatif dari herper zoster sedikitnya 15x lebih besar dengan HIV
dibandingkan tanpa HIV. HZO terdapat 10-25 % dari semua kasus herpes zoster. Resiko
komplikasi oftalmik pada pasien herpes zoster tidak terlihat berhubungan dengan umur, jenis
kelamin, atau keganasan dari ruam kulit
Patofisiologi
Seperti herpes virus lainnya, VZV menyebabkan infeksi primer (varisela/cacar air) dan
sebagian lagi bersifat laten, dan ada kalanya diikuti dengan penyakit yang rekuren di kemudian
hari (zoster/shingles). Infeksi primer VZV menular ketika kontak langsung dengan lesi kulit
VZV atau sekresi pernapasan melalui droplet udara. Infeksi VZV biasanya merupakan infeksi
yang self-limited pada anak-anak, dan jarang terjadi dalam waktu yang lama, sedangkan pada
orang dewasa atau imunosupresif bisa berakibat fatal. Virus ini berdiam di ganglion posterior
susunan saraf tepid an ganglion kranialis. Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang
setingkat dengan daerah persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang
ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala gangguan motorik.
Selama infeksi, virus varisela berreplikasi secara efisien dalam sel ganglion. Bagaimanapun,
jumlah VZV yang laten per sel terlalu sedikit untuk menentukan tipe sel apa yang terkena.
Imunitas spesifik sel mediated VZV bertindak untuk membatasi penyebaran virus dalam
ganglion dan ke kulit.5,7,8
Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul
berlangsung kira-kira satu minggu, sedangkan masa resolusi berlangsung 1-2 minggu.
Disamping gejala kulit dapat juga ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional.
Lokalisasi penyakit ini unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan. Pada
susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini
3

lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut. Hiperestesia pada
daerah yang terkena member gejala yang khas. Seperti pada herpes zoster oftalmikus yang
disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan
pada mata. Kerusakan jaringan yang terlihat pada wajah disebabkan oleh infeksi yang
menghasilkan inflamasi kronik dan iskemik pembuluh darah pada cabang N. V. Hal ini terjadi
sebagai respon langsung terhadap invasi virus pada berbagai jaringan. Walaupun sulit
dimengerti, penyebaran dermatom pada N. V dan daerah torak paling banyak terkena.5,7,8

Gambar 1 : Nervus Trigeminal


diunduh dari http://img.tfd.com/MosbyMD/trigeminal_nerve.jpg

Manifestasi Klinis
Biasanya penderita herpes zoster oftalmik pernah mengalami penyakit varicella beberapa
waktu sebelumnya., dapat terjadi demam atau malaise dan rasa nyeri yang biasanya berkurang
setelah timbulnya erupsi kulit, tetapi kadang-kadang rasa nyeri ini dapat berlangsung berbulanbulan bahkan bertahun-tahun.
Secara subjektif: biasanya penderita datang dengan rasa nyeri disertai edema kulit yang
tampak kemerahan pada daerah dahi, alis dan kelopak atas serta sudah disertai dengan vesikel.

Secara objektif: tampak erupsi kulit pada daerah yang dipersarafi cabang oftalmik nervus
tigeminus. Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di daerah dahi,
alis dan kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai vesikel, dapat mengalami supurasi,
yang bila pecah akan menimbulkan sikatriks. Erupsi diatas tidak melewati garis median. Rima
palpebra tampak menyempit apabila kelopak atas mengalami pembengkakan. Bila cabang
nasosiliar nervus trigeminus yang terkena, maka erupsi kulit terjadi pada daerah hidung dan rima
palpebra biasanya tertutup rapat. Bila kornea atau jaringan yang lebih dalam terkena, maka
timbul lakrimasi, mata silau dan sakit dan penderita tampak kesakitan yang parah. Kelainan mata
berupa bercak-bercak tau bintik-bintik putih kecil yang tersebar di epitel kornea yang cepat
sekali melibatkan stroma. Bila infeksi mengenai jaringan mata yang lebih dalam dapat
menimbulkan iridosiklitis disertai sinekia iris serta menimbulkan glaucoma sekunder.
Komplikasi lain adalah paresis otot perggerak mata serta neuritis optic. 9

Gambar 2: Herpes Zooster Ofttalmik


diunduh dari http://medlibes.com/uploads/Screen%20shot%202010-07-28%20at
%209.58.12%20PM.png

Diagnosis kerja
Anamnesis

Fase prodormal pada herpes zoster oftalmikus biasanya terdapat influenza like illness
seperti lemah, malaise, demam derajat rendah yang mungkin berakhir sehingga 1 minggu
sebelum perkembangan rash unilateral menyelubungi daerah kepala, atas kening dan
hidung (divisi dermatome pertama daripada nervus trigeminus). Kira kira 60% pasien
5

mempunyai variasi derajat gejala nyeri dermatom sebelum erupsi kemerahan. Akibatnya,
makula eritematosus muncul keliatan yang lama kelamaan akan membentuk kluster yang
terdiri daripada papula dan vesikel. Lesi ini akan membentuk pustula dan seterusnya lisis
dan membentuk krusta dalam masa 5 7 hari. 6
Pemeriksaan Fisik

Periksa struktur eksternal/superfisial dahulu secara sistematik mengikut urutan

daripada bulu mata, kunjungtiva dan pembengkakan sklera.


Periksa keadaan integritas motorik ekstraokular dan defisiensi lapang pandang.
Lakukan pemeriksaan funduskopi dan coba untuk mengeradikasi fotofobia untuk
menetapkan kemungkinan terdapatnya iritis. Pengurangan sensitivitas kornea dapat

dilihat dengan apabila dicoba dengan serat cotton.


Lesi epitel kornea dapat dilihat setelah diberikan fluorescein. Defek epitel dan ulkus

kornea akan jelas terlihat dengan pemeriksaan ini.


Pemeriksaan slit lamp seharusnya dilakukan untuk melihat sel dalam segmen anterior

dan kewujudan infiltrat stroma


Setelah ditetes anestesi mata, ukur tekanan intraokular (tekanan normal ialah dibawah
12 15 mmHg).

Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis laboratorium terdiri dari beberapa pemeriksaan, yaitu:
a. Pemeriksaaan langsung secara mikroskopik

Kerokan palpebra diwarnai dengan Giemsa, untuk melihat adanya sel-sel raksasa
berinti banyak (Tzanck) yang khas dengan badan inklusi intranukleus asidofil.5,6

b. Pemeriksaaan serologik.
-

HZ dapat terjadi pada individu yang terinfeksi dengan HIV yang kadangkala
asimtomatik, pemeriksaan serologik untuk mendeteksi retrovirus sesuai untuk

pasien dengan faktor resiko untuk HZ (individu muda daripada 50 tahun yang
nonimunosupres).
c. Isolasi dan identifikasi virus dengan teknik Polymerase Chain Reaction.5,6
Diagnosa Banding
1. Herpes Simpleks
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks
tipe I atau II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kult yang
sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat
berlangsung baik primer maupun rekurens. Infeksi primer oleh virus herpes simpleks tipe
I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi herpes simpleks II biasanya
terjadi pada decade II atau III, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual.
Secara umum gejala klinis yang ditimbulkan berlangsung dalam 3 tingkat yaitu infeksi
primer, fase laten dan infeksi rekurens.
Tempat predileksi herpes simpleks tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di
daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak. Sedangkan infeksi
primer pada herpes simpleks II mempunyai tempat predileksi di daerah pinggang ke
bawah, terutama di daerah genital yang sering menginfeksi neonates.
Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan
sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malese, dan anoreksia dan dapat
ditemukan pmbesaran kelenjar getah bening regional. Sedangkan pada fase laten
penderita tidak ditemukan gejala klinis dimana virus berdiam di ganglion dorsalis. Pada
infeksi rekurens terjadi gejala yang lebih ringan dari pad infeksi primer dan berlangsung
kira-kira 7-10 hari yang dimana vesicle timbuk di tempat yang sama atau disekitarnya.
Untuk mengetahui jenis virus herpes dilakukan percobaan Tzanck dengan pewarnaan
giemsa dengan ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.

Pada penderita herpes simplek yang terdapat di daerah sekitar mata sering pasien
disertai keratitis epitel dan dapat mengenai stroma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi
primer ini dapat sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu dimana daya tahan
tubuh sangat lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma. Secara subjektif keratitis
herpes simpleks epithelial kadang-kadang tidak dikeluhkan oleh penderita. Keluhan
mungkin karena kelopak yang sedikit membengkak atau mata berair yang bila sering
diusapmenyebabkan lecet kulit palpebra. Secara objektif : pada mata biasanya didapatkan
iritasi yang ringan, sedikit merah, berair dan unilateral. Sepintas tidak dapat perbedaan
lebar pembukaan kelopak mata antara yang sakit dengan sehat. 4,5

Gambar 3 : Herpes simpleks tipe 1


Diunduh dari
http://missinglink.ucsf.edu/lm/DermatologyGlossary/img/Dermatology
%20Glossary/Glossary%20Clinical%20Images/Herpes_Simplex_nose-YY.jpg

2. Blefaritis Ulseratif
Blefaritis

ulseratif

merupakan

peradangan

tepi

kelopak

akibat

infeksi

staphlococus. Pada blefaritis ulseratifa terdapat keropeng berwarna kekuningan yang bila
diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan mengeluarkan darah disekitar bulu mata.
Gejala klinis yang ditemukan kelopak mata merah, terdapat sisik-sisik kering. Daerah
ulserasi yang kecil-kecil terdapat sepanjang pinggir kelopak mata, biasanya ditutup oleh
keropeng (krusta). Bulu mata rontok, dan jika keadaan menjadi kronik terdapat distorsia
8

pinggir kelopak mata. Pengobatan yang diberikan yaitu memperbaiki keadaan umum
seperti gizi dan kebersihan. Selain itu pengobatan yang diberikan adalah antibiotic yaitu
sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin. Bila tidak diobati dengan baik ulkus bisa meluas
merusak akar rambut sehingga bulu mata rontok. Ia juga bisa menyebabkan trikiasis
karena terbentuk sikatrik pada palpebra. 9,10

Gambar 4 : Blefaritis Ulseratif


Diunduh dari
https://putracelll.files.wordpress.com/2011/12/blefaritis252812529.jpg

3. Moloskum Kontangiosum
Moluskum kontangiosum adalah penyakit disebabkan oleh virus poks, klinis
berupa papul, pada permukaan terdapat lekukan berisi massa yang mengandung badan
moluskum. Penyakit ini terutama menyerang anak dan kadang-kadang juga orang
dewasa. Jika pada orang dewasa digolongkan dalam penyakit akibat hubungan seksual.
Transmisinya melalui kontak kulit langsung dan otoinokulasi.
Masa inkubasi berlangsung satu sampai beberapa minggu. Kelainan kulit berupa papul
milier, kadang-kadang lentikular dan berwarna putih seperti lilin, berbentuk kubah yang
kemudian ditengahnya terdapat lekukan. Jika dipijat akan tampak keluar massa yang
berwarna putih seperti nasi. Lokalisasi penyakit ini didaerah muka, badan dan

eksterimitas, sedangkan pada orang dewasa di daerah pubis dan genitalia eksterna.
Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga timbul supurasi.
Pada pemeriksaan histopatologi didaerah epidermis dapat ditemukan badan moluskum
yang mengandung partikel virus. Prinsip pengobatan adalah mengeluarkan massa yang
mengandung badan moluskum. Dapat dipakai alat seperti ekstraktor komedo, jarum
suntik, atau kuret. Cara lain yang digunakan elektrokauterisasi atau bedah beku dengan
CO2, N2. Dengan menghilangkan semua lesi yang ada, penyakit ini tidak atau jarang
residitif. 9,10

Gambar 5 : Moloskum Kontangiosum


Diunduh dari http://escholarship.org/uc/item/2dc3w4mb/1.jpg

Penatalaksanaan
Pemberian asiklovir oral maupun topical tampak menjanjikan; bila disertai infeksi
sekunder bacterial dapat diberikan antibiotic. Dapat diberikan pula obat-obatan yang
meningkatkan system imunitas tubuh, obat-obatan neurotropik, serta dapat dibantu dengan
vitamin C dosis tinggi. Pasien dengan herpes zoster oftalmikus dapat diterapi dengan Acyclovir
(5 x 800 mg sehari) selama 7-10 hari. Penelitian menunjukkan pemakaian Acyclovir, terutama
dalam 3 hari setelah gejala muncul, dapat mengurangi nyeri pada herpes zoster oftalmikus. Onset
Acyclovir dalam 72 jam pertama menunjukkan mampu mempercepat penyembuhan lesi kulit,

10

menekan jumlah virus, dan mengurangi kemungkinan terjadinya dendritis, stromal keratitis, serta
uveitis anterior.4,9,10
Terapi lain dengan menggunakan Valacyclovir yang memiliki bioavaibilitas yang lebih
tinggi, menunjukkan efektivitas yang sama terhadap herpes zoster oftalmikus pada dosis 3 x
1000 mg sehari. Pemakaian Valacyclovir dalam 7 hari menunjukkan mampu mencegah
komplikasi herpes zoster oftalmikus, seperti konjungtivitis, keratitis, dan nyeri. Untuk
mengurangi nyeri akut pada pasien herpes zoster oftalmikus dapat digunakan analgetik oral.
Untuk mengobati berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh herpes zoster oftalmikus
disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkan. Pada blefarokonjungtivitis, untuk blefaritis dan
konjungtivitisnya, diterapi secara paliatif, yaitu dengan kompres dingin dan topikal lubrikasi,
serta pada indikasi infeksi sekunder oleh bakteri (biasanya S. aureus). Pada keratitis, jika hanya
mengenai epitel bisa didebridemant, jika mengenai stromal dapat digunakan topikal steroid, pada
neurotropik keratitis diterapi dengan lubrikasi topikal, serta dapat digunakan antibiotik jika
terdapat infeksi sekunder bakteri.4,9,10
Untuk neuralgia pasca herpetik obat yang direkomendasikan di antaranya Gabapentin
dosisnya 1,800 mg - 2,400 mg sehari. Hari pertama dosisnya 300 mg sehari diberikan sebelum
tidur, setiap 3 hari dosis dinaikkan 300 mg sehari sehingga mencapai 1,800 mg sehari.
Antibiotik sebaiknya digunakan jika terdapat infeksi bakterial. Antibiotik pada kasus ini
ialah ampicillin dan tetes mata gentamisin, merupakan antibakteri spektrum luas. Isprinol yang
diberikan oleh spesialis kulit pada penderita di atas termasuk obat imunomodulator yang bekerja
memperbaiki sistem imun.
Vitamin neurotropik berupa neurodex digunakan sebagai vitamin untuk saraf. Pada
umumnya direkomendasikan pemberian NSAID topikal 4 kali sehari dan ibuprofen sebagai
analgetik oral.
Komplikasi
11

Hampir semua pasien akan pulih sempurna dalam beberapa minggu, meskipun ada
beberapa yang mengalami komplikasi. Hal ini tidak berhubungan dengan umur dan luasnya
ruam, tetapi bergantung pada daya tahan tubuh penderita.Pada keadaan yang berat dapat terjadi
perforasi kornea, diikuti ptisis bulbi. Selain itu dapat terjadi oftalmoplegia, ptosis, serta neuritis
optika. 9,10
Pencegahan
Tindakan preventif yang harus dilakukan penderita ialah tidak mengusap-usap mata,
menyentuh lesi kulit, dan menggaruk luka untuk menghindari penyebaran gejala. Bagi orang
sekitar hendaknya menghindari kontak langsung dengan penderita terutama anak-anak.
Prognosis
Umumnya prognosis baik namun bergantung pada tindakan perawatan secara dini.
Prognosis dari segi visus penderita baik karena asiklovir dapat mencegah penyakit-penyakit mata
yang menurunkan visus. Kesembuhan penyakit ini umunya baik pada dewasa dan anak-anak
dengan perawatan secara dini. 5,9,10

12

BAB III
Penutup
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi
primer. Sedankan herpes zoster oftalmikus adalah herpes zoster yang inervasinya mengikuti
cabang pertama nervus trigeminus. Ciri khas herpes zoster adalah unilateral dan dermatomal.
Pengobatan untuk penyakit ini dibedakan menjadi medika mentosa dan non medikamentosa.
Pengobatan medika mentosa menggunakan asiklovir. Pada umumnya penyakit herpes zoster
dapat sembuh sendiri (self limiting disease), tetapi pada beberapa kasus dapat timbul komplikasi.
Semakin lanjut usia, semakin tinggi frekuensi timbulnya komplikasi.

13

DAFTAR PUSTAKA
1.American Academy of Ophtalmology. External cornea and disease. Section 8. 2005-2006.
2.Voughan D, Tailor A. Penyakit virus : ophtalmologi umum. Edisi 14. Widya Medika. 1995 :
112, 336.
3.Suwarji H. Infeksi viral dan strategi pengobatan anti viral pada penyakit mata. Diakses dari
4.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08InfeksiViral087.pdf. Oktober 2006.
5.Perhimpunan Dokter Spesilis Mata Indonesia. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-2. Sagung seto:
Jakarta. 2010. H 122-23.
6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta : badan penerbit FKUI. 2011. H 110-12.
7.Web MD. Herpes of the eye. Diakses dari http://www.medicinenet.com/herpeseye/. Agustus
2015.
8.Gurwood AS. Herpes zoster ophthalmicus. Diakses dari www.optometry.co.uk. Agustus ,
2015.
9.Maria

Diaz.

Herpes

zoster

ophthalmicus.

Diakses

dari

http://emedicine.medscape.com/article. agustus 2015.


10. Fakultas kedokteran Universitas Gajah Mada Bagian Ilmu Kesehatan Mata. Ilmu
kesehatan mata. Edisi ke 2. Jogjakarta : Badan Penerbit FK UGM. 2012.
11. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Bagian Ilmu Penyakit Mata. Penuntun ilmu
penyakit mata .Edisi ke 3. Jakarta : badan penerbit FKUI. 2008. H 46.

14

Anda mungkin juga menyukai