PENDAHULUAN
darah dalam waktu singkat dan penyebaran penyakit ke bagian-bagian paru yang
sehat.2
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
IDENTIFIKASI
Nama
: Tn. MH
II.
Pekerjaan
: Supir Truk
Status
: Menikah
Agama
: Islam
MRS
: 22 Juni 2015
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Batuk darah bertambah banyak sejak 1 hari SMRS.
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak 2 minggu SMRS, pasien mengeluh batuk, dahak (-), darah (-), sesak
nafas (-), pilek (-), sakit menelan (-), suara serak (-), mual (-), muntah (-), penurunan
nafsu makan (+), penurunan berat badan (+) sejak 2 bulan terakhir yang dirasakan
dengan celana yang semakin longgar namun pasien tidak menimbang berat badan,
demam (-), keringat pada malam hari (-), pusing (-), pandangan berkunang-kunang (-),
BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien belum berobat.
1 minggu SMRS, pasien mengeluh batuk, dahak (+), kental, warna putih
sdt, bercampur darah (+) 2 sdm setiap kali batuk, frekuensi batuk darah 5x, sesak
nafas (-), pilek (-), sakit menelan (-), suara serak (-), mual (-), muntah (-), penurunan
nafsu makan (+), penurunan berat badan (+), demam (+) hilang timbul, demam timbul
saat malam hari, demam tidak terlalu tinggi, keringat pada malam hari (+). Os lalu
berobat ke RS Bhayangkara dilakukan rontgen dada dikatakan sakit paru-paru dan
2
Riwayat batuk darah (+) 9 tahun yang lalu, namun os tidak berobat.
Riwayat meminum obat yang membuat kencing berwarna merah disangkal.
Riwayat trauma disangkal.
Riwayat Kebiasaan
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Nadi
Pernafasan
Suhu
: 36,7o C
Berat Badan
: 62 kg
Tinggi Badan
: 170 cm
IMT
RBW
: 98%
Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), pigmentasi normal, ikterus (-/-), sianosis (-),
venektasi (-), spider nevi (-), telapak tangan dan kaki pucat (+/+), pertumbuhan rambut
normal.
KGB
Kelenjar getah bening di submandibula, leher, axila, inguinal tidak teraba.
Kepala
Normocephali, simetris, warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-), deformitas (-).
Mata
Eksophtalmus (-/-), endophtalmus (-/-), edema palpebra (-/-), konjungtiva palpebra
pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya (+/+), pergerakan mata ke
segala arah baik, mata cekung (-/-).
Hidung
Bagian luar hidung tak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik,
selaput lendir dalam batas normal, epistaksis (-).
Telinga
Sekret (-), pendengaran baik.
Mulut
Pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah kering (-), tepi lidah hiperemis (-), lidah
tremor (-), atrofi papil (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernapasan khas (-).
Leher
Pembesaran
kelenjar
thyroid
(-),
JVP (5-2)
cmH 2O,
hipertrofi
musculus
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor di kedua lapangan paru, batas paru hepar ICS VI, peranjakan
1 sela iga.
Auskultasi
: vesikuler (+) normal, ronkhi (+) basah sedang di lapangan paru kanan
atas, wheezing (-).
Abdomen
Inspeksi
: datar
Palpasi
: lemas, nyeri tekan daerah epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar, Murphy sign (-), Ludwig sign (-)
Perkusi
Auskultasi
Genital
(Tidak diperiksa)
Ekstremitas
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah: gerakan bebas, pigmentasi normal, telapak kaki pucat (+), jari
tabuh (-), turgor ,2detik, akral hangat, edema pretibial (-).
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 21 Juni 2015
Hematologi
N
Pemeriksaan
Hasil
o
1 Hemoglobin
2 Eritrosit
3 Hematokrit
4 Leukosit
5 Trombosit
6 Basofil
7 Eosinofil
8 Netrofil
9 Limfosit
10 Monosit
Kesan: anemia, leukositosis.
10,5 g/dl
3.51 x 106/mm6
31 vol%
22.7 x 103/mm3
407 x 103/mm3
0
1
80
10
9
Nilai Normal
13.2-17.3 g/dl
4.20-4.87 x 106/mm6
43-49 vol%
4.5-11 x 103/mm3
150-450 x 103/mm3
0-1 %
1-6 %
25-40 %
2-8 %
Kimia Klinik
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pemeriksaan
BSS
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
Kalsium
Natrium
Kalium
Hasil
162 mg/dl
22 U/L
18 U/L
33 mg/dl
1.05 mg/dl
8.8 mg/dl
139 mEq/L
4.2 mEq/L
Nilai Normal
< 200 mg/dl
0-38 U/L
0-41 U/L
16.6-48.5 mg/dl
0.70-1.20 mg/dl
8.8-10.2 mg/dl
135-155 mEq/L
3.5-5.5 mEq/L
Rontgen Thorax:
Tanggal 15 Juni 2015
Kesan:
Dalam
normal
batas
Interpretasi:
lunak baik
Sela iga melebar (-)
CTR<50%
Diafragma
Sudut costofrenicus kanan
V.
Diagnosis Sementara:
- Hemaptoe masif ec. kasus baru TB paru lesi sedang + Anemia ec. Perdarahan +
Infeksi sekunder
VI.
Diagnosis Banding
- Hemaptoe masif ec. tumor paru dextra + Anemia penyakit kronis + Infeksi
sekunder
VII.
Tatalaksana
Non Farmakologis :
-
Istirahat
Edukasi
Farmakologis :
-
X.
Prognosis
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal
S
24 Juni 2015
Keluhan: Batuk darah (+) semalam 600cc
O:
Keadaan umum
Kesadaran
Compos mentis
Tekanan darah
120/ 80 mmHg
Nadi
74 x/menit
Pernapasan
20 x/ menit
Temperatur
36,7 oC
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax:
Paru
Jantung
Abdomen
I: datar
P: lemas, nyeri tekan daerah epigastrium (-), hepar
dan lien tidak teraba membesar.
9
Non Farmakologis :
- Istirahat
- Diet NB TKTP 2100 kkal
- Edukasi
Farmakologis :
- IVFD RL gtt XX/m makro
- Inj. Asam Tranexamat 2x1 amp (IV)
- Inj. Ceftriaxon 2x1 amp (IV)
- Ambroxol syrup 3x1 C (PO)
- As. Folat 3x1 tab (PO)
- Vit. B1, B6, B12 1x1 tab (PO)
- Rimstar 1x4 tab (PO)
Rencana :
-
Tanggal
S
25 Juni 2015
Keluhan: Batuk darah (+) 250cc
10
O:
Keadaan umum
Kesadaran
Compos mentis
Tekanan darah
110/ 80 mmHg
Nadi
84 x/menit
Pernapasan
22 x/ menit
Temperatur
36,7 oC
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax:
Paru
Jantung
Abdomen
I: datar
P: lemas, nyeri tekan daerah epigastrium (-), hepar
11
: 8,2 g/dL
Eritrosit
: 2.72 x 106/mm3
Leukosit
: 12.6 x 103/mm3
Hematokrit : 25 %
Trombosit : 372 x 103/L
Diff. Count : 0/5/68/19/8
A
Non Farmakologis :
- Istirahat
- Diet NB TKTP 2100 kkal
- Edukasi
Farmakologis :
- IVFD RL gtt XX/m makro
- Inj. Asam Tranexamat 2x1 amp (IV)
- Inj. Ceftriaxon 2x1 amp (IV)
- Ambroxol syrup 3x1 C (PO)
- As. Folat 3x1 tab (PO)
- Vit. B1, B6, B12 1x1 tab (PO)
- Rimstar 1x4 tab (PO)
Rencana :
Tanggal
S
O:
Keadaan umum
12
Kesadaran
Compos mentis
Tekanan darah
120/ 70 mmHg
Nadi
78 x/menit
Pernapasan
20 x/ menit
Temperatur
36,5 oC
Keadaan spesifik
Kepala
Leher
Thorax:
Paru
Jantung
Abdomen
I: datar
P: lemas, nyeri tekan daerah epigastrium (-), hepar
dan lien tidak teraba membesar.
P: timpani, shifting dullness (-)
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Hemaptoe
A. Definisi
14
Hemaptoe (batuk darah) adalah darah berdahak yang dibatukkan yang berasal dari
saluran pernafasan bagian bawah. Dikatakan batuk darah masif apabila jumlah darah
yang keluar 600 ml dalam waktu 24 jam. Hemaptoe (hemoptysis) adalah batuk dengan
sputum yang mengandung darah yang berasal dari paru atau percabangan bronkus.1
Hemaptoe diklasifikasikan menjadi:
1. Hemaptoe masif : perdarahan lebih dari 200cc per 24 jam
2. Hemaptoe moderat : perdarahan kurang dari 200cc per 24 jam
3. Hemaptoe ringan : sputum dengan bercak darah.
B. Etiologi
Hemaptoe adalah gejala pernafasan non-spesifik dan memiliki hubungan yang
signifikan dengan TB paru.2 Etiologi hemaptoe antara lain:
1. Infeksi: penyakit paru inflamasi kronis (bronkhitis akut/ kronis, bronchiectasis
(fibrosis cystic), abses paru, aspergilloma, tuberkulosis.
2. Neoplasma: karsinoma bronchogenik, metastase pulmonal, adenoma bronkial,
sarcoma.
3. Benda asing/ trauma: aspirasi benda asing, fistula trakeovaskular, trauma dada,
broncholith.
4. Pembuluh darah pulmonal/ cardiac: gagal ventrikel kiri, stenosis katup mitral,
infark/emboli pulmonal, perforasi arteri pulmonal (komplikasi dari kateter arteri
pulmonal).
5. Alveolar hemoragik: sindrom Goodpasteur, vasculitide sistemik/ penyakit vaskular
kolagen,
obat-obatan
(nitrofurantoin,
isocyanate,
trimellitic
anhydrid,
D-
malformasi
arterivenous
pulmonal,
bronkial
telangiectasia,
pneumoconiosis.
C. Patogenesis
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari
cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan
15
paru, juga bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk
pertukaran gas.1
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut:2,3
1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah
menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk
menimbulkan batuk darah.
2. Infark paru
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi
ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.
D. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Pusel:
16
+
++
+++
++++
Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis sedang, positif
empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.
Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan.
1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam
Yang sering terjadi darah bercampur dengan sutum. Umumnya pada bronkitis.
2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam
Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar. Biasanya pada
kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.
3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam
Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis.
4. Pseudohemoptisis
Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring) atau
dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan (factitious).
E. Manifestasi Klinis
Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa perdarahan
tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal dari nasofaring atau
gastrointestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita tersebut benar-benar batuk darah
dan bukan muntah darah.4
Keadaan
Prodromal
Batuk Darah
Muntah Darah
Darah dimuntahkan
17
Onset
(Stomach Distress)
Darah dimuntahkan, dapat
3
4
5
Tampilan
Warna
Isi
6
7
Ph
Riwayat
hemosiderin, makrofag
Alkalis
Penyakit paru
Asam
Peminum alkohol, ulcus
penyakit dahulu
8
9
(RPD)
Anemis
Tinja
Lamanya perdarahan
Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat digunakan
petunjuk sebagai berikut:
Keadaan
1. Prodromal
Hemoptoe
Rasa tidak enak di
Hematemesis
Mual, stomach distress
2. Onset
3. Penampilan darah
4. Warna
5. Isi
disertai batuk
Berbuih
Merah segar
Lekosit, mikroorganisme,
batuk
Tidak berbuih
Merah tua
Sisa makanan
6. Reaksi
7. Riwayat Penyakit
makrofag, hemosiderin
Alkalis (pH tinggi)
Menderita kelainan paru
Kadang-kadang
Warna tinja normal
hepar
Selalu
Tinja bisa berwarna hitam, Guaiac
test (-)
Dahulu
8. Anemi
9. Tinja
19
2. Pemeriksaan Fisik2,3
Untuk mengetahui perkiraan penyebab.
a. Panas merupakan tanda adanya peradangan.
b. Auskultasi :
o Kemungkinan menonjolkan lokasi.
o Ronchi menetap, whezing lokal, kemungkinan penyumbatan
oleh: Ca, bekuan darah.
c. Friction Rub : emboli paru atau infark paru
d. Clubbing : bronkiektasis, neoplasma
3. Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks dalam posisi PA dan lateral hendaklah dibuat pada setiap
penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat
perdarahannya.6
Pemeriksaan bronkografi untuk mengetahui adanya bronkiektasis, sebab
sebagian penderita bronkiektasis sukar terlihat pada pemeriksaan X-foto toraks.7
Pemeriksaan dahak baik secara bakteriologi maupun sitologi (bahan dapat
diambil dari dahak dengan pemeriksaan bronkoskopi atau dahak langsung).7
4. Pemeriksaan Bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan untuk menentukan sumber perdarahan dan sekaligus
untuk penghisapan darah yang keluar, supaya tidak terjadi penyumbatan.
Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian
sumber perdarahan dapat diketahui.6,7
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :6
a. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
b. Batuk darah yang berulang
c. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan diagnosis,
lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu yang tepat untuk
melakukannya merupakan pendapat yang masih kontroversial, mengingat bahwa
20
G. Penatalaksanaan
Tujuan pokok terapi ialah:5
1. Mencegah asfiksia.
2. Menghentikan perdarahan.
3. Mengobati penyebab utama perdarahan.
Langkah-langkah: 5
1. Pemantauan menunjang fungsi vital
a. Pemantauan dan tatalaksana hipotensi, anemia dan kolaps kardiovaskuler.
b. Pemberian oksigen, cairan plasma expander dan darah dipertimbangkan sejak
awal.
c. Pasien dibimbing untuk batuk yang benar.
2. Mencegah obstruksi saluran napas
a. Kepala pasien diarahkan ke bawah untuk cegah aspirasi.
b. Kadang memerlukan pengisapan darah, intubasi atau bahkan bronkoskopi.
3. Menghentikan perdarahan
a. Pemasangan kateter balon oklusi forgarty untuk tamponade perdarahan.
b. Teknik lain dengan embolisasi arteri bronkialis dan pembedahan.
21
perdarahan
sambil
mencegah
asfiksia
yang
merupakan
1. Bahaya utama batuk darah ialah terjadi penyumbatan trakea dan saluran napas,
sehingga timbul sufokasi yang sering fatal. Penderita tidak tampak anemis tetapi
sianosis, hal ini sering terjadi pada batuk darah masif (600-1000 cc/24 jam).
2. Pneumonia aspirasi merupakan salah satu penyulit yang terjadi karena darah
terhisap ke bagian paru yang sehat.
3. Karena saluran nafas tersumbat, maka paru bagian distal akan kolaps dan terjadi
atelektasis.
Bila perdarahan banyak, terjadi hipovolemia. Anemia timbul bila perdarahan terjadi
dalam waktu lama.
I.
Diagnosis Banding
1. TB paru
2. Tumor paru
J. Prognosis
Pada hemoptosis idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita mengalami
hemoptosis yang rekuren. Sedangkan pada hemoptisis sekunder ada beberapa faktor yang
menentukan prognosis:2,3,8
1. Tingkatan hemoptisis: hemoptisis yang terjadi pertama kali mempunyai prognosis
yang lebih baik.
2. Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptisis.
3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk
menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita.
a. Hemoptisis <200 ml/24 jam prognosa baik
b. Profuse massive >600cc/24 jam prognosa jelek 85% meninggal
24
yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian
tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe.3
B. Gejala Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.9
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain tb,
seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat
prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke
UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien
TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.9
Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif
setelah selesai pengobatan ulangan.
D. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk mengetahui adanya tuberkulosis, dokter biasanya berpegang pada tiga
patokan utama. Pertama, hasil wawancaranya tentang keluhan pasien dan hasil
pemeriksaan yang dilakukan pada pasien yang disebut dengan anamnesis. Kedua, hasil
pemeriksaan laboratorium untuk menemukan adanya BTA pada spesimen penderita.
pengobatan bertujuan untuk menilai hasil pengobatan (apakah sembuh atau gagal).
E. Prinsip Pengobatan
26
serta
mencegah
penularan
dengan
cara
menyembuhkan
pasien.
Sifat
Harian
3x seminggu
Isoniazid (H)
Bakterisid
Rifampicin (R)
Bakterisid
Pyrazinamide (Z)
Bakterisid
Streptomycin (S)
Bakterisid
Etambutol (E)
Bakteriostatik
5
(4-6)
10
(8-12)
25
(20-30)
15
(12-18)
15
(15-20)
10
(8-12)
10
(8-12)
35
(30-40)
15
(12-18)
30
(20-35)
- Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
- Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap Lanjutan 9
- Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka
waktu yang lebih lama
- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
F. Panduan Penggunaan OAT di Indonesia9
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
- Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
- Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
- Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak
sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas
dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program
untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai.
Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
28
Tahap Lanjutan
Berat Badan
30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
71 kg
RHZE (150/75/400/275)
2 tablet 4 KDT
3 tablet 4 KDT
4 tablet 4 KDT
5 tablet 4 KDT
RH (150/150)
2 tablet 4 KDT
3 tablet 4 KDT
4 tablet 4 KDT
5 tablet 4 KDT
Tahap Intensif
Tahap Lanjutan
tiap hari
3 kali seminggu
RHZE (150/75/400/275) + S
RH (150/150) + E (275)
Berat Badan
30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
71 kg
Selama 56 hari
Selama 28 hari
Selama 20 minggu
2 tablet 4 KDT +
500 mg Streptomisin inj
3 tablet 4 KDT +
750 mg Streptomisin inj
4 tablet 4 KDT +
1000 mg Streptomisin inj
5 tablet 4 KDT +
1000 mg Streptomisin inj
2 tablet 4 KDT
2 tablet 4 KDT
+ 2 tab Etambutol
3 tablet 4 KDT
+ 3 tab Etambutol
4 tablet 4 KDT
+ 4 tab Etambutol
5 tablet 4 KDT
+ 5 tab Etambutol
3 tablet 4 KDT
4 tablet 4 KDT
5 tablet 4 KDT
Catatan:
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah
500mg tanpa memperhatikan berat badan.
Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg)
30-37 kg
38-54 kg
55-70 kg
71 kg
RHZE (150/75/400/275)
2 tablet 4 KDT
3 tablet 4 KDT
4 tablet 4 KDT
5 tablet 4 KDT
G. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi Klinis
Biasanya pasien di control dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2
minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir
pengobatan. Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan keluhan pasien seperti
batuk yang berkurang, tidak ada batuk darah, nafsu makan bertambah dan ada
Evaluasi Radiologis
Evaluasi radiologis juga diperlukan untuk melihat kemajuan terapi. Dengan
pemeriksaan radiologis dapat dilihat keadaan TB parunya atau adanya penyakit
lain yang menyertai. Evaluasi foto dada dilakukan tiap 3 bulan sekali. 10
H. Efek Samping OAT
Sebagian besar penderita TB paru dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping . Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping . Oleh karena itu ,
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama
pengobatan . Pemantauan dilakukan dengan cara menjelaskan kepada penderita tandatanda efek samping dan menanyakan adanya gejala efek samping pada waktu penderita
mengambil OAT. 8
Efek samping ringan dari OAT seperti tidak ada nafsu makan,mual, sakit perut ,
nyeri sendi , kesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki , dan warna kemerahan
pada air seni . Efek samping berat dari OAT misalnya gatal dan kemerahan kulit , tuli ,
gangguan keseimbanagn , ikterus tanpa penyebab lain , bingung dan muntah-muntah ,
gangguan penglihatan , purpura dan syok .8
31
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Hemaptoe (batuk darah) adalah darah berdahak yang dibatukkan yang berasal dari
saluran pernafasan bagian bawah. Dikatakan batuk darah masif apabila jumlah darah yang
keluar 600 ml dalam waktu 24 jam. Hemaptoe (hemoptysis) adalah batuk dengan sputum
yang mengandung darah yang berasal dari paru atau percabangan bronkus. Hemaptoe
disebabkan oleh:1.Infeksi: penyakit paru inflamasi kronis (bronkhitis akut/ kronis,
bronchiectasis (fibrosis cystic), abses paru, aspergilloma, tuberkulosis. 2.Neoplasma:
karsinoma bronchogenik, metastase pulmonal, adenoma bronkial, sarcoma. 3.Benda asing/
trauma: aspirasi benda asing, fistula trakeovaskular, trauma dada, broncholith. 4.Pembuluh
darah pulmonal/ cardiac: gagal ventrikel kiri, stenosis katup mitral, infark/emboli
pulmonal, perforasi arteri pulmonal (komplikasi dari kateter arteri pulmonal). 5.Alveolar
hemoragik: sindrom Goodpasteur, vasculitide sistemik/ penyakit vaskular kolagen, obatobatan (nitrofurantoin, isocyanate, trimellitic anhydrid, D-penicillamine, kokain),
koagulopati. 6.Iatrogenik: post biopsi paru, rupturnya arteri pulmonal dari kateter SwanGanz.
7.Lain-lain:
malformasi
arterivenous
pulmonal,
bronkial
telangiectasia,
pneumoconiosis.
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
gambaran radiologis.
Dari anamnesis pasien mengalami Batuk darah 1 minggu SMRS, dahak (+), kental,
warna putih sdt, bercampur darah (+) 2 sdm setiap kali batuk, frekuensi batuk darah
5x, penurunan nafsu makan (+), penurunan berat badan (+), demam (+) hilang timbul,
demam timbul saat malam hari, demam tidak terlalu tinggi, keringat pada malam hari (+).
Os lalu berobat ke RS Bhayangkara dilakukan rontgen dada dikatakan sakit paru-paru dan
32
pemeriksaan dahak sebanyak 3x yang ketiga hasilnya negatif, os disarankan berobat jalan
ke puskesmas dan diberi OBH.
1 hari SMRS, os mengeluh batuk darah bertambah banyak, banyaknya gelas air
mineral tiap kali batuk, frekuensi batuk darah 10x, darah berwarna merah segar, dahak
(+) warna putih, banyaknya 1sdm, sakit menelan (+),penurunan nafsu makan (+),
penurunan berat badan (+), demam (+) hilang timbul, demam timbul saat malam hari,
demam tidak terlalu tinggi, keringat pada malam hari (+). Os lalu datang ke IGD RSMH
Palembang. Pemeriksaan fisik ditemukan Keadaan umumtampak sakit sedang, Kesadaran
compos mentis, Tekanan Darah 120/70 mmHg Nadi 72 kali per menit, reguler, isi cukup,
tegangan kuat, Pernafasan 22 kali per menit, regular, thorakoabdominal, Suhu 36,7o C,
Berat Badan 62 kg, Tinggi Badan 170 cm, IMT 21,45 kg/mm3 (Normoweigh), RBW 98%.
Keadaan Spesifik konjungtiva palpebra pucat (+/+), Paru Perkusi sonor di kedua lapangan
paru, batas paru hepar ICS VI, peranjakan 1 sela iga, Auskultasi ronkhi (+) basah sedang di
lapangan paru kanan atas. Pemeriksaan Penunjang seperti Foto toraks dilakukan dalam
posisi PA dan lateral hendaklah dibuat pada setiap penderita hemoptisis masif. Gambaran
opasitas dapat menunjukkan tempat perdarahannya.6 Pada pasien dari hasil foto toraks
terdapat sela iga yang melebar dan terdapat infiltrat di lapang paru kanan atas ICS I-III ini
menunjukkan suatu TB paru sedang.
Pemeriksaan bronkografi untuk mengetahui adanya bronkiektasis, sebab sebagian
penderita bronkiektasis sukar terlihat pada pemeriksaan X-foto toraks.7
Pemeriksaan dahak baik secara bakteriologi maupun sitologi (bahan dapat diambil
dari dahak dengan pemeriksaan bronkoskopi atau dahak langsung).7
Pemeriksaan bronkoskopi dilakukan untuk menentukan sumber perdarahan dan
sekaligus untuk penghisapan darah yang keluar, supaya tidak terjadi penyumbatan.
Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian sumber
perdarahan dapat diketahui.6,7
33
Daftar Pustaka
1. Tabrani, Rab. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: TIM.
2. Pitoyo CW. 2006. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II, edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
3. PAPDI. 2006. Hemoptisis. Dalam: Rani Aziz, Sugondo Sidartawan, Nasir Anna U.Z.,
Wijaya Ika Prasetya, Nafrialdi, Mansyur Arif. Panduan pelayanan medik. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
4. Alsagaff, Hood. 2009. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press.
5. Amirullah, R. 2004. Gambaran dan Penatalaksanaan
34