Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

FOURNIER GANGRENE
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Medikal
di Ruang 19 Bedah RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang

OLEH:
MUHAMMAD HAFIDL HASBULLAH
NIM. 105070201131016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015

FOURNIER GANGRENE
A. Definisi
Fournier's gangrene (FG) merupakan fasciitis nekrotikans yang progresif pada daerah
penis, skrotum, dan perineum. FG termasuk penyakit infeksi yang fatal namun jarang
terjadi. FG pertama kali ditemukan pada tahun 1883 oleh seorang venerologis Prancis
Jean Alfred Fournier. Infeksi pada FG memiliki karakteristik khas, yaitu akan
menyebabkan trombosis pada pembuluh darah subkutis yang akan menyebabkan
nekrosis kulit di sekitarnya.
Penyakit ini merupakan kedaruratan di bidang urologi karena mula penyakitnya (onset)
berlangsung sangat mendadak, cepat berkembang, bisa menjadi gangren yang luas dan
menyebabkan septisemia. Pada beberapa tahun terakhir ini insiden FG cenderung
meningkat yang disebabkan oleh faktor predisposisi dari FG seperti diabetes mellitus,
imunosupresi, dan penyakit hati dan ginjal kronik juga meningkat. Infeksi pada sebagian
besar kasus FG merupakan gabungan sinergis antara bakteri aerob dan anaerob.
B. Epidemiologi
Fournier gangren relatif jarang, namun insiden yang tepat dari penyakit ini tidak
diketahui. Dalam review FG pada tahun 1992, Paty dkk mendapatkan sekitar 500 kasus
infeksi telah dilaporkan dalam literatur, menghasilkan prevalensi 1 kasus dari 7500 orang.
Dari sebuah tinjauan kasus retrospektif, terungkap 1.726 kasus didokumentasikan dalam
literatur dari 1950-1999, dengan rata-rata 97 kasus per tahun. Peneliti lain telah
melaporkan sekitar 600 kasus FG di dunia sejak tahun 1996, dimana frekuensi FG di
dunia tidak berubah secara bermakna.
Tidak ada variasi musiman yang terjadi pada FG untuk setiap wilayah di dunia,
meskipun secara klinis terbesar berasal dari benua Afrika,
Seksual dan usia juga terkait dalam insiden Fournier gangrene dengan rasio pria
ke perempuan adalah sekitar 10:1. Kejadian yang lebih rendah pada wanita dapat
disebabkan oleh drainase yang lebih baik dari daerah perineum melalui sekresi vagina.
Pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis berada pada risiko yang lebih tinggi,
terutama

untuk

infeksi

yang

disebabkan

terkait

dengan

methicillin-resistant

Staphylococcus aureus (MRSA). Kebanyakan kasus yang dilaporkan terjadi pada pasien
berusia 30-60 tahun. Sebuah tinjauan literatur hanya ditemukan 56 kasus anak, dengan
66% dari mereka pada bayi yang lebih muda dari 3 bulan.

C. Etiologi
FG disebabkan infeksi bakteri aerob dan anaerob seperti E. coli, coliform,
Klebsiella spp., Bacteroides spp., Streptococcus spp., Enterococcus spp., Pseudomonas
spp., Proteus spp. dan Clostridium spp.
Penyebab FG dari anorektal meliputi: abses perianal, perirektal, dan iskiorektalis;
fisura anal; dan perforasi kolon. Hal ini bias merupakan konsekuensi dari cedera
kolorektal atau komplikasi keganasan kolorektal, penyakit radang usus, divertikulitis
kolon, atau apendisitis.
Penyebab dari saluran urogenital meliputi: infeksi di kelenjar bulbourethral, cedera
uretra, cedera iatrogenik sekunder untuk manipulasi striktur uretra, epididimitis, orkitis,
atau infeksi saluran kemih bawah (misalnya, pada pasien dengan penggunaan jangka
panjang kateter uretra).
Penyebab Dermatologis meliputi: supuratif hidradenitis, ulserasi karena tekanan
skrotum, dan trauma. Ketidakmampuan untuk menjaga kebersihan perineum seperti pada
pasien lumpuh menyebabkan peningkatan risiko.
Trauma bedah aksidental ataupun disengaja dan adanya benda asing juga dapat
menyebabkan penyakit. Pada wanita, sepsis aborsi, abses vulva atau kelenjar Bartholini,
histerektomi, dan episiotomi dapat dicurigai sebagai penyebab FG. Pada pria, seks anal
dapat meningkatkan risiko infeksi perineum, baik dari trauma tumpul langsung atau
dengan penyebaran mikroba dari rektal. Sedangkan pada anak-anak yang bisa
menyebabkan FG seperti sirkumsisi, strangulasi hernia inguinalis, omphalitis, gigitan
serangga, trauma, perirektal abses dan infeksi sistemik.
D. Manifestasi Klinis
Ciri Fournier gangren adalah rasa sakit dan nyeri tekan di alat kelamin. Perjalanan
klinis biasanya berlangsung melalui tahap-tahap berikut:

Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari

Rasa sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan edema pada kulit di
atasnya yang disertai pruritus

Meningkatkan nyeri genital dengan eritema dikulit atasnya

Gambaran duski di kulit atasnya (subkutan krepitasi)

Gangren jelas dari bagian alat kelamin disertai drainase purulen dari luka

Pada awal perjalanan penyakit, rasa sakit tidak sesuai dengan temuan fisik.
Gangren dapat berkembang, tetapi nyeri dapat hilang akibat jaringan saraf menjadi
nekrotik. Efek sistemik dari proses ini bervariasi dari nyeri lokal tanpa disertai syok septik
dan kemerahan. Secara umum, semakin besar derajat nekrosis, yang lebih mendalam
efek sistemik.
Pada Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah palpasi dari alat kelamin,
perineum dan pemeriksaan colok dubur, untuk menilai tanda-tanda penyakit dan untuk
mencari potensi masuknya portal infeksi. Dapat juga ditemukan krepitasi jaringan lunak,
nyeri lokal, ulkus yang disertai eritem, edema, sianosis, indurasi, blister, maupun gangren.
Dari inspeksi kulit tersebut dapat menentukan derajat dari bau amis ditimbulkan akibat
infeksi dari bakteri anaerob dan krepitasi yang disebabkan mikroorganisme Clostridium
yang dapat memproduksi gas. Gejala sistemik dapat terjadi seperti demam, takikardia
dan hipotensi.
E. Patofisiologi
Infeksi lokal berdekatan dengan portal masuk adalah dasar terjadinya FG. Pada
akhirnya, suatu endarteritis obliterative berkembang menyebabkan kulit, subkutan dan
pembuluh darah menjadi nekrosis kemudian berlanjut

iskemia lokal dan proliferasi

bakteri. Tingkat kerusakan fasia dapat mencapai 2-3 cm/jam.


Infeksi fasia perineum (fasia colles) dapat menyebar ke penis dan skrotum melalui
fasia buck dan dartos, atau ke dinding perut anterior melalui fasia scarpa, atau
sebaliknya. Fasia colles melekat pada perineum dan diafragma urogenital secara
posterior dan pada ramus pubis secara lateral, sehingga membatasi perkembangan ke
arah ini. Keterlibatan testis jarang, karena arteri testis berasal langsung dari aorta dan
dengan demikian memiliki suplai darah terpisah dari area infeksi.
Infeksi merupakan ketidakseimbangan antara (1) imunitas host, yang sering
terganggu oleh satu atau lebih proses sistemik penyerta, dan (2) virulensi dari
mikroorganisme

penyebab.

Faktor

etiologi

ini

memungkinkan

untuk

masuknya

mikroorganisme ke dalam perineum, sistem imun yang turun memberikan lingkungan


yang baik untuk memulai infeksi, dan virulensi mikroorganisme mempercepat penyebaran
cepat penyakit ini.

Patofisiologi Fourniers Gangrene


Faktor etiologi
(Virulensi mikroba + Penurunan imun)

Infeksi polymicrobial di daerah perineum

Sinergi polymicroba dalam pembentukan enzim

Koagulasi pembuluh nutrient

Trombus pembuluh nutrient

Penurunan suplai darah

Penurunan oksigen jaringan

Pertumbuhan organisme anaerob & aerob

Produksi enzim lecithinase & collagenase

Digesti barrier fascia

Obliterative endartheritis

Nekrosis pembuluh darah kutan dan subkutan

Iskemia lokal dan proliferasi bakteri lebih lanjut

Infeksi pada fascia perineum (colles fascia)

F. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosis, dapat dibantu dengan beberapa pemeriksaan penunjang.
Di antaranya adalah:
1. Tes Darah Lengkap
Untuk menilai respon kekebalan yang ditimbulkan oleh proses infeksi dan untuk
memeriksa jumlah dari sel darah merah, dan mengevaluasi potensi sepsis-yang
menyebabkan trombositopenia. Profil koagulasi seperti, prothrombin time (PT),
Activated Partial Thromboplastin Time (APTT), jumlah trombosit, kadar fibrinogen
sangat membantu untuk mencari sepsis-induced koagulopati seperti pada ITP.
Kultur darah juga diperlukan untuk menetahui jenis mikroba yang terlibat serta
menilai keadaan septisemia. Kimia darah untuk mengevaluasi gangguan elektrolit,
untuk mencari bukti dehidrasi dapat diperiksa blood urea nitrogen [BUN] / kreatinin
rasio, yang cenderung terjadi sebagai akibat perlangsungan penyakit, juga kadar
gula dalam darah mengevaluasi intoleransi glukosa, yang mungkin disebabkan
untuk DM atau sepsis yang disebabkan gangguan metabolisme. Arterial blodd gas
(ABG) untuk memberikan penilaian yang lebih akurat gangguan asam dan basa.
Asidosis dengan yang dapat terjadi dengan hiperglikemia atau hipoglikemia
2. CT Scan
CT Scan memainkan peranan yang penting untuk diagnosis sama seperti
pentingnya untuk evaluasi dalam tindakan bedah. Etiologi, jalur penyebaran,
adanya cairan dan abses dapat dievaluasi dengan baik melalui CT scan.
Gambaran Fournier Gangren yang tampak pada CT Scan berupa penebalan soft
tissue dan inflamasi. CT Scan menunjukkan penebalan fascia yang asimetris,
penumpukan cairan dan abses, penumpukan lemak di sekitar jaringan, dan
emfisema subkutan yang terbentuk karena adanya gas yang dtimbulkan oleh
bakteri.

Gambar 1. Gambaran CT Scan pada pasien berusia 60 tahun yang menunjukkan adanya
udara dan cairan yang terjebak dalam dua korpus kavernosum.
3. Radiografi
Pada radiografi, hiperlusen menunjukkan adanya gas pada soft tissue yang
terdapat di region skrotum atau perineum. Emfisema subkutis dapat terlihat di
regio inguinal, skrotum, perineum, dinding anterior abdomen, dan paha.
Radiografi dapat menunjukkan adanya udara di soft tissue sebelum secara klinis
menunjukkan krepitasi, dan ketidakberadaannya pada pemeriksaan fisik tidak
menyingkirkan diagnosis Fournier gangren.
Radiografi juga menunjukkan pembengkakan yang signifikan pada soft tissue
skrotum. Gas pada fascia yang dalam jarang terlihat pada radiografi.

Gambar 2. Fournier gangrene pada laki-laki usia 32 tahun dengan riwayat nyeri pada
testis dan infeksi pada kulit.

4. Ultrasonografi
USG dapat mendeteksi adanya Fournier gangren dengan menunjukkan
penebalan pada dinding dan gambaran hiperechoik, sehingga menyebabkan
adanya shadow yang kotor yang menunjukkan adanya gas pada dinding skrotum.
Kadangkala nampak pula gambaran hidrocele unilateral atau bilateral. Testis dan
epididimis seringkali ditemukan dalam ukuran dan echostruktur yang normal
karena terpisahkan oleh aliran darah. Vaskularisasi testis seringkali bertahan
karena aliran darah ke skrotum berbeda dengan aliran darah ke testis.
USG juga bermanfaat untuk membedakan Fournier gangren dengan hernia
inkaserata inguinoskortal. Di lain kondisi, gas diobservasi pada obstruksi lumen
usus, jauh dari dinding skrotum.

Gambar 3. Suspek Fournier gangrene pada laki-laki usia 71 tahun dengan demam. USG
menunjukkan adanya daerah echogenik
G. Pentalaksanaan Medis
Prinsip terapi pada gangren Fournier ada terapi suportif memperbaiki keadaan umum
pasien, pemberian antibiotik, dan debridemen. Pengobatan Fournier gangren melibatkan
beberapa modalitas. Pembedahan diperlukan untuk diagnosis definitif dan eksisi jaringan
nekrotik. Pada pasien dengan gejala sistemik terjadi hipoperfusi atau kegagalan organ,
resusitasi agresif untuk memulihkan perfusi organ normal

harus lebih diutamakan

daripada prosedur diagnostik. Dengan demikian, pengobatan pasien dengan gangren


Fournier meliputi resusitasi agresif dalam mengantisipasi operasi.

Antibiotik

Pengobatan Fournier gangren melibatkan antibiotik spektrum luas terapi antibiotik.


Spektrum harus mencakup staphylococci, streptokokus, Enterobacteriaceae organisme,

dan anaerob. Dimana secara empiris ciprofloksasin dan klindamisin dapat digunakan.
Klindamisin sangat berguna dalam pengobatan nekrosis jaringan lunak infeksi karena
spektrum gram positif dan anaerob. Klindamisin telah terbukti untuk menghasilkan tingkat
respons unggul daripada penisilin atau eritromisin.

Debridemen

Tujuan debridemen adalah mengangkat seluruh jaringan nekrosis (devitalized tissue)


sebelum dilakukan debridement sebaiknya dicari sumber infeksi dari uretra atau dari
kolorektal dengan melakukan uretroskoi atau proktoskopi. Kadang-kadang perlu
dilakukan diversi urine melalui sistotomi atau diversi feces dengan melakukan kolostomi.
Setelah nektrotomi, dilakukan perwatan terbuka dan kalau perlu pemasangan pipa
drainase. Setelah 12 dan 24 jam lagi dilakukan evaluasi untuk menilai demarkasi jaringan
nekrosis dan kalau perlu dilakukan operasi ulang. Debridement yang kurang sempurna
seringkali membutuhkan operasi ulang.

Oksigen Hiperbarik

Oksigen hiperbarik (HBO) telah digunakan sebagai tambahan dalam pengobatan gangren
Fournier. Protokol yang biasa digunakan antara lain : ismultiple sesi sebesar 2,5% 90min
dan atmfor 100 oksigen inhalasi setiap 20 menit. HBO meningkatkan kadar tekanan
oksigen dalam jaringan dan memiliki efek menguntungkan berbagai penyembuhan luka.
Oksigen radikal bebas adalah jaringan dari hipoksik yang dibebaskan, yang secara
langsung beracun terhadap bakteri anaerob. Aktifitas fibroblast meningkat dengan
angiogenesis berikutnya mengarah ke penyembuhan luka dipercepat.

Rekonstruksi Bedah

Tergantung pada tingkat cacat kulit, pilihan dalam rekonstruksi menjahit, ketebalan kulit
perpecahan pencangkokan, atau vaskularisasi miomukotaneus pedikel. Cacat kecil dapat
ditutup oleh penjahitan primer, terutama dikulit yang lentur seperti pada skrotum.
Kecacatan besar biasa paling sering timbul saat pencangkokan kulit. Kulit kaki yang
sehat, pantat, dan lengan dapat digunakan untuk pencangkokan. Cacat pada kulit batang
penis harus terhindar dari pencangkokkan untuk mencegah pembentukan bekas luka
fibrosis karena berhubungan dengan masalah ereksi.
H. Prognosis
Prognosis untuk pasien setelah rekonstruksi Fournier gangren biasanya baik.
Skrotum memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dan regenerasi setelah infeksi dan

terjadi nekrosis Namun demikian, sekitar 50% dari laki-laki dengan keterlibatan penis
mengalami sakit dengan ereksi, sering berhubungan dengan jaringan parut pada daerah
genital. Jika jaringan lunak yang luas hilang, mungkin terjadi gangguan pada drainase
limfatik, sehingga terjadi, edema dan selulitis.
Pada 1995, Laor dkk memperkenalkan the Fournier Gangrene Severity Index (FGSI).
FGSI berdasar pada penyimpangan dari rentang referensi parameter klinis berikut:

Masing-masing parameter berupa skor antara 0-4, dengan semakin tinggi nilai
mengindikasikan semakin besar penyimpangan dari normal. FGSI merupakan jumlah dari
semua nilai parameter. FGSI lebih besar dari 9 berhubungan dengan peningkatan
mortalitas.

I. Asuhan Keperawatan
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik.
Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridemen
atau kuretase. Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi
penyebabnya, utamanya apabila disebabkan oleh benda asing karena benda asing
tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu
dipotong dan diambil absesnya, bersama dengan pemberian obat analgetik. Drainase,
abses dengan menggunakan pembedahan biasanya diindikasi apabila abses telah
berkembang dari peradangan serasa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak.
Fokus Pengkajian
Data tergantung pada tipe,lokasi,durasi dari proses infektif dan organ-organ yang terkena
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Tanda :

Tekanan darah normal/sedikit dibawah jangkauan normal (selama curah

jantung

tetap

meningkat).

Denyut

perifer

kuat,

cepat

(perifer

hiperdinamik);

lemah/lembut/mudah hilang, takikardi ekstrem (syok). Suara jantung : disritmia dan


perkembangan

S3

dapat

mengakibatkan

disfungsi

miokard,

efek

dari

asidosis/ketidakseimbangan elektrolit. Kulit hangat, kering, bercahaya (vasodilatasi),


pucat, lembab, burik (vasokonstriksi).
3. Eliminasi
Gejala : Diare
4. Makanan/cairan
Gejala

Tanda

Anoreksia, mual, muntah.


Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/masa otot (malnutrisi).

Penurunan haluaran, konsentrasi urine; perkembangan ke arah oliguria, anuria.


5. Neurosensori
Gejala

Sakit kepala, pusing, pingsan.

Tanda

Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma

6. Nyeri/kenyamanan
Gejala

Kejang abdominal, lokalisasi nyeri/ketidaknyamanan, urtikaria, pruritus

umum.
7. Pemafasan
Tanda

Takipnea dengan penurunan kedalaman pemafasan, penggunaan

kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral.


Tanda

Suhu umumnya meningkat (37,95C atau lebih) tetapi mungkin normal pada

lansia mengganggu pasien, kadang sub normal (dibawah 36,5C), menggigil, luka yang
sulit/lama sembuh, drainase purulen, lokalisasi eritema, ruam eritema makuler.
8. Sexualitas
Gejala

Perineal pruritus

Tanda

Maserasi vulva, pengeringan vaginal purulen.

9. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala

Masalah kesehatan kronis/melemahkan misal: DM, kanker, hati, jantung,

ginjal, kecanduan alkohol. Riwayat splenektomi. Baru saja menjalani operasi prosedur
invasif, luka traumatik.
10. Pertimbangan : Menunjukan lama hari rawat 7,5 hari.
11. Rencana pemulangan :

Mungkin dibutuhkan bantuan dengan perawatan/alat dan

bahan untuk luka, perawatan, perawatan diri, dan tugas-tugas rumah tangga

Prioritas Keperawatan
a.

Menghilangkan infeksi.

b.

Mendukung perfusi jaringan/volume sirkulasi.

c.

Mencegah komplikasi.

d.

Memberikan informasi mengenai proses penyakit, prognosa dan kebutuhan

pengobatan.
(Doenges,2000:240)

Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang diagnosis sekunder terhadap Fournier
Gangren
Intervensi: Dapatkan riwayat kesehatan untuk menentukan:
-

Kekhawatiran pasien
Tingkat pengertian
Pemberian edukasi

2. Retensi Urin b/d obstruksi uretral sekunder terhadap Fournier Gangren


Intervensi:
-

Kaji tanda-tanda retensi urin


Kateterisasi pasien
Berikan agen kolinergik yang diresepkan
Monitor efek medikasi

3. Kurang pengetahuan b/d kurangnya indormasi sekunder terhadap Fournier Gangren


Intervensi:
-

Pastikan tingkat pengetahuan pasien


Dukung komunikasi dengan pasien
Tentukan kemampuan dan kesiapan pasien dan hambatan dalam belajar
Identifikasi keluarga yang membutuhkan informasi

4. Disfungsi seksual b/d efek terapi sekunder terhadap Fournier Gangren


Intervensi:
-

Informasikan pasien tentang terapi


Tentukan riwayat
Libatkan pasangan dalam membangun pengertian

5. Nyeri akut b/d insisi surgikal


Intervensi:
-

Tingkatkan kenyamanan pasien


Posisikan dengan hati-hati
Berikan analgesik
Kompres hangat atau dingin

6. Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam fungsi

Intervensi:
-

Kaji perasaan pasien terhadap citra tubuh


Dukung pasien untuk menyatakan kekhawatirannya
Identifikasi potensi terhadap harga diri:
o Perubahan penampilan
o Penurunan fungsi seksual
o Penurunan energy

DAFTAR PUSTAKA

1. Hohenfellner, Markus, Richard. Emergencies and Urology. London : Springer. 2006.


50-140
2. Lovensoon RB, Singh AK, Novelline RA. 2008. Fournier Gangrene: Role of Imaging.
Radiographics (28) 519-528.
3. Pais VM. Fournier Gangerene.

[online].

2011.

[diakses

Juni,

2014].

http://emedicine.medscape.com/article/2028899-overview
4. Setiawan F, Novianti R, MTP Wicaksono. 2013. Fourniers Gangrene. CDK-205/ vol.
40 no. 6.

Anda mungkin juga menyukai