Anda di halaman 1dari 105

JANUARI 2010

Bab 1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG ......................................................................
MAKSUD, TUJUAN & SASARAN ....................................................
LINGKUP KEGIATAN ....................................................................
METODA PENDEKATAN .............................................................
SISTIMATIKA PENULISAN LAPORAN .............................................

1
2
2
2
3

Bab 2 NILAI STRATEGIS, PERAN PENTING & DELINIASI KAWASAN HOB


2.1

2.2

NILAI STRATEGIS, PERAN PENTING KAWASAN HOB .......................

2.1.1. Nilai Strategik dan Fungsi Penting Kawasan HoB ...............


2.1.2. Proses Kerjasama Pengelolaan Kawasan HoB ....................
2.1.3. Rencana Aksi ....................................................................

5
5
6

DELINIASI KAWASAN HOB ............................................................

2.2.1. Dasar Penetapan Deliniasi ................................................


2.2.2. Alternatif Deliniasi Kawasan .............................................

8
9

Bab 3 KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN HOB


3.1

3.2

ARAHAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN HOB ........

12

3.1.1

Arahan RTRWN ................................................................

12

A. Posisi Kawasan HoB dalam Rencana Pola Ruang RTRWN


B. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang RTRWN .......

12
13

3.1.2 Arahan RTR Pulau Kalimantan ...........................................

16

3.1.3 Arahan RTRW Propinsi ......................................................


A. RTRW Propinsi Kalimantan Barat .................................
B. RTRW Propinsi Kalimantan Timur ................................
C. RTRW Propinsi Kalimantan Tengah ..............................

20
20
26
35

KAJIAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SEKTORAL DAN ANTAR NEGARA


3.2.1 Kajian kebijakan Sektoral .................................................
A.
B.
C.
D.
E.
F.

Kebijakan Lingkungan Hidup ......................................


Kebijakan Kehutanan ..................................................
Kebijakan ESDM ..........................................................
Kebijakan Perekonomian .............................................
Kebijakan Sosial Budaya ..............................................
Kebijakan Pariwisata ...................................................

37
37
38
39
40
40
41

3.2.2 Inventarisasi Ketentuan Pemanfaatan Ruang Antar Negara


A.
B.
C.
D.
E.

Ketentuan Terkait
Ketentuan Terkait
Ketentuan Terkait
Ketentuan Terkait
Ketentuan Terkait

44

Pengaturan Perbatasan ...................


Pengelolaan Kawasan DAS ..............
Infrastruktur Jalan ..........................
Kawasan Lindung ...........................
Kawasan Budidaya .........................

44
44
46
46
47

PROFIL FISIK & EKOSISTEM KAWASAN ............................................

48

4.1.1 Wilayah Administrasi ........................................................


4.1.2 Kondisi Geografis HoB ......................................................
4.1.3 Ekosistem Kawasan ..........................................................

48
49
52

Bab 4 PROFIL KAWASAN HOB


4.1

4.2

PROFIL SOSIAL, EKONOMI, BUDAYA, PERTAHANAN & KEAMANAN

56

4.3

PROFIL PEMANFAATAN RUANG & PERIJINAN PEMANFAATAN RUANG 58

4.4

PROFIL PENGELOLAAN KAWASAN ..................................................

59

Bab 5 ANALISIS PENGELOLAAN KAWASAN HOB


5.1
5.2
5.3
5.3.

ANALISIS
ANALISIS
ANALISIS
ANALISIS

KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI (KBKT/HCV) ...


JARINGAN EKOSISTEM & KORIDOR ................................
KESESUAIAN LAHAN .....................................................
SOSIAL BUDAYA ..

66
74
78
83

Bab 6 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN HOB


6.1

KONSEP DASAR KEBIJAKAN & STRATEGI ......................................

86

6.2

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG .................................................

88

6.3

KEBIJAKAN & STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN .......................

91

6.4

POLA PENGEMBANGAN KAWASAN BUDIDAYA...............................

97

6.5

KONSEPSI KERJA SAMA ANTAR NEGARA & WILAYAH ....................

98

ii

1.1

LATAR BELAKANG

Kawasan jantung Kalimantan (Heart of Borneo/ HoB) telah dideklarasikan oleh


tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia dan Brunei, sebagai kawasan penting untuk
konservasi keanekaragaman hayati dan penerapan prinsip pembangunan
berkelanjutan. Ada lima program utama yang telah dibahas oleh tiga Negara
dalam rangka pengelolaan kawasan HoB yaitu program kerjasama konservasi
lintas batas Negara. Program ini difokuskan untuk melihat pengelolaan sumber
daya alam lintas Negara dan kesejahteraan masyarakat yang hidup dikawasan
perbatasan. Program kedua difokuskan pada pengelolaan kawasan konservasi
yang lebih efektif. Dimana dalam program ini konektivitas kawasan konservasi
dan pengelolaan kawasan tersebut dapat dilakukan secara efektif dan partisipatif
bersama masyarkat setempat. Program ketiga lebih difokuskan kepada
pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Telah disadari bahwa dalam
kawasan HoB terdapat kawasan budidaya yang juga memerlukan panduan sesuai
dengan prinsip dan kriteria penggunaan lahan secara berkelanjutan termasuk
teknik-teknik harvesting yang lebih ramah lingkungan. Beberapa contoh seperti
penerapan system sertifikasi pada kawasan konsesi hak pengelolaan hutan (HPH)
dengan memperhatikan aspek social, ekologi dan produksi secara berimbang.
Begitupula di bidang pertanian dengan mengembangkan budidaya pertanian
yang berkelanjutan. Termasuk kegiatan pertambangan yang dilakukan secara
bertanggung jawab terhadap lingkungan dan social.
Program keempat
difokuskan untuk pengembangan ekotorurism dimana kawasan HoB dapat
mengembangkan infrastruktur yang mengarah kepada pengembangan ekowisata sebagai salah satu kegiatan ekonomi dari jasa lingkungan. Program
kelima adalah pengembangan kapasitas staf dalam rangka mencapai
perwujudkan program-program yang telah ditetapkan.
Berbagai program tersebut diatas perlu dijabarkan dalam konteks keruangan
dimana rencana tata ruang Nasional, Propinsi dan Kabupaten/ Kota semestinya
dapat sejalan dengan program-program utama yang didorong dikawasan HoB,
sekaligus sebagai kawasan kerjasama tiga Negara.
Untuk mencapai hal tersebut, kawasan jantung Kalimantan (HoB), telah
ditetapkan oleh pemerintah sebagai Kawasan Strategis Nasional Perbatasan dan
jantung Kalimantan (HoB) yang telah ditetapkan dalam PP No 26 tahun 2008,
tentang Tata Ruang Nasional. Dimana KSN HoB lebih ditekankan sebagai kawasan
yang perlu dikelola dengan mengedepankan aspek konservasi dan penerapan
prinsip pembangunan berkelanjutan.
Dalam KSN HoB terdapat kawasan-kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan
lindung dan kawasan budidaya termasuk arahan pengembangan struktur ruang.
Untuk itu perlu dikaji lebih mendalam baik dari aspek kebijakan ruang, draft
rencana RTRW propinsi yang mencakup kawasan HoB (Kalimantan Barat,
Kalimatan Timur dan Kalimantan Tengah), Rencana Aksi tiga negara yang telah
disusun dalam rencana aksi nasional HoB, kajian biology, hidrologi, dan fisik.

Dengan demikian kajian ini dapat sebagai input guna menyusun arahan
peruntukan dan penggunaan lahan di kawasan KSN HoB. Kajian ruang KSN HoB
dapat sebagai kajian fakta dan analisis untuk memberikan masukkan dalam
penyusunan rencana penataan ruang KSN HoB.
1.2

MAKSUD, TUJUAN dan SASARAN

Maksud dari penyusunan laporan ini adalah untuk menyiapkan dokumen kajian
ruang kawasan strategis nasional HoB bagi kepentingan kerjasama antar negara
dalam pengelolaan kawasan HoB.
Tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan ini adalah :
1. Melakukan kajian ruang KSN HOB berdasarkan rencana aksi nasional HoB,
kondisi bio-fisik, kebijakan ruang propinsi di Kalbar, Kalteng dan Kaltim dan
aspek pendukung lainnya.
2. Melihat peluang kerjasama pengelolaan ruang dari aspek hukum internasional
3. Menyiapkan dokumen kajian Ruang KSN HOB
Sedangkan sasarannya adalah :
1. Adanya laporan yang mencakup hasil analisis keruangan KSN HoB sebagai
kebijakan nasional dan juga kebijakan kerjasama internasional serta rumusan
dari hasil diskusi dengan tim tata ruang HoB
2. Adanya peta tematik ruang HoB dan arahan tentang pola ruang KSN HoB
3. Adanya arahan penggunaan lahan sesuai dengan peruntukkan yang telah
diintegrasikan dalam dalam dokumen poin 1.
1.3

LINGKUP KEGIATAN

Untuk mencapai tujuan dari pekerjaan penyusunan Kajian Ruang Kawasan


Strategi Nasional HoB, maka ruang lingkup yang dicakup dalam kegiatan ini
meliputi :
1. Menginventarisasi dan menelaah data, informasi, kebijakan terkait kawasan
HoB.
2. Menyusun kajian penetapan kawasan dan pemanfaatan dan pola ruang dan
pengembangan kawasan HoB.
3. Menyusun program pemanfaatan ruang kawasan serta pengelolaan kawasan
HoB.
4. Melakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk memperoleh masukan
terhadap hasil kajian ruang kawasan strategi nasional HoB.
1.4

METODA PENDEKATAN

Penyusunan kajian ruang kawasan strategis nasional HoB merupakan upaya


mengimplementasikan RTRWN yang merekomendasikan kawasan ini dalam
beberapa fungsi diantaranya : sebagai kawasan perbatasan darat antar negara RI
Malaysia, kawasan taman nasional, kawasan lindung lainnya, kawasan
pengembangan ekonomi terpadu, serta kawasan andalan. Berbagai fungsi
kawasan tersebut memerlukan landasan yang tepat dalam pengkajian ruangnya.

Beberapa pola pikir yang dapat dipergunakan sebagai landasan dalam menyusun
kajian ini, yaitu :
1. Menempatkan pengembangan
pengembangan dunia.

kawasan

HoB

sebagai

bagian

dari

2. Menempatkan kawasan HoB sebagai satu kesatuan wilayah berupa


ekosistem HoB yang harus terintegrasi antar wilayah ekosistem hutan,
danau, sungai dan budidaya. Dalam pola pikir ini HoB sebagai suatu
kawasan membutuhkan penanganan satu kesatuan ekosistem.
3. Menempatkan HoB sebagai sebuah kawasan yang memiliki nilai ekologis
baik secara nasional dan internasional, yang harus di konservasi dan
dikelola dengan prinsip-prinsip pengembangan berkelanjutan.
4. Menempatkan HoB sebagai kawasan yang rentan terhadap eksploitasi dan
rawan mengalami kerusakan lingkungan.
5. Menempatkan HoB sebagai bagian wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yang berada di kawasan perbatasan yang berfungsi
sebagai kawasan pertahanan dan keamanan.
Berlandaskan pada pola pikir diatas, pendekatan yang dipergunakan dalam
menyusun kajian ruang KSN HoB adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan strategis yang menyangkut penentuan struktur ruang
kawasan, pola ruang kawasan, arahan pemanfaatan dan arahan
pengendalian kawasan secara tersistem dan koordinatif.
2. Pendekatan Ekologis, yang menyangkut upaya optimasi pemanfaatan
ruang kawasan berpijak pada aspek-aspek ekologis.
3. Pendekatan Pengelolaan yang menyangkut aspek pengelolaan kawasan,
aspek hukum, administrasi, keuangan dan perundangan agar rencana
pemanfaatan ruang yang disusun dapat dimanfaatkan oleh semua pihak
yang berkepentingan dan berkekuatan hukum.
4. Pendekatan Integrasi dan sinergi dengan kearifan lokal masyarakat adat
Kalimantan, sehingga menjamin terwujudnya harmoni dan keseimbangan
yang mendukung konservasi.
5. Pendekatan Hubungan Internasional yang menyangkut aspek pengelolaan
kawasan antar negara berdasarkan hukum internasional dengan dilandasi
kesetaraan dan saling menghormati, bagi terciptanya tujuan pelestarian
kawasan HoB lintas negara.
Pendekatan-pendekatan tersebut mendasari langkah penganalisaan yang
diharapkan akan menghasilkan program dan tindak lanjut yang tepat bagi
tercapainya tujuan penetapan KSN HoB.
1.5

SISTIMATIKA PENULISAN LAPORAN

Susunan sistematika pelaporan adalah sebagai berikut :


Bab 1. Pendahuluan
Dalam bab ini secara umum diuraikan latar belakang, maksud, tujuan, dan
sasaran, lingkup kegiatan, serta sistematika pelaporan.

Bab 2. Nilai Strategis, Peran Penting & Delineasi Kawasan HoB


Berisikan uraian tentang tinjauan nilai strategis dan peran penting kawasan yang
mencakup pemahaman kawasan HoB, nilai strategis dan fungsi penting kawasan
HoB, proses kerjasama pengelolaan kawasan dan rencana aksi. Disamping itu
juga meninjau tentang delineasi kawasan yang mencakup dasar penetapan
delineasi dan alternatif penetapan kawasan.
Bab 3. Kajian Kebijakan Pengembangan Kawasan HoB
Bab ini menguraikan arahan-arahan yang telah ditetapkan dalam rencana tata
ruang baik tingkat nasional, pulau dan propinsi dimana kawasan HoB secara
administratif mencakup wilayah 3 propinsi yaitu : Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Timur. Kajian ini juga memuat bahasan tentang Kajian
Kebijakan Sektoral meliputi Kebijakan Lingkungan Hidup, Kebijakan Kehutanan,
Kebijakan ESDM,
Kebijakan Perekonomian, Kebijakan Sosial Budaya dan
Kebijakan Pariwisata.
Didamping itu dilakukan Inventarisasi Ketentuan
Pemanfaatan Ruang Antar Negara yang mengulas : Ketentuan Terkait Pengaturan
Perbatasan, Ketentuan Terkait Pengelolaan Kawasan DAS, Ketentuan Terkait
Infrastruktur Jalan, Ketentuan Terkait Kawasan Lindung, Ketentuan Terkait
Kawasan Budidaya, Ketentuan Terkait Kota
Bab 4. Profil Kawasan HoB
Bab ini menguraikan potret kawasan yang terbagi dalam beberapa sub bab
berikut : profil fisik meliputi profil wilayah, iklim, topografi, geologi, hidrografi
dan ekosistem kawasan meliputi ekosistem hutan, danau, sungai, pertanian &
perkebunan. Sub bab profil sosial-ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan.
Sub bab profil pemanfaatan ruang dan perijinan pemanfatan ruang, serta profil
pengelolaan kawasan.
Bab 5. Analisis Pengelolaan Kawasan HOB
Menguraikan analisis berlandaskan pada data-data yang telah disampaikan pada
profil kawasan HoB. Sehingga bab ini memuat beberapa sub bab berikut : analisis
pengembangan fisik dan lingkungan. Sub bab analisis pengembangan sosialekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan. Sub bab analisis pemanfaatan
ruang yang berisi analisis kesesuaian lahan dan analisis pola dan kecenderungan
pemanfaatan lahan, serta analisis pengelolaan kawasan.
Bab 6. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Kawasan HoB
Bab menampilkan arahan pemanfaatan ruang, kebijakan dan strategi pengelolaan
kawasan dan konsepsi kerja sama antar negara.

2.1

NILAI STRATEGIS, PERAN PENTING KAWASAN HOB


Heart of Borneo (HoB) atau Jantung Borneo merupakan suatu kawasan di
wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan serta mencakup
sebagian wilayah Brunei Darussalam yang telah disepakati bersama
antara ketiga negara tersebut untuk dikelola berdasarkan prinsip-prinsip
konservasi dan pembangunan berkelanjutan (conservation and
sustainable development). Kawasan ini memiliki arti penting tidak saja
bagi pulau Kalimantan (Borneo) tetapi juga bagi bumi secara menyeluruh.
Untuk itu diperlukan suatu upaya bagi peningkatan kualitas kawasan
yang dideteksi terus mengalami penurunan kualitas. Dalam menetapkan
konsep bagi upaya pengelolaan kawasan yang tepat diperlukan
pemahaman terhadap rencana-rencana pengelolaan kawasan HoB yang
telah disusun. Pemahaman ini diharapkan dapat memberikan landasan
bagi ketetapan kawasan yang dapat disepakati bersama.

2.1.1. Nilai strategis dan Peran Penting Kawasan HoB


HoB merupakan satu dari tiga kawasan hutan hujan tropis terbesar
didunia dengan nilai konservasi sangat tinggi dan penting bagi
penanganan pemanasan global, sehingga memiliki nilai penting bagi
masyarakat dunia. Kawasan HoB dengan luas total sekitar 22 juta Ha yang
mempunyai arti penting baik dalam lingkup lokal, nasional, trilateral
maupun global. Arti penting yang dimaksud mencakup kepentingan
ekonomi, sosial-budaya, maupun jasa lingkungan. Kepentingan ekonomi
yang ada pada kawasan HoB diantaranya kegiatan budidaya seperti
perkebunan, pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan alam,
serta eksploitasi sumberdaya alam seperti pertambangan serta kekayaan
keanekaragaman hayati yang selain ekonomi terdapat kepentingan iptek.
Kepentingan sosial-budaya pada kawasan HoB mencakup fungsi kawasan
sebagai ruang hidup masyarakat adat yang masih memegang teguh
budayanya. Sedangkan kepentingan jasa lingkungan kawasan ini
diantaranya sebagai sumber keanekaragaman hayati, berfungsi sebagai
reservoar bagi supply kebutuhan air dan oksigen.
2.1.2. Proses Kerjasama Pengelolaan Kawasan HoB
Diawali pada pertemuan para pihak di Brunei Darussalam pada 5-6 April
2005, HoB dan tema Three Countries One Conservation Vision
disepakati dan diusulkan untuk diluncurkan pada pertemuan COP 8 CBD,
Maret 2006 di Brazil. Sebagai tindak lanjut oleh Indonesia, pada AgustusSeptember 2005 dilakukan lokakarya tingkat Provinsi. Kemudian, pada 6

8 Desember 2005, dilakukan lokakarya nasional HoB di


menghasilkan draft deklarasi HoB.

Jakarta dan

Pada 24 November 2006, dilaksanakan pertemuan Pokja HoB antar


negara di kota Cebu, Filipina (dalam rangka pertemuan Senior Official
Meeting/SOM Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Phillipines East Asia
Growth Area/BIMP-EAGA)
Pada 12 Februari 2007, dilaksanakan penandatanganan Deklarasi HoB di
Nusa Dua, Bali oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Minister of
Natural Resources and Environment, Malaysia, dan Minister of Industry
and Primary Resources, Brunei Darussalam.
Pada tanggal 4-5 April 2008 pertemuan HoB trilateral kedua
diselenggarakan di Pontianak, Indonesia. Pertemuan ini menghasilkan
Strategic Plan of Action (SPA) tiga negara, dan menyepakati untuk
membahas lebih lanjut institusi dan pengaturan finansial HoB di tingkat
tiga negara pada pertemuan ketiga di Malaysia.
2.1.3. Rencana Aksi
Rencana aksi yang telah disusun dan disepakati bersama meliputi 5
program yang di uraikan dalam rencana kegiatan sebagai berikut :
1. Pengelolaan Lintas Batas
Program ini bertujuan untuk menangani isu-isu pengelolaan sumber
daya alam dan kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat setempat di
sekitar kawasan perbatasan.
Sedangkan penjabarannya dalam kegiatan adalah :
a. Mengembangkan dan mengkaji master plan HoB dengan
mempertimbangkan inisiatif HoB sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan masing-masing negara.
b. Menyiapkan rekomendasi kebijakan mengenai usaha konservasi
dan pembangunan berkelanjutan di wilayah HoB.
c. Membangun mekanisme pertukaran informasi yang efektif dan
koheren.
d. Menyelenggarakan riset dan studi bersama dan atau terkoordinasi,
utamanya dalam bidang keanekaragaman hayati dan sosial
ekonomi, termasuk dalam rangka penilaian sosial dan demografis
e. Melaksanakan koordinasi perencanaan penataan ruang bersama
pada area HoB.
2. Pengelolaan Kawasan Lindung
Program ini bertujuan untuk meningkatkan dan mempromosikan
pengelolaan kawasan lindung di dalam kawasan HoB yang efektif,
dengan penekanan pada kawasan bersama di perbatasan, untuk
melestarikan dan memelihara keanekaragamanhayati hutan dan
keterkaitan ekologi.

Sedangkan penjabarannya dalam kegiatan adalah :


a. Mengidentifikasi, menilai dan menetapkan zona-zona konservasi
lintas batas dalam rangka memperkuat pengelolaan kawasan
konservasi di daerah tersebut yang didasarkan pada nilai-nilai
warisan budaya dan alam, kapasitas daerah tangkapan air dan
kekayaan keanekaragaman hayati
b. Menggembangkan dan meningkatkan standard operating
procedures dan sistem pemantauan dan evaluasi pengelolaan
kawasan konservasi lintas batas, serta bila diperlukan,
menyelenggarakan kegiatan pemantauan dan evaluasi bersama
c. Mengembangkan sistem dan melaksanakan program pengelolaan
kolaboratif
kawasan
konservasi
lintas
batas
yang
mengakomodasikan peran serta masyarakat lokal dan pemangku
pihak lainnya.
d. Mengembangkan dan meningkatkan pendekatan-pendekatan yang
mengarah pada perbaikan pengolahan lahan dan pengelolaan
vegetasi masyarakat lokal di dalam atau di sekitar kawasan lindung.
e. Mengembangkan daftar induk (master list) kawasan konservasi di
dalam areal HoB dengan memasukkan juga informasi mengenai
tujuan pengelolaan, fitur-fitur khusus, dan lembaga yang relevan
dan personil yang terkait, serta bentuk kategori kawasan berdasar
ketentuan masing-masing Negara .
f. Membangun hubungan kelembagaan antar kawasan konservasi di
dalam kawasan HoB.
3. Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan
Program ini bertujuan untuk mengelola sumber daya alam diluar
jejaring kawasan konservasi melalui pengembangan dan pelaksanaan
penggunaan tanah berkelanjutan.
Sedangkan penjabarannya dalam kegiatan adalah :
a. Membangun, meningkatkan dan memperkuat mekanisme dan
pedoman yang ada yang menjamin pelaksanaan praktek-praktek
terbaik (best practices) pengelolaan sumberdaya alam, penerapan
prinsip pemanfaatan berkelanjutan dan penerapan pendekatan
ekosistem (ecosystem approach) pada setiap pemanfaatan
sumberdaya alam, termasuk kehutanan, perkebunan dan
pertambangan di dalam kawasan HoB.
b. Membangun skema program rehabilitasi dan restorasi areal hutan
yang terdegradasi (rusak) dikawasan HoB.
c. Membanggun area HoB sebagai situs potensial untuk
penyelengggaraan
proyek
Reduction
of
Emission
from
Deforestation and Degradation (REDD).
4. Pengembangan Ekowisata
Program ini bertujuan mengenali dan melindungi nilai tempat-tempat
atau situs-situs khusus alami dan budaya di kawasan HoB
Sedangkan penjabarannya dalam kegiatan adalah :
a. Mengidentifikasi, mengembangkan dan mempromosikan programprogram ekowisata (ecotourism)

b. Membangun jejaring pengelolaan ekowisata dalam kerangka


pengelolaan sistem kawasan konservasi.
c. Membangun jejaring pengelolaan ekowisata dalam kerangka
pengelolaan sistem kawasan konservasi
d. Mengembangkan dan meningkatkan kegiatan ekowisata berbasis
masyarakat di area HoB
5. Pengembangan Kapasitas
Program ini bertujuan untuk menjamin pelaksanaan inisiatif HoB di
semua tingkat berlangsung secara efektif, baik sektor publik maupun
swasta, dan masyarakat setempat.
Sedangkan penjabarannya dalam kegiatan adalah :
a. Melaksanakan peningkatan kapasitas di tingkat nasional dalam
biidang
keanekaragaman hayati, pengelolaan air
tawar,
penatagunaan lahan, GIS, pengelolaan kawasan lindung, wisata
alam, penggelolaan ekoturisme, dan penegakan hukum dalam
penangggulanggan peredaran internasional secara illegal hasil
hutan seperti kayu, hidupan liar dan sumberdaya hayati lainnya
b. Memantapkan hubungan kerja sama antar lembaga-lembaga
penelitian dan pengembangan dan mendorong kerjasama seperti
tukar menukar (magang) peneliti untuk bekerja dalam bidang
konservasi dan pembangunan berkelanjutan di wilayah HoB
c. Membangun program penyadaran masyarakat tentang pencegahan
kehilangan lebih lanjut keanekaragaman hayati hutan, termasuk
hasil kayu dan kehidupan liar
d. Meningkatkan pendidikan dan penyadaran tentang programprogram HoB.
2.2

DELINEASI KAWASAN HOB


Penetapan batas kawasan HoB yang akan dikelola secara bersama
didasarkan pada berbagai pertimbangan diantaranya aspek ekologis,
aspek perkembangan kondisi kawasan serta aspek kebijakan
pembangunan masing-masing negara. Aspek ekologis yang didasarkan
pada faktor utama pendukung kehidupan yaitu tata air. Pada wilayah
Pulau Kalimantan terdapat beberapa wilayah tata air yang dapat
diidentifikasi melalui daerah tangkapan air. Pembagian daerah tangkapan
air telah teridentifikasi sebagai wilayah sungai, yang dapat dilihat pada
peta dimana terdapat 18 wilayah sungai di Pulau Kalimantan yang
merupakan bagian negara Indonesia.

2.2.1. Dasar Penetapan Delineasi


Penetapan delineasi melalui rangkaian proses yang bertahap dengan
berbagai pertimbangan. Terdapat beberapa alternatif pertimbangan bagi
ditetapkannya kawasan HoB sebagai berikut :
1. Penetapan pertama delineasi didasarkan pola sebaran kawasan
konservasi di dataran tinggi HoB.
2. Melalui rangkaian diskusi dicetuskan untuk mengembalikan kawasan
hutan lindung semaksimal yang dapat dilakukan. Didasarkan pada

pertimbangan ekologis dan upaya memperoleh manfaat yang optimal


dari kawasan HoB, maka diusulkan area yang berbeda dengan
penetapan yang didasarkan pada kondisi saat ini.
Berdasarkan pertimbangan ekologis maka data yang dipergunakan
bagi penetapan kawasan HoB di wilayah Indonesia adalah : kondisi
topografi, hidrologi, morfologi dan ekosistem yang berada pada
kawasan ini. Penentuan batasan kawasan didasarkan pada 5 kondisi
sebagai berikut :
a. Pola sebaran kawasan konservasi di kawasan dataran tinggi dan
perbatasan negara di pulau Borneo.
b. Memperhatikan aspek-aspek hidrologi,
c. Status kawasan hutan (Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka
Margasatwa, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi, Hutan
Produksi Konversi),
d. Tutupan hutan (forest cover),
e. Habitat penting satwa.
2.2.2. Alternatif Delineasi Kawasan
Alternative delineasi yang didasarkan pada pertimbangan laju deforestasi
dan pertimbangan 5 kondisi tersebut menghasilkan 2 alternatif, seperti
tergambar pada peta berikut ini.
Peta alternative 1 : peta dengan luas HoB di Wilayah Indonesia yang tidak
seluas 13 juta Ha.

Peta alternative 2 : peta dengan luas HoB di Wilayah Indonesia yang


seluas 13 juta Ha (sesuai delineasi Jogjakarta)

10

11

3.1

Arahan Kebijakan Pemanfaatan Ruang Kawasan HOB

3.1.1. Arahan RTRWN


Kawasan Heart of Borneo (HoB) merupakan kawasan yang dalam Peraturan
Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN) ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN).
Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara,
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang
ditetapkan sebagai warisan dunia. (Pasal 1 ayat 17). Dengan ditetapkan
kawasan ini sebagai KSN maka diperlukan penataan ruang yang dapat
mendukung tercapainya fungsi kawasan. Apalagi dengan telah
ditandatanganinya kesepakatan bersama antara 3 (tiga) negara, Indonesia,
Malaysia, dan Brunei Darussalam dalam pengelolaan HoB, maka sebagai
tindak lanjut kesepakatan tersebut Indonesia perlu segera menyusun
rencana tindak lanjut pengelolaan HoB ini.
A. Posisi Kawasan HoB dalam Rencana Pola Ruang RTRWN.
Di dalam PP No. 26 tentang RTRWN, kawasan HoB merupakan kawasan
yang menjadi bagian dari KSN Kawasan Perbatasan Darat RI dan
Jantung Kalimantan (Heart of Borneo) yang melintasi wilayah
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. KSN
Kawasan Perbatasan Darat RI dan HoB ditetapkan sebagai KSN dari
sudut pandang pertahanan dan keamanan dimana dalam penataannya
diprioritaskan berfokus pada pengembangan/peningkatan kualitas
kawasan, serta dikembangkan pada Tahap Pengembangan I (Lampiran
X PP No. 26 Tahun 2008, butir 45).
Kawasan HoB yang melintasi 3(tiga) provinsi di dalamnya juga terdapat
kawasan-kawasan yang pada PP No. 26 tentang RTRWN ditetapkan
sebagai kawasan yang berfungsi tertentu, yaitu :
1. KSN Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun (Provinsi Kalimantan
Barat). Kawasan strategis ini merupakan KSN dengan sudut
kepentingan lingkungan hidup dan akan dikembangkan pada Tahap
Pengembangan I dengan prioritas program rehabilitasi/revitalisasi
kawasan (Butir 44 Lampiran X);
2. KSN Pengembangan Ekonomi Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS)
Kahayan, Kapuas, dan Barito (Provinsi Kalimantan Tengah). Kawasan
strategis ini merupakan KSN dengan sudut kepentingan ekonomi
dan akan dikembangkan pada Tahap Pengembangan I dengan
prioritas program pengembangan/peningkatan kualitas kawasan
(Butir 46 Lampiran X);
3. Kawasan Lindung Nasional Taman Nasional Danau Sentarum
(Provinsi Kalimantan Barat). Pengembangan tahap I dengan prioritas
program rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan;

12

4. Kawasan Lindung Nasional Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya


(Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah). Pengembangan
tahap I dengan prioritas program rehabilitasi dan pemantapan
fungsi kawasan;
5. Kawasan Lindung Nasional Taman Wisata Alam Bukit Kelam
Komplek (Kalimantan Barat). Pengembangkan tahap II dengan
prioritas pengembangan pengelolaan kawasan.
6. Kawasan Lindung Nasional Cagar Alam Sapat Hawung (Provinsi
Kalimantan Tengah). Pengembangkan tahap II dengan prioritas
pengembangan pengelolaan kawasan;
7. Kawasan Lindung Taman Nasional Kayan Mentarang (Provinsi
Kalimantan Timur). Pengembangan tahap I dengan prioritas
program rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan;
8. Kawasan Andalan Kapuas Hulu dan sekitarnya, dengan sektor
unggulan pertanian, kehutanan, dan perkebunan. Pengembangan
bertahap dengan prioritas program pengembangan kawasan.
Disamping itu, kawasan HoB juga menaungi kawasan dengan kegiatan
khusus yang perlu diperhatikan dalam penataan dan pengelolaan HoB,
yaitu :
1. Kawasan perkotaan Putussibau dengan fungsi Pusat Kegiatan
Wilayah (PKW);
2. Kawasan perbatasan negara (darat) RI - Malaysia dengan bentangan
garis batas total sepanjang +1.038 km yang berada di wilayah
administratif Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten
Kutai Barat dan Kabupaten Kapuas Hulu;
3. Kawasan kehidupan kelompok-kelompok masyarakat adat yang
menyebar berkelompok.
B. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang RTRWN
Apabila melihat kegiatan kawasan-kawasan yang ada di dalam KSN
Kawasan Perbatasan Darat RI dan HoB, dapat dilihat bahwa kegiatan
kawasan tersebut merupakan kegiatan dengan sudut kepentingan
banyak hal, yaitu kepentingan kedaulatan RI dan pertahanan keamanan,
kepentingan lingkungan hidup dan konservasi, kepentingan ekonomi,
kepentingan sosial-budaya, dan kepentingan budi daya.
Arahan pengendalian pemanfaatan ruang dalam RTRWN bagi kegiatankegiatan dengan sudut kepentingan tersebut menjadi sangat penting
dalam rangka penataan dan pengelolaan HoB. Sesuai RTRWN maka
arahan pengendalian pemanfaatan ruang nasional yang akan
digunakan dalam rangka penataan dan pengelolaan kawasan HoB,
dilakukan melalui indikasi arahan peraturan zonasi, arahan perijinan,
arahan pemberian insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
1. Arahan Peraturan Zonasi
a. Kawasan Lindung Nasional
Hutan Lindung, dengan arahan zonasi :
- pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah
bentang alam;

13

ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi


mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi, dan
pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya hanya diijinkan
bagi penduduk asli dengan luasan tetap, tidak mengurangi
fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat.

Taman Nasional, dengan arahan zonasi :


- pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah
bentang alam;
- pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budidaya hanya
diijinkan bagi penduduk asli di zona penyangga dengan
luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan
di bawah pengawasan ketat;
- ketentuan pelarangan kegiatan budi daya di zona inti; dan
- ketentuan pelarangan kegiatan budidaya yang berpotensi
mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi.
Cagar Alam, dengan arahan zonasi :
- pemanfaatan ruang untuk penelitian, pendidikan, dan wisata
alam;
- ketentuan pelarangan kegiatan selain untuk penelitian,
pendidikan, wisata alam;
- pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang
kegiatan dimaksud di atas;
- ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain bangunan
untuk penunjang kegiatan penelitian, pendidikan, dan wisata
alam; dan
- ketentuan pelarangan terhadap penanaman flora dan
pelepasan satwa yang bukan merupakan flora dan satwa
endemik kawasan.
Taman Wisata Alam, dengan arahan zonasi :
- pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah
bentang alam
- ketentuan pelarangan kegiatan selain yang dimaksud di atas;
- pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang
kegiatan wisata alam;
- ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain untuk
menunjang kegiatan wisata alam.
b. Kawasan Budi Daya
KSN Pengembangan Ekonomi Terpadu Daerah Aliran Sungai
(DAS) Kahayan, Kapuas, dan Barito (Provinsi Kalimantan Tengah).
- Kawasan strategis ini merupakan KSN dengan sudut
kepentingan ekonomi dan akan dikembangkan pada Tahap
Pengembangan I dengan prioritas program pengembangan/
peningkatan kualitas kawasan;
- Sesuai dengan sifat strategisnya, kawasan ini akan
diprioritaskan penataan ruangnya dalam dokumen sendiri.

14

Kawasan Andalan Kapuas Hulu dan sekitarnya, dengan sektor


unggulan pertanian, kehutanan, dan perkebunan.
Sesuai dominasinya, arahan zonasi untuk kawasan ini lebih
banyak memperhatikan dan merujuk pada :
Hutan produksi dan hutan rakyat, dengan arahan zonasi :
- pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga neraca
sumber daya kehutanan;
- pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang
kegiatan pemanfaatan hasil hutan; dan
- ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain untuk
menunjang pemanfaatan hasil hutan.
Pertanian, dengan arahan zonasi :
- pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan
kepadatan rendah; dan
- ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budi
daya non pertanian kecuali untuk pembangunan sistem
jaringan prasarana utama.
c. Lain-lain
-

Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang


Kawasan Pertahanan dan Keamanan akan ditetapkan sendiri
dengan peraturan pemerintah;
Penataan ruang Kawasan perkotaan Putussibau sebagai Pusat
Kegiatan Wilayah dilaksanakan sesuai dengan fungsinya dan
berdasar peraturan perundangan.

2. Arahan Perijinan
Sebagai salah satu instrumen pengendalian pemanfaatan ruang,
perijinan sangat penting untuk dilakukan secara konsisten.
Perijinan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku
didasarkan pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Pemberian ijin bagi pemanfaatan yang berdampak besar dan
penting dilakukan oleh Menteri.
3. Arahan Insentif dan Disinsentif
Pemberian insentif dan disinsentif dilakukan oleh Pemerintah
kepada Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat. Insentif diberikan
terhadap pelaku kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan
RTRWN, dan pemberian disinsentif dilakukan terhadap pelaku
kegiatan pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau
dikurangi keberadaannya berdasar RTRWN.
4. Arahan Sanksi dikenakan terhadap :
- pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang nasional;
- pelanggaran ketentuan arahan zonasi sistem nasional;
- pemanfaatan ruang tanpa ijin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasar RTRWN;

15

pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan ijin pemanfaatan ruang


yang dikelurakan berdasarkan RTRWN;
pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan ijin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasar RTRWN;
pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan
yang oleh peraturan perundangan dinyatakan sebagai milik
umum; dan/atau
pemanfaatan ruang dengan ijin yang diperoleh dengan prosedur
tidak benar.

3.1.2. Arahan RTR Pulau Kalimantan


Kawasan HoB tidak bisa terlepas dengan Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau
Kalimantan. RTR Pulau Kalimantan disusun melalui penyusunan strategi
opersionalisasi
sebagai
upaya
perwujudan
RTRWN.
Strategi
operasionalisasi RTR Pulau Kalimantan yang terkait langsung dengan
kawasan-kawasan yang berada dalam kawasan HoB dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Strategi operasionalisasi
dilakukan dengan :

perwujudan

kawasan

Heart

of

Borneo

a. menetapkan luas dan delineasi wilayah yang termasuk dalam


kawasan Heart of Borneo;
b. mempertahankan luas, tutupan lahan, dan vegetasi hutan tropis
yang terdapat di dalam Heart of Borneo;
c. melarang alih fungsi lahan kawasan hutan lindung dan hutan budi
daya yang terdapat di dalam Heart of Borneo;
d. melindungi hulu DAS Berau (Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai
Timur), DAS Kahayan (Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Murung
Raya, Kabupaten Katingan, Kabupaten Kapuas), DAS Kapuas
(Kabupaten Kapuas), DAS Katingan (Kabupaten Katingan), DAS
Kayan (Kabupaten Malinau, Kutai Barat), DAS Sembakung
(Kabupaten Nunukan), DAS Seruyan (Kabupaten Seruyan), DAS
Sesayap (Kabupaten Malinau, Nunukan), serta sub DAS Kapuas
Hulu (Kabupaten Kapuas Hulu), sub DAS Kedang Pahu (Kabupaten
Kutai Barat), sub DAS
Melawi (Kabupaten Sintang), sub DAS
Ketungau (Kabupaten Kapuas Hulu), sub DAS
Barito Hulu
(Kabupaten Murung Raya), sub DAS Mahakam hulu (Kabupaten
Kutai Barat), sub DAS Belayan (Kabupaten Kutai Kartanegara dan
Kabupaten Kutai Barat), dan sub DAS Kedang Kapala (Kabupaten
Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara);
e. mengidentifikasi jaringan koridor flora dan fauna yang selanjutnya
menjadi bahan masukan (analisis potensi dan masalah) dalam
penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota khususnya
Kabupaten Kapuas Hulu, Murung Raya, Sintang, Melawi, Gunung
Mas, Nunukan, Malinau dan Kutai Barat;
f. merehabilitasi kawasan hutan yang mengalami penurunan fungsi
(terdegradasi); dan
g. memberdayaan suku Dayak asli di pedalaman untuk berpartisipasi
dalam ekowisata (community based tourism).

16

2. KSN Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun (Provinsi Kalimantan


Barat).
Strategi operasionalisasi perwujudan KSN Betung Kerihun akan
disusun dengan rencana tata ruang kawasan strategis nasional yang
diatur dengan Peraturan Presiden. Namun demikian, strategi
operasionalisasi beberapa kegiatan yang tertuang dalam RTR Pulau
Kalimantan (draft) perlu menjadi perhatian karena berdampak pada
penataan dan pengelolaan kawasan HoB, yaitu :
a. mengembangkan kegiatan pariwisata (hutan) di TN Betung Kerihun
dan TN Danau Sentarum;
b. mengembangkan kegiatan ekowisata berbasis ekosistem kehidupan
orang utan di Taman Nasional Danau Sentarum dan Taman Nasional
Betung Kerihun;
c. mengembangkan fasilitas dan prasarana jalur/trek wisata di Taman
Nasional Danau Sentarum dan Taman Nasional Betung Kerihun;
d. mengendalikan dengan ketat pengembangan lahan (hanya untuk
konservasi) sebagai area/zona inti kehidupan orang utan, zona
penyangga (Buffer), dan zona pengembangan dengan prinsipprinsip berkelanjutan di Taman Nasional Danau Sentarum dan
Taman Nasional Betung;
e. mengembangkan bandar udara untuk melayani PKN Pontianak,
Palangkaraya, Banjarmasin, Samarinda, Balikpapan sebagai pintu
gerbang internasional untuk melayani kegiatan ekowisata di Taman
Nasional Danau Sentarum, Taman Nasional Kayan Mentaran, Taman
Nasional Betung Kerihun;
f. mengembangkan jaringan prasarana dan sarana bandar udara
pusat penyebaran skala pelayanan sekunder Supadio untuk
melayani PKN Pontianak sebagai pusat pengembangan kegiatan
ekowisata di TN Danau Sentarum dan TN Kayan Mentarang;
g. mengembangkan keterkaitan antar kawasan wisata dalam kesatuan
tujuan ekowisata dengan pusat pengembangan utama di TN Danau
Sentarum;
h. mempertahankan dan merehabilitasi luasan kawasan TN, serta
melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati flora dan
fauna endemik.
3. KSN Pengembangan Ekonomi Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS)
Kahayan, Kapuas, dan Barito (Provinsi Kalimantan Tengah).
Strategi operasionalisasi perwujudan KSN Pengembangan Ekonomi
Terpadu DAS Kahayan, Kapuas, dan Barito akan disusun dengan
rencana tata ruang kawasan strategis nasional yang diatur dengan
Peraturan Presiden. Namun demikian, strategi operasionalisasi
beberapa kegiatan yang tertuang dalam RTR Pulau Kalimantan (draft)
perlu menjadi perhatian karena berdampak pada penataan dan
pengelolaan kawasan HoB, yaitu :
a. melakukan penghutanan kembali pada hulu sungai-sungai,
khususnya hulu Sungai Barito, hulu Sungai Kahayan, hulu Sungai
Katingan, hulu Sungai Kapuas, dan hulu Sungai Mahakam;

17

b. melakukan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber


daya air, dan pengendalian daya rusak air pada Wilayah Sungai
Lintas Provinsi Barito-Kapuas.
4. Kawasan Lindung Nasional Taman Nasional Danau Sentarum (Provinsi
Kalimantan Barat).
a. mengembangkan kegiatan pariwisata (hutan) dan kegiatan
ekowisata berbasis ekosistem kehidupan orang utan;
b. mengembangkan fasilitas dan prasarana jalur/trek;
c. mengendalikan dengan ketat pengembangan lahan (hanya untuk
konservasi) sebagai area/zona inti kehidupan orang utan, zona
penyangga (Buffer), dan zona pengembangan dengan prinsipprinsip berkelanjutan;
d. mengembangkan keterkaitan antar kawasan wisata dalam kesatuan
tujuan ekowisata dengan pusat pengembangan utama di TN Danau
Sentarum.
5. Kawasan Lindung Nasional Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya
(Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah).
a. mempertahankan dan merehabilitasi luasan kawasan TN, serta
melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati flora dan
fauna endemik;
b. mengembangkan kegiatan pariwisata (hutan);
6. Kawasan Lindung Nasional Taman Wisata Alam Bukit Kelam Komplek
(Kalimantan Barat).
a. mempertahankan dan merehabilitasi luasan kawasan, serta
melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati flora dan
fauna endemik;
b. mengembangkan kegiatan pariwisata (hutan);
7. Kawasan Lindung Nasional Cagar Alam Sapat Hawung (Provinsi
Kalimantan Tengah).
mempertahankan dan merehabilitasi luasan kawasan CA, serta
melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati flora dan fauna
endemik;
8. Kawasan Lindung
Kalimantan Timur).

Taman

Nasional

Kayan

Mentarang

(Provinsi

a. mempertahankan dan merehabilitasi luasan kawasan CA, serta


melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati flora dan
fauna endemik;
b. mengembangkan kegiatan pariwisata (hutan).
9. Kawasan Andalan Kapuas Hulu dan sekitarnya, dengan sektor unggulan
pertanian, kehutanan, dan perkebunan. Pengembangan bertahap
dengan prioritas program pengembangan kawasan.

18

a. mengembangkan sentra pertanian dengan memberikan alokasi


ruang untuk lahan pertanian, industri pengolahan, permukiman
petani, irigasi, waduk dan prasarana pertanian lainnya;
b. mengembangkan sentra perkebunan kelapa sawit dengan
memberikan alokasi ruang untuk lahan perkebunan, industri
pengolahan, permukiman petani, irigasi, waduk, dan prasarana
perkebunan lainnya;
c. mengalokasikan ruang untuk kegiatan budi daya kehutanan pada
kawasan yang menjadi sentra produksi kehutanan;
d. meningkatkan fungsi pelabuhan dan bandar udara untuk
mendukung kegiatan distribusi dan pemasaran produk unggulan
kegiatan
kehutanan
dari
kawasan
andalan
ke
pasar
internasional/nasional; dan
e. mengendalikan
pengembangan
kawasan
kehutanan
yang
berpotensi merusak fungsi lindung/konservasi.
Disamping itu, kawasan HoB juga menaungi kawasan lainnya dengan
kegiatan khusus yang perlu diperhatikan dalam penataan dan pengelolaan
HoB, yaitu :
1. Kawasan perkotaan Putussibau dengan fungsi Pusat Kegiatan Wilayah
(PKW);
a. mengembangkan PKN Pontianak, Palangkaraya, Samarinda,
Balikpapan sebagai pusat pengembangan kegiatan ekowisata di
Taman Nasional Danau Sentarum, Taman Nasional Kayan Mentaran,
Taman Nasional Betung Kerihun;
b. Membangun pusat promosi untuk mendukung pengembangan
Taman Nasional Danau Sentarum sebagai pusat kegiatan ekowisata
danau air tawar;
c. Mengembangkan fasilitas akomodasi untuk mendukung wisata
alam Danau Sentarum dan TN Betung Karihun;
d. Membangun pusat riset lingkungan Jantung Kalimantan (Heart of
Borneo).
2. Kawasan perbatasan negara (darat) RI - Malaysia dengan bentangan
garis batas total sepanjang +1.038 km yang berada di wilayah
administratif Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten
Kutai Barat dan Kabupaten Kapuas Hulu;
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan perbatasan negara
disusun dengan rencana tata ruang kawasan strategis nasional yang
diatur sendiri dengan Peraturan Presiden.
3. Kawasan kehidupan kelompok-kelompok
menyebar berkelompok.

masyarakat

adat

yang

a. mengatur kembali (konsolidasi) lokasi permukiman masyarakat


adat di dalam kawasan hutan lindung dan mendorong peran
masyarakat untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari jasa
lingkungan (environmental services) sebagai upaya pelestarian
kawasan hutan lindung;

19

b. menerapkan kegiatan ekowisata berbasis budaya dan kehidupan


suku Dayak asli (cultural tourist attraction).
3.1.3. Arahan RTRW Propinsi
Kawasan HoB yang merupakan bagian dari Pulau Kalimantan, secara
administrasi merupakan bagian wilayah 3 propinsi, yaitu : Propinsi
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Arahan RTR
Pulau Kalimantan terhadap kawasan HoB telah ditetapkan dengan jelas.
Sehubungan implementasi dari rencana pemanfaatan ruang dilaksanakan
oleh pemerintah daerah baik propinsi maupun kabupaten maka
selanjutnya akan dilihat arahan-arahan yang ditetapkan oleh RTRW
Propinsi.
A. Arahan RTRW Propinsi Kalimantan Barat
Kawasan Heart of Borneo meliputi sebagian dari wilayah Propinsi
Kalimantan Barat, yaitu pada Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang
dan Kabupaten Melawi. Berikut arahan struktur pola dan pemanfaatan
ruang menurut draft RTRW Propinsi Kalimantan Barat (2004) terkait
dengan Kawasan Heart of Borneo.
Konsep Struktur Tata Ruang
Konsep pengembangan wilayah Kalimantan Barat terkait dengan Kawasan
Heart of Borneo sebagai berikut :
1) Pengembangan wilayah pedalaman (resource frontier region), yaitu
Kabupaten Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu. Kegiatan di wilayah ini
didominasi oleh kegiatan pertanian. Dalam pengembangannya lebih
ditekankan pada aspek pemerataan (keefektifan) pelayanan sosial dan
ekonomi. Pengembangan wilayah ini ditujukan untuk meningkatkan
pemanfaatan secara optimal sumber daya yang ada serta meningkatkan
kelancaran pemasaran hasil produksi penduduk setempat.
2) Pengembangan kawasan tertentu, baik menyangkut pemanfaatan
sumber daya alam (tambang, hutan, dan potensi pariwisata), untuk
mencegah terjadinya konflik kepentingan antar sektor, maupun menjaga
kelestarian alam pada perbatasan wilayah (antarpropinsi maupun antar
negara). Kawasan tertentu yang akan dikembangkan adalah sebagai
berikut :
Kawasan perbatasan dengan Negeri Serawak (Malaysia): Paloh
Sajingan Besar Jagoi Babang Entikong Sekayam Ketungau
Hulu Ketungau Tengah Empanang Puring Kencana Badau
Batang Lupar Embaloh Hulu Putussibau.
Kawasan kritis lingkungan Taman Nasional Gunung Palung,
Betung Kerihun, Danau Sentarum, dan kawasan yang
direncanakan menjadi taman nasional yaitu Gunung Niut
Penrissen (sekarang masih berstatus cagar alam).
Arahan pemanfaatan ruang Kawasan Heart of Borneo diarahkan menjadi 2
jenis pemanfaatan, yaitu kawasan lindung, dan kawasan budidaya. Bentuk
pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung meliputi: Taman Nasional,

20

Taman Wisata Alam, Cagar Alam, Suaka Alam Darat, Hutan LIndung dan
Hutan Lindung Gambut. Adapun untuk bentuk pemanfaatan ruang untuk
kawasan budidaya meliputi: Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi,
Hutan Produksi Konversi yang dapat dikonversi dan area penggunaan lain.
Berikut strategi pengelolaan termasuk sarana dan prasarana untuk
pemanfaatan ruang tersebut di atas dalam RTRW Propinsi Kalimantan Barat.
Strategi Pengelolaan Kawasan Lindung
Penetapan kawasan lindung di Kalimantan Barat didasarkan pada kriteria
kriteria sebagaimana dimuat dalam Keputusan Presiden No. 32 Tahun
1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Strategi pengelolaannya
mencakup hal-hal sebagai berikut :
1) Pemeliharaan kelestarian lingkungan;
Penanganan kegiatan budidaya (termasuk kawasan permukiman) yang
telah ada di dalam kawasan lindung; dan
2) Pengaturan prasarana dasar di kawasan lindung.
Untuk memelihara kelestarian lingkungan, ditetapkan strategi sebagai
berikut:
melarang semua kegiatan budidaya dalam kawasang lindung,
kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku; seperti diatur dalam Undang-undang No.5 Tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (pada pasal 17), dan Keppres No.32/1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung (pada pasal 37 dan pasal 38).
mengembalikan fungsi kawasan lindung yang telah terganggu
secara bertahap.
mengupayakan agar kawasan lindung yang berada di daerah
perbatasan wilayah kabupaten/kota membentuk suatu kesatuan
yang serasi dan terpadu.
melaksanakan berbagai kegiatan untuk mengantisipasi kerusakan
lingkungan (diantaranya berupa menipisnya kawasan penambat air,
rusaknya kawasan hutan lindung, berkurangnya luas hutan lindung
bakau) terutama yang dapat mengakibatkan bencana alam (longsor,
banjir, dan abrasi pantai).
Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan pada setiap wilayah
kabupaten minimal 30 % dari luas daerah aliran sungai (DAS) dan
atau pulau dengan sebaran yang proporsional.
pada setiap wilayah kota, dialokasikan ruang terbuka hijau (RTH)
berupa hutan kota, jalur hijau, taman kota, rekreasi, lapangan
olahraga, pemakaman umum, dan pertanian dengan luas
keseluruhan minimal 30% dari luas wilayah kota yang bersangkutan,
dengan sebaran yang proporsional.
Pengembangan
kerjasama
regional
penanganan
dampak
lingkungan.
Terhadap kegiatan budidaya yang telah ada di dalam kawasan lindung,
ditetapkan strategi sebagai berikut:
a. mengeluarkan kegiatan budidaya dari kawasan lindung secara
bertahap melalui program pembangunan terpadu. Kegiatan budidaya
yang sudah ada di kawasan lindung yang mempunyai dampak penting
terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan yang berlaku

21

sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun


1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup,
bersamaan dengan diundangkannya Peraturan Daerah ini.
b. membatasi perkembangan kegiatan budidaya yang telah ada di dalam
kawasan lindung dengan memperkenankan pengimplementasian
konsep-konsep ekonomi lingkungan;
c. Menata batas kawasan permukiman perdesaan yang berada dalam
kawasan lindung untuk dikeluarkan (enclave) dari kawasan lindung,
jika kawasan permukiman perdesaan tersebut tidak memungkinkan
untuk dipindahkan secara terpadu dengan program transmigrasi.
Untuk pengaturan keberadaan prasarana dasar di kawasan lindung,
ditetapkan strategi sebagai berikut:
a. Apabila dibutuhkan, jaringan prasarana dasar seperti jaringan
transportasi, jaringan kelistrikan, jaringan telekomunikasi, prasarana
dan sarana distribusi air bersih, pos keamanan (termasuk pos
jagawana), serta bangunan pengendali bencana alam dapat dibangun
di kawasan lindung dengan tetap mempertahankan fungsi kawasan
lindung;
b. Untuk pembangunan prasarana tersebut di atas di kawasan lindung,
diperbolehkan melakukan penelitian pendahuluan dengan tetap
mempertahankan fungsi kawasan lindung.
c. Terhadap bangunan prasarana umum yang telah dibangun pemerintah
di dalam kawasang lindung, dapat dipertahankan tanpa mengubah
fungsi kawasan lindung tersebut.
Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya
Untuk memantapkan keterkaitan potensi wilayah, daya dukung wilayah
dan keterpaduan pengembangan kawasan budidaya, maka strategi
pengembangan kawasan budidaya adalah :
a. Pengembangan kegiatan pertambangan melalui eksplorasi dan
eksploitasi sumber daya mineral untuk memacu tumbuhnya industri
yang berorientasi ekspor dan substitusi impor dengan tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan.
b. Pembangunan kehutanan dilakukan melalui pendekatan pemanfaatan
sumberdaya hutan dalam tiga sisi manfaat secara berimbang, meliputi
aspek ekonomi, sosial, dan ekologi dengan tetap memperhatikan
kelestarian fungsi, keseimbangan lingkungan hidup dan pembangunan
yang berkelanjutan.
c. Pengembangan pembangunan hutan tanaman pada kawasan hutan
produksi yang tidak berhutan atau merupakan lahan kritis.
d. Pengembangan kegiatan perkebunan dan agroindustri sesuai dengan
potensi wilayah dan prospek pemasaran, melalui intensifikasi,
ekstensifikasi, peremajaan, rehabilitasi, dan optimalisasi lahan bagi
lahan lahan yang telah diarahkan
Strategi Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah
Berikut strategi penngembangan system prasarana wilayah Kalimantan Barat
dalam deliniasi Kawasan Heart of Borneo:

22

a. Peningkatan kapasitas pelayanan Bandara Supadio sebagai bandara


pusat penyebaran dengan skala pelayanan primer dan bandara
pendukungnya di Ketapang, Sintang, Putussibau, Nanga Pinoh, dan
Paloh.
b. Peningkatan kerjasama regional untuk peningkatan interaksi antar
wilayah, yaitu :
dengan Sarawak melalui pemantapan kondisi jalan dan jembatan di
sepanjang daerah perbatasan.
dengan Propinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur dalam
rangka pengembangan lintas batas propinsi disertai dengan
pemantapan kondisi jalan dan jembatan.
Pemantapan jaringan jalan PKN-PKW, antar-PKW, jalan transKalimantan serta jalan antar negara untuk terciptanya keterkaitan
internal yang kuat antar pusat pengembangan utama dengan
subpusat pengembangannya.
Strategi Penatagunaan Tanah, Penatagunaan Air, Penatagunaan Udara,
dan Penatagunaan Sumberdaya Alam Lainnya
a. Penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan arahan fungsi ruang
berdasarkan rencana tata ruang wilayah propinsi (RTRWP) tidak dapat
diperluas dan atau dikembangkan penggunaannya.
b. Memprioritaskan pemantapan kawasan lindung, dan pengembangan
kegiatan pariwisata dan pertambangan.
c. Untuk kawasan permukiman perdesaan yang terletak dalam kawasan
hutan, secara bertahap harus dikeluarkan atau apabila tidak
memungkinkan harus dienclave.
d. Perluasan kawasan permukiman perkotaan dapat dilakukan dengan
mengkonversi lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan pertanian lahan
kering (PLK) dan sedapat mungkin tidak mengkonversi kawasan
pertanian yang telah beririgasi teknis serta tidak mengkonversi
kawasan lindung.
e. Di dalam kawasan suaka alam dan kawasan cagar budaya dilarang
melakukan kegiatan budi daya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan
dengan fungsinya dan tidak mengubah bentang alam, kondisi
penggunaan lahan, serta ekosistem alami yang ada.
f. Kegiatan budi daya yang sudah ada di kawasan lindung yang
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup dikenakan
ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (sebagai pengganti PP No. 29/86
tentang AMDAL; terlebih dahulu diganti dengan PP No. 51/93 tentang
AMDAL).
g. Apabila menurut Analisis Mengenai Dampak Lingkungan kegiatan budi
daya mengganggu fungsi lindung harus dicegah perkembangan-nya,
dan fungsi sebagai kawasan lindung dikembalikan secara bertahap.
h. Sementara itu, pada Pasal 38 Kepres No. 32/1990 disebutkan bahwa:
Dengan tetap memperhatikan fungsi lindung kawasan yang
bersang-kutan, di kawasan lindung dapat dilakukan penelitian
eksplorasi mineral dan air tanah, serta kegiatan lain yang berkaitan
dengan bencana alam.

23

Apabila ternyata di kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam


ayat (1) terdapat indikasi adanya deposit mineral atau air tanah atau
kekayaan alam lainnya yang bila diusahakan dinilai amat berharga
bagi Negara, maka kegiatan budi daya di kawasan lindung tersebut
dapat diizinkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Pengelolaan kegiatan budi daya sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dilakukan dengan tetap memelihara fungsi lindung kawasan
yang bersangkutan.
Apabila penambangan bahan galian dilakukan, penambang bahan
galian tersebut wajib melaksanakan upaya perlindungan terhadap
lingkungan hidup dan melaksanakan rehabilitasi daerah bekas
penambangannya, sehingga kawasan lindung dapat berfungsi
kembali.

Pola pemanfaatan ruang


Terkait dengan pemanfaatan ruang di Kawasan Heart of Borneo, arahan
pengelolaan ruang menurut RTRW Pulau Kalimantan sebagai berikut:
a. Arahan pengelolaan kawasan lindung
Kawasan lindung dalam kawasan Heart of Borneo yang ditetapkan
dalam RTRWP Kalimantan Barat terdiri dari :
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya terdiri dari kawasan hutan lindung (HL) dan hutan
lindung gambut (HLG). Kawasan hutan lindung tersebar di seluruh
wilayah kabupaten, sedangkan kawasan hutan lindung gambut
tersebar di Kabupaten Pontianak, Ketapang, Kapuas Hulu, dan
Landak.
Kawasan suaka alam dan cagar budaya
Kawasan suaka alam dan cagar budaya mencakup : - Taman Nasional
Bukit Baka-Bukit Raya, di Kabupaten Sintang dan Kabupaten Melawi, Taman Nasional Betung Kerihun, di Kabupaten Kapuas Hulu, - Taman
Nasional Danau Sentarum, di Kabupaten Kapuas Hul
b. Arahan pengelolaan kawasan budidaya kehutanan

Penetapan Kawasan Hutan, perubahan status dan fungsinya


berdasarkan pada ketentuan yang disebutkan dalam PP No.
25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi Sebagai Daerah Otonom. Pemerintah propinsi turut serta
secara aktif bersama pemerintah dalam menetapkan kawasan, serta
perubahan fungsi dan status hutan dalam rangka perencanaan tata
ruang propinsi berdasarkan kesepakatan antara propinsi dan
kabupaten/kota.
Kawasan budidaya kehutanan di Propinsi Kalimantan Barat
mencakup sekitar 4,62 Juta hektar (+ 31,5 % dari luas wilayah
propinsi), terdiri atas kawasan hutan produksi terbatas (HPT) 2,3
juta hektar, kawasan hutan produksi biasa (HPB) 2 juta hektar, dan
kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) 303.000
hektar.

24

c. Arahan pengelolaan kawasan budidaya non-kehutanan


Kawasan Budidaya Non-Kehutanan dalam RTRWP hanya ditetapkan
sebagai Pertanian Lahan Kering (PLK) yang sifatnya dapat dikonversi ke
budidaya
lainnya
sesuai
dengan
kewenangan
pemerintah
kabupaten/kota. Luas kawasan tersebut ditetapkan sekitar 41,54 % dari
luas wilayah propinsi atau sekitar 6 juta hektar
d. Arahan pengembangan kawasan prioritas:
Kawasan
permukiman
perdesaan
yang
diprioritaskan
pengembangannya adalah:
Kawasan permukiman perdesaan di sepanjang perbatasan.
Kawasan permukiman perdesaan yang termasuk dalam Kawasan
Pulau Temajo.
Kawasan permukiman perdesaan yang terisolir, yaitu di Kecamatan
Pulau Maya Karimata, Batuampar, Teluk Pakedai, Kubu, Terentang,
serta pulau-pulau di Kecamatan Sungai Raya.
Kawasan perkotaan yang dalam masa rencana perlu diprioritaskan
pengembangannya dalam lingkup propinsi adalah:
PKN beserta empat PKW
PKL yang merupakan ibukota kabupaten, Mempawah, Putussibau,
Sambas, Bengkayang, Ngabang, Sekadau, dan Nanga Pinoh.
Kawasan Tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional
mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.
Kawasan yang diarahkan menjadi Kawasan Tertentu dalam masa
rencana adalah :
Kawasan Perbatasan
Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun
Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum
Kawasan Taman Nasional Bukit Baka
Kawasan Taman Nasional Gunung Niut
Kawasan
Prioritas
adalah
kawasan
yang
diprioritaskan
pengembangannya, dengan kriteria sebagai berikut :
Kawasan yang terpencil, terisolir, dan atau terbelakang, karena
keterbatasan sumberdaya;
Kawasan yang berpotensi tumbuh cepat dengan sasaran agar dapat
segera berperan sebagai pendorong pemerataan atau memacu
pertumbuhan wilayah sekitarnya;
Kawasan yang berperan menunjang perkembangan sektor-sektor
strategis;
Kawasan kritis terutama pada kawasan berfungsi lindung.
Kawasan yang diprioritaskan pengembangan/pengelolaannya adalah :
Kawasan lintas batas Negara, yaitu Temaju, Aruk, Jagoi Babang,
Entikong, Jasa, dan Nanga Badau;
Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun;
Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum;
Kawasan Taman Nasional Bukit Baka;
Kawasan Taman Nasional Gunung Niut;

25

B. Arahan RTRW Propinsi Kalimantan Timur


Arahan pemanfaatan ruang Kawasan Heart of Borneo di propinsi ini
diarahkan menjadi 2 jenis pemanfaatan, yaitu kawasan lindung, dan
kawasan budidaya. Berikut kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan
termasuk sarana dan prasarana untuk pemanfaatan ruang tersebut di atas
dalam RTRW Propinsi Kalimantan Barat.
Kawasan Lindung
Untuk mewujudkan pola ruang kawasan lindung kebijakan yang ditetapkan
adalah :
a) mempertahankan wilayah Provinsi Kalimantan Timur sebagai bagian dari
ekosistem hutan tropis basah.
b) mempertahankan tingkat keanekaragaman hayati yang meliputi spesies
flora dan fauna dan biota perairan langka yang dilindungi di Provinsi
Kalimantan Timur.
c) memulihkan dan mempertahankan ekosistem perairan umum pesisir,
laut, dan pulau-pulau kecil yang dimiliki oleh Provinsi Kalimantan Timur.
d) menjaga peninggalan sejarah dan budaya khas Provinsi kalimantan
Timur.
e) menghindarkan bencana alam dan dampaknya terhadap penduduk dan
kegiatan yang berada pada kawasan rawan bencana.
Rencana pola pemanfaatan ruang kawasan lindung adalah :
a) mengendalikan alih fungsi lahan dan perambahan pada hutan lindung
untuk menghindarkan dampak kerusakan ekosistem dan habitat spesies
flora dan fauna.
b) mengendalikan kegiatan perambahan dan budidaya yang mengubah
tutupan lahan untuk meningkatkan efektifitas siklus hidrologis pada
daerah aliran sungai untuk menjamin pemanfaatan sumberdaya sungai
bagi berbagai kepentingan masyarakat luas, seperti transportasi sungai,
kebutuhan domestik, pengairan, pematusan, dan pengendalian bahaya
banjir, termasuk invasi kegiatan fisik pada sempadan sungai.
c) mengendalikan alih fungsi dan invasi kegiatan fisik pada hutan
mangrove, kawasan bergambut, rawa, terumbu karang, dan sempadan
pantai terutama di sepanjang pantai Timur dan gugus pulau kecil di
lepas pantai Timur Kalimantan Timur.
d) melestarikan cagar budaya dan sejarah yang terdapat di seluruh Provinsi
Kalimantan Timur.
e) mengendalikan pembangunan fisik dan perkembangan aktifitas binaan
pada kawasan yang rawan terhadap bencana alam dan berpotensi
mengalami gerakan tanah / pergeseran lempeng bumi.
Arahan pengelolaan ruang kawasan lindung di Kalimantan Barat menurut
RTRW Propinsi adalah:
a) Pada kawasan hutan lindung hanya diperbolehkan pemanfaatan hasil
hutan non kayu secara tradisional dan jasa lingkungan; penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan.
b) Pada kawasan lindung lainnya diperbolehkan pemanfaatan untuk
kepentingan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan , pendidikan,
kegiatan penunjang budidaya, budaya dan wisata alam;

26

c) Pada kawasan lindung tidak diperbolehkan penambangan dalam bentuk


apapun .
d) Kegiatan budidaya pada kawasan lindung di luar kawasan hutan yang
mengganggu fungsi lindung, maka fungsinya dikembalikan secara
bertahap sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku .
Pengelolaan kawasan hutan berfungsi lindung dilakukan melalui kegiatan :
penetapan status kawasan hutan berfungsi lindung ;
pengendalian aktifvitas budidaya pada hutan berfungsi lindung.
Pengelolaan kawasan cagar alam dilakukan melalui kegiatan :
pengendalian alih fungsi lahan pada areal cagar alam;
pengawasan terhadap pemanfaatan cagar alam oleh kegiatan budidaya.
Pengelolaan kawasan bergambut dilakukan melalui kegiatan :
penelitian kawasan bergambut menurut fungsi ekologis;
pengendalian pembangunan dan aktivitas budidaya pada lahan
bergambut;
penetapan delineasi ruang lahan bergambut yang dilindungi pada RTRW
Kabupaten/Kota.
Pengelolaan kawasan resapan air tanah dilakukan melalui kegiatan :
pemetaan kawasan resapan air tanah
pengendalian pembangunan dan aktivitas budidaya pada kawasan
resapan air tanah;
pengawasan terhadap pemanfaatan kawasan resapan air tanah oleh
kegiatan budidaya.
Pengelolaan kawasan perlindungan setempat dilakukan melalui kegiatan :
delineasi areal perlindungan setempat pada RTRW Kabupaten/Kota dan
rencana rinci;
pengendalian pembangunan pada kawasan perlindungan setempat
dengan memperhatikan tradisi masyarakat lokal dalam memanfaatkan
kawasan tersebut.
Strategi pengelolaan kawasan lindung di Kalimantan Timur adalah sebagai
berikut :
a) mempertahankan secara ketat kawasan hutan berfungsi lindung yang
belum mengalami perambahan atau alih fungsi.
b) menetapkan status kawasan hutan berfungsi lindung yang telah
dirambah atau beralih fungsi pada RTRW yang lebih rinci dan
mekanisme pengendalian pembangunan lainnya.
c) mempertahankan ekosistem mangrove sebagai penahan abrasi, tempat
pengendapan lumpur (mudflat), tempat asuhan post larva, tempat
bertelur, tempat memijah, dan tempat mencari makan biota perairan.
d) mengendalikan alih fungsi lahan pada kawasan yang berfungsi sebagai
cagar alam, suaka margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya,
cagar biosfer, serta cagar budaya dan sejarah untuk kegiatan budidaya.
e) mengendalikan kawasan bergambut dan berawa dari alih fungsi lahan
untuk mempertahankan fungsinya sebagai habitat biota dan vegetasi
akuatik serta sebagai tempat retensi aliran permukaan menuju ke laut.

27

f) delineasi kawasan berstatus rawan bencana alam menurut zonasi


kerawanan yang lazim berlaku pada RTRW yang lebih rinci, terutama
dikaitkan dengan disaster management dan mitigasi bencana secara
struktural dan non struktural.
g) delineasi kawasan perlindungan setempat sesuai dengan peraturanperundangan yang berlaku dalam RTRW Kabupaten/Kota, dan Rencana
Rinci Tata Ruang.
Dalam rangka menjamin terselenggaranya pemanfaatan ruang di kawasan
lindung secara seimbang dan berkeadilan didukung oleh pembagian peran
antar pelaku dan pembiayaan yang bersumber dari anggaran Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat serta
dunia usaha atau dalam bentuk kerjasama pembiayaan.
Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Hutan Lindung meliputi :
a) Arahan pemanfaatan ruang untuk pemanfaatan kawasan (budidaya
jamur, penangkaran satwa, budidaya tanaman obat dan tanaman hias,
budidaya perlebahan dan budidaya sarang burung walet), pemanfaatan
jasa lingkungan (wisata alam, pemanfaatan air, keindahan dan
kenyamanan, usaha olahraga tantangan), dan pemungutan hasil hutan
non kayu (rotan, madu, buah-buahan dan perburuan satwa liar yang
tidak dilindungi dan dilaksanakan secara tradisional) serta pendidikan
dan penelitian;
b) Arahan pembatasan dalam kawasan hutan lindung hanya untuk
pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian dan wisata
alam secara terbatas;
c) Arahan pemanfaatan dalam kawasan hutan lindung untuk rehabilitasi
lahan, pembinaan habitat dan pembinaan kawasan serta pengurangan
dan penambahan jumlah populasi suatu jenis, baik asli atau bukan asli
ke dalam kawasan.
d) Arahan pelarangan dalam kawasan hutan lindung untuk kegiatan yang
bersifat merubah bentang alam.
Arahan peraturan zonasi Kawasan Cagar Alam meliputi :
a) Arahan pemanfaatan ruang hanya untuk kepentingan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, serta kegiatan lain yang
menunjang budidaya kawasan cagar alam;
b) Arahan pelarangan untuk melakukan kegiatan perusakan terhadap
kawasan dan ekosistemnya;
c) Arahan pelarangan untuk melakukan perburuan satwa yang berada
didalam kawasan dan memasukan/menambah jenis-jenis tumbuhan dan
satwa bukan asli setempat;
Arahan peraturan zonasi Kawasan Taman Nasional meliputi :
a) Arahan pemanfaatan ruang hanya untuk kepentingan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan menunjang budidaya
kawasan cagar alam, budaya dan wisata alam;
b) Arahan
pelarangan
untuk
melakukan
kegiatan
yang
dapat
mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti, meliputi
mengurangi, menghilangkan fungsi dan zona inti;
c) Arahan pelarangan memasukan/menambah jenis-jenis tumbuhan dan
satwa bukan asli setempat.

28

d) Arahan pelarangan melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi


zona pemanfaatan dan zona lain Taman Nasional.
e) Arahan pemanfaatan didalam zona pemanfaatan Taman Nasional, untuk
pembangunan sarana kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan.
f) Arahan pemanfaatan untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi,
dengan memberikan hak pengusahban atas zona pemanfaatan Taman
Nasional serta mengikutsertakan masyarakat.
Arahan peraturan zonasi Kawasan Taman Hutan Raya meliputi :
a) Arahan
pemanfaatan
ruang
hanya
untuk
kepentingan
dan
pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya
kawasan cagar alam, budaya dan wisata alam;
b) Arahan pelarangan melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi
zona pemanfaatan dan zona lain Taman Hutan Raya.
c) Arahan pembatasan didalam zona pemanfaatan Taman Hutan Raya,
untuk pembangunan sarana kepariwisataan berdasarkan rencana
pengelolaan.
d) Arahan pemanfaatan untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi,
dengan memberikan hak pengusahan atas zona pemanfaatan Taman
Hutan Raya serta mengikutsertakan masyarakat.
e) Arahan peraturan zonasi Hutan Wisata Alam meliputi :
f) Arahan pemanfaatan ruang hanya untuk kepentingan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan menunjang budidaya
kawasan cagar alam, budaya dan wisata alam;
g) Arahan pelarangan melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi
zona pemanfatan dan zona lain Hutan Wisata Alam.
h) Arahan pemanfaatan didalam zona pemanfaatan Taman Hutan Wisata
Alam, untuk pembangunan sarana kepariwisataan berdasarkan rencana
pengelolaan.
i) Arahan pemanfaatan untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi,
dengan memberikan hak pengusahan atas zona pemanfaatan Hutan
Wisata Alam serta mengikutsertakan masyarakat.
j) Arahan peraturan zonasi Kawasan Hutan Penelitian dan Pendidikan
meliputi :
k) Arahan pemanfaatan ruang untuk penelitian dan pendidikan.
l) Arahan pelarangan melakukan kegiatan dan pembangunan sarana
prasarana yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan.
Kawasan Budidaya
Kebijakan pola ruang kawasan budidaya diarahkan berdasarkan sifat-sifat
kegiatan yang akan ditampung, potensi pengembangan, dan kesesuaian
lahan. Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya d Kalimantan Barat
direncanakan meliputi: Kawasan budidaya terdiri dari kawasan budidaya
kehutanan dan kawasan Budidaya Non Kehutanan.
Kawasan budidaya kehutanan adalah untuk budidaya hutan produksi
tetap dan hutan produksi terbatas, seluas 7.658.482 Ha.
Kawasan budidaya non kehutanan terdiri dari kawasan permukiman,
kawasan perkebunan, kawasan pertanian, kawasan perikanan, kawasan
pariwisata, kawasan industri, dan budidaya lainnya di luar sektor
kehutanan, seluas 6.551.167 Ha.
1. Kawasan Budidaya Kehutanan

29

Rencana pola pemanfaatan ruang kawasan budidaya kehutanan


sebagaimana dimaksud dalam terdistribusi di Kabupaten Nunukan,
Kabupaten Malinau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Berau, Kabupaten
Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat,
Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten Pasir. Dimana 6 dari 9
kabupaten tersebut termasuk dalam deliniasi Kawasan Heart of Borneo.
Adapun rencana pengelolaan kawasan budidaya kehutanan adalah :
a) pengendalian penebangan kayu ilegal dan perambahan hutan di Provinsi
Kalimantan Timur;
b) pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan kegiatan pengelolaan hutan
oleh Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota terhadap pihak
yang diberi hak pengusahaan hutan;
c) reboisasi dan rehabilitasi hutan dan lahan di kawasan kehutanan menuju
keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya kehutanan;
d) mengendalikan kebakaran hutan dan lahan;
e) menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
pelestarian hutan atau pengembangan hutan kemasyarakatan.
Pengembangan kawasan budidaya kehutanan dilaksanakan berdasarkan
strategi :
a) melakukan pemetaan dan inventarisasi lahan hutan menurut jenisnya
dan inventarisasi permasalahan di lapangan.
b) melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap IUPHHK pada
hutan alam dan hutan tanaman yang telah diterbitkan.
c) melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap IPK pada kawasan
hutan
d) menyelesaikan masalah tumpang tindih pemanfaatan ruang antara
budidaya kehutanan dengan budidaya lainnya.
e) melakukan kemitraan dengan masyarakat untuk mengelola lahan
budidaya kehutanan.
f) melakukan kerjasama antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur
dengan Kabupaten/Kota di bidang kehutanan dan mengkoordinir UPT
kehutanan pusat yang ada di daerah.
Pengelolaan kawasan budidaya kehutanan dilaksanakan melalui :
a) Penetapan status kawasan budidaya kehutanan;
b) Pengendalian kegiatan non-kehutanan pada kawasan
kehutanan;
c) Reboisasi dan pemulihan fungsi kawasan;
d) Pengendalian kebakaran hutan

budidaya

Pengelolaan kawasan budidaya kehutanan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 58 Peraturan Daerah ini dilakukan secara bertahap, yaitu :
a) Penetapan status kawasan budidaya kehutanan mulai awal tahun
perencanaan hingga akhir periode PJM pertama;
b) Pengendalian kegiatan non-kehutanan pada kawasan budidaya
kehutanan dilaksanakan mulai awal tahun perencanaan hingga akhir PJM
ke dua;
c) Reboisasi dan pemulihan fungsi kawasan dilaksanakan mulai awal tahun
perencanaan hingga akhir tahun perencanaan;
d) Pengendalian kebakaran hutan dilaksanakan mulai awal tahun
perencanaan hingga akhir tahun perencanaan;

30

Pengembangan kawasan budidaya kehutanan didukung oleh pembiayaan


yang bersumber dari anggaran Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota dan masyarakat serta dunia usaha atau dalam bentuk
kerjasama pembiayaan.
Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan akan diatur lebih lanjut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya Kehutanan meliputi :
a) Arahan pemanfaatan ruang untuk Ijin Usaha Pemanfaatan Kawasan
(IUPK), Ijin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL), Ijin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK), Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK), Ijin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK)
dan Ijin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK).
b) Arahan pembatasan/pengendalian pemanfaatan dan pemungutan hasil
hutan untuk menjaga kelestarian dan kestabilan neraca sumber daya
hutan.
c) Arahan pembangunan sarana dan prasarana dibatasi hanya untuk
menunjang kegiatan pemanfaatan kawasan dan pemungutan hasil hutan.
2. Kawasan Budidaya Non Kehutanan
Selain kawasan budidaya kehutanan pada beberapa kawasan di dalam
kawasan Heart of Borneo diarahkan sebagai kawasan budidaya non
kehutanan yang terdistribusi di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten
Kutai Barat, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Nunukan,
Kabupaten Malinau.
Rencana pengelolaan kawasan budidaya non kehutanan diarahkan untuk
pengembangan prasarana wilayah, kawasan permukiman, kawasan
perkebunan, kawasan pertanian, kawasan perikanan, kawasan pariwisata,
kawasan industri, dan budidaya lainnya di luar sektor kehutanan. Adapun
distribusi pola pemanfaatan ruang kawasan budidaya non kehutanan
sebagaimana dimaksud diatur lebih lanjut secara rinci dalam rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kota bersangkutan.
Rencana pola pemanfaatan ruang kawasan budidaya pertanian tanaman
pangan terdistribusi di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Bulungan,
Kabupaten Berau, Kabupaten Nunukan. Rencana pengelolaan kawasan
budidaya pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud adalah :
meningkatkan produksi pertanian padi sebagai komoditi utama untuk
memenuhi kebutuhan Provinsi Kalimantan Timur.
mengembangkan lahan pertanian pada areal yang sesuai bagi pertanian
tanaman pangan.
meningkatkan nilai tambah produk pertanian tanaman pangan melalui
pengembangan agroindustri dan agribisnis.
meningkatkan luas lahan pertanian sawah teknis melalui pembangunan
prasarana irigasi.
Rencana pola pemanfaatan ruang kawasan budidaya perkebunan
terdistribusi di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat,
Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten Nunukan. Rencana
pengelolaan kawasan budidaya perkebunan sebagaimana dimaksud adalah :

31

meningkatkan produksi perkebunan terutama kelapa sawit, karet, kakao,


lada dan kelapa sebagai komoditi utama.
mengembangkan lahan perkebunan pada areal yang sesuai bagi
perkebunan.
meningkatkan nilai tambah produk perkebunan melalui pengembangan
agroindustri dan agribisnis.

Rencana pola pemanfaatan ruang kawasan pertambangan terdistribusi di


wilayah Kabupaten.
Rencana pengelolaan kawasan pertambangan sebagaimana di maksud
adalah :
pengendalian kegiatan pertambangan ilegal di Provinsi Kalimantan
Timur.
pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan kegiatan pertambangan oleh
Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota terhadap pihak yang
diberi hak untuk melakukan usaha pertambangan.
reklamasi dan revegetasi hutan dan lahan di kawasan bekas
pertambangan.
Rencana pola pemanfaatan kawasan pariwisata terdistribusi di Kabupaten
Kutai Kartanegara, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Berau, Kabupaten
Malinau, Kabupaten Kutai Barat. Rencana pengelolaan kawasan pariwisata
sebagaimana di maksud ayat 16 pasal ini adalah :
mendorong pengembangan obyek dan daya tarik wisata unggulan di
Provinsi Kalimantan Timur melalui penetapan zona-zona wisata.
meningkatkan investasi di bidang pariwisata.
menetapkan kawasan cagar budaya dalam RTRW Kabupaten/kota
bersangkutan.
Pengembangan kawasan pariwisata dilaksanakan berdasarkan strategi :
Meningkatkan aksesibilitas dan infrastruktur menuju obyek wisata
unggulan di Kabupaten/Kota se Kalimantan Timur.
Meningkatkan pengelolaan dan melestarikan obyek wisata taman budaya
dan cagar alam serta permuseuman.
Melakukan kemitraan dengan masyarakat untuk mengelola obyek dan
daya tarik wisata yang ada di daerahnya.
Melakukan kerjasama antara sektor pariwisata di Provinsi Kalimantan
Timur dengan Kabupaten/Kota.
Pengelolaan kawasan pariwisata dilaksanakan melalui :
Pengembangan kawasan bagi kegiatan eko-wisata, terutama Wisata
Bahari, Wana Wisata, dan Agro Wisata.
Pengembangan kegiatan wisata budaya
Pengembangan jasa pendukung pariwisata
Pengembangan prasarana transportasi darat, laut, sungai, dan udara
secara terintegrasi untuk mendukung aksesibilitas kegiatan pariwisata
Peningkatan kualitas dan daya tarik obyek dan atraksi wisata
Pengembangan kegiatan promosi pariwisata terpadu
Pengembangan pusat informasi pariwisata
Peningkatan kualitas operator wisata

32

Pengembangan kawasan pariwisata didukung oleh pembiayaan yang


bersumber dari anggaran Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota dan masyarakat serta dunia usaha atau dalam bentuk
kerjasama pembiayaan. Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan akan diatur
lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Pariwisata meliputi :

Arahan pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya


dukung dan daya tampung lingkungan.
Arahan perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa
lampau.
Arahan pendirian bangunan dan Sarana Prasarana penunjang kegiatan
pariwisata.

Pengembangan kawasan pertambangan dilaksanakan berdasarkan strategi :


Melakukan delineasi dan inventarisasi sebaran dan potensi sumberdaya
mineral menurut jenisnya dan inventarisasi permasalahan di lapangan.
Mengatur mekanisme pemberian izin kuasa pertambangan (KP) dalam
Peraturan Gubernur Kalimantan Timur.
Pemberian rekomendasi untuk tahapan PKP2B oleh Pemerintah Provinsi
melalui koordinasi dengan instansi teknis terkait.
Melakukan evaluasi dan menertibkan surat izin usaha pertambangan
yang telah diterbitkan.
Menyelesaikan masalah tumpang tindih pemanfaatan ruang antara
kawasan pertambangan dengan kawasan lainnya.
Melakukan kerjasama antara pemegang kuasa pertambangan di Provinsi
Kalimantan Timur dalam rehabilitasi kawasan bekas pertambangan dan
pengalihan aset.
Pengelolaan kawasan pertambangan dilaksanakan melalui :
Peningkatan kegiatan penyelidikan umum dan eksplorasi pertambangan
umum dan migas yang potensial
Pengembangan kegiatan eksploitasi pertambangan umum dan migas
yang terbukti layak ditambang
Pengembangan kegiatan pertambangan rakyat yang berkelanjutan
Penanggulangan kegiatan penambangan yang menggunakan fasilitas
umum
Penanggulangan penambangan tanpa ijin
Pengawasan kegiatan reklamasi lahan bekas penambangan dan
pengintegrasian ke dalam RTRW Kabupaten/Kota
Penyiapan peraturan dan pengaturan penutupan tambang (mine closure)
secara terintegrasi dengan RTRW Kabupaten/Kota
Pengelolaan kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dilakukan
secara bertahap, yaitu :
Peningkatan kegiatan eksplorasi pertambangan umum dan migas yang
potensial dilaksanakan mulai awal tahun perencanaan hingga akhir
tahun perencanaan;
Pengembangan kegiatan eksploitasi pertambangan umum dan migas
yang terbukti layak ditambang dilaksanakan mulai awal tahun
perencanaan hingga akhir tahun perencanaan;

33

Penetapan status kawasan pertambangan yang berada pada kawasan


berfungsi lindung dilaksanakan pada periode PJM pertama;
Penanggulangan kegiatan penambangan tanpa izin dilaksanakan mulai
awal tahun perencanaan hingga akhir periode PJM kedua;
Pengembangan kegiatan pertambangan rakyat yang berkelanjutan
dilaksanakan mulai tahun kedua perencanaan hingga akhir tahun
perencanaan;
Pengawasan kegiatan reklamasi lahan bekas penambangan dan
pengintegrasian ke dalam RTRW Kabupaten/Kota dilaksanakan mulai
awal tahun perencanaan hingga akhir tahun perencanaan;
Penyiapan peraturan dan pengaturan penutupan tambang (mine closure)
secara terintegrasi dengan RTRW Kabupaten/Kota dilaksanakan mulai
awal tahun perencanaan hingga akhir tahun perencanaan;

Pengembangan kawasan pertambangan didukung oleh pembiayaan yang


bersumber dari anggaran Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota dan masyarakat serta dunia usaha atau dalam bentuk
kerjasama pembiayaan. Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan akan diatur
lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Arahan Peraturan Zonasi Kawasan Pertambangan meliputi :

Arahan pemanfaatan ruang untuk kegiatan usaha pertambangan umum


dan migas.
Arahan pengaturan pendirian bangunan tambang lepas pantai agar tidak
mengganggu fungsi alur pelayaran.
Arahan pengaturan kawasan tambang dengan memperhatikan
keterdapatan dan potensi sumber daya mineral dan energi.
Arahan pengaturan bangunan lain di sekitar instalasi dan peralatan
kegiatan pertambangan yang berpotensi menimbulkan bahaya dengan
memperhatikan kepentingan daerah.

Rencana Pengembangan Prasarana Wilayah


Rencana pengembangan prasarana wilayah terdiri dari pengembangan
prasarana transportasi darat, laut, udara, prasarana sumber daya air dan
irigasi, energi, serta telekomunikasi.
Rencana pengembangan prasarana transportasi darat, laut, dan udara
meliputi : Pengembangan jaringan jalan arteri yaitu jalan Lintas Kalimantan
yang menghubungkan Provinsi Kalimantan Timur dengan Provinsi
Kalimantan Selatan dan Provinsi Kalimantan Tengah serta dengan Malaysia
meliputi :
a) Jaringan jalan Lintas Kalimantan Poros Selatan yang menghubungkan
Kota Tanjung di Provinsi Kalimantan Selatan Batu Aji Kuaro Penajam
Balikpapan Samarinda Bontang Sangatta Simpang Perdau Muarawahau Tanjung Redeb Tanjung Selor Malinau.
b) Jaringan Jalan Raya (highway) Balikpapan Samarinda - Bontang.
c) Jaringan jalan Lintas Kalimantan Poros Tengah yang menghubungkan
Samarinda - Tenggarong Kota Bangun - Simpang Blusuh Tukuq Batas Provinsi Kalimantan Tengah.
d) Jaringan Jalan Lintas Kalimantan Poros Utara yang menghubungkan
Pulau Nunukan Simanggaris Mensalong Malinau Long Pujungan
Data Dian - Long Nawang Long Pahangai - Tiong Ohang - Long Apari

34

Putusibau Kalimantan Barat, dan Jaringan jalan yang menghubungkan


Long Pahangai Lasan Tuyan - Batas Negara, jaringan jalan yang
menghubungkan Malinau Long Semamu Long Midang Batas Negara,
jaringan jalan yang menghubungkan Mansalong Labang - Tau Lumbis
Batas Negara, serta Simanggaris - Batas Negara.
C. Arahan RTRW Propinsi Kalimantan Tengah
Arahan pemanfaatan ruang Kawasan Heart of Borneo di propinsi ini
diarahkan menjadi 2 jenis pemanfaatan, yaitu kawasan lindung, dan
kawasan budidaya. Berikut kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan
termasuk sarana dan prasarana untuk pemanfaatan ruang tersebut di atas
dalam RTRW Propinsi Kalimantan Tengah.
Peruntukan Ruang Kawasan Lindung
Kawasan Lindung ialah kawasan yang diperuntukkan berfungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya
alam, sumberdaya binaan, nilai sejarah, dan budaya bangsa, untuk
kepentingan pembagunan yang berkelanjutan. Ada delapan jenis
peruntukan ruang yang tergolong kawasan lindung. Jenisnya meliputi
Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Hutan Konservasi
Airhitam, Hutan Penelitian Dan Pendidikan, Hutan Taman Wisata Alam,
Hutan Manggrove, dan Hutan Lindung. Dimana yang merupakan bagian
kawasan HoB adalah :
No
1
a.
b.

Kawasan
Cagar Alam
CA Sumber
Barito
CA.
Pararawen

Lokasi

Kabupaten
Murungraya
kabupaten Barito
Utara, diapit oleh
S. Penreh dan S.
Lemo
Taman Nasional
TN. Bukit
Hulu S. Katingan
Raya
pada perbatasan
Kabupaten
Katingan dengan
Kalimantan Barat
Hutan Lindung
Pada
Lokasi berbentuk
kawasan
memanjang
mulai
dan menerus,
ketinggian
pada bagian
500 dpl dan terhulu dari
kelerengan
rangkaian
40 %.
pegunungan
Schwaner, Muller,
dan Meratus.

Fungsi
perlindungan
ekosistem.
perlindungan
ekosistem

Luas
189.855 ha
6.829 ha

134.285

konotasi
konservasi
fungsi paru-paru
dunia.

2.294.705
hektar

35

Peruntukan Kawasan Budidaya Kehutanan


Jenis-jenis peruntukan yang termasuk dalam kelompok ini meliputi Hutan
Produksi Terbatas, Hutan Produksi, Hutan Tanaman Industri, Hutan
Kawasan Tertentu Untuk Kepentingan Militer, dan Hutan Kawasan Tertentu
Dalam Kawasan Pengembangan Lahan Gambut.
Tabel Peruntukan Kawasan Budidaya Kehutanan
No
1

Kawasan
Hutan
Produksi
Terbatas
(HPT)

Lokasi
Tersebar di
seluruh
wilayah
Kalimantan
Tengah

Hutan
Produksi
(HP)

kabupaten
Gunungmas

Hutan
Kawasan
Tertentu
Dalam
Kawasan
PLG (HKTPLG)

berdasarkan
ketetapan
pemerintah.

Fungsi
produksi kayu hutan
alam dengan
pembatasan
penebangan
yang ketat agar
meminimalkan
kerusakan lingkungan
produksi kayu hutan
alam dengan yang
penebangannya dapat
dilakukan lebih leluasa
Bagian areal dari
kawasan tertentu
Pengembangan Lahan
Gambut yang
diperuntukkan bagi
kegiatan perhutanan
yang statusnya akan
diarahkan sebagai
hutan rakyat.

Luas
3.469.762
hektar.

22.494
hektar

Peruntukan Ruang Kawasan Budidaya


Kawasan Budidaya ialah kawasan yang diperuntukkan bagi fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam,
sumberdaya binaan, dan sumberdaya manusia. Terbagi dalam dua jenis
peruntukan yakni Budidaya Kehutanan dan Non-Kehutanan. Dimana
kawasan budidaya kehutanan dapat meliputi : Hutan Produksi Terbatas,
Hutan Produksi, Hutan Tanaman Industri, Hutan Kawasan Tertentu Untuk
Kepentingan Militer, dan Hutan Kawasan Tertentu Dalam Kawasan
Pengembangan Lahan Gambut.
Tabel Peruntukan Ruang Kawasan Budidaya
No
1

Kawasan
Lokasi
Areal yang sudah
Kawasan
Pengembangan sebagai
Produksi (KPP) perkebunan,

(Perkebunan Besar
Swasta berstatus
HGU maupun
Pekebunan Rakyat
dan Perkebunan
Plasma), serta areal
yang sudah dengan
Izin Lokasi untuk
perkebunan.

Fungsi
pengembangan
produksi,
khususnya
pertanian dan
perkebunan
skala besar.

Luas
3.149.942
hektar.

36

3.2

Kawasan
Pengembangan
Pemukiman
Dan
Penggunaan
Lain (KPPPL)

pemukiman
pedesaan &
pemukiman
perkotaan,
pengembangan
sarana dan
prasarana umum,
baik yang berfungsi
sosial maupun
komersial, baik
yang bersifat
tradisional maupun
moderen,
pengembangan
industri, bahkan
untuk usaha
pertanian

penyediaan
ruang gerak
bagi
perkembangan
kegiatan
budidaya nonkehutanan
secara umum.

Keseluruhan
luasnya
2.659.977
hektar.

KPP Dan KPPPL


Dalam
Kawasan
Tertentu PLG

rencana
tata ruang detail
yang disiapkan
untuk keseluruhan
Kawasan PLG

penyediaan
ruang gerak
perkembangan
kegiatan
budidaya nonkehutanan.

35.725 ha
KPP dan
680.663 ha
KPPL

Kajian Kebijakan Pengelolaan Sektoral dan Antar Negara

3.1.1 Kajian kebijakan Sektoral


Pemanfaatan ruang kawasan HoB telah diatur dalam RTRWN dan RTRW
Pulau Kalimantan serta RTRW Propinsi Kalimantan Barat, Tengah dan
Timur. Penetapan berdasarkan rencana tata ruang telah jelas pemanfaatan
yang diijinkan bagi kawasan tersebut. Diantaranya terdapat pemanfaatan
hutan baik lindung maupun budidaya serta fungsi-fungsi lain yang
memiliki keterkaitan dengan berbagai sektor diantaranya lingkungan
hidup, kehutanan, ESDM, perekonomian, sosial dan budaya, serta
pariwisata. Berbagai kebijakan terkait sektor-sektor tersebut di Indonesia
dituangkan dalam perundang-undangan serta rencana strategis setiap
sektor yang menjadi pijakan semua pihak bagi penyusunan rencana
program dan kegiatan.
A. Kebijakan Lingkungan Hidup
Kebijakan lingkungan hidup terkait kawasan HoB, tidak secara khusus
kebijakan ini ditetapkan bagi kawasan HoB namun bagi pengelolaan
linkungan hidup secara meyeluruh di Indonesia yang dapat diterapkan
pula di kawasan HoB.
Ada 7 butir kebijakan nasional lingkungan hidup yang menjadi
pedoman dalam pengelolaan lingkungan hidup yaitu :
a. Pelestarian
lingkungan
dilaksanakan
berdasarkan
konsep
pembangunan berkjelanjutan.
b. Fungsi lingkungan perlu dilestarikan demi kepentingan manusia
baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.

37

Pemanfaatan
sumber
daya
alam tak
terpulihkan
perlu
memperhatikan kebutuhan antar generasi dan mempertahankan
daya pemulihannya.
d. Setiap warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan
lingkungan yang baik dan sehat dan berkewajiban untuk
melestarikan lingkungan.
e. Dalam pelestarian lingkungan usaha pencegahan lebih diutamakan
daripada usaha penanggulangan dan pemulihan.
f. Kualitas lingkungan ditetapkan berdasarkan fungsinya.
g. Pelestarian lingkungan dilaksanakan berdasar prinsip-prinsip
pelestarian melalui pendekatan manajemen yang layak dengan
sistem pertanggungjawaban.
c.

B. Kebijakan Kehutanan
Kebijakan kehutanan diatur berdasarkan PP No. 6 Tahun 2007 tentang
Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta
Pemanfaatan Hutan. Peratutran ini mengatur tentang pemanfaatan
hutan, hutan hak, industri primer hasil hutan, peredaran dan
pemasaran hasil hutan, pembinaan dan pengendalian, serta sanksi
administratif.
Dilandasi prinsip good governance dan pengelolaan hutan lestari ini
diatur tentang pengelolaan hutan berdasarkan kesatuan pengelolaan
hutan (KPH) dengan wilayah pengelolaan yang sesuai dengan fungsi
pokok dan peruntukan hutan yang dapat dikelola secara efisien dan
lestari. KPH yang ada meliputi KPH Konservasi, KPH Lindung dan KPH
Produksi. Diatur pula tentang pemanfaatan kawasan hutan,
pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan
bukan kayu secara optimal dan lestari.
Pemanfaatan hutan meliputi pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan
jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta
pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Pemanfaatan hutan
dapat dilakukan pada seluruh kawasan hutan kecuali pada cagar alam,
dan zona rimba, serta zona inti pada taman nasional.
Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi dapat dilakukan
melaiui kegiatan: pemanfaatan jasa aliran air, pemanfaatan air, wisata
alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan
perlindungan lingkungan, serta penyerapan/penyimpanan karbon.
Untuk meningkatkan nilai tambah hasil hutan, pemerintah mengatur,
membina dan mengembangkan industri primer hasil hutan yang
meliputi kayu bulat dan bahan baku bukan kayu yang langsung
dipungut dari hutan. Pengaturan ini dimaksudkan juga untuk
menciptakan lapangan kerja, penggunaan bahan baku secara efisien,
mewujudkan industri yang efisien dan produktif serta berdaya saing
tinggi. Selain itu dimaksudkan pula untuk mencegah timbulnya
kerusakan sumberdaya hutan dan pencemaran lingkungan hidup,
disamping untuk mengamankan sumber bahan baku dalam rangka
pengelolaan hutan lestari.
Disamping itu Departemen Kehutanan telah menetapkan kebijakan
prioritas pembangunan kehutanan, sebagai berikut :

38

a. Kebijakan Pemberantasan Pencurian Kayu di Hutan Negara dan


Perdagangan Kayu Illegal
Kebijakan ini dimaksudkan untuk membangun persepsi yang sama
dari seluruh pemangku kepentingan bahwa pencurian kayu dan
peredaran kayu illegal yang telah
berkembang
sangat
memprihatinkan dan mengakibatkan penurunan fungsi kawasan
konservasi, fragmentasi habitat, masalah sosial, ekonomi, dan
budaya.
b. Kebijakan Rehabilitasi dan Konservasi Sumber Daya Hutan.
Kebijakan ini dimaksudkan untuk melindungi dan memelihara
proses ekologis esensial dan sistem penyangga kehidupan,
mengawetkan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,
memanfaatkan
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
berdasarkan prinsip kelestarian serta mempercepat pulihnya
kawasan konservasi yang rusak sehingga kembali berfungsi normal.
c. Kebijakan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Dalam dan Sekitar
Hutan.
Kebijakan
ini
dimaksudkan
untuk
memfasilitasi
serta
mengakomodir kegiatan masyarakat sekitar kawasan konservasi.
Dampak yang diharapkan dari kebijakan tersebut adalah
berkembangnya kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar
kawasan konservasi melalui perolehan manfaat secara langsung
atau tidak langsung bagi pelaku usaha maupun mitra.
1). Memperkuat kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat/para
pemangku kepentingan dalam kegiatan konservasi dan
rehabilitasi SDA.
2). Penguatan usaha produktif masyarakat sekitar kawasan
konservasi.
d. Kebijakan Pemantapan Kawasan Hutan.
Kebijakan ini dimaksudkan untuk mempercepat pemantapan
penataan kawasan konservasi. Dalam rangka peningkatan
efektifitas pengelolaan kawasan konservasi akan sangat ditentukan
oleh kepastian status suatu kawasan.
C. Kebijakan ESDM
Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batu bara; mengatur dan melakukan pengawasan keteknikan dalam
kegiatan usaha migas; memberikan jaminan kepada investor nasional
dan asing berupa security of tenure selama 30 tahun pada
pengusahaan pertambangan mineral, batu bara dan panas bumi;
melakukan upaya simplifikasi, transparansi dan otomatisasi pelayanan
perizinan investasi; serta optimalisasi teknologi dan pemanfaatan
mineral dan batu bara.
Sebagaimana Visi Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral yakni :
Terwujudnya sektor energi dan sumberdaya mineral yang
menghasilkan nilai tambah sebagai salah satu sumber kemakmuran
rakyat melalui pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan, adil,
transparan, bertanggungjawab, efisien serta sesuai standart etika yang
tinggi.

39

D. Kebijakan Perekonomian
Kebijakan
perekonomian
dikawasan
hutan
lindung
dengan
memanfaatkan hutan yang dilandasi oleh asas pengelolaan hutan
lestari dan disesuaikan dengan fungsi hutannya (konservasi, lindung
dan produksi). Melalui konsep tersebut maka hutan akan dapat
memberi sumbangan dalam menanggulangi kemiskinan melalui
terbukanya kesempatan kerja dan berusaha dengan memanfaatkan
hasil hutan kayu maupun non kayu (rotan, gaharu, madu dll) maupun
mengisi kesempatan kerja pada kegiatan-kegiatan pengusahaan hutan,
industri kehutanan.
Kebijakan terkait perekonomian di kawasan HoB sebagai KSN yang
tertuang dalam RTRWN menetapkan : pengembangan dan peningkatan
fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian nasional yang
produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian
internasional. Kemudian dituangkan dalam strategi sebagai berikut :
a. mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis potensi sumber daya
alam dan kegiatan budi daya unggulan sebagai penggerak utama
pengembangan wilayah;
b. menciptakan iklim investasi yang kondusif;
c. mengelola pemanfaatan sumber daya alam agar tidak melampaui
daya dukung dan daya tampung kawasan;
d. mengelola dampak negatif kegiatan budi daya agar tidak
menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi kawasan;
e. mengintensifkan promosi peluang investasi; dan
f. meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan
ekonomi.
E. Kebijakan Sosial Budaya
Kebijakan pengembangan kawasan strategis nasional terkait dengan
sektor sosial budaya diantaranya : pelestarian dan peningkatan sosial
dan budaya bangsa, serta pengembangan kawasan tertinggal untuk
mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antarkawasan,
dimana dituangkan dalam berbagai strategi.
Untuk kebijakan pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya
bangsa strategi yang ditempuh adalah :
a. meningkatkan kecintaan masyarakat akan nilai budaya yang
mencerminkan jati diri bangsa yang berbudi luhur;
b. mengembangkan penerapan nilai budaya bangsa dalam kehidupan
masyarakat; dan
c. melestarikan situs warisan budaya bangsa.
Sedang bagi kebijakan pengembangan kawasan tertinggal untuk
mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antarkawasan strategi
yang ditempuh adalah :
a. memanfaatkan
sumber
daya alam
secara
optimal
dan
berkelanjutan;
b. membuka akses dan meningkatkan aksesibilitas antara kawasan
tertinggal dan pusat pertumbuhan wilayah;
c. mengembangkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan
ekonomi masyarakat;
d. meningkatkan akses masyarakat ke sumber pembiayaan; dan

40

e. meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia dalam


pengelolaan kegiatan ekonomi.
F. Kebijakan Pariwisata
Kebijakan pariwisata bagi pengelolaan kawasan secara berkelanjutan
tercermin dalam konsep pengelolaan ekowisata. Ekowisata adalah
perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang alami
dengan
menjaga
kelestarian
lingkungan
dan
meningkatkan
kesejahtraan penduduk setempat.
Dalam kegiatan ekowisata terkandung unsur-unsur kepedulian,
tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan
kesejahtraan penduduk setempat. Ekowisata merupakan upaya untuk
memaksimalkan dan sekaligus melestarikan pontensi sumber-sumber
alam dan budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang
berkesinambungan. Terdapat 8 prinsip dalam pelaksanaan ekowisata
yang disampaikan dalam The Ecotourism Society (Eplerwood/1999),
adalah sebagai berikut :
1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan
terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan
disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.
2. Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan
masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses
pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam.
3. Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang
digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan
pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan.
Retribusi dan conservation tax dapat dipergunakan secara langsung
untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan
pelestarian alam.
4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak
dalam merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula di
dalam pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif.
5. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap
ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong
masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam.
6. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan
termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga
keharmonisan dengan alam. Apabila ada upaya disharmonize
dengan alam akan merusak produk wisata ekologis ini. Hindarkan
sejauh mungkin penggunaan minyak, mengkonservasi flora dan
fauna serta menjaga keaslian budaya masyarakat.
7. Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam
mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung
kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak,
tetapi daya dukunglah yang membatasi.
8. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara.
Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata,
maka devisa dan belanja wisatawan didorong sebesar-besarnya
dinikmati oleh negara atau negara bagian atau pemerintah daerah
setempat.

41

Garis Besar Pedoman Pengembangan Ekowisata Indonesia yang


merupakan draft dari Direktorat Jenderal Departemen Pariwisata, Seni
dan Budaya,1999 mencakup berbagai hal :
Visi Ekowisata Indonesia adalah untuk menciptakan pengembangan
pariwisata melalui penyelenggaraan yang mendukung upaya
pelestarian lingkungan (alam dan budaya), melibatkan dan
menguntungkan masyarakat setempat, serta menguntungkan secara
komersial.
Tujuan Ekowisata Indonesia adalah untuk :
(1) Mewujudkan penyelenggaraan wisata yang bertanggung jawab,
yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan alam,
peninggalan sejarah dan budaya;
(2) Meningkatkan partisipasi masyararakat dan memberikan manfaat
ekonomi kepada masyarakat setempat;
(3) Menjadi model bagi pengembangan pariwisata lainnya, melalui
penerapan kaidah-kaidah ekowisata.
Tabel Prinsip dan Kriteria Ekowisata
NO

PRINSIP

Memiliki kepedulian,
tanggung jawab dan
komitmen terhadap
pelestarian lingkungan
alam dan budaya,
melaksanakan kaidahkaidah usaha yang
bertanggung jawab
dan ekonomi
berkelanjutan.

Pengembangan harus
mengikuti kaidahkaidah ekologis dan
atas dasar
musyawarah dan
pemufakatan
masyarakat setempat.

KRITERIA
Memperhatikan kualitas daya dukung
lingkungan kawasan tujuan, melalui
pelaksanaan sistem pemintakatan
(zonasi).
Mengelola jumlah pengunjung, sarana
dan fasilitas sesuai dengan daya dukung
lingkungan daerah tujuan.
Meningkatkan kesadaran dan apresiasi
para pelaku terhadap lingkungan alam
dan budaya.
Memanfaatkan sumber daya lokal secara
lestari dalam penyelenggaraan kegiatan
ekowisata.
Meminimumkan dampak negatif yang
ditimbulkan, dan bersifat ramah
lingkungan.
Mengelola usaha secara sehat.
Menekan tingkat kebocoran pendapatan
(leakage) serendah-renahnya.
Meningkatkan pendapatan masyarakat
setempat.
Melakukan penelitian dan perencanaan
terpadu dalam pengembangan
ekowisata.
Membangun hubungan kemitraan
dengan masyarakat setempat dalam
proses perencanaan dan pengelolaan
ekowisata.
Menggugah prakarsa dan aspirasi
masyarakat setempat untuk
pengembangan ekowisata.
Memberi kebebasan kepada masyarakat
untuk bisa menerima atau menolak

42

Memberikan manfaat
kepada masyarakat
setempat.

Peka dan menghormati


nilai-nilai sosial
budaya dan tradisi
keagamaan
masyarakat setempat.

Memperhatikan
perjanjian, peraturan,
perundang-undangan
baik ditingkat nasional
maupun internasional.

pengembangan ekowisata.
Menginformasikan secara jelas dan
benar konsep dan tujuan
pengembangan kawasan tersebut
kepada masyarakat setempat.
Membuka kesempatan untuk melakukan
dialog dengan seluruh pihak yang
terlibat (multi-stakeholders) dalam
proses perencanaan dan pengelolaan
ekowisata.
Membuka kesempatan keapda
masyarakat setempat untuk membuka
usaha ekowisata dan menjadi pelakupelaku ekonomi kegiatan ekowisata baik
secara aktif maupun pasif.
Memberdayakan masyarakat dalam
upaya peningkatan usaha ekowisata
untuk meningkatkan kesejahtraan
penduduk setempat.
Meningkatkan ketrampilan masyarakat
setempat dalam bidang-bidang yang
berkaitan dan menunjang
pengembangan ekowisata.
Menekan tingkat kebocoran pendapatan
(leakage) serendah-rendahnya.
Menetapkan kode etik ekowisata bagi
wisatawan, pengelola dan pelaku usaha
ekowisata.
Melibatkan masyarakat setempat dan
pihak-pihak lainya (multi-stakeholders)
dalam penyusunan kode etik wisatawan,
pengelola dan pelaku usaha ekowisata.
Melakukan pendekatan, meminta saransaran dan mencari masukan dari
tokoh/pemuka masyarakat setempat
pada tingkat paling awal sebelum
memulai langkah-langkah dalam proses
pengembangan ekowisata.
Melakukan penelitian dan pengenalan
aspek-aspek sosial budaya masyarakat
setempat sebagai bagian terpadu dalam
proses perencanaan dan pengelolaan
ekowisata.
Memperhatikan dan melaksanakan
secara konsisten: Dokumen-dokumen
Internasional yang mengikat (Agenda
21, Habitat Agenda, Sustainable
Tourism, Bali Declaration dsb.). GBHN
Pariwisata Berkelanjutan, Undangundang dan peraturan-peraturan yang
berlaku.
Menyusun peraturan-peraturan baru
yang diperlukan dan memperbaiki dan
menyempurnakan peraturan-peraturan
lainnya yang telah ada sehingga secara
keseluruhan membentuk sistem per-UUan dan sistem hukum yang konsisten.

43

Memberlakukan peraturan yang berlaku


dan memberikan sangsi atas
pelanggarannya secara konsekuen
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
(law enforcement).
Membentuk kerja sama dengan
masyarakat setempat untuk melakukan
pengawasan dan pencegahan terhadap
dilanggarnya peraturan yang berlaku.

3.2.2 Inventarisasi Ketentuan Pemanfaatan Ruang Antar Negara


Kawasan HoB ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional dengan
berbagai fungsi yang diemban, diantaranya dengan fungsi pertahanan dan
keamanan dan fungsi ekologis. Sementara itu kawasan HoB juga merupakan
kawasan yang mencakup beberapa negara. Hal tersebut memberikan
konsekuensi dalam pengelolaan kawasan akan melibatkan kepentingan
negara-negara tersebut. Untuk itu diperlukan berbagai ketentuan yang akan
dikelolabersama, diantaranya : pengaturan perbatasan, daerah aliran sungai
(DAS), kawasan lindung, kawasan budidaya, infrastruktur dan perkotaan.
A. Ketentuan Terkait Pengaturan Perbatasan
Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang RPJP dan Peraturan
Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang RPJM, yang menegaskan adanya 5
fungsi yang menjadi dasar kebijakan pembangunan kawasan
perbatasan, yaitu:
1. kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara dan pintu
gerbang internasional ke negara tetangga,
2. kawasan perbatasan menerapkan keserasian prinsip pembangunan
kesejahteraan dan pertahanan keamanan,
3. pembangunan kawasan memberikan perlindungan terhadap
kawasan konservasi dunia dan kawasan lindung nasional,
4. pengembangan ekonomi secara selektif sesuai potensi eksternal
dan internal kawasan,
5. sebagai kerja sama ekonomi yang menguntungkan antar negara
dengan melibatkan pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia
usaha.
B. Ketentuan Terkait Pengelolaan Kawasan DAS
Ketentuan pengelolaan kawasan DAS dalam pemanfaatan ruang antar
negara merupakan issu penting dalam pengelolaan kawasan HoB ini,
mengingat kawasan ini memiliki banyak DAS. Contoh sukses dalam
pengelolaan DAS antar negara dapat dilihat pada pengelolaan sungai
Rhine. Sungai Rhine merupakan sungai yang melintasi beberapa negara
dengan hulu di wilayah negara Switzerland melintasi negara Austria,
Perancis, Jerman dan berhilir di Belanda. Pengelolaan Sungai Rhine
menetapkan integrasi, strategi dan target yang harus dicapai, sebagai
berikut :
Integrasi

Monitoring kualitas air


Pendekatan pengurangan polusi (end of pipe)

44

Pengurangan polusi di sumbernya


Pengurangan polusi yang tersebar
Pendekatan ekosistem
Sektor Pertanian
Keterlibatan NGO dan stakeholders lain
Pencegahan banjir
Perencanaan tata ruang
Pembangunan (ekonomi) berkelanjutan

Strategi/Prinsip

Air adalah bagian dari seluruh kehidupan dan perlu


dipertimbangkan bagi seluruh kebijakan sektor
Simpan air di DAS dan sepanjang sungai
Biarkan sungai tumbuh dan kurangi run-off
Perhatikan terjadinya bahaya, belajarlah hidup dengan resiko
Integrasikan dan harmoniskan kegiatan, kerjasama untuk seluruh
pihak dalam DAS

Target yang harus dicapai

Kurangi resiko kerusakan (25% di th 2020)


Kurangi tingkat banjir (70 cm di th 2020)
Tingkatkan perhatian di wilayah beresiko (petakan seluruh area
beresiko di th 2005)
Tingkatkan perkiraan banjir dan tanda terjadinya banjir (th 2005
sudah siap)

Gambaran lintasan sungai Rhine dan kondisi yang telah dicapai berkat
kerja sama pengelolaan tersebut.
Diskripsi Sungai Rhine
Panjang sungai 1.300 km
Cakupan kawasan 200.000 km2
Mempengaruhi 50 juta jiwa
Melintasi 9 negara
Memiliki fungsi yang
memberikan Ketergantungan
ekonomi
Memiliki fungsi yang
memberikan Ketergantungan
ekologi
Multiguna

45

Gambar Sungai Rhine

Gambar Kondisi S. Rhine

C. Ketentuan Terkait Infrastruktur Jalan


Ketentuan pengelolaan infrastruktur jalan dalam pemanfaatan ruang
antar negara merupakan faktor penting bagi keberhasilan kerjasama.
Kajian ini sedang dalam penyususnan.
D. Ketentuan Terkait Kawasan Lindung
Ketentuan kawasan lindung dalam pemanfaatan ruang antar negara
diatur melalui konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati
Convention On Biological Divesity
(konservasi, pemanfaatan
berkelanjutan dan pembagian yang adil dari komponen-komponen
keanekaragaman hayati).
Disahkan dengan : Undang Undang No. 5 Tahun 1994 Tentang :
Pengesahan United Nations Convention On Biological Diversity
(Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Keanekaragaman
Hayati). Bertujuan menggalang kerjasama regional dan internasional
mengenai pemeliharaan dan perlindungan lingkungan hidup, dan
peran serta dalam pengembangan kebijaksanaan internasional serta
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang lingkungan hidup
yang harus terus ditingkatkan bagi kepentingan pembangunan
berkelanjutan.
Manfaat Konvensi diantaranya : Pengembangan kerjasama internasional
untuk peningkatan kemampuan dalam konservasi dan pemanfaatan
keanekaragaman hayati, meliputi:
a. Penetapan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati baik in-situ
maupun ex-situ;
b. Pengembangan pola-pola insentif baik secara sosial budaya maupun
ekonomi untuk upaya perlindungan dan pemanfaatan secara lestari;
c. Pertukaran informasi;
d. Pengembangan pendidikan, pelatihan, penyuluhan dan peningkatan
peran serta masyarakat.
Selain konvensi keanekaragaman hayati, Indonesia juga meratifikasi
konvensi Lahan Basah Dipandang dari Kepentingan Internasional

46

Khususnya Sebagai Habitat Burung Air (Convention on Wetlands of


International Importance Especially as Waterfowl Habitat). Bertujuan
melestarikan lahan basah berikut flora dan faunanya yang
pelaksanaannya memerlukan keterpaduan antar kebijaksanaan
internasional; yang disahkan dengan : Keputusan Presiden RI Nomor 48
Tahun 1991.
E. Ketentuan Terkait Kawasan Budidaya
Ketentuan kawasan budidaya dalam pemanfaatan ruang antar negara
diatur melalui Kerangka Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim,
terutama dalam rangka pengurangan emisi dari deforestasi dan
degradasi hutan (Reduction of Emission from Deforestation and
Degradation/REDD).
Dengan
konservasi
dan
pembangunan
berkelanjutan di wilayah HoB dimana deforestasi akan ditekan sekecilkecilnya, wilayah yang tercakup dalam HoB akan diuntungkan dengan
mekanisme perdagangan karbon yang tercakup dalam mekanisme
REDD.
Disamping itu terdapat konvensi mengenai perlindungan lapisan ozon
(Protection of the Ozone Layer dan Montreal Protocol on Substances
that Deplete the Ozone Layer) yang disahkan melalui : Keputusan
Presiden No. 23 Tahun 1992. Konvensi ini bertujuan menggalang
kesepakatan dan kerjasama internasional guna mencegah perusakan
dan penipisan lapisan ozon; dengan pertimbangan :

perusakan dan penipisan lapisan ozon yang disebabkan oleh zatzat perusak ozon (ozone depleting substances) akan sangat
membahayakan kelestarian kehidupan di bumi;

Indonesia sebagai anggota masyarakat international memandang


perlu ikut aktif di dalam kegiatan bersama yang bertujuan
mencegah perusakan dan penipisan lapisan ozon tersebut;

47

4.1

PROFIL FISIK & EKOSISTEM KAWASAN

4.1.1. Wilayah Administrasi HoB

Berdasarkan kesepakatan Juni 2009 Area HoB untuk wilayah Indonesia


mencakup 10 kabupaten di tiga provinsi di Kalimantan, yaitu:
1) Kalimantan Timur, terdiri dari :
a. Kabupaten Nunukan,
b. Kabupaten Malinau,
c. Kabupaten Kutai Barat
2) Kalimantan Barat
a. Kabupaten Kapuas Hulu,
b. Kabupaten Melawi,
c. Kabupaten Sintang,
3) Kalimantan Tengah
a. Kabupaten Katingan,
b. Kabupaten Gunung Mas,
c. Kabupaten Murung Raya,
d. Kabupaten Barito Utara
Jika dilihat di Peta penetapan kawasan (WWF) maka kawasan HoB untuk
wilayah Indonesia mencakup 16 kabupaten, dengan perbedaan sebagai
berikut :
No

Propinsi

Kalimantan
Timur

Kalimantan Barat

Kalimantan
Tengah

Kabupaten
Tertulis
a. Nunukan,
b. Malinau,
c. Kutai Barat

a.
b.
c.
a.
b.
c.
d.

Kapuas Hulu,
Melawi,
Sintang,
Katingan,
Gunung Mas,
Murung Raya,
Barito Utara

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
a.
b.
c.

Pemetaan
Nunukan
Malinau
Kutai Barat
Kutai
Kutai Timur
Berau
Bulongan
Kapuas Hulu
Melawi
Sintang

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Katingan,
Gunung Mas,
Murung Raya,
Barito Utara
Kapuas
Seruyan

Terdapat perbedaan wilayah administrasi yang tercakup dalam kawasan


HoB. Sedangkan luasan yang tercantum dalam dokumen Rencana Strategis

48

dan Aksi Nasional HoB, menyebutkan luasan HoB Indonesia sebagai


berikut :
Propinsi

Luasan (Hektar)

Kalimantan Timur

8.894.650

Kalimantan Tengah

3.030.502

Kalimantan Barat

4.893.932

Total Indonesia

16.819.084

Perbedaan tersebut disebabkan adanya dua sudut pandang dalam


penetapan kawasan HoB, yaitu :
1. Penetapan kawasan HoB dengan sudut pandang ekosistem
menghasilkan wilayah yang seharusnya di konservasi untuk
mendukung suksesnya visi yang ditetapkan. Dengan pendekatan
ekosistem maka luasan yang harus dikonservasi meliputi 16 (enam
belas) kabupaten.
2. Penetapan kawasan HoB dengan sudut pandang kondisi perkembangan
kawasan HoB, hingga tahun 2005 area yang masih terjaga meliputi
luasan pada 10 kabupaten. Disamping itu juga terdapat pertimbangan
kesetaraan dalam konsep pengelolaan bersama antar negara, dimana
luasan yang dikonservasi antara Indonesia dan Malaysia terdapat
keseimbangan peran atau secara proporsional.
Berdasarkan dua pertimbangan tersebut terdapat dua alternatif luasan
kawasan HoB. Secara lebih jelas kawasan ini dapat dilihat pada peta
administrasi kawasan HoB.
4.1.2. Kondisi Geografis HoB
Iklim merupakan salah satu unsur alam yang dapat mempengaruhi
kondisi suatu kawasan. Iklim kawasan HoB dipengaruhi oleh berbagai
kondisi diantaranya curah hujan yang maksimum dan minimumnya
menunjukkan kisaran antara : 681,0 mm (bulan Mei) dan 66,6 mm (bulan
Februari). Temperatur rata-rata berkisar antara : 33.1C (terjadi pada
bulan April) dan 22,2C (terjadi pada bulan Pebruari). Sedang kelembaban
udara berkisar 85-88%.
Topografi dan Morfologi
Kawasan HoB merupakan bagian wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Timur. Kawasan ini didominasi oleh daerah
pegunungan yang berbukit terdapat setidaknya 13 gunung. Pengunungan
Iban antara Kalimantan Timur dan Malaysia Timur menjulang sampai
2.160 m di G. Harun (Harden), dekat perbatasan dengan Sabah. Ujung
bagian Barat rangkaian pegunungan Iran tengah membentuk jajaran
Kapuas Hulu di sepanjang perbatasan Serawak dengan Kalimantan Barat.
Menjulang di G. Lawit (1.767 m) dan G. Cemaru (1.681 m). Dari
pegunungan tengah sekitar G. Cemaru, Pegunungan Muller (puncak
tertingginya G. Liangpran 2.240 m) dan Pegunungan Schwaner (Bukit Raya
2.278 m) melintang kebarat daya di sepanjang perbatasan Kalimantan

49

Tengah dan Barat. Kearah tenggara melintang pengunungan Meratus yang


rendah (puncak tertingginya G. Besar 1.892 m), memisahkan Kalimantan
Selatan dan Timur dan memanjang ke arah Selatan sepanjang pesisir.
Seluruh rangkaian pegunungan ini merupakan pegunungan sekunder
dengan ketinggian rata-rata 1.000 1.500 dan dengan puncak kadangkadang hanya mencapai 2.000. Gunung Makita (2.987 m) yang berada
dekat Longnawan dan G. Giho (2.550 m) di dekat Longsaan, keduanya
berada di perbatasan dengan Serawak merupakan puncak tertinggi Borneo
yang berada di Kalimantan, diikuti dengan G. Mantam (2.467 m) di
sebelah Barat Tanjung Redep, Kalimantan Timur. Danau yang ada
berjumlah sekitar 17 buah, keseluruhannya berada di Kabupaten Kutai
dengan danau yang paling luas yaitu Danau Jempang, Danau Semayang,
dan Danau Melintang dengan luas masing masing 15 000 hektar, 13 000
hektar, dan 11.000 hektar.
Kondisi Batuan
Kawasan HoB memiliki penyebaran formasi batuan dimana di wilayah HoB
bagian Tengah di bangun oleh tiga (3) satuan batuan,yaitu batuan
sedimen (65%),batuan beku (25%) dan batuan metafor (10%). Dan terdapat
tiga (3) buah cekungan dan 2 tinggian yaitu, Cekungan barito (dibagian
selatan dan timur), Cekungan malawi (bagian barat dan selatan) dan
Cekungan Kutai (di bagian Timur). Keberadaan cekungan ini menjadikan
wilayah HoB kaya akan sumber daya alam batubara.
Sedangkan untuk wilayah ketinggian yaitu, pegunungan Schwaner dan
pegunungan Muller. Selain batuan sedimen yang mempunyai kemampuan
sebagai lapisan akuifer, juga batuan beku yang ada di wilayah HoB paling
Timur mempunyai kandungan sumberdaya mineral yang potensial yaitu
endapan emas letakan (placer gold) yang terdapat di daerah aliran dekat
tubuh batuan Granodiorit dan endapan gunungapi formasi Jelai. Selain itu
sumberdaya energi terdiri dari minyak dan gas bumi dihasilkan dari
formasi batuan sedimen yang ada di wilayah ini yaitu di daerah Tarakan
dan Bunyu. Lignit dan batubara yang merupakan bahan bakar fosil di
temukan dalam Formasi Sajau dan Tabul di Tarakan, serta formasi Mandul
dan Bunyu. Kahadiran batubara di Formasi Sajau lebih tebal dari Formasi
Tabul yang umumnya berada di bawah permukaan air. Indikasi
sumberdaya alam dan energy yang tedapat di wilayah Malinau kaitannya
dengan kondisi batuan yang ada yaitu adanya mataair garam yang
terdapat di daerah Longbawan pada formasi batuan Longbawan,
sedangkan mataair panas terdapat pada formasi Mentarang (P3G / Badan
Geologi, 1995). Bahan bangunan berupa pasir kuarsa dan lempung
terdapat berlimpah di daerah Teluk Bayur dan Labanan. Batugamping yang
terdapat di Tanjung Selor mempunyai mutu yang cukup baik untuk bahan
bangunan tetapi jumlahnya sangat terbatas.
Kondisi Tanah
Kondisi tanah di kawasan HoB wilayah daratan perbatasan Kalimantan
Timur sebagian besar didominasi tanah Ultisol, Entisol, Inceptisol. Tanah
yang dominan adalah Ultisol , dengan tingkat kesuburan kimiawi relatif
rendah. Pada dasarnya jenis tanah di perbatasan Kalimantan Timur hampir
sama dengan jenis tanah di Kalimantan Timur pada umumnya yang terdiri

50

dari Hapludults, Plinthudults, Dystropepts, Fluvaquents, Haplaquents.


Sebagian besar tanah di Kalimantan Barat berkembang pada dataran
bergelombang dan pegunungan yang tertoreh di atas batuan sedimen dan
batuan beku tua. Tanah-tanah ini berkisar dari ultisol masam yang sangat
lapuk dan inceptisa muda. Di daerah tropis yang lembab, pelapukan
berlangsung sangat cepat, hal ini disebabkan karena oleh panas dan
kelembaban Selain itu juga dikarenakan curah hujan yang tinggi, tanah
selalu basah dan unsur-unsur pokoknya yang dapat larut hilang, proses ini
disebut dengan pelindingan. Sedangkan kondisi tanah di kawasan
Pegunungan Schwaner jenis tanahnya didominasi oleh Podsolik merah
kuning, latosol dan litosol dengan bahan induk batuan beku endapan dan
metamorf; fraksi tanah umumnya kasar , permiabel muda tererosi dengan
lapisan atas granular warna gelap yang kaya akan bahan organic; lapisan
bawah berwarna merah hingga kuning miskin akan bahan organic anya
ada oksida-oksida hemafit (besi) atau Goethite. Pada dataran berbukit kecil
di Barat daya, Tenggara, Timur laut, tengah kawasan Taman Nasional di
dominasi oleh Tropudolts dengan tekstur tanah kasar hingga sedang ,
kandungan bahan organic sedang dan kadar kapur rendah hingga sedang
dengan pH 5 - 5,5.
Bagian Selatan, Timur, Barat laut Taman Nasional tanah di dominasi
Dystropepts dengan tekstur tanah sedang hingga halus, bahan organic
tinggi tinggi & kandungan kapur rendah dengan pH 4 5. Pada kuesta di
bagian Utara, tanah terdiri atas asosiasi (Tropodults, Dystropepts,
Troporthods) dengan tekstur tanah halus, bahan organic tinggi dengan
kadar kapur rendah pH 5. Lereng structural memanjang di dominasi
Tropudults, tekstur tanah sedang hingga halus, bahan organic tinggi dan
kadar kampur rendah pH 5. Punggung pegunungan di Timur kawasan
terdiri asosiasi (Tropudults, Dystropepts), tekstur tanah halus dengan
kandungan organic tinggi, kadar kapur rendah pH 5 5,5. Punggung
pegunungan berbukit kecil di Selatan, Utara, Timur laut, Barat laut, tengah
kawasan di dominasi Dystropepts, tekstur tanah sedang hingga halus,
kandungan organic tinggi dengan kadar kapur rendah pH 4 -5. Bagian di
Kalimantan Barat yang tanahnya paling subur, ialah tanah yang dalam,
tersalir dengan baik dan tekstur agak halus dengan kandungan zat hara
yang seimbang (alfisols, vertisols, hapludolls, haplustolls) yang semuanya
dapat terjadi dengan tanah yang terjadi longsor. Sehingga permukaan atas
tanah terus turun ke bawah dan permukaan bawak tanah naik
kepermukaan. Jenis tanah yang subur ini sudah diolah secara intensif
untuk budidaya tanpa tanaman dan tanpa irigasi.
Hidrogeologi dan Hidrologi
Kondisi Hidrogeologi di wilayah HoB sangat berkaitan erat dengan siklus
hidrologi yaitu masuk dan meresapnya air ke bawah permukaan. Secara
garis besar ada tiga system hidrologi di alam yaitu air di atmosfer dalam
bentuk air hujan, air dipermukaan bumi dan air di bawah permukaan bumi.
Air tanah berada di bawah permukaan bumi, mengalir dalam akuifer yang
secara bersistem membentuk cekungan Hidrogeologi atau cekungan air
tanah (CAT).
Untuk wilayah HoB sendiri terdapat 8 Cekungan Air Tanah (CAT), dua
diantaranya merupakan CAT lintas Negara yaitu Cekungan Air Tanah (CAT)
Paloh dan CAT Tanjung Selor. Didalam proses pengelolaannya harus

51

memperhatikan kebijakan antar


kepentingan provinsi sekitarnya .

Negara,

kebijakan

nasional

dan

Fungsi hidrologi kawasan HoB merupakan kawasan yang berfungsi sebagai


menara air bagi seluruh Pulau Borneo. Dari area ini mengalir sumber air bagi
14 dari 20 sungai utama di Pulau Borneo. Sungai Kapuas, Katingan, Barito dan
Mahakam adalah beberapa sungai besar yang hulunya berada dan airnya
berasal dari kawasan dataran tinggi di area HoB. Pada kawasan HoB di
Indonesia mengalir sungai-sungai yang terbagi dalam daerah aliran sungai
(DAS) dan sub DAS dimana terdapat 9 DAS dan 8 Sub-DAS, sebagai
berikut :
Tabel DAS dan Sub-DAS di Kawasan HoB
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Sub DAS Mahakam Hulu


Sub DAS Kedang Pahu
DAS Sesayap
DAS Berau
Sub DAS Belayan
DAS Kedang Kepala
Sub DAS Ketungau
DAS Seruyan
Sub DAS Kapuas Hulu
Sub DAS Kapuas Tengah
DAS Sembakung
SuB DAS Melawi
DAS Katingan
Sub DAS Barito Hulu
DAS Kahayan
DAS Kapuas
DAS Kayan

4.1.3. EKOSISTEM KAWASAN


hubungan antara satu kesatuan biologi dengan lingkungan fisik yang
melingkupinya merupakan suatu ekositem. Lingkungan fisik berpengaruh
terhadap struktur dan karakteristik komunitas biologi, namun sebaliknya
komunitas biologi juga dapat mempengaruhi karakter fisik dari ekosistem.
Ekosistem suatu kawasan terbentuk dari hasil interaksi proses dinamis
dari lingkungan fisik dan proses biologi.
Kondisi kawasan HoB yang merupakan gabungan dataran tinggi dan
rendah memiliki beberapa ekosistem diantaranya :
1. Ekosistem Hutan
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, dimana yang satu dengan lainnya
tidak dapat dipisahkan. Hutan merupakan satu ekosistem yang sangat

52

penting dimuka bumi ini, dan sangat mempengaruhi proses alam yang
berlangsung di suatu kawasan. Ada 7 (tujuh) fungsi hutan yang sangat
membantu kebutuhan dasar (basic needs) kehidupan manusia, yaitu :
1. Hidrologis, hutan
2. Penahan longsor
3. Pensupply hara
4. Pengatur iklim
5. Produsen embrio-embrio flora dan fauna
6. Produsen hasil alam baik kayu maupun non kayu
7. Pemberi jasa lingkungan bagi ilmu pengetahuan, pariwisata
serta penambah estetika alam bagi bentang alam wilayah.
Pemanfaatan lahan Kawasan HoB sampai saat ini (2009) masih
didominasi kawasan hutan lindung. Ekosistem hutan yang ada di
kawasan ini diantaranya kawasan yang ditetapkan sebagai Taman
Nasional dan Cagar Alam, disamping terdapat kawasan budidaya.
Ekosistem hutan di kawasan HoB yang memberikan manfaat dan peran
penting bagi dunia, yang berupa :

80 % spesies di dunia dapat ditemukan pada hutan hujan tropis


seperti Kawasan Heart of Borneo

Sumber keanekaragaman hayati dan biodiversitas yang penting bagi


keberlangsungan alam

Menyediakan sumber daya alam yang penting, mulai dari kayu


hingga untuk kepentingan kesehatan

Paru-paru dunia

Keberadaannya dapat membantu peningkatan kualitas dan


kuantitas ketersediaan air

Menstabilkan tanah dari erosi

Banyak fauna yang langka dan unik dunia bergantung hidupnya


pada keberadaan hutan

Peranan yang penting dalam mencegah Global Warming


Berdasarkan Peta Ecoregion di kawasan HoB terdapat berbagai
ekosistem hutan diantaranya : Ekosistem Hutan Dataran Rendah
(LowlandForest Dipterocarp Forest), Hutan Rawa Air Tawar
(Freshwater Swamp Forest), Hutan Lembab (Mountainous Forest),
Hutan Rawa Gambut (Peat Swamp Forest), Hutan Kerangas (Heath
Forest), dan Ekosistem Karst.
a. Ekosistem Hutan Dataran Rendah (LowlandForest Dipterocarp
Forest)
Kawasan ekosistem hutan dataran rendah dengan ketinggian
kurang dari 500 m dpl memiliki nilai penting untuk biodiversity.
Ketinggian ini (0-500 dpl) merupakan habitat penting dari burung
dan mamalia (terutama 0-200 m).
Hutan hujan dataran rendah tropis mempunyai spesies terbanyak di
antara
kelompok
hutan
hujan
dunia.
Selain
tingginya
kenaekaragaman spesies pohon, mencapai 240 jenis tanaman
perhektar dalam berbagai ukuran, yang dapat mencapai ketinggian
45 m. Keistimewaan lainnya adalah tanam-tanamannya sangat
jarang berbunga (5-9 tahun sekali). Hutan ini menjadi hunian

53

tanaman parasit Rafflesia, yang dikenal memiliki bunga terbesar di


dunia dengan diameter hingga 1 meter. Hutan jenis ini juga
memiliki kekayaan yang berlimpah dari bentuk-bentuk kehidupan
lainnya.
b. Hutan Lembab (Mountainous Forest)
Hutan lembab (Mountainous Forest) terbentang pada ketinggian
900-1000 m merupakan hutan-hutan pegunungan Kalimantan
(kadang dijumpai pada ketinggian 3300 m). Hutan ini memiliki
kanopi lebih rendah (<10 m). Dibandingkan dengan hutan hujan
dataran rendah yang mengitarinya. Jumlah spesies tumbuhan
dan hewan lebih sedikit namun menyimpan kumpulan spesies
yang unik yang berasal dari keluarga baik Asia maupun
Australia dan tergolong habitat pegunungan paling beragam di
bumi. Pada tahun 2002, hutan pegunungan yang awalnya mencapai
luas 2.270.000 Ha hanya tersisa 1,6 juta Ha atau 70% dari luas
sebelumnya.
c. Hutan Rawa Gambut (Peat Swamp Forest)
Kawasan hutan rawa gambut dikategorikan sebagai kawasan
lindung (konservasi) karena fungsinya sebagai habitat ramin
(Appendix II CITES), ekosistem unik yang harus dilindungi
(Keppres 32 Tahun 1990 pasal 9 dan 10) dan fungsi hidrologi
sebagai penyimpan air. Kawasan rawa gambut dikatakan sebagai
ekosistem kritis karena pembukaan lahan dan konversi kawasan
dapat mengakibatkan hilang atau terfragmentasinya habitat yang
dapat merusak system hidrologi kawasan serta meningkatkan
bahaya kebakaran
d. Hutan Kerangas (Heath Forest)
Ekosistem Hutan Kerangas merupakan salah satu ekosistem hutan
yang unik dimana di dunia sangat sedikit penyebarannya. Ekosistem
hutan kerangas merupakan ekosistem hutan dataran rendah yang
paling berbeda dan mudah dikenali. Tanaman tanah di hutan
kerangas sangat jarang namun terdapat beberapa jenis luar biasa
seperti tanaman berkantung karnivora Nepenthes Droser dan
Utricularia. Hutan kerangas disebut sebagai ekosistem yang sangat
rentan, mudah terganggu, mudah rusak dan tidak dapat pulih,
disebabkan jenis hutan ini regenerasinya setelah ada gangguan
akan sangat lambat dan memerlukan waktu sangat lama karena
kandungan hara tanah yang sangat rendah.
e. Ekosistem Karst
Kawasan karst di Indonesia rata-rata mempunyai ciri-ciri yang
hampir sama yaitu, tanahnya yang kurang subur untuk pertanian,
sensitif terhadap erosi, mudah longsor, bersifat rentan dengan poripori aerasi yang rendah, gaya permeabilitas yang lamban dan
didominasi oleh pori-pori mikro. Ekosistem karst mengalami
keunikan tersendiri, dengan keragaman aspek biotis yang tidak
dijumpai di ekosistem lain. Ekosistem karst di kawasan ini terdapat
di Karst Sangkulirang, Kalimantan Timur.

54

2. Ekosistem Danau
Danau merupakan sebuah ekosistem perairan yang bercirikan
komponen air sebagai medium bagi berlangsungnya kehidupan hayati
dan proses-proses biofisik-kimia, badan air dan daerah tangkapan
sebagai komponen pengaliran air dan penampung air (water reservoir)
dan komponen hayati yaitu biota-air. Danau merupakan bagian dari
sumber daya alam terutama sebagai reservoir air juga sebagai bagian
dari ekosistem secara keseluruhan. Dalam siklus hidrologi, danau
mempunyai peran penting sebagai retensi alam, tempat air
menetap/tinggal untuk beberapa waktu.
Kawasan HoB memiliki
kawasan danau yaitu Danau Sentarum yang terletak di wilayah Propinsi
Kalimantan Barat.
Taman Nasional Danau Sentarum merupakan perwakilan ekosistem
lahan basah danau, hutan rawa air tawar dan hutan hujan tropik di
Kalimantan. Sebagai danau musiman yang terletak pada sebelah
cekungan sungai Kapuas, yaitu sekitar 700 km dari muara yang
menuju laut Cina Selatan. Dibatasi oleh bukit-bukit dan dataran tinggi
yang mengelilinginya, Danau Sentarum merupakan daerah tangkapan
air dan sekaligus sebagai pengatur tata air bagi Daerah Aliran Sungai
Kapuas. Dengan demikian, daerah-daerah yang terletak di hilir Sungai
Kapuas sangat tergantung pada fluktuasi jumlah air yang tertampung
di danau tersebut. Disini terdapat tumbuhan khas dan asli yaitu
tembesu/tengkawang (Shorea beccariana). Selain itu juga terdapat
tumbuhan hutan dataran rendah seperti jelutung (Dyera costulata),
ramin (Gonystylus bancanus), meranti (Shorea sp.), keruing
(Dipterocarpus sp.), dan kayu ulin (Eusideroxylon zwageri).
Sistem perairan dari danau air tawar dan hutan tergenang ini
menjadikan Danau Sentarum tidak seperti danau-danau lainnya. Airnya
bewarna hitam kemerah-merahan karena mengandung tannin yang
berasal dari hutan gambut di sekitarnya. Pada saat musim hujan,
kedalaman air danau tersebut dapat mencapai 6-8 meter dan
menyebabkan tergenangnya hutan sekitarnya. Tetapi, pada saat musim
kemarau, dimana tinggi air di Sungai Kapuas berangsur-angsur turun,
air dari Danau Sentarum akan mengalir ke Sungai Kapuas sehingga
debit air di sungai tersebut relatif stabil. Akhirnya pada saat puncak
musim kemarau, keadaan Danau Sentarum dan daerah sekitarnya akan
menjadi hamparan tanah yang luas. Ikan-ikan yang tadinya berada di
danau, akan terlihat di kolam-kolam kecil.
3. Ekosistem Sungai
Kawasan HoB merupakan kawasan dengan banyak sungai yang
terbentuk dalam ekosistem DAS dan sub DAS. Terdapat 9 DAS dan 8
sub DAS pada kawasan HoB di wilayah Indonesia. Dari kaki-kaki
Pegunungan Muller mengalir sungai-sungai kecil yang membentuk DAS
besar seperti DAS Kapuas, DAS Sibau, DAS Mendalam, DAS Bungan dan
DAS Embaloh. Berbagai daerah aliran sungai tersebut membentuk
ekosistem, yang disebut ekosistem DAS. Ekosistem DAS merupakan
satu unit kesatuan ekologis yang paling mantap. Dalam ekosistem DAS
berbagai tataguna lahan, bentuk geomorfologi, flora dan fauna,
bangunan-bangunan fisik serta manusia dan aktivitasnya bersama-

55

sama menyusun kesatuan ekosistem tersebut. Sedangkan Daerah


Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu
hamparan/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung
bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur
hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada
satu titik (outlet).
Sungai-sungai pada kawasan HoB memberikan andil bagi pentingnya
ekosistem ini. Pentingnya posisi DAS sebagai unit perencanaan yang
utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan
pemanfaatan sumberdaya hutan, tanah, dan air.
4. Ekosistem Pertanian dan Perkebunan
Ekosistem pertanian dan perkebunan di kawasan HoB merupakan
ekosistem budidaya. Awalnya seluruh kawasan ini adalah kawasan
lindung namun sejalan dengan perkembangan kebutuhan manusia
akan hasil hutan dan ruang, maka kawasan lindung dirubah menjadi
kawasan budidaya. Diantaranya sebagai kawasan pertanian dan
perkebunan. Secara umum kawasan ini memberikan dampak negatif
terhadap keseluruhan fungsi kawasan lindung. Diperlukan langkah
perbaikan dalam pemanfaatan ruang yang dibudidayakan agar dampak
negatif tersebut dapat dikurangi bahkan ditiadakan.
4.2

PROFIL SOSIAL, EKONOMI, BUDAYA, PERTAHANAN & KEAMANAN


Pemanfaatan ruang dalam kawasan HoB meliputi fungsi lindung dan
budidaya. Dimana pada setiap fungsi tersebut terdapat berbagai
kepentingan baik sosial, ekonomi, budaya maupun pertahanan dan
keamanan. Profil sosial, ekonomi dan budaya pada kawasan lindung
tercermin dalam kehidupan masyarakat adat, yang hidup berkelompok
dalam kantong-kantong permukiman (enclave). Profil enclave tersebut
diantaranya : yang terdapat di Taman Nasional Betung Karihun, Taman
Nasional Kayan Mentarang dan Taman Nasional Danau Sentarum, serta
berbagai lokasi masyarakat pedesaan di luar taman nasional.
Sebagian besar masyarakat pedesaan (terutama masyarakat tradisional)
dan bahkan di wilayah sub urban masih bergantung perekonomiannya
pada sumber-sumber primer dan berbasis lahan (agraris). Hutan sudah
menjadi ruang hidup sejak beratus tahun yang lalu sehingga fungsi dalam
pemenuhan kebutuhan hidup tidak disangsikan lagi. Secara garis besar
fungsi hutan bagi masyarakat lokal dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Kawasan hutan yang sangat penting bagi kebutuhan dasar untuk
makan dan obat-obatan
2. Kawasan hutan yang sangat penting bagi kebutuhan dasar untuk
ramuan rumah dan bahan bakar
3. Kawasan hutan yang sangat penting bagi kebutuhan dasar untuk
memperleh pendapatan/langsung
4. Kawasan hutan yang sangat penting bagi kebutuhan dasar untuk
identitas budaya tradisional masyarakat lokal

56

Selain gambaran tersebut terdapat kondisi-kondisi khusus yang terdapat


didalam kawasan konservasi diantaranya :
Taman Nasional Kayan Mentarang dihuni oleh berbagai suku adat,
sehingga kawasan ini secara terbagi menjadi 9 wilayah adat, meliputi :
1. Wilayah Adat Kayan Hulu dan Kayan Hilir
2. Wilayah Adat Pujungan
3. Wilayah Adat Hulu Bahau
4. Wilayah Adat Tubu
5. Wilayah Adat Krayan Hulu
6. Wilayah Adat Krayan Hilir dan Krayan Darat
7. Wilayah Adat Krayan Tengah
8. Wilayah Adat Mentarang dan
9. Wilayah Adat Lumbis
Sudah sejak ratusan tahun yang lalu masyarakat suku Dayak dengan
beranekaragam kelompok etnis bahasa menghuni kawasan ini dan
menggantungkan hidupnya pada kawasan hutan di Taman Nasional. Oleh
karena itu diperlukan partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi TN
Kayan Mentarang ini. WWF bersama mitra-mitranya telah melaksanakan
sistem pengelolaan partisipatif, dimana masyarakat lokal terlibat secara
aktif dalam pengelolaan taman.
Taman Nasional Danau Sentarum. Kehidupan masyarakat yang berada di
sekitar taman nasional Danau Sentarum yaitu suku Dayak Iban, Sebaruk,
Sontas, Kenyah dan Punan masih tradisional. Rumah panjang (Betang)
yang dihuni oleh suku tersebut beragam besarnya, ada yang dihuni lima
sampai delapan kepala keluarga dan ada yang dihuni 15 sampai 30 kepala
keluarga. Rumah panjang yang dihuni 15 30 kepala keluarga,
mempunyai panjang rata-rata 186 meter dan lebar 6 meter. Kehidupan di
rumah betang memperlihatkan suatu kerukunan, kepolosan dan
keramahtamahan suku tersebut, dan biasanya wisatawan akan disuguhi
tarian dayak. Masyarakat berbagai suku ini juga menggantungkan
hidupnya pada hasil yang dapat diperoleh dari kawasan ini.
Kondisi spesifik lainnya pada wilayah pedalaman dan terutama perbatasan
yang sebagian besar terpencil dengan kendala fisik alam dan keterbatasan
infrastruktur secara umum masih tertinggal.
Profil yang dapat diperoleh pada wilayah perbatasan adalah bahwa pelaku
ekonomi dan sistem produksi di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia
memiliki karakteristik antara lain : a) Perekonomian masyarakat sebagian
besar petani lahan berpindah dan mencari/mengumpulkan hasil hutan
atau hasil alam lainnya; b) Transaksi perdagangan dilakukan dengan cara
jual-beli hasil bumi secara langsung dengan penduduk tetangga di
Malaysia, terkadang dilakukan dalam bentuk barter; c) Hasil usaha yang
diperoleh langsung dikonsumsi keluarga (subsisten); dan d) Nilai tukar
yang diandalkan masyarakat dan sangat tinggi permintaannya adalah nilai
tukar negara Malaysia.
Secara demografis, penyebaran penduduk di wilayah perbatasan
Kalimantan tidak merata dan sangat rendah (kepadatan 4-10 jiwa per km2).
Pada umumnya kualitas sumberdaya manusia relatif rendah dan angka
kematian cukup tinggi akan tetapi arus mobilitas tenaga kerja dan
penduduk keluar-masuk cukup tinggi terkait kekayaan sumberdaya alam
yang dimilikinya,. Secara etnis, mayoritas penduduk di wilayah perbatasan

57

yang berasal dari Suku Dayak banyak yang memiliki hubungan keluarga
dengan warga di negara tetangga Malaysia dan Brunei Darussalam. Karena
lokasinya yang terpencil dengan jumlah penduduk yang sedikit dan
penyebaran tidak merata, area ini rawan dari sisi keamanan,
penyelundupan dan tindak kriminal lainnya.
Pertahanan dan keamanan yang merupakan fungsi dari kawasan di daerah
perbatasan Indonesia-Malaysia dilaksanakan oleh TNI.
4.3

PROFIL PEMANFAATAN RUANG & PERIJINAN PEMANFAATAN RUANG


Pemanfaatan ruang kawasan HoB yang sebagian besar masih berupa hutan
dengan fungsi lindung dan budidaya. Peningkaan pemanfaatan budidaya
seperti tanaman industri dan pertambangan adalah potensi yang terus
mengancam meskipun telah ada kebijakan maupun tindakan aksi dalam
menjaga hutan.
4.3.1.

Pemanfatan Ruang Kawasan

Pemanfaatan ruang kawasan HoB saat ini tergambar sebagai berikut :


dengan total luas kawasan hutan di wilayah HoB yang mencapai
22.984.417,392 hektar (Dephut, 2007), komposisi terbesar adalah
peruntukan untuk hutan produksi terbatas sebesar 29%. Alokasi fungsi
terbesar lainnya untuk hutan produksi (14,39%) serta hutan yang bisa
dikonversi (11,78%).
Tabel Fungsi Hutan dalam Kawasan HoB
No.

Jenis Hutan

Luas (Ha.)

1.

Hutan Lindung

3,569,804.049

11.78

2.

Taman Nasional

2,336,408.884

7.71

3.

Taman Wisata Air

1,842.099

0.01

4.

Suaka Alam Wisata

360,399.474

1.19

5.

Perairan

17,976.030

0.06

6.

Hutan Produksi

4,359,975.723

14.39

7.

Hutan Produksi Terbatas

8,786,183.114

29.00

8.

Hutan Yang Bisa Dikonversi

3,569,804.049

11.78

9.

Areal Penggunaan Lain

7,291,715.036

24.07

30,294,108.458

100.00

Total Jumlah
Sumber: Departemen Kehutanan

Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa kurang lebih 72,73% areal
hutan di wilayah HoB adalah fungsi hutan yang dapat dialihkan menjadi
fungsi lainnya, misalnya sebagai areal tanaman industri, atau dikonversi
menjadi fungsi lainnya misalnya sebagai kawasan budidaya. Kondisi

58

tersebut diatas bertolak-belakang dengan fungsi lindung atau


konservasi yang hanya dialokasikan sebesar 27,27% dari total wilayah
hutan yang ada. Status wilayah konservasi atau lindung tersebut meliputi
hutan lindung, taman nasional, taman wisata air, dan suaka wisata alam.
4.3.2.

Perijinan Pemanfatan Ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan budidaya di kawasan HoB


diatur melalui mekanisme perijinan. Berlandaskan pada fungsi kawasan
sebagai kawasan lindung maka perijinan dibawah kendali Departemen
Kehutanan, yang dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Perijinan untuk HPH tercatat 57 perusahaan, dengan status aktif.
2. Perijinan untuk HTI tercatat 10 perusahaan.
3. Perijinan untuk Perkebunan Sawit tercatat 47 perusahaan.
4. Perijinan untuk Kuasa Pertambangan (KP) tercatat 56 perusahaan, yang
menambang emas, logam, intan, radioaktif serta batubara.
5. Perijinan untuk Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara (PKP2B) tercatat 11 perusahaan, dengan kegiatan
menambangan batubara.
4.3.3.

Permasalahan Pemanfatan Ruang

Permasalahan pemanfaatan ruang yang dimaksud disini adalah tumpang


tindih antara kawasan budidaya dan kawasan lindung. Dalam pemanfaatan
ruang di kawasan HoB terlihat adanya indikasi tumpang tindih antara
kawasan lindung
dengan budidaya eksisting. Permasalahan yang
berkaitan dengan pemanfaatan lahan yang menimbulkan terjadinya
tumpang tindih ini perlu segera diatasi untuk menghindari terjadinya
penurunan daya dukung lingkungan. Tumpang tindih ini terjadi pada
beberapa jenis peruntukan lahan budidaya, seperti diuraikan berikut ini.

(a) Tumpang tindih antara HPH (Hak Pengusahaan Hutan) dengan


kawasan lindung.

(b) Tumpang tindih antara kawasan yang berpotensi bahan tambang

dengan kawasan lindung. Tumpang tindih antara kedua kawasan ini


belum dapat dikatakan sebagai permasalahan bila pemanfaatan lahan
potensi pertambangan tersebut dapat meghindari kawasan yang juga
termasuk kawasan lindung. Walaupun demikian daerah tumpang
tindih antara kedua jenis pemanfaatan lahan ini, potensial
menimbulkan permasalahan, mengingat aspek ekonomis sering
sekali mengalahkan aspek ekologis.

(c)
4.4

Tumpang tindih antara Hutan Tanaman Industri dengan kawasan


lindung.

PROFIL PENGELOLAAN KAWASAN


Kawasan HoB dikelola oleh Departemen Kehutanan, dimana pola
pengelolaannya dibedakan dalam pengelolaan kawasan lindung dan
pengelolaan kawasan budidaya.
4.4.1.

Pengelolaan Kawasan Lindung

59

Kawasan HoB mempunyai beberapa taman nasional yang cukup penting


dalam menjaga ekosistem HoB maupun Pulau Kalimantan secara
keseluruhan. Terdapat 2 (dua) taman nasional penting yaitu Danau
Sentarum dan Betung Kerihun. Fungsi dan strategi pengembangan kedua
taman nasional sesuai dengan RTR Nasional Tahun 2008 tersebut diuraikan
sebagai berikut :
Taman Nasional Danau Sentarum :

Berlokasi di Kabupaten Kapuas Hulu, dengan perkiraan luas area kurang


lebih 147.235, 8 Ha Membangun prasarana dan sarana untuk
mendukung kegiatan ekowisata.

Melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati flora dan fauna


khas danau air tawar sebagai bagian dari ekosistem kawasan Heart of
Borneo, antara lain meliputi tumbuhan khas tembesu/tengkawang,
jelutung, ramin, meranti, keruing, dan kayu ulin serta fauna ikan
endemik air tawar Kalimantan seperti ikan arwana dan arwana merah
Menjaga keberadaan ekosistem lahan basah danau, hutan rawa air
tawar dan hutan hujan tropik.

Mempertahankan luasan Taman Nasional Danau Sentarum dengan


mengendalikan kegiatan perambahan lahan untuk ladang dan
permukiman dan melarang kegiatan penebangan liar dan perambahan
lahan.

Taman Nasional Betung Kerihun :

Berlokasi di Kabupaten Kapuas Hulu, dengan estimasi luas 762.781,8


Hektar. Membangun prasarana dan sarana untuk mendukung kegiatan
ekowisata.

Melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati flora dan fauna


khas danau air tawar sebagai bagian dari ekosistem kawasan Heart of
Borneo.

Menjaga keberadaan ekosistem lahan basah danau, hutan rawa air tawar
dan hutan hujan tropik.

Mempertahankan luasan Taman Nasional Betung Kerihun dengan


mengendalikan kegiatan perambahan lahan untuk ladang dan
permukiman dan melarang kegiatan penebangan liar dan perambahan
lahan

Sedangkan di Kalimantan Timur terdapat 1 (satu) taman nasional yang


masuk dalam Kawasan HoB yakni Taman Nasional Kayan Mentarang.
Sebagaimana yang diamanatkan dalam RTR Nasional Tahun 2008,
Taman Nasional Kayan Mentarang mempunyai fungsi sebagai berikut :

Berlokasi di Kabupaten Malinau, dengan estimasi luas 1.312.244,4


Hektar. Membangun prasarana dan sarana untuk mendukung kegiatan
ekowisata.

Melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati flora dan fauna


khas danau air tawar sebagai bagian dari ekosistem kawasan Heart of
Borneo, antara lain meliputi fauna khas banteng, beruang madu,

60

trenggiling, macan dahan, landak, dan rusa sambar. Menjaga keberadaan


ekosistem lahan basah danau, hutan rawa air tawar dan hutan hujan
tropik.

Mempertahankan luasan Taman Nasional Kayan Mentarang dengan


mengendalikan kegiatan perambahan lahan untuk ladang dan
permukiman dan melarang kegiatan penebangan liar dan perambahan
lahan

4.4.2. Pengelolaan Kawasan Budidaya


Kawasan budidaya di HoB di dikelola dengan pola penetapan kawasan
sebagai HPH, HTI, Kuasa Pertambangan, dan lain-lain yang dibagi dalam
kawasan DAS, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel Perusahaan HPH Aktif berdasarkan Lokasi DAS
Nama DAS

Nama perusahaan HPH Aktif

DAS Berau

PT. Aditya Kirana Mandiri (Seb Eks PT. Alas Helau)


PT. Amindo Wana Persada (Seb Eks PT. Alas Helau)
PT. ITCI Kayan Hutani Lestari (PT Ikani)
PT. Karya Lestari (Seb Eks PT. Alas Helau)
PT. Mardika Insan Mulia (Seb Eks PT. Alas Helau)
PT. Narkata rimba
PT. Wana Bhakti Persada Utama (Eks PT. Alas Helau)

DAS Kahayan

PT. Barito Putera


PT. Kahayan Terang Abadi

DAS Kapuas

PT. Kayu Raya Jaya Ara Ltd

DAS Katingan

PT. Barito Putera


PT. Carusindo
PT. Gaung Satya Graha Agrindo
PT. Meranti Mustika
PT. Prabanugraha Technology
PT. Sikatan Wana Raya
PT. Yakin Timber Jaya

DAS Kayan

DAS Kedang Kepala

PT. Civika Wana Lestari


PT. ITCI Kayan Hutani Lestari (PT Ikani)
PT. Meranti Sakti Indonesia II
PT. Rangga Kesuma (Bahau)
PT. Rangga Kesuma (S. Boh)
PT. Sarana Trirasa Bhakti (DH YYSN Dharma Sarana)
PT. Sumalindo Lestari Jaya (Unit II)

Nama DAS

PT. Amprah Mitra Perdana


PT. Barito Putera
PT. Daya Sakti Krida Unggul
PT. Hasnur Jaya Utama
PT. Indexim Utama Corporation
PT. Kahayan Terang Abadi
PT. Kayu Raya Jaya Ara Ltd
PT. Maraga Daya WWI
PT. Ratu Miri
PT. Sindo Lumber
PT. Wana Agung Asa Utama

Sub DAS Belayan

KUD Beringin Mulya (seb eks PT. Bengen Timber)


PT. Belayan River Timber
PT. Hitayaq Alan Medang
PT. Jaya Timber Trading
PT. Limbang Ganeca
PT. Wana Rimba Kencana (PT. Siwani Jaya S)

Sub DAS Kapuas Hulu

PT. Rimba Agung Utama


PT. Sari Bumi Kusuma
PT. Wana Kayu Batu Putih
PT. Wanasokan Hasilindo

Sub DAS Kapuas Tengah


Sub DAS Kedang Pahu
Sub DAS Ketungau

PT. Wanasokan Hasilindo

Sub DAS Mahakam Hulu

PT. Belayan River Timber


PT. Hitayaq Alan Medang
PT. Jaya Timber Trading
PT. Kemakmuran Berkah Timber
PT. Maraga Daya WWI
PT. Rangga Kesuma (S. Boh)
PT. Ratah Timber Company
PT. Rodamas Timber Kalimantan
PT. Sumalindo Lestari Jaya (Unit II)
PT. Sumalindo Lestari Jaya V
PT. Triwira Asta Bharata

SuB DAS Melawi

PT. Sari Bumi Kusuma


PT. Suka Jaya Makmur

PT. Belayan River Timber


PT. Intertropic Aditama (Seb PT. OTP)
PT. Narkata rimba

DAS Sembakung
DAS Seruyan

PT. Pematang Abaditama


PT. Yakin Timber Jaya

DAS Sesayap

PT. ITCI Kayan Hutani Lestari (PT Ikani)


PT. Meranti Sakti Indonesia II
PT. Sarana Trirasa Bhakti (DH YYSN Dharma Sarana)

Nama perusahaan HPH Aktif

Sub DAS Barito Hulu

Sumber : Departemen Kehutanan

61

Tabel Perusahaan HTI berdasarkan Lokasi DAS


Nama DAS

Nama Perusahaan HTI

DAS Berau

PT. TANJUNG REDEP HUTANI

DAS Kahayan

PT. PUSPA WANA CEMERLANG


PT. RIMBA DWI PANTARA

DAS Kapuas

PT. RIMBA DWI PANTARA

DAS Katingan
DAS Kayan

PT. ESTETIKA RIMBA

DAS Kedang Kepala


DAS Sembakung
DAS Seruyan
DAS Sesayap

PT INHUTANI I/PT BHAKTI BARITO

Sub DAS Barito Hulu


Sub DAS Belayan

PT. GENTA WANA SEMESTA

Sub DAS Kapuas Hulu

PT. LAHAN MAHKOTA


PT. LEMBAH JATI MUTIARA

Sub DAS Kapuas Tengah


Sub DAS Kedang Pahu
Sub DAS Ketungau

PT. MAYANG ADIWANA

Sub DAS Mahakam Hulu

PT. ANANGGA PUNDI NUSA I


PT. ANANGGA PUNDI NUSA II

SuB DAS Melawi

PT. LAHAN CAKRAWALA


PT. MERANTI LAKSANA

Sumber : Departemen Kehutanan

62

Tabel Perusahaan Kuasa Pertambangan (KP) berdasarkan Lokasi DAS


Nama DAS

Nama Perusahaan

DAS Berau

SWARNA BHUMI HAPSARI INDAH, PT

DAS Kahayan

GUNGUNG TIMANG ABADI,PT


PENUGASAN SDM DH BARRICK GOLD, CAN - ANEKA TAMBANG
PT GUNUNG MAS MEKAR P.
PT. DAYAK MEMBANGUN PRATAM

DAS Kapuas

GUNGUNG TIMANG ABADI,PT


PENUGASAN SDM DH BARRICK GOLD, CAN - ANEKA TAMBANG
PINANG BARA ADI PRATAMA,PT
PT GUNUNG MAS MEKAR P.
PUNAKAWAN SUMATERA INTERNATIONAL, PT

DAS Katingan
DAS Kayan
DAS Kedang Kepala
DAS Sembakung

PT. PRIMA BARA NUSANTARA

DAS Seruyan
DAS Sesayap
Sub DAS Barito Hulu

BORNEO BARA PRIMA,PT


CIPTA JAYA PRIMA,PT
DAYA BUMINDO KARUNIA,PT
INTAN BORNEO INTERNATIONAL, PT
LAUNG TUHUP COAL,PT
MURUNG RAYA COAL,PT
PENUGASAN SDM DH BARRICK GOLD, CAN - ANEKA TAMBANG
PRIMA ANDALAN MANDIRI,PT
PT BARA INTERNATIONAL
PT BUMI BARITO MINERAL
PT. BORNEO PRIMA
PT. JONAVIN BARITO ABADI
PT. KUDA PERDANA PERTIWI
PT. PACIFIC SAMUDRA PERKAS
PT. PACIFIC SAMUDRA PERKASA
PT. POLYGON INTI UTAMA
PT. Q-TUJUH BELAS
Q-TUJUH BELAS,PT

Sub DAS Belayan

PERTIWI KENCANA ABADI, PT

Sub DAS Kapuas Hulu

ANUGERAH ALAM JAYA SAKTI, PT

Sub DAS Kapuas Tengah


Sub DAS Kedang Pahu

PT. POLYGON INTI UTAMA


PT. Q-TUJUH BELAS

Sub DAS Ketungau

PT. BUMI KALIMANTAN


PT. K SAMAN
PT. KAPUAS PRATAMA MANDIRI

Sub DAS Mahakam Hulu

BORNEO BARA PRIMA,PT


PERTIWI KENCANA ABADI, PT
PT PROTECH SAMANTA BORNEO
PT PROTECH SAMANTAKA DAMAI
PT PROTECH SAMANTAKA MININ
PT SINAR SURYA DAMAI MANDI
PT SINAR SURYA MINING MANDIRI
PT. Q-TUJUH BELAS

SuB DAS Melawi

BATAN
PT CHARISMA METCO
PT. MELAWI RIMBA MINERAL

Sumber : Departemen Kehutanan

63

Tabel Perusahaan PKP2B berdasarkan Lokasi DAS


Nama DAS

Nama Perusahaan

DAS Berau
DAS Kahayan
DAS Kapuas
DAS Katingan
DAS Kayan
DAS Kedang Kepala
DAS Sembakung
DAS Seruyan
DAS Sesayap
Sub DAS Barito Hulu

ASMIN KOALINDO TUHUP,PT


JULOI COAL,PT
KALTENG COAL,PT
LAHAI COAL , PT
MARUNDA GRAHA MINERAL,PT
MARUWAI COAL, PT
PARI COAL, PT
RATAH COAL ,PT
SUMBER BARITO COAL,PT

Sub DAS Belayan


Sub DAS Kapuas Hulu
Sub DAS Kapuas Tengah
Sub DAS Kedang Pahu

LAHAI COAL , PT

Sub DAS Ketungau


Sub DAS Mahakam Hulu

ASMIN KOALINDO TUHUP,PT


LAHAI COAL , PT
MARUWAI COAL, PT
PARI COAL, PT
RATAH COAL ,PT
SUMBER BARITO COAL,PT

SuB DAS Melawi

Sumber : Departemen Kehutanan

64

Tabel Perusahaan Perkebunan berdasarkan Lokasi DAS


Nama DAS
DAS Berau

Nama Perusahaan

Nama DAS

Kud. Mitra Kenepai Kurnia


PT. Anugrah Makmur Sejati
PT. Borneo Estate Sejahtera
PT. Borneo International Anugr
PT. BSA
PT. Bukit Prima Platindo
PT. Bumi Tani Jaya
PT. Duta Nusa Lestari
PT. Grand Mandiri Utama
PT. Grand Mitra Borneo
PT. HPHM
PT. Kapuasindo Flam
PT. Kirana Kapuas
PT. Ladias Enko
PT. Mega Sawindo Perkasa
PT. Pembangunan Sintang Jaya
PT. Persada Graha Mandiri
PT. Primanusa Mitraserasi
PT. Puri Kencana Permai
PT. RAP
PT. Rimba Utama
PT. Wahana Hamparan Hijau

Sub DAS Kapuas Tengah

PT.
PT.
PT.
PT.
PT.

PT. Agrotimur Karyagraha


PT. Berau Bukit Gemilang
PT. Repenas Andalan Kaltim
PT. Teras Cakra Perdana

DAS Kahayan
DAS Kapuas

PT. Agro Pratama Subur Lestari


PT. Batang Sanggalang

DAS Katingan

PT.

DAS Kayan

PT. Agrotimur Karyagraha


PT. Repenas Andalan Kaltim
Sub DAS Kedang Pahu
Sub DAS Ketungau

DAS Kedang Kepala


DAS Sembakung

PT. Karangjoang Hijau Lestari


PT. Marsam Citra Adiperkasa
PT. Nadia Humaira
PT. Nazla Amanda
PT. Nunukan Jaya Lestari
PT. Tirta Madu Sawit Jaya

DAS Seruyan
DAS Sesayap

Sub DAS Barito Hulu

Sub DAS Belayan

Bonti Permai Jayaraya


Bukit Prima Platindo
Grand Mandiri Utama
Grand Mitra Borneo
Kirana Kapuas

Kud. Mitra Kenepai Kurnia


PT. Buana Tunas Sejahtera
PT. Bukit Prima Platindo
PT. Bumi Tani Jaya
PT. HPHM
PT. Kapuas Bio Agro
PT. Kapuasindo Flam
PT. Khatulistiwa Agro Abadi
PT. Ladias Enko
PT. Pembangunan Sintang Jaya
PT. Persada Graha Mandiri
PT. Rimba Utama
PT. Sawit Kapuas Kencana
PT. Sentra Karya Mandiri
PT. Sintang Sawit Lestari

Sub DAS Mahakam Hulu

PT.
PT.
PT.
PT.
PT.

SuB DAS Melawi

PT. Bintara Tani Nusantara


PT. Bumi Kita Utama
PT. Grand Mandiri Utama
PT. Grand Mitra Borneo
PT. Inhutani III
PT. Kelini Raya Utama
PT. Mega Sawindo Perkasa
PT. Primanusa Mitraserasi
PT. Sumatra Makmur Lestari
PT. Tanjung Berkah Mulia
PTP. XIII

PT. Indona Sawit Permai


PT. Witkaltimdo Prima
PT. Agro Pratama Subur Lestari
PT. Madana Sawit
PT. Sawit Mas Kutai Perdana

Nama Perusahaan

Sub DAS Kapuas Hulu

KSU Daya Kaltim Abadi


Mandu Palma Lestari
Pratama Selaras Perkasa
Sawit Mas Kutai Perdana
Teras Nusantara

Sumber : Departemen Kehutanan

65

Pengembangan kawasan HoB ditetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan,


baik pertimbangan yang dipengaruhi oleh faktor fisik dan lingkungan, maupun
faktor non fisik kawasan. Berbagai kondisi yang ada di kawasan ini perlu
dianalisis untuk mendapatkan kemungkinan-kemungkinan terbaik dan tepat bagi
upaya pencapaian tujuan ditetapkannya kawasan HoB. Analisis tersebut antara
lain :
5.1.

ANALISIS KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI (KBKT/HCV)


Penetapan fungsi lahan pada kawasan konservasi diawali dengan
ditetapkan berdasarkan analisis perangkat penilaian dan pengelolaan
hutan bernilai konservasi tinggi atau high conservation value forest
(HCVF). Dilandasi dengan sangat pentingnya peran kawasan HoB
karena nilai lingkungan, sosial ekonomi, dan keanekaragaman
hayatinya.
HCVF dikelompokkan dalam enam komponen yaitu :
1. HCV 1 (keanekaragaman hayati) meliputi : HCV1.1. kawasan
lindung; HCV1.2. spesies genting dan terancam, HCV1.3.
konsentrasi spesies terancam dan endemik, HCV1.4. konsentrasi
spesies sesaat sehubungan dengan siklus hidupnya.
2. HCV 2 (Lanskap hutan luas) meliputi : HCV 2.1. unit yang dikelola
(UD) berupa hamparan hutan luas (landscape forest), HCV 2.2. unit
yang dikelola (UD) bagian tidak terpisahkan dari hamparan hutan
luas (lansdcape forest), HCV 2.3. unit yang dikelola (UD)
mempertahankan populasi variabel dari sebagian besar spesies
yang ada.
3. HCV 3 (ekosistem terancam, langka) terdiri dari, hutan berkabut,
hutan di bagian atas gunung, hutan dibagian bawah gunung, hutan
dataran rendah, hutan rawa gambut , hutan rawa air tawar, hutan
belukar, padang rumput, hutan bukit kapur, bakau.
4. HCV 4 (jasa lingkungan) meliputi : HCV 4.1. sumber air untuk
kebutuhan sehari-hari; HCV 4.2. hutan yang diperlukan untuk
penyerapan air atau untuk mencegah erosi; HCV 4.3. hutan
berfungsi sebagai penghambat meluasnya kebakaran; HCV 4.4.
hutan mempunyai pengaruh kritis terhadap pertanian atau
akuakultur.
5. HCV 5 (sosio-ekonomi) yaitu, kawasan hutan yang merupakan
sumber penghidupan atau pendapatan yang sangat penting dan
tidak tergantikan oleh penduduk setempat.
6. HCV 6 (budaya) antara lain, kawasan yang mengandung atau
memberikan nilai atau benda tertentu (penduduk setempat akan
mengalami perubahan kultur yang drastis jika nilai dan benda
tersebut tidak ada).

66

Unit analisis yang dipakai dalam penilaian HCVF ini adalah catcment area
(daerah tangkapan air), dimana terdapat 17 DAS dan Sub-DAS pada
kawasan HoB ini. Penetapan unit analisis tersebut didasarkan pada
pertimbangan pentingnya fungsi DAS bagi lingkungan. Daerah Aliran
Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan/kawasan
yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima,
mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta mengalirkannya
melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Fungsi
penting DAS juga tertuang dalam UU no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
yang menetapkan penyelenggaraan kehutanan yang bertujuan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat adalah dengan meningkatkan daya
dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dan mempertahankan kecukupan
hutan minimal 30 % dari luas DAS dengan sebaran proporsional.
Berlandaskan hal tersebut maka sangat relevan penetapan DAS sebagai
unit analisis pada kajian ruang KSN Hob ini. Hal ini juga sejalan dengan
arah kerangka kerja nasional pengelolaan DAS dimana prinsip pengelolaan
DAS yang mengacu pada kaidah satu DAS, satu rencana, & satu sistem
pengelolaan terpadu. 17 DAS dan Sub-DAS tersebut adalah :
Tabel 5.1. Nama DAS dan Luasan dalam Kawasan HoB.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Nama DAS
Sub DAS Mahakam Hulu
Sub DAS Kedang Pahu
DAS Sesayap bagian hulu
DAS Berau
Sub DAS Belayan
DAS Kedang Kepala
Sub DAS Ketungau
DAS Seruyan
Sub DAS Kapuas Hulu
Sub DAS Kapuas Tengah
DAS Sembakung
SuB DAS Melawi
DAS Katingan
Sub DAS Barito Hulu
DAS Kahayan
DAS Kapuas
DAS Kayan
Total Area

Luas (Ha)
2,472,065.71
20,663.02
1,243,331.26
682,727.39
599,066.93
543,190.67
415,998.36
78,817.87
2,789,407.60
29,832.30
515,345.99
1,649,780.96
482,500.07
2,060,916.34
227,360.47
151,339.74
2,832,755.71
16,795,100.40

%
14.72
0.12
7.40
4.07
3.57
3.23
2.48
0.47
16.61
0.18
3.07
9.82
2.87
12.27
1.35
0.90
16.87
100.00

DAS adalah perairan sungai dari hulu sampai hilir


Sub DAS adalah bagian dari DAS.
Penerapan analisis ini memberikan hasil yang dapat digambarkan, dalam
peta berikut :

67

Gambar 5.1. Peta DAS dan HCVF Kawasan HoB

68

Tabel 5.2. Prosentase HCVF dan Non HCVF pada Kawasan HoB
VISI KAWASAN
Kawasan Lindung
Hutan Produksi Terbatas
Koridor Dataran Tinggi dan
Kawasan Konservasi
Kawasan Peruntukan Lain
Kawasan Konservasi
Total Area

HCVF

NON HCV

TOTAL

6,974,191.69
3,474,527.52

41.15
20.50

840,370.02
306,597.57

4.96
1.81

7,814,561.71
3,781,125.09

46.11
22.31

1,812,211.99

10.69

56,767.03

0.33

1,868,979.02

11.03

91,935.62
2,634,537.54
14,987,404.36

0.54
15.55
88.43

667,148.18
89,184.79
1,960,067.59

3.94
759,083.79
0.53 2,723,722.34
11.57 16,947,471.94

4.48
16.07
100.00

Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa pada kawasan HoB


terdapat area HCV dan non HCV yang meliputi ke lima visi dengan
prosentase terbesar pada kawasan lindung (mencakup 46,11% dari luasan
HoB dimana area HCV 41,15% dan Non HCV 4,96%), kemudian kawasan
produksi terbatas dengan 22,31%, kawasan konservasi dengan 16,07%,
koridor 11,03% dan kawasan peruntukan lain 4,48 %. Untuk lebih detainya
dapat dilihat pada tabel 5.2.
Dari pantauan lapangan pemanfaatan lahan pada masing-masing DAS
dapat dirinci sebagai berikut :

69

Tabel 5.3. Pemanfaatan Lahan Berdasarkan DAS pada Wilayah Kalimantan


Barat
NAMA_DAS
Sub DAS Ketungau

Sub DAS Ketungau Total


Sub DAS Kapuas Hulu

Sub DAS Kapuas Hulu Total


Sub DAS Kapuas Tengah

KETERANGAN
Awan
Belukar Rawa
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Hutan Rawa Sekunder
Permukiman
Pertanian Lahan Kering
Pertanian Lahan Kering + Semak
Rawa
Semak Belukar
Tanah Terbuka
(blank)
Awan
Belukar Rawa
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Hutan Rawa Primer
Hutan Rawa Sekunder
Perkebunan
Permukiman
Pertambangan
Pertanian Lahan Kering
Pertanian Lahan Kering + Semak
Rawa
Semak Belukar
Tanah Terbuka
(blank)
Belukar Rawa
Hutan Rawa Sekunder
Perkebunan
Permukiman
Pertambangan
Pertanian Lahan Kering + Semak
Semak Belukar
Tanah Terbuka
(blank)

Sub DAS Kapuas Tengah Total


SuB DAS Melawi
Awan
Belukar Rawa
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Hutan Rawa Sekunder
Perkebunan
Permukiman
Pertambangan
Pertanian Lahan Kering + Semak
Semak Belukar
Tanah Terbuka
(blank)
SuB DAS Melawi Total

Total

% Per
DAS

3,304.61
17,941.78
11,250.85
65,208.10
110,374.92
309.67
12.89
128,067.21
64,135.38
2,361.89
11,115.07
1,916.10
415,998.47
4,842.48
112,125.80
1,313,257.13
542,074.77
471.57
278,312.91
10,287.08
3,801.56
2,234.15
7,190.36
422,456.21
20,395.50
29,187.71
23,787.66
18,982.72
2,789,407.62
1,451.08
107.49
6,019.94
239.56
797.05
17,548.70
2,543.90
127.21
997.40
29,832.30
4,660.27
359.22
422,626.27
489,129.74
55.50
1,818.74
635.14
1,367.55
624,014.41
34,837.28
63,079.77
7,197.12
1,649,781.01

0.79
4.31
2.70
15.68
26.53
0.07
0.00
30.79
15.42
0.57
2.67
0.46
100.00
0.17
4.02
47.08
19.43
0.02
9.98
0.37
0.14
0.08
0.26
15.15
0.73
1.05
0.85
0.68
100.00
4.86
0.36
20.18
0.80
2.67
58.82
8.53
0.43
3.34
100.00
0.28
0.02
25.62
29.65
0.00
0.11
0.04
0.08
37.82
2.11
3.82
0.44
100.00

% Total
0.02
0.11
0.07
0.38
0.65
0.00
0.00
0.76
0.38
0.01
0.07
0.01
2.45
0.03
0.66
7.74
3.20
0.00
1.64
0.06
0.02
0.01
0.04
2.49
0.12
0.17
0.14
0.11
16.45
0.01
0.00
0.04
0.00
0.00
0.10
0.02
0.00
0.01
0.18
0.03
0.00
2.49
2.88
0.00
0.01
0.00
0.01
3.68
0.21
0.37
0.04
9.73

70

Tabel 5.4. Pemanfaatan Lahan Berdasarkan DAS pada Wilayah Kalimantan


Tengah
NAMA_DAS
DAS Seruyan

DAS Seruyan Total


DAS Katingan

DAS Katingan Total


Sub DAS Barito Hulu

Sub DAS Barito Hulu Total


DAS Kapuas

DAS Kapuas Total


DAS Kahayan

DAS Kahayan Total

KETERANGAN
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Pertanian Lahan Kering + Semak
Semak Belukar
Tanah Terbuka
Awan
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Permukiman
Pertanian Lahan Kering + Semak
Savana
Semak Belukar
(blank)
Awan
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Permukiman
Pertambangan
Pertanian Lahan Kering + Semak
Savana
Semak Belukar
Tanah Terbuka
(blank)
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Hutan Tanaman
Permukiman
Pertambangan
Pertanian Lahan Kering + Semak
Semak Belukar
Tanah Terbuka
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Hutan Tanaman
Pertambangan
Pertanian Lahan Kering + Semak
Semak Belukar
Tanah Terbuka
(blank)

Total

% Per
DAS

20,610.19
52,734.92
2,172.90
3,006.64
293.24
78,817.89
239.14
244,739.53
194,942.85
27.60
730.01
47.10
41,374.46
399.09
482,499.77
3,866.02
866,051.81
1,103,115.83
643.74
208.13
55,662.09
18.35
24,153.20
2,131.21
5,065.51
2,060,915.89
10,655.21
118,496.47
1,589.69
2.19
35.76
10,143.83
10,215.61
200.87
151,339.61
59,720.97
141,194.58
2,329.29
11.29
230.94
23,443.61
363.17
66.62
227,360.46

26.15
66.91
2.76
3.81
0.37
100.00
0.05
50.72
40.40
0.01
0.15
0.01
8.58
0.08
100.00
0.19
42.02
53.53
0.03
0.01
2.70
0.00
1.17
0.10
0.25
100.00
7.04
78.30
1.05
0.00
0.02
6.70
6.75
0.13
100.00
26.27
62.10
1.02
0.00
0.10
10.31
0.16
0.03
100.00

% Total
0.12
0.31
0.01
0.02
0.00
0.46
0.00
1.44
1.15
0.00
0.00
0.00
0.24
0.00
2.85
0.02
5.11
6.51
0.00
0.00
0.33
0.00
0.14
0.01
0.03
12.15
0.06
0.70
0.01
0.00
0.00
0.06
0.06
0.00
0.89
0.35
0.83
0.01
0.00
0.00
0.14
0.00
0.00
1.34

71

Tabel 5.5. Pemanfaatan Lahan Berdasarkan DAS pada Wilayah Kalimantan


Timur.
NAMA_DAS
DAS Sembakung

DAS Sembakung Total


DAS Sesayap

DAS Sesayap Total


DAS Kayan

DAS Kayan Total


DAS Berau

DAS Berau Total


DAS Kedang Kepala

DAS Kedang Kepala Total


Sub DAS Belayan

Sub DAS Belayan Total


Sub DAS Mahakam Hulu

KETERANGAN
Awan
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Hutan Mangrove Sekunder
Perkebunan
Pertanian Lahan Kering + Semak
Semak Belukar
(blank)
Awan
Belukar Rawa
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Permukiman
Pertanian Lahan Kering + Semak
Rawa
Sawah
Semak Belukar
Tanah Terbuka
(blank)
Awan
Belukar Rawa
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Perkebunan
Permukiman
Pertanian Lahan Kering
Pertanian Lahan Kering + Semak
Rawa
Semak Belukar
Tanah Terbuka
(blank)
Awan
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Pertanian Lahan Kering + Semak
Semak Belukar
Tanah Terbuka
(blank)
Awan
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Pertanian Lahan Kering + Semak
Semak Belukar
(blank)
Awan
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Hutan Rawa Primer
Hutan Rawa Sekunder
Hutan Tanaman
Semak Belukar
Tanah Terbuka
(blank)
Awan
Belukar Rawa
Hutan Lahan Kering Primer
Hutan Lahan Kering Sekunder
Hutan Rawa Primer
Hutan Rawa Sekunder
Perkebunan
Permukiman
Pertambangan
Pertanian Lahan Kering
Pertanian Lahan Kering + Semak
Savana

Total

% Per
DAS

88,487.39
251,097.78
164,055.15
70.70
2,250.61
6,916.94
1,479.62
987.87
515,346.04
235,180.44
1,772.49
822,597.35
308,998.89
246.13
18,075.36
1,021.30
13.76
14,742.46
16.97
3,414.96
1,406,080.12
149,542.64
130.19
2,209,354.08
408,427.40
2,713.03
140.55
90.14
9,787.35
45.37
37,419.91
1,439.94
13,665.12
2,832,755.72
1,530.23
426,282.79
241,602.04
1,282.67
7,015.97
4,157.42
856.34
682,727.46
126,177.68
223,605.79
148,094.53
30.30
43,991.73
1,290.76
543,190.80
113,099.95
179,348.33
266,397.85
8,561.90
312.01
939.64
29,132.08
1,071.71
203.42
599,066.87
489,238.94
610.76
1,252,629.62
582,860.85
2,449.57
1,145.83
132.60
429.52
543.94
29.43
1,179.48
23.30

17.17
48.72
31.83
0.01
0.44
1.34
0.29
0.19
100.00
16.73
0.13
58.50
21.98
0.02
1.29
0.07
0.00
1.05
0.00
0.24
100.00
5.28
0.00
77.99
14.42
0.10
0.00
0.00
0.35
0.00
1.32
0.05
0.48
100.00
0.22
62.44
35.39
0.19
1.03
0.61
0.13
100.00
23.23
41.17
27.26
0.01
8.10
0.24
100.00
18.88
29.94
44.47
1.43
0.05
0.16
4.86
0.18
0.03
100.00
19.79
0.02
50.67
23.58
0.10
0.05
0.01
0.02
0.02
0.00
0.05
0.00

% Total
0.52
1.48
0.97
0.00
0.01
0.04
0.01
0.01
3.04
1.39
0.01
4.85
1.82
0.00
0.11
0.01
0.00
0.09
0.00
0.02
8.29
0.88
0.00
13.03
2.41
0.02
0.00
0.00
0.06
0.00
0.22
0.01
0.08
16.70
0.01
2.51
1.42
0.01
0.04
0.02
0.01
4.03
0.74
1.32
0.87
0.00
0.26
0.01
3.20
0.67
1.06
1.57
0.05
0.00
0.01
0.17
0.01
0.00
3.53
2.89
0.00
7.39
3.44
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.01
0.00

72

Gambar 5.2. Peta DAS Pada Kawasan HoB

73

5.2.

ANALISIS JARINGAN EKOSISTEM & KORIDOR


Analisis jaringan ekosistem dan koridor dimaksudkan untuk melihat
potensi konektivitas atau hubungan antara satu kawasan konservasi
dengan kawasan lainnya yang telah ditetapkan. Pendekatan yang
dipergunakan dalam analisis ini adalah penilaian secara ekoregional.
Ekoregion didefinisikan sebagai unit air dan tanah yang menyimpan
sejumlah species, komunitas alam, dan kondisi lingkungan yang signifikan
secara geografis. (WWF 2006). Sehingga penilaian ekoregional adalah
penilaian terhadap ekosistem perairan dan daratan yang merupakan
habitat bagi sejumlah spesies, komunitas alam dan kondisi lingkungan
yang signifikan secara geografis bagi upaya-upaya koservasi.
Pelaksanaan penilaian diawali dengan pengumpulan data terkait unit air
dan kondisi tanah pada kawasan HoB. Data tersebut meliputi :

Landcover kawasan.

Sejarah dan existing tutupan vegetasi berdasarkan topografi.

Unit tata air.

Daerah konservasi yang ditetapkan.

Daerah-daerah ekosistem habitat satwa tertentu.

Wilayah pertumbuhan permukiman.

Ancaman yang timbul yang dapat mempengaruhi ekosistem seperti


pembalakan, alih fungsi lahan, pembukaan lahan dan berbagai
pembangunan.
Data tersebut dianalisis dengan menggunakan Analisis Marxan, yang
mengoverlay berbagai data hingga menghasilkan suatu kawasan
konservasi utama.

Gambar 5.3. Peta Hasil Penilaian Secara Ekoregional

74

Hasil tersebut memberikan gambaran area-area yang harus dikonservasi di


wilayah pulau Kalimantan. Tergambar bahwa kawasan HoB merupakan
kawasan hutan yang utuh dan mengkoneksikan kawasan-kawasan lindung
yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai taman nasional, cagar alam,
taman wisata alam dan suaka margasatwa. Hal tersebut memperkuat
konsep network and connectivity yang harus diterapkan dalam
mengembangkan kawasan konservasi seperti kawasan HoB.

Gambar 5.4.
PETA ARAHAN PENETAPAN
KAWASAN KONSERVASI

Kawasan Konservasi yang telah ditetapkan Pemerintah


Penghubung
Kawasan Konservasi
Pemerintah Republik Indonesia dalam rencana tata ruang telah
menetapkan kawasan-kawasan yang
harus
dikonservasi. Untuk
mewujudkan keberlanjutan kawasan konservasi tersebut diperlukan
pengaturan kawasan disekitarnya. Diantaranya harus adanya faktor
konektivitas antar kawasan konservasi tersebut, untuk itu perlu ditetapkan
penghubung kawasan konservasi yang disebut koridor.

75

Penghubung kawasan konservasi merupakan kawasan yang mendukung


fungsi lindung bagi kawasan konservasi.

Gambar 5.5.
PETA ARAHAN PENETAPAN
KORIDOR KAWASAN
KONSERVASI

Kawasan Konservasi
Kawasan Penghubung (Koridor Konservasi)
Masih terdapat Kawasan Konservasi yang belum terkoneksi melalui
koridor, maka akan dipertimbangkan penghubungnya berupa
kawasan produksi terbatas dengan persyaratan khusus.
Pemahaman bahwa keterkaitan antar kawasan konservasi melalui
pembentukan keterhubungan sangatlah penting bagi kelangsungan fungsi
konservasi kawasan HoB. Untuk itu kebijakan dan strategi yang disusun
haruslah mendukung arah tersebut.
Berdasarkan pemahaman tersebut analisis terhadap pemanfaatan lahan
kedepan dengan berbagai pertimbangan menghasilkan peta sebagai
berikut :

76

Gambar 5.6. Peta Visi Status Kawasan HoB

77

5.3.

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN


Analisis kesesuaian lahan merupakan analisis bagi penetapan
pemanfaatan lahan yang mempertimbangkan aspek fisik di kawasan HoB,
dengan kriteria kesesuaian untuk tiap fungsi yang kemudian digunakan
sebagai dasar dalam menetapkan fungsi kawasan serta pertimbangan
tingkat penilaian dan pengelolaan hutan bernilai konservasi tinggi
atau high conservation value forest (HCVF) dan jaringan ekosistem &
koridor. Analisis kesesuaian lahan bagi kawasan HoB dilakukan dalam unit
analisis DAS.
Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi yang sangat
sesuai untuk tipe penggunaan lahan tertentu pada suatu area. Analisis ini
meliputi overlaying map (tumpang susun) dari berbagai kondisi lahan.
Kawasan HoB didalam RTRW ditetapkan memiliki fungsi lindung dengan
berbagai jenis diantaranya : hutan lindung, taman nasional, taman wisata
alam, cagar alam dll.
Proses pengolahan peta dalam analisis kesesuaian lahan ini adalah dengan
menumpang susunkan peta HCVF dengan jaringan ekosistem dan koridor,
yang kemudian hasilnya ditumpang susunkan dengan peta existing
konsesi dalam unit analisis setiap DAS. Melalui proses ini diharapkan akan
diperoleh status kawasan yang sesuai dengan arahan fungsi konserfasi
dan diperoleh gambaran nyata bagi pengambilan langkah-langkah
kebijakan dan strategi yang mendukung konservasi kawasan HoB.
Penetapan unit analisis berdasarkan unit DAS diharapkan akan
mempertegas dan memperjelas penetapan konsep pengelolaan yang
mungkin diterapkan dalam masing-masing unit DAS tersebut. Penguatan
konsep one river one management
diharapkan dapat mempercepat
terwujudnya kawasan konservasi yang lestari.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka diperoleh status
kawasan untuk kawasan HoB :
Tabel 5.6. Luasan Visi Status Kawasan HoB.
NO
1
2
3
4
5

KAWASAN
Kawasan Lindung
Hutan Produksi Terbatas
Koridor Dataran Tinggi dan
Kawasan Konservasi
Kawasan Peruntukan Lain
Kawasan Konservasi
Total Area

LUAS (HA)

7,814,561.71
3,781,125.09

46.11
22.31

1,868,979.02

11.03

759,083.79
2,723,722.34
16,947,471.94

4.48
16.07
100.00

Hasil
pengklasifikasian
yang
tertuang
dalam
tabel
tersebut
menggambarkan bahwa penetapan visi pemanfaatan lahan di kawasan
HoB prosentase tertinggi ditetapkan sebagai Kawasan Lindung yang
mencapai 46,11%, kemudian fungsi Hutan Produksi Terbatas sebesar
22,31%, Kawasan Konservasi seluas 16.07%, Koridor Dataran Tinggi dan
Kawasan Konservasi seluas 11,06%, serta fungsi Kawasan Peruntukan Lain
seluas 4.48%. Dari hasil yang lebih rinci kawasan HoB juga termanfaatkan
dalam berbagai konsesi, yang secara detail dapat dilihat pada tabel.

78

Tabel 5.7. Luasan Pemanfaatan Lahan berdasarkan status kawasan dan


dalam unit DAS.
LUASAN STATUS KAWASAN
NO

NAMA DAS

FUNGSI EXISTING

HUTAN
LINDUNG

HUTAN
PRODUKSI
TERBATAS

KORIDOR
DATARAN
TINGGI &
KAWASAN

KAWASAN
KONSERVASI

DAS Berau

Fungsi Sesuai (Blank)


HCV
HPH HCV
HPH KP HCV
HPH HTI HCV
HPH Sawit HCV
KP HCV
KP HTI HCV
KP Sawit HCV
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit HCV
DAS Kahayan Fungsi Sesuai (Blank)
HCV
Bagian Hulu
HPH HCV
HPH KP HCV
HPH HTI HCV
HPH Sawit HCV
KP HCV
KP HTI HCV
KP Sawit HCV
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit HCV
DAS Kapuas
Fungsi Sesuai (Blank)
HCV
Bagian Hulu
HPH HCV
HPH KP HCV
HPH HTI HCV
HPH Sawit HCV
KP HCV
KP HTI HCV
KP Sawit HCV
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit HCV

69.55
436,342.36
156,461.29
610.11
0.00
0.00
3,385.61
0.00
0.00
3,242.08
0.00
13,069.49
172.12
10,150.38
12,605.66
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
3,040.91
31.83
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

1,573.58
49,192.44
17,622.59
0.00
0.00
21.94
0.00
0.00
0.00
163.47
0.00
616.53
3,468.95
40,004.62
55,631.16
0.00
1,268.42
0.00
29,423.93
0.00
0.00
2.50
0.00
0.00
8,782.50
59,826.44
21,264.76
8,418.47
0.00
0.00
37,715.04
5,755.79
0.00
2,914.42
0.00
1,755.44

0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
77.82
5,762.81
58,405.94
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

DAS Katingan Fungsi Sesuai (Blank)


HCV
Bagian Hulu
HPH HCV
HPH KP HCV
HPH HTI HCV
HPH Sawit HCV
KP HCV
KP HTI HCV
KP Sawit HCV
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit HCV
DAS Kayan
Fungsi Sesuai (Blank)
HCV
HPH HCV
HPH KP HCV
HPH HTI HCV
HPH Sawit HCV
KP HCV
KP HTI HCV
KP Sawit HCV
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit HCV
DAS Kedang Fungsi Sesuai (Blank)
HCV
Kepala
HPH HCV
HPH KP HCV
HPH HTI HCV
HPH Sawit HCV
KP HCV
KP HTI HCV
KP Sawit HCV
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit HCV
DAS
Fungsi Sesuai (Blank)
HCV
Sembakung
HPH HCV
Bagian
HPH KP HCV
Tengah
HPH HTI HCV
HPH Sawit HCV
KP HCV
KP HTI HCV
KP Sawit HCV
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit HCV
DAS Seruyan Fungsi Sesuai (Blank)
HCV
Bagian Hulu
HPH HCV
HPH KP HCV
HPH HTI HCV
HPH Sawit HCV
KP HCV
KP HTI HCV
KP Sawit HCV
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit HCV

18,885.14
125,937.22
131,529.63
0.00
0.00
86.32
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
5,437.26
12,730.17
721,484.74
195,962.04
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
4,648.33
370.83
297,026.39
48,067.30
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
6,846.59
302,054.53
0.00
0.00
0.00
0.00
443.57
0.00
0.00
0.00
0.00
116,994.95
874.66
3,357.99
183.54
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

8,010.00
5,256.61
22,106.09
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
20,968.31
663,641.93
106,823.78
0.00
0.00
8,469.72
0.00
0.00
0.00
7.69
2.90
13,895.96
4,547.73
105,349.87
31,877.95
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
5.25
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
7,766.62
47,682.12
21,088.47
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

0.59
180.91
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
138.70
167,273.28
2,307.96
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

12,840.04
18,253.75
917,446.77
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
9,785.28
884,165.43
8,135.64
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
220.53
72,735.68
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
2,250.33
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

KAWASAN PERUNTUKAN LAIN


FUNGSI
EXISTING
Fungsi Sesuai
HCV
HPH
HPH HTI
HPH KP
HPH Sawit
KP
KP HTI
KP Sawit
HTI
HPH HCV
KP HCV
Fungsi Sesuai
HCV
HPH
HPH HTI
HPH KP
HPH Sawit
KP
KP HTI
KP Sawit
HTI
HPH HCV
KP HCV
Fungsi Sesuai
HCV
HPH
HPH HTI
HPH KP
HPH Sawit
KP
KP HTI
KP HTI HCV
HTI Sawit
HPH HCV
KP HCV

0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
3,537.59
142.28
907.10
21.05
0.00
0.00
10,616.94
2,073.09
0.00
0.92
34.02
1,017.36
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
11,634.02
135.69
0.00
0.00
164.78
1,355.84

Fungsi Sesuai
HCV
HPH
HTI
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit
Sawit HCV
KP Sawit
HTI Sawit
HPH HCV
KP HCV
Fungsi Sesuai
HCV
HPH
HPH HTI
HPH KP
HPH Sawit
KP
KP HTI
KP Sawit
HTI Sawit
HPH HCV
KP HCV
Fungsi Sesuai
HCV
HPH
HPH HTI
HPH KP
Sawit
KP
KP HTI
KP Sawit
HTI Sawit
Sawit HCV
KP HCV
-

0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
2,063.54
173.05
51.99
0.05
0.54
0.62
3,668.66
1,117.87
0.00
2.88
9.73
0.00
49,268.72
5,556.12
915.95
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
209.90
0.00
8,080.76
416.57
0.00
0.00
0.00
2,677.43
0.00
0.00
0.00
0.00
318.26
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

LUAS

79

LUASAN STATUS KAWASAN


NO

NAMA DAS

FUNGSI EXISTING

DAS Sesayap
Bagian Hulu

Fungsi Sesuai (Blank)


HCV
HPH HCV
HPH KP HCV
HPH HTI HCV
HPH Sawit HCV
KP HCV
KP HTI HCV
KP Sawit HCV
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit HCV
Fungsi Sesuai (Blank)
HCV
HPH HCV
HPH KP HCV
HPH HTI HCV
HPH Sawit HCV
KP HCV
KP HTI HCV
KP Sawit HCV
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit HCV
Fungsi Sesuai (Blank)
HCV
HPH HCV
HPH KP HCV
HPH HTI HCV
HPH Sawit HCV
KP HCV
KP HTI HCV
KP Sawit HCV
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit HCV
Fungsi Sesuai (Blank)
HCV
HPH HCV
HPH KP HCV
HPH HTI HCV
HPH Sawit HCV
KP HCV
KP HTI HCV
KP Sawit HCV
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit HCV
Fungsi Sesuai (Blank)
HCV
HPH HCV
HPH KP HCV
HPH HTI HCV
HPH Sawit HCV
KP HCV
KP HTI HCV
KP Sawit HCV
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit HCV
Fungsi Sesuai (Blank)
HCV
HPH HCV
HPH KP HCV
HPH HTI HCV
HPH Sawit HCV
KP HCV
KP HTI HCV
KP Sawit HCV
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit HCV
Fungsi Sesuai (Blank)
HCV
HPH HCV
HPH KP HCV
HPH HTI HCV
HPH Sawit HCV
KP HCV
KP HTI HCV
KP Sawit HCV
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit HCV
Fungsi Sesuai (Blank)
HCV
HPH HCV
HPH KP HCV
HPH HTI HCV
HPH Sawit HCV
KP HCV
KP HTI HCV
KP Sawit HCV
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit HCV
Fungsi Sesuai (Blank)
HCV
HPH HCV
HPH KP HCV
HPH HTI HCV
HPH Sawit HCV
KP HCV
KP HTI HCV
KP Sawit HCV
HTI HCV
HTI Sawit HCV
Sawit HCV

10

Sub DAS
Barito Hulu

11

Sub DAS
Belayan
Bagian Hulu

12

DAS Kapuas
Hulu

13

DAS Kapuas
Tengah
Bagian Hulu

14

Sub DAS
Kedang Pahu
Bagian Hulu

15

Sub DAS
Ketungau

16

Sub DAS
Mahakam
Hulu

17

DAS Melawi
Bagian Hulu

HUTAN
LINDUNG
13,143.18
660,411.96
33,942.10
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
141.54
19,603.21
506,488.52
184,234.99
91,598.85
0.00
0.00
208,729.48
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
300.33
270,833.66
37,060.84
0.00
0.00
0.00
350.46
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
162,355.47
787,893.02
14,602.03
0.00
0.00
6,978.38
1,018.85
0.00
0.00
27,695.48
1,702.98
217,211.43
6,511.44
179.04
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
7,193.31
45.99
17,433.18
0.00
0.00
0.00
0.00
2,277.10
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
29,445.44
30,642.98
230.08
0.00
0.00
120.69
696.81
0.00
28,794.65
4,249.19
565.75
73,032.76
21,915.34
735,447.64
352,697.74
38,903.80
1,056.10
7,767.01
80,534.47
0.00
15,624.88
4,114.29
45.63
67,210.75
184,317.64
107,777.42
50,420.37
3,108.22
0.00
0.00
30,248.12
0.00
0.00
0.00
0.00
30,556.92

HUTAN
PRODUKSI
TERBATAS
5,152.54
187,318.03
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
7,527.08
0.00
0.00
34,221.00
157,093.88
74,862.19
44,845.16
0.00
4.79
197,918.48
0.00
0.00
0.00
0.00
3,120.30
4,761.43
87,305.89
175,353.55
3.53
0.00
0.00
2,335.55
0.00
0.00
41.75
56.69
0.00
13,512.28
86,471.31
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
140.82
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
1,011.99
10,593.89
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
3,568.03
8,145.44
0.00
0.00
0.00
0.00
625.62
0.00
5,370.89
0.00
0.00
20,806.02
36,824.81
414,529.52
246,385.31
13,143.37
563.61
12,261.20
87,666.86
0.00
15,052.02
8,969.31
148.46
38,956.90
24,635.23
299,733.32
2,820.54
0.00
0.00
0.00
31,970.27
0.00
0.00
1,436.50
555.23
107.17

KORIDOR
DATARAN
TINGGI &
KAWASAN
KONSERVASI

0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
27,072.27
285,285.72
15,058.99
8,530.86
0.00
0.00
9,161.33
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
10,559.89
398,255.93
70,544.13
0.00
0.00
67.81
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
2,016.52
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
1,204.24
44,047.19
25,702.76
0.00
0.00
523.04
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
10,332.85
590.78
276,505.50
26,961.69
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
7,057.89
349,747.58
63,941.57
144.51
0.00
0.00
1,231.26
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

KAWASAN PERUNTUKAN LAIN


KAWASAN
KONSERVASI
11,614.64
312,166.66
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
22,466.52
131,133.93
40,584.63
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
1,416.66
798,271.43
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
38.47
3.14
866.06
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
19,591.94
109,196.70
107.26
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
636.53
2,161.38
3,463.53
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
2,345.89
112,617.64
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

FUNGSI
EXISTING
Fungsi Sesuai
HCV
HPH
HTI
HPH KP
HPH Sawit
KP
HTI HCV
KP Sawit
HTI Sawit
HPH HCV
KP HCV
Fungsi Sesuai
HCV
HPH
HPH HTI
HPH KP
HPH Sawit
KP
KP HTI
KP Sawit
HTI Sawit
HPH KP HCV
KP HCV
Fungsi Sesuai
HCV
HPH
HTI
HPH KP
HPH Sawit
KP
KP HTI
KP Sawit
HTI HVC
HPH HCV
KP HCV
Fungsi Sesuai
HCV
HPH
HPH HTI
HPH KP
Sawit
KP
KP HTI
Sawit HVC
HTI Sawit
HPH HCV
KP HCV
Fungsi Sesuai
HCV
HPH
HPH HTI
HPH KP
Sawit
KP
KP HTI
Sawit HVC
HTI Sawit
HPH HCV
KP HCV
Fungsi Sesuai
HCV
HPH
HPH HTI
HPH KP
Sawit
KP
KP HTI
Sawit HVC
HTI Sawit
HPH HCV
KP HCV
Fungsi Sesuai
HCV
HPH
HTI
Sawit
Sawit HVC
KP
HTI HVC
KP Sawit
HTI Sawit HVC
HPH HCV
KP HCV

LUAS
6,058.90
3,732.69
0.00
1,026.72
0.00
0.00
0.00
455.16
0.00
0.00
0.00
0.00
5,481.69
0.00
102.20
0.00
0.00
0.00
398,255.93
0.00
0.00
0.00
10,559.89
70,611.94
12,388.59
2,256.47
4,206.29
1,136.45
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
152.28
523.10
0.00
82,420.03
37,022.36
0.00
0.00
0.00
65,696.36
0.00
0.00
3,357.09
0.00
0.00
0.00
1,500.17
185.21
0.00
0.00
0.00
12,829.07
0.00
0.00
564.87
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
3,624.46
9,612.79
0.00
0.00
0.00
397.51
1,086.56
0.00
346.06
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
261,391.15
16,424.91
0.00
6,913.34
71,027.67
729.16
26,859.18
413.54
0.00
787.09
0.00
886.24

80

Pada setiap DAS terdapat berbagai fungsi penggunaan diantaranya HPH,


KP, HTI dan Sawit yang merupakan area dengan berbagai status HCV.
Lahan dengan HCV seharusnya merupakan area yang dimanfaatkan sesuai
dengan peruntukannya. Kondisi ini menimbulkan konflik kepentingan
yang berpotensi menimbulkan masalah dalam mewujudkan kawasan HoB
sebagai kawasan yang dikelola bagi pencapaian hutan lestari.
Sebagai contoh dapat dilihat pada tabel 5.7 DAS Berau pada kolom status
kawasan hutan lindung, dimana seharusnya kawasan ini sepenuhnya
difungsikan sebagai hutan. Namun lenyataannya terdapat fungsi-fungsi
lain yang berkembang diantaranya fungsi :
a. HPH (Hak Pengelolaan Hutan) yang memiliki status HCV. Hal ini
semestinya tidak boleh terjadi.
b. KP (Kuasa Pertambangan) juga memiliki status HCV. Padahal
berdasarkan undang-undang kehutanan pada kawasan lindung tidak
diperkenankan adanya kegiatan pertambangan.
c. HTI (Hutan Tanaman Industri) dimana pemanfaatan ini akan membuka
peluang kerusakan kawasan lindung.
d. Perkebunan Sawit yang berstataus HCV, kondisi ini akan memicu
degradasi pada kawasan lindung ini.
Kondisi tersebut terjadi pada semua DAS yang terdapat dalam kawasan
HoB. Analisis terhadap fungsi kawasan yang diperbandingkan antara
existing dengan rencana dimaksudkan untuk memberikan gambaran
kenyataan di lapangan, agar penetapan langkah bagi pemulihan fungsi
kawasan dapat dipersiapkan dengan lebih matang bagi upaya
mewujudkan rencana pemanfaatan dan sistem pengelolaan kawasan yang
tepat. Hal tersebut dimaksudkan bagi pencapaian tujuan konservasi
terhadap kawasan HoB yang harus maksimal, agar fungsi kawasan sebagai
paru-paru dunia terus terjaga.
Gambaran lebih detai tentang visi status kawasan dengan fungsi
pemanfaatan existing dapat dilihat pada peta berikut.

81

Gambar 5.4. Peta Visi Status Kawasan

82

5.4.

ANALISIS SOSIAL BUDAYA


Keberhasilan sebuah kegiatan pelestarian alam akan sangat tergantung
pada pelaku-pelaku kegiatannya, demikian juga dengan pengelolaan
kawasan HoB. Menyadari peran pentingnya pelaku kegiatan tersebut
dalam penetapan pola pengelolaan yang tepat bagi kawasan HoB
diperlukan kajian terhadap sosial dan budaya masyarakat yang berada
didalam kawasan tersebut. Berbagai kondisi sosial dan budaya masyarakat
kawasan HoB dapat dijelaskan sebagai berikut. Secara demografis,
penyebaran penduduk di wilayah perbatasan Kalimantan tidak merata dan
sangat rendah (kepadatan 4-10 jiwa per km2). Pada umumnya kualitas
sumberdaya manusia relatif rendah dan angka kematian cukup tinggi akan
tetapi arus mobilitas tenaga kerja dan penduduk keluar-masuk cukup
tinggi terkait kekayaan sumberdaya alam yang dimilikinya. Secara etnis,
mayoritas penduduk di wilayah perbatasan yang berasal dari Suku Dayak
banyak yang memiliki hubungan keluarga dengan warga di negara
tetangga Malaysia dan Brunei Darussalam. Karena lokasinya yang terpencil
dengan jumlah penduduk yang sedikit dan penyebaran tidak merata, area
ini rawan dari sisi keamanan, penyelundupan dan tindak kriminal lainnya.
Analisis sosial budaya dilakukan guna melihat pergerakan dan penyebaran
penduduk yang ada di kawasan HoB, yang berpengaruh pada kebijakan
dan strategi dalam pengelolaan kawasan lindung. Di Kalimantan,
penduduk asli bermata pencaharian sebagai petani disebut Dayak. Suku
Dayak sendiri terdiri dari beragam kelompok dengan ciri khas tersendiri.
Tujuh kelompok terbesar yaitu Iban (sebelumnya dikenal sebagai Dayak
Laut), Bidayuh (Dayak Darat), Kayan Kenyah, Maloh, Barito, Kelabit-Lun
Bawang dan Dusun Kadazan Murut. Pada umumnya mereka tinggal di
pedalaman dan sebagian lagi berkelompokdi daerah pesisir. Sebaga
masyarakat agraris suku Dayak hingga sekarang memakai sistem ladang
berpindah atau tebang bakar. Metode bercocok tanam ini mencerminkan
pandangan masyarakat Dayak tentang kemakmuran, yakni segenap sungai,
tanah, dan hutan sangat berharga untuk jati diri suku Dayak. Pandangan
tersebut juga tampak pada bidang-bidang lahan berpindah yang
membentuk mosaik yang mereka ciptakan di dalam berbagai ekosistem
hutan setempat.
Biasanya dalam mosaik tata guna lahan masyarakat Dayak, kepingankepingannya terdiri dari hutan alam, hutan tanaman, ladang
berpindah/ladang tidur serta ladang permanen yang sesuai dengan
kondisi ekologis pegunungan, lahan gambut atau lembah sungai yang ada
di wilayah masyarakat tertentu. Hanya sawah basah permanen saja yang
bukan merupakan kawasan hutan. Kawasan Heart of Borneo selain
merupakan warisan dunia dengan segala keanekaragaman hayati dan
budaya di dalamnya juga tempat bernaung dari suku-suku dayak yang
hidup di pedalaman.
Analisis dilakukan dengan melihat penyebaran masyarakat adat pada
kawasan HoB dan memperbandingkan dengan rencana pemanfaatan lahan
untuk memperoleh gambaran penyebaran masyarakat adat, berdasarkan
fungsi kawasan. Untuk kemudian ditetapkan kebijakan dan strategi dalam
pengelolaan kawasan terkait dengan kondisi persebaran masyarakat adat.
Dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh konsep kegiatan pelestarian
yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat.

83

Pada peta spot penyebaran permukiman kawasan HoB terlihat bahwa


penyebaran penduduk terkonsentrasi pada wilayah HoB di Kalimantan
Barat, sementara untuk wilayah Kalimantan Tengah dan Timur penyebaran
penduduk di kawasan HoB tidak sepadat wilayah barat. Namun lokasi
penyebaran di tengah dan timur berada pada fungsi kawasan konservasi
(taman nasional) dan kawasan lindung. Spot permukiman yang terdeteksi
diantaranya berada pada lokasi-lokasi pemanfaatan lahan sebagai berikut :
Tabel 5.8. Pengaruh Kawasan Permukiman terhadap Status Kawasan
NO

STATUS KAWASAN

PENGARUH KEBERADAAN PERMUKIMAN

Kawasan Ekosistem
Penting

Penyangga Jaringan
Ekosistem

Koridor Taman
Nasional

Kawasan
Pembangunan

Kawasan Lindung

Beberapa spot permukiman terdapat pada kawasan


ini, dimana kegiatan pemanfaatan ruangnya
terbatas bagi kepentingan penelitian dan
pengembanan ilmu pengetahuan & pendidikan.
Disini permukiman tidak diperkenankan.
Beberapa spot permukiman terdapat pada kawasan
ini, dimana kegiatan pemanfaatan ruangnya
terbatas bagi kepentingan penelitian dan
pengembanan ilmu pengetahuan & pendidikan.
Disini permukiman harus dibatasi
perkembangannya.
Beberapa spot permukiman terdapat pada kawasan
ini, dimana kegiatan pemanfaatan ruangnya tidak
diperkenankan bagi kegiatan budidaya. Jika
mengacu peraturan maka permukiman pada
kawasan ini tidak diperkenankan bahkan dilarang
adanya permukiman.
Beberapa spot permukiman terdapat pada
kawasan ini, dimana kegiatan pemanfaatan
ruangnya memperkenankan adanya kawasan
permukiman.
Adanya permukiman pada kawasan ini
menimbulkan pengaruh yang baik dan
memberikan kemungkinan perkembangan
positif.
Beberapa spot permukiman terdapat pada kawasan
ini, dimana kegiatan pemanfaatan ruangnya tidak
diperkenankan bagi kegiatan budidaya. Jika
mengacu peraturan maka permukiman dilarang
pada kawasan ini.

Hal tersebut mengharuskan dilakukan langkah-langkah bagi upaya


pembatasan perkembangan pemanfaatan lahan bagi pemenuhan
kebutuhan kawasan permukiman yang menyebabkan kerusakan kawasan
lindung, dengan tetap mengutamakan jaminan kesejahteraan bagi
masyarakatnya. Berbagai kondisi diatas akan menjadi pertimbangan dalam
menetapkan kebijakan dan strategi pelestarian dan peningkatan sosial
budaya, peningkatan nilai kawasan yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
Berikut adala Peta Lokasi Sebaran Permukiman di Kawasan HoB.

84

PETA

SPOT PERMUKIMAN KAWASAN HoB

Gambar 5.5. Peta Spot Permukiman Kawasan HoB

85

6.1

KONSEP DASAR KEBIJAKAN & STRATEGI

Kawasan HoB yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi dengan


keanekaragaman hayati yang tinggi memerlukan pola pengelolaan yang dapat
mendukung kegiatan pelestarian tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut dan
dilandasi pemahaman bahwa alam semesta merupakan sebuah sistem yang
setiap elemen penyusunnya saling berhubungan. Maka diperlukan pendekatan
yang tepat dalam penataan ruang KSN HoB, yaitu pendekatan yang mampu
memadukan fungsi lindung dan fungsi budidaya secara harmonis. Pendekatan
tersebut adalah Infrastruktur Hijau.
Infrastruktur Hijau didefinisikan sebagai jaringan kawasan-kawasan alami dan
kawasan terbuka hijau yang terhubung satu dengan lainnya yang memelihara
kesehatan dan nilai-nilai ekosistem, memberikan udara bersih, menjaga sistem
tata air dan memberikan manfaat yang luas kepada manusia dan makluk lainnya.
Infrastruktur Hijau merupakan kerangka ekologis sebagai daya dukung untuk
kesehatan lingkungan, sosial dan ekonomi baik saat ini dan kedepan dalam
sistem penyangga kehidupan alami.
Konsep infrastruktur hijau dapat diwujudkan dalam pola interaksi kawasan
sebagai berikut :

Spot
Spot
Inti
Inti

Inti
Inti

Spot

Inti
Inti

Koridor
Inti

Koridor
Gambar 6.1. Pola Interaksi Kawasan dalam Konsep Infrastruktur Hijau
Inti : dalam kebijakan ruang bisa berupa taman nasional, cagar alam,
suaka margasatwa, taman wisata, taman buru, cagar budaya, tempat
sakral dan termasuk kawasan budidaya kehutanan dan pertanian dsb
Koridor : menghubungi kawasan yang memiliki level ketinggian yang
sama (horisontal) bisa hutan lindung, koridor satwa, bisa juga
menghubungi dari ketinggian dan daerah rendah (hutan riparian),

86

kawasan penyangga pantai, danau (vegetasi sepadan panatai dan danau),


vegetasi sepanjang jalan setapak, permukiman dsb
Spot : bisa desa, permukiman, kota dsb (penghijauan kota, taman kota,
kawasan terbuka hijau dsb).
Implementasi pendekatan ini dapat dilakukan pada tingkat nasional, pulau,
provinsi, kabupaten dan bahkan pada tingkat unit desa. Kedetilan dan cakupan
ruang bersifat fleksibel dan tidak terbatas hanya pada satu unit administrasi bisa
lintas negara, propinsi dan kabupaten.
Pendekatan ini memiliki 10 (sepuluh) prinsip yang memberikan ciri utama nilainilai yang ada didalamnya. 10 Prinsip tersebut adalah :
1.

Keterhubungan adalah kunci, layaknya anatomi dalam mahluk hidup yang


saling terhubung untuk menjalankan fungsinya demikian juga dalam prinsip
ekologi selalu berkaitan dengan hubungan antara satu dengan lainnya.
Maka keterhubungan dalam suatu kawasan/wilayah menjadi kunci dalam
optimalisasi peran dan fungsi setiap komponen.

2.

Memahami konteks, melalui pendekatan terpadu pada tingkat landscape.


Untuk mendapat gambaran yang luas tentang situasi kawasan sehingga
memiliki pemahaman yang komphrehensif. Tidak melihat hanya dari satu
sisi tetapi secara penuh ikut mempertimbangkan bagimana pengaruh aspek
sosial, ekonomi dan lingkungan terhadap ekosistem kawasan tersebut.

3.

Berdasarkan ilmiah pada teori dan praktek dari perencanaan ruang.


Dimana pada prinsip ini keterlibatan ahli dari berbagai disiplin ilmu sangat
penting seperti regional dan urban planning, landscape arsitektur, teknik
sipil, geografi, biologi konservasi, landcsape ekology, antropology dan
ekonomi SDA.

4.

Berfungsi sebagai kerangka untuk kawasan budidaya dan lindung


dalam penataan ruang.
Dalam kebijakan ruang dapat memberikan arahan dimana kawasan-kwasan
yang akan dikembangkan dan akan dipertahankan sebagai cadangan SDA
dan sekaligus sebagi kawasan lindung.

5.

Infrastruktur Hijau Seharusnya direncakan dan dilindungi sebelum


pembangunan.
Perencanaan wilayah

6.

Infrastruktur Hijau adalah investasi publik yang semestinya didanai


diawal dari berbagai sumber penadaan.
Perencanaan ruang sebagai dokumen publik, yang merencanakan
pembangunan grey infrastrutktur seperti jalan, jembatan, perumahan dsb,
sama seperti infrastruktur hijau yang perencanaannya semestinya
mendapat pendanaan yang proporsional.

7.

Infrastruktur Hijau membawa manfaat kepada alam dan manusia.


Sebagai salah satu upaya mitigasi bencana dimana kawasan-kawasan rawan
bencana semestinya tidak untuk pengembangan permukiman atau urban
area tetapi sebagai kawasan yang dijaga secara alami untuk buffer terhadap
kawasan urban sebagai tempat genangan banjir, tanah longsor, kawasan
rawan kebakaran dan aspek bencana lainnya.

87

8.

Infrastruktur Hijau menghormati, keinginan dan harapan pemilik lahan


dan para pihak lainnya.
Sebagai media dari proses perencanaan ruang secara partisipatif
pengembangan Infrastruktur Hijau harus dapat mengakomodasi harapan
dan keinginan pemilik lahan dan juga pemilik konsesi dalam pemanfaatan
lahannya secara produktif, bertanggung jawab dan sekaligus memelihara
kesehatan ekosistem.

9.

Infrastruktur Hijau memerlukan hubungan kerja sama kegiatan baik


bagi masyarakat didalam dan diluar dari wilayah administrasi
Membangun inisitif kerjasama pengelolaan DAS terpadu antar wilayah,
pengembangan mekanisme pembayaran jasa air untuk membayar
perlindungan kawasan hulu, sebagai baseline untuk karbon trading dsb.

10. Infrastruktur Hijau membutuhkan komitmen jangka panjang


Untuk mendapatkan hasil yang dapat dirasakan dari generasi saat ini dan
akan datang, maka diperlukan komitmen yang muncul dari generasi saat ini
dan penerusnya.

Gambar 6.2. Contoh Penerapan Infrastruktur Hijau di Papua


Contoh penerapan infrastruktur hijau pada tata ruang permukiman salah satu
suku di Papua dan lapangan golf yang tetap mempertahankan hutan disekitar,
dengan tidak melakukan land clearing dalam proses pembangunannya.
Penerapan konsep ini di kawasan HoB dapat dilakukan dengan pendekatan unit
perencanaan adalah DAS.
Konsep ini akan diterapkan dalam penetapan kebijakan dan strategi pengelolaan
kawasan HoB. Dimana arahan bagi pemanfaatan ruang serta kebijakan kerjasama
baik antar negara maupun antar wilayah akan didasari pada pendekatan
infrastruktur hijau.
6.2

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka dapat ditetapkan arahan


pemanfaatan ruang kawasan HoB yang terbagi dalam beberapa fungsi kawasan,
meliputi : kawasan lindung, kawasan budidaya (hutan produksi, kawasan andalan

88

dan pertambangan), kawasan dengan fungsi tertentu yaitu kawasan


perbatasan/lintas batas, serta kawasan perkotaan dan permukiman. Penetapan
ini juga didasarkan pada pengelompokan pengembangan kawasan berlandaskan
pada RTRW kawasan HoB yang telah ditetapkan. Dari setiap fungsi kawasan
ditetapkan arahan-arahan bagi pengembangan kawasan-kawasan tersebut,
sebagai berikut :
6.2.1. Kawasan Lindung
Kawasan lindung meliputi suatu kawasan yang telah ditetapkan untuk
dilindungi seperti hutan lindung dan hutan konservasi. Kawasan hutan
lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan
memelihara kesuburan tanah. Kawasan hutan konservasi adalah kawasan
hutan dengan ciri-ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok
pengawetan keaneka ragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Hutan konservasi terdiri dari Kawasan Pelestarian Alam (meliputi taman
nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam), Kawasan Suaka Alam
(meliputi suaka margasatwa dan cagar alam), serta Taman Buru.
Kawasan ini dikembangkan dengan menerapkan arahan-arahan sebagai
berikut :
(a) pencegahan terjadinya erosi, bencana banjir dan menjaga fungsi
hidrologis tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air
tanah dan permukaan;
(b) pengendalian kegiatan budidaya yang telah ada, yang dapat
mengganggu fungsi lindung;
(c) pengendalian fungsi hidrologi-orologi hutan yang mengalami
kerusakan (rehabilitasi dan konservasi); dan
(d) pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya, kecuali kegiatan yang
tidak mengganggu fungsi lindung.
(e) Peningkatan kualitas kawasan lindung didaerah yang memiliki
lingkungan kritis dan kawasan rawan bencana (longsor dan banjir)
(f) Daerah rawan bencana, terutama kawasan rawan longsor.
6.2.2. Kawasan Budidaya
B. Kawasan Budidaya Kehutanan
Kawasan budidaya meliputi suatu kawasan yang telah ditetapkan untuk
dibudidayakan seperti hutan produksi dan hutan dengan potensi
pertambangan. Kawasan hutan produksi adalah kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Kawasan
pertambangan adalah kawasan hutan yang memiliki potensi alam hasil
tambang.
Kawasan ini dikembangkan dengan menerapkan arahan-arahan sebagai
berikut :
a) pengendalian penebangan kayu ilegal dan perambahan hutan di
Provinsi Kalimantan Timur;
b) pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan kegiatan pengelolaan
hutan oleh Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota terhadap
pihak yang diberi hak pengusahaan hutan;

89

c) reboisasi dan rehabilitasi hutan dan lahan di kawasan kehutanan


menuju keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya kehutanan;
d) mengendalikan kebakaran hutan dan lahan;
e) menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
pelestarian hutan atau pengembangan hutan kemasyarakatan.
B. Kawasan Fungsi Tertentu
Kawasan fungsi tertentu meliputi suatu kawasan yang telah ditetapkan
untuk fungsi-fungsi tertentu, seperti kawasan andalan, kawasan
perbatasan, kawasan perkotaan dan permukiman dan berbagai fungsi
tertentu lainnya.
Kawasan ini dikembangkan dengan menerapkan arahan-arahan sebagai
berikut :
a. Kawasan Perbatasan / Lintas Batas
Daerah perbatasan merupakan kawasan khusus sehingga dalam
penangannya memerlukan pendekatan yang khusus pula. Hal ini
disebabkan karena semua bentuk kegiatan atau aktifitas yang ada
didarah perbatasan apabila tidak dikelola dengan baik akan
mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan,
ditingkat regional maupun internasional, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Pendekatan pembangunan wilayah perbatasan terdiri dari 3 (tiga)
yaitu :
(1) Prosperity, Pendekatan pembangunan yang diarahkan pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan;
(2) Security, Pendekatan pembangunan guna menjaga keutuhan NKRI
melalui pengamanan teritorial wilayah perbatasan;
(3) Environment, Pendekatan pembangunan yang berwawasan
lingkungan. Pendekatan lingkungan ini diharapkan dapat menjaga
keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan keperntingan
ekologis dalam rangka keberlanjutan pembangunan (sustainable
development).
b. Kawasan Andalan
Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budi daya, baik di ruang
darat maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan
kawasan di sekitarnya.
Pemanfaatan ruang pada kawasan ini diarahkan untuk mendukung
fungsi kawasan HoB secara keseluruhan sebagai kawasan konservasi.
Pembangunan dilaksanakan dengan menerapkan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan dan membangun infrastruktur hijau
dalam pengambangan kawasan.
c. Kawasan Perkotaan dan Permukiman
Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

90

Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar


kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan.
Pemanfaatan ruangnya diarahkan untuk mendukung fungsi kawasan
HoB secara keseluruhan sebagai kawasan konservasi. Pembangunan
dilaksanakan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan
dan
membangun
infrastruktur
hijau
dalam
pengambangan kawasan perkotaan dan permukiman, yang akan
mengekspresikan kota-kota dan permukiman pendukung kawasan
konservasi. Mendorong pemanfaatan kawasan HoB yang mendukung
fungsi konservasi, seperti pengembangan ekowisata, pemanfaatan jasa
lingkungan (jasa aliran air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman
hayati, penyerapan karbon) dan Pemanfaatan Kawasan Hutan Lindung
(budidaya tanaman obat, budidaya lebah, rehabilitasi satwa liar) serta
Pelestarian budaya masyarakat lokal sebagai upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Pola-pola penataan permukiman yang mengacu pada pembangunan
berkelanjutan dan mendorong fungsi kelestarian kawasan hutan serta
berbasis pada infratruktur hijau haruslah menjadi tujuan utama
pengelolaan kawasan HoB.
6.3

KEBIJAKAN & STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN

Dalam upaya untuk mencapai maksud dan tujuan ditetapkannya kawasan HoB,
diperlukan kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan yang tepat.
6.3.1. Kebijakan & Strategi Umum
1. Kawasan Lindung
Kebijakan pengembangan kawasan lindung meliputi :
a. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
b. pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat
menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.
Strategi untuk pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi
lingkungan hidup meliputi :
a. menetapkan kawasan lindung di ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi;
b. mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam satu wilayah pulau
dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas pulau
tersebut sesuai dengan kondisi ekosistemnya; dan
c. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang
telah menurun akibat pengembangan kegiatan budi daya, dalam
rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem
wilayah.
Strategi untuk pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang
dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup meliputi:

91

a. menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi


lingkungan hidup;
b. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan
dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan
agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya;
c. melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat,
energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya;
d. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau
tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang
pembangunan yang berkelanjutan;
e. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa
depan;
f. mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang
terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya; dan
g. mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya
adaptasi bencana di kawasan rawan bencana.
2. Kawasan Budidaya
Kebijakan pengembangan kawasan budi daya meliputi:
a. perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar
kegiatan budi daya; dan
b. pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak
melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Strategi untuk perwujudan dan peningkatan
keterkaitan antar kegiatan budi daya meliputi:

keterpaduan

dan

a. menetapkan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis


nasional untuk pemanfaatan sumber daya alam di ruang darat,
ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi secara
sinergis untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang
wilayah;
b. mengembangkan kegiatan budi daya unggulan di dalam kawasan
beserta prasarana secara sinergis dan berkelanjutan untuk
mendorong pengembangan perekonomian kawasan dan wilayah
sekitarnya;
c. mengembangkan kegiatan budi daya untuk menunjang aspek
politik, pertahanan dan keamanan, sosial budaya, serta ilmu
pengetahuan dan teknologi;
d. mengembangkan dan melestarikan kawasan budi daya pertanian
pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional;
e. mengembangkan pulau-pulau kecil dengan pendekatan gugus
pulau untuk meningkatkan daya saing dan mewujudkan skala
ekonomi; dan
f. mengembangkan kegiatan pengelolaan sumber daya kelautan yang
bernilai ekonomi tinggi di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI),

92

Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia, dan/atau landas kontinen untuk


meningkatkan perekonomian nasional.
Strategi untuk pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar
tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan meliputi:
a. membatasi perkembangan kegiatan budi daya terbangun di
kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian
bencana dan potensi kerugian akibat bencana;
b. mengembangkan perkotaan metropolitan dan kota besar dengan
mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara vertikal dan kompak;
c. mengembangkan ruang terbuka hjau dengan luas paling sedikit
30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan; dan
d. membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan
perkotaan besar dan metropolitan untuk mempertahankan tingkat
pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta
mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya.
e. mengembangkan kegiatan budidaya yang dapat mempertahankan
keberadaan pulau-pulau kecil.
Strategi untuk pelestarian dan peningkatan sosial budaya bangsa
meliputi:
a. Peningkatan kecintaan masyarakat akan nilai budaya yang
mencerminkan jati diri bangsa yang berbudi luhur
b. Mengembangkan penerapan nilai budaya bangsa dalam kehidupan
masyarakat
c. Melestarikan situs warisan budaya bangsa
Strategi untuk pelestarian dan peningkatan nilai kawasan yang
ditetapkan sebagai warisan dunia meliputi:
a. Melestarikan keaslian fisik serta mempertahankan keseimbangan
ekosistemnya
b. Meningkatkan kepariwisataan nasional
c. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
d. Melestarikan keberlanjutan lingkungan hidup
Strategi untuk pelestarian dan peningkatan sosial budaya bangsa
meliputi:
a. Memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan.
b. Membuka akses meningkatkan aksesibilitas antara kawasan
tertinggal dan pusat pertumbuhan wilayah.
c. Mengembangkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan
ekonomi masyarakat.
d. Meningkatkan akses masyarakat ke sumber pembiayaan.
e. Meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia dalam
pengelolaan kegiatan ekonomi.
6.3.2. Kebijakan & Strategi Khusus
Berdasarkan kebijakan dan strategi umum ditetapkan kebijakan dan
strategi khusus sesuai dengan fungsi peruntukan lahan yang dihasilkan
dari analisis kesesuaian lahan. Hasil analisis menetapkan 5 (lima)
pemanfaatan lahan pada kawasan HoB yaitu :
a. Kawasan Lindung

93

b.
c.
d.
e.

Hutan Produksi Terbatas


Koridor Dataran Tinggi dan Kawasan Konservasi
Kawasan Peruntukan Lain
Kawasan Konservasi

Selanjutnya ditetapkan langkah-langkah pengelolaan terhadap setiap area


fungsi lahan yang dapat diuraikan sebagai berikut :

94

Tabel 6.1. Penetapan Kebijakan dan Strategi Berdasarkan Potensi Konflik pada Setiap Rencana Pemanfaatan Lahan.
NO

RENCANA
PEMANFAATAN

POTENSI KONFLIK

KEBIJAKAN

STRATEGI

Kawasan
Lindung

Kawasan ini pengelolaannya menjadi hak Pemda.


Konflik kepentingan pusat & daerah, karena
penerbitan ijin HPH, HTI, KP dll dikeluarkan pusat.
Masyarakat adat yang secara turun temurun
tergantung pada hutan tetapi secara hukum tidak
memiliki hak atas hutan tersebut.
Pengalihfungsian hutan tanpa mempertimbangkan hak-hak masyarakat.

Peningkatan SDM terhadap


paradigma berkelanjutan.
Kewajiban melaksanakan pengelolaan
yang berkelanjutan.
Pengkajian ulang ijin yang
dikeluarkan.
Peninjauan kembali hak-hak adat
dengan mempertimbangkan
deklarasi dan hukum internasional.

Capasity Buildng bagi SDM pusat &


daerah
Penggalakan/kampanye
pengelolaan hutan lestari pada
semua stakeholder disetiap
kesempatan.
Pengaturan tertib administrasi
kekayaan hutan.
Membuka dialog dengan
masyarakat adat bagi pengelolaan
hutan bagi kesejahteraan rakyat.

Kawasan
Konservasi

Adanya HPH, HTI, KP, sawit dan perijinan lainnya


di hutan lindung berpotensi menurunkan kualitas
hutan.
Kebutuhan lahan bagi investasi diluar sektor
hutan
Kebutuhan pembangunan infrastruktur
perkotaan-pedesaan.
Kurangnya pengembangan potensi pariwisata dan
pendidikan
Fenomena pengrusakan hutan yang kemudian
diklasifikasikan dalam hutan rusak yang dapat
digunakan untuk perkebunan dan penggunaan
lainnya, menjadi pendorong deforestasi dan
degradasi hutan.
Deforestasi dalam skala besar menyebabkan :
penyusutan keanekaragaman hayati, erosi tanah,
sedimentasi, dan penghancuran fungsi hidrologis
hutan. Mengancam potensi manfaat ekonomi dan
lingkungan dari hutan untuk masa depan.
Konflik kepemilikan yang menyebabkan
pembakaran hutan yang mencemari lingkungan
dan menyebabkan kerusakan tanah, air, udara,
flora dan fauna, serta meningkatkan emisi
karbon.

Pengkajian ulang ijin yang


dikeluarkan
Pengelolaan dengan prinsip
Pendekatan Ekosistem (Bioregion)
Pengelolaan dengan melibatkan multi
stakeholders.
Penggalakan inventarisasi sumber
daya keanekaragaman hayati.
Pelestarian budaya masyarakat lokal.
Pelaksanaan pengelolaan HL Lestari

Membentuk wadah bersama yang


bersifat Knowledge Base
Organization
Mengembangkan Pariwisata
berbasis lingkungan/ekowisata
Pemanfaatan Kawasan Hutan
Lindung (budidaya tanaman obat,
budidaya lebah, rehabilitasi satwa
liar)
Penerapan pengelolaan hutan
lestari

95

Kawasan
Peruntukan Lain

Tumpang tindih kontrak kerja pertambangan


dengan kawasan hutan.
Metode pengelolaan yang merusak lahan & DAS.
Benturan dengan kepentingan masyarakat adat.
Arogansi pemilik modal mengabai-kan
kesepakatan konsesi.
Penerbitan konsesi hutan yang tidak transparan
pelanggaran konsesi
Sistem kelola yang tidak berkelanjutan
Konflik atas tanah antara masyarakat dan
pemerintah serta antara pemerintah pusat dan
daerah.

Pengkajian ulang ijin yang


dikeluarkan
Pelestarian budaya masyarakat lokal
Pengkajian ulang terhadap
pemberian ijin HPH, HTI, dan KK-KPPKP2B dll.
Pelaksanaan pengelolaan HP Lestari
Pengkajian ulang proses penetapan
kerjasama konsesi.
Pengembangannya berpotensi
mensejahterakan masyarakat lokal.
Pengembangannya berpotensi
memelihara DAS.

Pemanfaatan Jasa Lingkungan (jasa


aliran air, wisata alam,
perlindungan keanekaragaman
hayati, penyerapan karbon).
Pemanfaatan hasil hutan bukan
kayu (madu, rotan, getah).
Penerapan pengelolaan hutan
lestari
Transparansi proses konsesi
Pengelolaan pertanian yang
mendukung ketahanan pangan dan
lingkungan.

Koridor Dataran
Tinggi dan
Kawasan
Konservasi

Sistem tebang pilih - tanam tidak dilakukan


secara konsisten
Kekurang pedulian pengusaha pada kelestarian
lingkungan.
Deforestasi melaju yang diantaranya diakibatkan
kegiatan pertambangan.
Penerbitan konsesi hutan yang tidak transparan
pelanggaran konsesi

Memperbaiki proses & konsep


konsesi
Berpotensi mendorong
perkembangan sektor ekonomi.
meningkatkan upaya pelestarian
sumber daya hutan
Pelaksanaan pengelolaan HPK Lestari
Pengkajian ulang proses penetapan
kerjasama konsesi.

Pemanfaatan Jasa Lingkungan (jasa


aliran air, wisata alam,
perlindungan keanekaragaman
hayati, penyerapan karbon).
Pemanfaatan hasil hutan bukan
kayu (madu, rotan, getah).
Penerapan pengelolaan hutan
lestari
Transparansi proses konsesi

Hutan Produksi
Terbatas

kebutuhan pembangunan infrastruktur


perkotaan-pedesaan memicu alih fungsi lahan.
Lokasi diperbatasan negara terdapat ancaman
penjarahan lahan.
Kurangnya pengembangan potensi pariwisata dan
pendidikan
Ketidakpastian penguasaan dan kepemilikan atas
tanah penyebab degradasi lahan
Ketidak mampuan Dephut mengontrol kawasan
taman nasional.

Penyusunan RTRW yang berpihak


pada TN
Fungsi pertahanan dan keamanan
perbatasan Negara.
Fungsikan sebagai hutan riset untuk
kepentingan pengembangan IPTEK
Memberdayakan masyarakat adat
bagi pengelolaan TN yang berpihak
pada rakyat.

Menyusun blueprint kawasan


konservasi/ hutan lindung yang
pasti, jelas & terukur.
Mengembangkan Pariwisata
berbasis lingkungan/ekowisata
Pemanfaatan hasil hutan bukan
kayu (madu, rotan, getah).
Pemanfaatan Jasa Lingkungan (jasa
aliran air, wisata alam,
perlindungan keanekaragaman
hayati, penyerapan karbon).

96

Terdapat strategi pelaksanaan pengembalian ke fungsi kawasan yang


ditetapkan, sesuai dengan peta visi kawasan. Strategi yang dapat
dilaksanakan diantaranya :
a.
b.
c.
d.

6.4

peninjauan ijin
penghentian kegiatan
pengamanan kawasan
restorasi, yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak diantaranya :

pemerintah pusat

pemerintah daerah

pengusaha pemanfaat lahan

masyarakat

POLA PENGEMBANGAN KAWASAN BUDIDAYA

Kawasan budidaya dalam kawasan HoB harus dikembangkan dengan konsep dan
pola-pola yang mendukung fungsi kawasan konservasi. Termasuk pola
pengembangan kota dan kawasan permukiman. Sebagai pusat-pusat kegiatan
yang berhirarki mulai dari pusat kegiatan nasional (PKN), pusat kegiatan wilayah
(PKW) hingga pusat kegiatan lokal (PKL) harus dikembangkan menggunakan
konsep pengembangan kawasan HoB secara menyeluruh yaitu network and
connectivity. Konsep ini digambarkan sebagai pola pengembangan dimana
kawasan-kawasan pusat-pusat kegiatan harus saling terhubung dengan unsur
penghubung yang dibangun berdasarkan konsep infrastruktur hijau.

Destination

Social
Facility

Destination

HUB
HUB

HUB
HUB

Social
Facility
Destination
Social
Facility
HUB
Destination

Central
Dev.

Gambar 6.3. Pola Pengembangan Kawasan Peruntukan Lain Pda Kawasan HoB

97

Upaya mengkoneksikan antar pusat kegiatan dalam kawasan HoB baik yang
berbentuk kota maupun kawasan-kawasan permukiman dengan membangun
jalur-jalur yang mempertimbangkan berbagai hal, antara lain :

Keamanan kawasan hutan dari pembalakan, dengan membatasi


keleluasaan akses, seperti penyediaan akses dengan jalur kereta.

Seminimal mungkin melakukan perubahan


transportasi dibangun dengan sistem layang.

lahan,

misalnya

jalur

Selain penyediaan akses yang mengedepankan keberlanjutan lingkungan perlu


pula didesain peningkatan sumber pendapatan yang pro-lingkungan, seperti :

6.5

Pemanfaatan kawasan konservasi sebagai


dikembangkan dengan konsep ekowisata.

obyek

wisata

yang

Pemanfataan hasil hutan yang dikonsentrasikan pada hasil hutan nonkayu.

Perdagangan karbon yang menuntut pemeliharaan hutan namun


memberikan pendapatan bagi pemerintah daerah perlu diinformasikan
kepada masyarakat dengan jelas, lengkap dengan pemanfaatan dana bagi
kesejahteraan masyarakat.

Memasyarakatkan pola-pola pengelolaan perkebunan yang berwawasan


konservasi dan mengatur implementasinya melalui mekanisme insentif
dan disinsentif.
KONSEPSI KERJA SAMA ANTAR NEGARA & WILAYAH

Dalam konsepsi kerja sama antar negara dan antar wilayah ini masing-masing
negara dan wilayah yang terlibat dalam program HoB memiliki kedaulatan
sepenuhnya untuk mengelola sumberdaya dan wilayah masing-masing sesuai
aturan yang berlaku di setiap negara dan setiap wilayah.
Kawasan HoB dikembangkan untuk tidak menjadi beban bagi pemerintahan
suatu negara dan bagi pemerintah daerah, tetapi sebaliknya akan memberi
manfaat bagi semua pihak. Namun juga harus dipahami bahwa manfaat yang
akan diterima tersebut perlu diperjuangkan bersama melalui upaya dan investasi
bersama.
6.4.1. Proposal Kerjasama Antar Negara
Kerja sama antar negara yang akan dilakukan adalah bagaimana
mensinergikan pengelolaan sumberdaya alam dan kegiatan konservasi di
kawasan HoB Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam.
1. Prinsip Kerja Sama Antar Negara
Prinsip kerja sama antar negara yang disatukan dalam pengelolaan
kawasan HoB diantaranya :

Menetapkan mekanisme untuk berbagi informasi secara koheren


dan efektif.

Melaksanakan penelitian dan studi bersama, terutama di bidang


keanekaragaman hayati dan sosio ekonomi termasuk melakukan
penaksiran terhadap aspek sosial dan demografi.

Melaksanakan perencanaan bersama untuk tata ruang HoB

98

Mengidentifikasi, menaksir dan menetapkan kawasan lindung lintas


batas dalam rangka memperkuat pengelolaan kawasan lindung
berbasis nilai budaya dan warisan alam, kemampuan tangkapan air
dan kekayaan keanekaragaman hayati.
Mengembangkan dan meningkatkan sistem dan prosedur baku
untuk operasional monitoring dan evaluasi dalam rangka
pengelolaan kawasan lindung lintas batas, dan melaksanakan
aktivitas monitoring dan evaluasi bersama, jika diperlukan.
Mengembangkan dan meningkatkan sistem dan implementasi
program pengelolaan kawasan lindung lintas batas secara
kolaboratif dengan melibatkan masyarakat lokal dan stakeholder
lainnya.
Menetapkan daftar induk kawasan lindung di dalam kawasan HoB
berisi informasi mengenai tujuan pengelolaan, ciri khusus dan
badan/individu yang terkait berdasarkan kategori dari masingmasing negara.
Mempromosikan keterkaitan institusional di antara kawasan
lindung di dalam HoB
Meningkatkan dan memperkuat mekanisme dan panduan yang ada
untuk memastikan implementasi praktik terbaik dalam pengelolaan
sumberdaya alam, prinsip pemanfaatan berkelanjutan dan
pendekatan ekosistem dalam pemanfaatan sumberdaya alam
termasuk kehutanan, perkebunan dan pertambangan di dalam
kawasan HoB.
Mengembangkan skema program rehabilitasi dan restorasi pada
hutan terdegradasi di dalam kawasan HoB.
Menetapkan hubungan antar institusi riset dan pengembangan dan
mendorong kolaborasi termasuk menyertakan peneliti untuk
terlibat dalam upaya konservasi dan penbangunan berkelanjutan di
HoB.
Mempromosikan
program
penyadartahuan
publik
tentang
pencegahan hilangnya keanekaragaman hayati hutan termasuk
produk kayu dan hidupan liar.
Mempromosikan pendidikan dan penyadartahuan mengenai
program HoB.

Secara diagramatis kerjasama tersebut dapat digambarkan sebagai


berikut :

99

FORUM INTERNASIONAL
F
O
R
U
M
M
U
L
T
Y

S
T
A
K
E
H
O
L
D
E
R
S

NEGARA
BRUNAI DARUSALLAM

NEGARA INDONESIA

NEGARA MALAYSIA

F
A
S
I
L P
I B
T B
A
T
O
R

DEWAN EKSEKUTIF

INTERNASIONAL
MANAGER

KERJASAMA
PEREKONOMIAN &
INVESTASI

KERJASAMA
HUKUM & PERUNDANGUNDANGAN

KERJASAMA PEMASARAN

Gambar 6.4. Diagram Kerjasama Antar Negara di Kawasan HoB


2. Pokok-Pokok Kerja Sama Antar Negara
Pokok-pokok kerjasama antar negara, antara lain meliputi :
a. Kesepahaman 1 (satu) kawasan kelola bersama dengan konsep
sistem manajemen DAS yang ter-integrasi, menghindari pola
pengelolaan yang ter-fragmentasi.
b. Dengan pola kelola yang ter-integrasi, maka antara daerah
upstream dan downstream harus mampu menjaga kondisi air
dalam hal kualitas dan kuantitasnya.
c. Seluruh program pembangunan bertujuan peningkatan ekonomi
perlu dipertimbangkan
pelayanan ekosistem, kemanfaatan
ekonomi harus terhindar dari perusakan ekosistem.
d. Membentuk sebuah komisi pengelolaan bersama dalam
pengelolaan kawasan HoB antara Indonesia, Malaysia, dan Brunei.
e. Proses kelola teknis di lapangan dilakukan bersama dalam satu
badan komisi dengan pengambilan keputusan bersama. Teknis
lapangan meliputi :
Surveillance
Pembangunan basis data
Monitoring & Evaluation
f. Menerapkan aturan eco-labeling untuk
perdagangan hasil hutan dan galian tambang.

setiap

komoditas

6.4.2. Proposal Kerjasama Antar Propinsi


Kawasan HoB dalam wilayah Indonesia merupakan bagian dari beberapa
wilayah propinsi, yaitu Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Timur. Prinsip Desentralisasi yang diterapkan di Indonesia
membuat setiap wilayah memiliki otonomi dalam pengelolaan wilayahnya.
Karena itu diperlukan kerjasama antar propinsi dalam pengelolaan
kawasan HoB agar tercapai kesefahaman dan kesetaraan dalam
menanggung hak dan kewajiban serta memperoleh manfaat dari
pengelolaan bersama kawasan HoB.

100

Kerjasama antar propinsi dapat mencakup berbagai point utama sebagai


berikut :

Kesepakatan untuk menetapkan dalam RTRW Propinsi kawasan yang


ditetapkan sebagai kawasan konservasi berdasarkan pertimbangan
ekologis.

Melakukan paduserasi pemanfaatan ruang khususnya pada perbatasan


propinsi atau pada kawasan-kawasan yang akan mempengaruhi fungsi
ekologis pada wilayah propinsi tetangga.

Pengembangan strategi
keanekaragaman hayati.

Pengembangan infrastruktur kawasan yang terpadu.

Pengembangan bidang perekonomian yang terpadu.

Pengembangan dan peningkatan sumberdaya manusia.

Pengaturan insentif dan disinsentif antar kabupaten.

konservasi

sumber

daya

alam

dan

Secara diagramatis kerjasama tersebut dapat digambarkan sebagai


berikut :

FORUM REGIONAL
F
O
R
U
M
M
U
L
T
Y

S
T
A
K
E
H
O
L
D
E
R
S

PROPINSI
KALIMANTAN BARAT

PROPINSI
KALIMANTAN TENGAH

PROPINSI
KALIMANTAN TIMUR

DEWAN EKSEKUTIF

REGIONAL MANAGER

KERJASAMA
PEREKONOMIAN &
INVESTASI

KERJASAMA
HUKUM & PERUNDANGUNDANGAN

F
A
S
I
L
I
T
A
T
O
R

KERJASAMA PEMASARAN

Gambar 6.5. Diagram Kerjasama Antar Propinsi di Kawasan HoB


6.4.3. Proposal Kerjasama Antar Kabupaten
Pada wilayah propinsi kawasan HoB merupakan bagian dari beberapa
wilayah kabupaten, dimana wilayah ini juga memiliki otonomi dalam
pengelolaan wilayahnya. Seperti halnya pada level wilayah propinsi
diperlukan kerjasama antar kabupaten dalam pengelolaan kawasan HoB
agar tercapai kesefahaman dan kesetaraan dalam menanggung hak dan
kewajiban serta memperoleh manfaat dari pengelolaan bersama kawasan
HoB. Pada kerjasama antar kabupaten yang diperlukan adalah strategi
operasionalisasi kerjasama antar propinsi, yang lebih pada kerjasama
teknis seperti :

Kesepakatan antar kabupaten untuk melindungi kawasan HoB yang


terdapat di wilayahnya, melalui penetapan kawasan konservasi pada
RTRW Kabupaten.

101

P
E
M
E
R
I
N
T
A
H

P
U
S
A
T

Membangun komitmen kerjasama kontribusi keuntungan terhadap


pengorbanan yang dilakukan oleh kabupaten di bagian hulu untuk
keuntungan yang diperoleh kabupaten di bagian hilir.

Membangun kesepakatan penyiapan infrastruktur yang mendukung


kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan kesepakatan dan komitmen.

Melaksanakan pemberdayaan dan peningkatan kapasitas aparat dan


masyarakat, terhadap Visi : Terwujudnya kelestarian hutan di kawasan
HoB sebagai paru-paru dunia, bagi peningkatan kualitas kehidupan
umat manusia.

Mengembangkan pola pemanfaatan kawasan konservasi melalui


pemanfaatan Jasa Lingkungan (jasa aliran air, wisata alam/ekowisata,
perlindungan keanekaragaman hayati, penyerapan karbon).

Secara diagramatis kerjasama tersebut dapat digambarkan sebagai


berikut :

FORUM REGIONAL
F
O
R
U
M
M
U
L
T
Y

S
T
A
K
E
H
O
L
D
E
R
S

BUPATI
KABUPATEN

BUPATI
KABUPATEN

BUPATI
KABUPATEN

BUPATI
KABUPATEN

BUPATI
KABUPATEN

DEWAN EKSEKUTIF

REGIONAL MANAGER

KERJASAMA
PEREKONOMIAN &
INVESTASI

KERJASAMA
HUKUM & PERUNDANGUNDANGAN

F
A
S
I
L
I
T
A
T
O
R

P
E
M
E
R
I
N
T
A
H

P
R
O
P
I
N
S
&
I
P
U
S
A
N

KERJASAMA PEMASARAN

Gambar 6.6. Diagram Kerjasama Antar Kabupaten di Kawasan HoB

102

Anda mungkin juga menyukai