Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
..
Disusun oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
012065296
012095835
012095899
012116373
012116459
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................................
10
11
11
2.1.1. Definisi........................................................................
11
2.1.2. Frekuensi....................................................................
11
13
14
2.2. Pre-eklamsi.............................................................................
17
2.2.1. Definisi........................................................................
17
2.2.2. Epidemiologi...............................................................
18
2.2.3. Gejala-gejala...............................................................
21
24
26
27
41
41
3.2. Resume...................................................................................
48
49
3.4. Terapi......................................................................................
50
3.5
Edukasi...................................................................................
50
3.6. Prognosis.................................................................................
50
51
4.1. Analisa....................................................................................
51
4.2. Pembahasan........
53
59
5.1. Kesimpulan.....................................................................
59
5.2. Saran.......................................................................
59
BAB VI PENUTUP................................
61
62
LAMPIRAN .
65
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat
yang sulit untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah
satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak.
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, diare
adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun.
Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan
angka kematian 1.5 juta pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia
dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap
episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak
untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada
anak (WHO, 2009).
Untuk skala nasional berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia
tahun 2008, penderita diare pada tahun tersebut adalah 8.443 orang dengan
angka kematian akibat diare adalah 2.5%. Angka ini meningkat dari tahun
sebelumnya, yaitu 1.7% dengan jumlah penderita diare adalah 3.661 orang.
Untuk tahun 2006, penderita diare di Indonesia adalah 10.280 orang dengan
angka kematian 2.5%
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
angka prevalensi diare di Indonesia sebesar 9%. Kejadian diare tersebar pada
semua kelompok umur anak dengan prevalensi tertinggi pada anak usia balita
(16,7%). Menurut Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah tahun 2007, rata-
rata jumlah kasus diare anak usia balita per tahun diatas 40%. Di kotamadya
Semarang sebanyak 12.413 kasus diare terdapat pada anak balita.
Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development
Goals / MDGs (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3
bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT), dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun
diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di
Indonesia.
Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar
kasus penyebanya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus,
bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat
menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorbsi. Diare karena virus
umunya bersifat self limting, sehingga aspek terpenting yang harus
diperhatikan adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab
utama kematian dan menjamin nutrisi untuk mencegah virus menganggu
pertumbuhan akibat diare.
Rotavirus merupakan penyebab tertinggi dari kejadian diare akut baik
di negara berkembang maupun negara maju. Di Indonesia menurut penelitian
Soenarto yati dkk pada anak yang dirawat di rumah sakit karena diare 60%
disebabkan oleh Rotavirus.
Diare juga erat hubunganya dengan kejadian kurang gizi. Setiap
episode diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya
anorexia dan berkurangnya kemampuan menyerap sari makanan, sehingga
apabila episodenya berkepanjangan akan berdampak pada pertumbuhan dan
kesehatan anak. Pada laporan ini akan membahas tentang faktor yang
1.1.
Rumusan Masalah
Apa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya diare di wilayah kerja
Puskesmas Bangetayu?
1.2.
Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum :
Memperoleh informasi tentang faktor yang mempengaruhi
terjadinya diare wilayah kerja Puskesmas Bangetayu berdasarkan
pendekatan H.L. Blum.
1.2.2. Tujuan khusus
Mengetahui faktor perilaku yang mempengaruhi terjadinya diare
1.3.
Manfaat
1.3.1. Manfaat bagi Mahasiswa
Menambah wawasan tentang diare, penyebab diare serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Menjadi rujukan untuk penelitian lebih lanjut.
1.3.2. Manfaat bagi Masyarakat
yang mempengaruhinya.
Memberikan masukan bagi tenaga kesehatan untuk lebih
memberdayakan masyarakat dalam upaya kesehatan promotif
dan preventif pada diare.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DIARE
2.1.1 Definisi
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3x perhari) disertai perubahan
konsistensi tinja (menjadi cair), dengan atau tanpa darah dan atau lendir.
2.1.2 Cara Penularan dan Faktor Resiko
Cara penularan diare pada umumnya adalah secara
oro-fecal
melalui
1) makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh ente
ropatogen,
2) kontak langsung tangan dengan penderita atau baran-barang yang t
elah tercemar tinja penderita, atau tidak langsung melalui lalat.
Dalam bahasa Inggris maka terdapat 4F didalam cara penularan diare
yaitu:
1. food (makanan)
2. feces (tinja)
3. finger (jari tangan)
4. fly (lalat)
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen
antara lain:
1. tidak memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama
kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih,
2. pencemaran air oleh tinja,
3. kurangnya sarana kebersihan atau MCK
4. kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
5. penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
6. cara penyapihan yang tidak baik (terlalu cepat disapih, terlalu cepat
diberi susu botol, dan terlalu cepat diberi makanan padat).
Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat
meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi
10
11
macam toksin yang dihasilkan oleh ETEC, yaitu toksin yang tidak
tahan panas (heat labile toxin = LT ) dan toksin yang tahan panas
(heat stable toxin = ST ). Toksin LT menyebabkan diare dengan jalan
merangsang aktivitas enzim adenil siklase seperti hal nya toksin
kolera sehingga akan meningkatkan akumulasi cAMP, sedangkan
toksin ST melalui enzim guanil siklase yang akan meningkatkan
akumulasi cGMP.
BaikcAMP maupun cGMP akan menyebabkan perangsangan
sekresi cairan kelumen usus sehingga terjadi diare. Bakteri ETEC
dapat menghasilkan LT saja, ST saja atau kedua-duanya. ETEC tidak
menyebabkan kerusakan rambut getar (mikrovili) atau menembus
mukosa usus halus (invasif).
Diare biasanya berlangsung terbatas antara 3-5 hari, tetapi dapat juga
lebih lama (menetap,persisten).
2. EPEC. (Enteropathogenic Eschericiacoli)
EPEC dapat menyebabkan diare berair disertai muntah dan panas
pada bayi dan anak dibawah usia 2 tahun. Di dalam usus, bakteri ini
membentuk
koloni melekat pada mukosa usus, akan tetapi tidak mampu menemb
us dinding usus.
Melekatnya bakteri ini pada mukosa usus karena adanya plasmid.
Bakteri ini cepat berkembang biak dengan membentuk toksin yang
melekat erat pada mukosa usus sehingga timbul diare pada bayi dan
sering menimbulkan prolong diarrhea terutama bagi mereka yang
tidak minum ASI.
3. EIEC. (Enteroinvasive Eschericia coli)
EIEC biasanya apatogen, tetapi sering pula menyebabkan KLB
diare karena keracunan makanan (food borne). Secara biokimiawi
dan serologis bakteri ini menyerupai Shigella spp., dapat menembus
mukosa usus halus, berkembang biak di dalam kolonosit (sel epitel
kolon) dan menyebabkan disentri basiler. Dalam tinja penderita,
sering ditemukan eritrosit dan leukosit
4. EAEC. (Enteroadherent Escherichiacoli)
EAEC merupakan golongan E.coli yang mampu melekat dengan
kuat
pada mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologis.
Diduga bakteri ini mengeluarkan sitotoksin, dapat menyebabkan diare
berair sampai lebih dari 7 hari (prolonged diarrhea).
12
13
binatang
saja.
Cryptosporodium
merupakan
golongan
1. Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh
air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan
osmotik antara lumen usus dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan
yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus
bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen
usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang
bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah jejunum, sehingga
akan banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na akan mengikuti
masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan
intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil
cairan ini akan dibawa kembali,akan tetapi lainya akan tetap tinggal
di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg,
glukosa, sucrose, lactose, maltose di segmen ileum dan melebihi
kemampuan absorbs kolon, sehinga terjadi diare. Bahan-bahan
seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung
sorbitol dalam jumlah berebihan akan memberikan dampak yang
sama.
2. Diare Sekretorik
Diare sekterik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam
usus halus yang terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus
saluran cerna, sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau
meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari
tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan diare yang
disebabkan oleh infeksi bakteri akibat rangsangan pada mukosa usus
halus oleh toksin E.coli , atau V. Cholera 01.
15
16
17
18
19
Enteropatogen terkait
Reaktive arthritis
Camphylobacter
Glomerulonephritis
IgA nephropathy
Camphylobacter
Erythema nodusmu
Hemolytic anemia
Camphylobacter, Yersinia
S. dysentrie, E. Coli
Rotavirus
Shigella
Salmonell
a
ETEC
EIEC
Kolera
Masa
tunas
7-72 jam
24-48 jam
6-72 jam
6-72 jam
6-72 jam
47-72 jam
Panas
++
++
++
20
Mual
muntah
Sering
Jarang
Sering
Nyeri
perut
Tenesmus
Tenesmus
kramp
Tenesmuskolik
Nyeri
kepala
Lamanya
sakit
5-7 hari
> 7 hari
3-7 hari
Tenesmus
- kram
Sering kram
2-3 hari
variasi
3 hari
Sifat tinja
Volume
Sedang
Sedikit
Sedikit
banyak
Sedikit
Banyak
Frekuensi
5-10/hari
>10x/ha
ri
Sering
sering
Sering
Terus
menerus
Konsistensi
Cair
Lembek
sering
Lembek
Cair
Lembek
Cair
Darah
Kadang
Bau
Langu
Busuk
Amis khas
Warna
Kuning
hijau
Merah
hijau
Kehijauan
Tak
berwarna
Merahhijau
Seperti
aircucian
beras
Leukosit
Lain-lain
anoreksia
Kejang
Sepsis +
Meteoris
mus
Infeksi
sistemik
2.1.6 Terapi
21
Natrium
75
Klorida
65
22
Glucose, anhydrous
75
Kalium
20
Sitrat
10
Total Osmolaritas
245
23
24
Rehidrasi
Waktu
Cairan
Pencegahan
Dehidrasi
Makan Minum
Tanpa
dehidrasi
10-20
cc/kgBB /
tiap BAB,
Oralit
ASI
diteruskan. Susu
formula
diteruskan
dengan
mengurangi
makanan
berserat, ekstra1
porsi
Ringansedang
4 jam
75 cc ( gelas)oralit/kgBB
atau ad libitum sampai
tanda-tanda
dehidrasi
hilang
Idem
Dapat
ditangguhkan
sampai
anak menjadi
25
segar
Patokan koreksi cairan melalui NGD (Nasogastrik Drip) adalah:
1. Nadi masih dapat diraba dan masih dapat dihitung
2. Tidak ada meteorismus
3. Tidak ada penyulit yang mengharuskan kita memakai cairan IV
4. Dikatakan gagal jika dalam 1 jam pertama muntah dan diare terlalu
banyak atau syok bertambah berat.
2.
600ml, > 5 tahun adalah 1200 ml dan dewasa adalah 2400ml. Rentang nilai
volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang sesungguhnya diberikan
ditentukan dengan menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-tanda
dehidrasi. Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi
lagi. Sebaliknya bila dengan volume di atas kelopak mata menjadi bengkak,
pemberian oralit harus dihentikan sementara dan diberikan minum air putih
atau air tawar. Bila oedem kelopak mata sudah hilang dapat diberikan lagi.
Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan
secara per-oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume
yang sama dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan
penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau memburuk. Bila keadaan
penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan dapat dilanjutkan di
rumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada
pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan penderita jatuh dalam
keadaan dehidrasi berat, penderita tetap dirawat di sarana kesehatan dan
pengobatan yang terbaik adalah pemberian cairan parenteral.
3. Pengobatan diare dehidrasi berat
TRP (Terapi Rehidrasi Parenteral)
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di Puskesmas atau Rumah
Sakit. Pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parenteral.
Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit
sampai cairan infus terpasang. Di samping itu, semua anak harus diberi
oralit selama pemberian cairan intravena (5ml/kgBB/jam), apabila dapat
minum dengan baik, biasanya dalam 3-4jam (untuk bayi) atau 1-2jam
(untuk anak yang lebih besar). Pemberian tersebut dilakukan untuk member
tambahan basa dan kalium yang mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup
dengan pemberian cairan intravena. Untuk rehidrasi parenteral digunakan
cairan Ringer Laktat dengan dosis 100ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk
<1tahun 1 jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 5 jam berikutnya
70cc/kgBB. Di atas 1tahun jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 2 jam
berikutnya 70cc/kgBB. Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak
membaik, tetesan IV dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam
pada anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang
sesuai yaitu pengobatan diare dengan dehidrasi ringan sedang atau
pengobatan diare tanpa dehidrasi.
27
5. CRO baru
Resep untuk memperbaiki CRO antara lain menambahkan substrat
untuk kontransport natrium (contoh: asam amino glycine, alanine, dan
glutamine) atau substitusi glukosa dengan komplek karbohidrat (CRO
berbasis beras atau cereal). Asam amino tidak menunjukkan lebih efektif
daripada CRO tradisional dan lebih mahal. CRO berbasis beras dapat
direkomendasikan bila cukup latihan dan penyediaan di rumah dapat
dilakukan, dan mungkin sangat efektif untuk mengobati dehidrasi karena
kolera. Walaupun demikian, kemudahan dan keamanan CRO paket di
negara berkembang dan secara komersial tersedia CRO di negara maju,
maka CRO standard tetap merupakan pilihan utama dari sebagian besar
klinisi. Potential additive pada CRO termasuk mampu melepaskan SCFA
(amylaseresistant starch derivate dari jagung) dan partially hydrolyzed guar
28
29
atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH < 6) dan
terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja > 0,5%. Setelah diare berhenti,
pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan
susu atau formula biasanya diminum secara bertahap selama 2-3 hari.Bila
anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak
atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energydiit
harus berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering
(6kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula
dengan makanan tambahan seperti sereal pada umumnya dapat ditoleransi
dengan baik pada anak yang telah disapih. Pada anak yang lebih besar, dapat
diberikan makanan yang terdiri dari makanan pokok setempat misalnya
nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan
energinya dapat ditambahkan 5-10 ml minyak nabati untuk setiap 100 ml
makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya akan
karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan
sayur-sayuran, serta ditambahkan tahu, tempe, daging, atau ikan. Sari buah
segar atau pisang baik untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak
atau makanan yang mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang
diperdagangkan, minuman ringan, sebaiknya dihindari.
8. Pemberian makanan setelah diare
Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare,
beberapa kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila
terjadi anoreksia hebat. Oleh karena itu, perlu pemberian ekstra makanan
yang kaya akan zat gizi beberapa minggu setelah sembuh untuk
memperbaiki kurang gizi danuntuk mencapai serta mempertahankan
pertumbuhan normal. Berikan ekstra makanan pada saat anak merasa lapar,
pada keadaan semacam ini biasanyaanak dapat menghabiskan tambahan
50% atau lebih kalori dari biasanya.
9. Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare, seperti
antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetik, dan obat yang mempengaruhi
mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme
kerja,banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian
besar tidak direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun.
Secara umum, dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk
pengobatan diareakut.
30
Antibiotik
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut
olehkarena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya selflimited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil
(10-20%) yang disebabkan oleh bakteri pathogen seperti V. cholera,
Shigella, Enterotoksigenik E. coli, Salmonella, Campylobacter, dan
sebagainya
Antibiotik
Pilihan Alternatif
Kolera
Tetracycline
12,5
mg/kgBB4x sehari selama
3 hari
Erythromycin12,5
mg/kgBB4x sehari selama
3 hari
Shigella dysentery
Ciprofloxacin15
mg/kgBB2x sehari selama
3 hari
Pivmecillinam20
mg/kgBB4x sehari selama
5 hariCeftriaxone50-100
mg/kgBB1x sehari IM
selama 2-5hari
Amoebiasis
Metronidazole10
mg/kgBB3x sehari selama
5 hari (10hari pada kasus
berat)
Giardiasis
Metronidazole10
mg/kgBB3x sehari selama
5 hari
Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai
keuntungan praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut
pada anak. Beberapa dari obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk
dalam kategori ini adalah: Adsorben Contoh: kaolin, attapulgite, smectite,
activated charcoal,cholesteramine. Obat-obat ini dipromosikan untuk
pengobatan diare atas dasar kemampuannya untuk mengikat dan
31
menginaktifasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta
dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun
demikian, tidak ada bukti keuntungan praktis dari penggunaan obat ini
untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.
Antimotilitas
Contoh: loperamide, hydrochloride, diphenoxylate dengan atropine,
tincture opii, paregoric, codein.Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi
diare pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada
anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang
dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat
eliminasi dariorganism penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada dosis
normal.Tidak satu pun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan
anak dengan diare.
Bismuth Subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran
tinja pada anak dengan diare akut sebanyak 30% akan tetapi, cara ini jarang
digunakan.
Kombinasi Obat
Banyak produk kombinasi adsorben, antimikroba, antimotilitas atau
bahan lain. Produsen obat mengatakan bahwa formulasi ini baik
untuk digunakan pada berbagai macam diare. Kombinasi obat semacam ini
tidak rasional, mahal dan lebih banyak efek samping daripada bila obatini
digunakan sendiri-sendiri. Oleh karena itu, tidak ada tempat
untuk menggunakan obat ini pada anak dengan diare.
Obat-obat lain:
Anti muntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang
dapat menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi
rehidrasioral. Oleh karena itu, obat anti muntah tidak digunakan pada anak
32
Cardiac stimulant
Renjatan pada diare akut disebabkan oleh karena dehidrasi dan
hipovolemi.Pengobatan yang tepat adalah pemberian cairan parenteral
dengan elektrolityang seimbang. Penggunaan cardiac stimulant dan obat
vasoaktif seperti adrenalin, nicotinamide, tidak pernah diindikasikan.
Darah atau plasma
Darah, plasma, atau plasma expander tidak diindikasikan untuk anak
dengan dehidrasi oleh karena diare. Yang dibutuhkan adalah penggantian
dari kehilangan air dan elektrolit. Walaupun demikian terapi rehidrasi
tersebut dapat diberikan untuk penderita dengan hipovolemia oleh karena
renjatan septik.
Steroid
Tidak memberikan keuntungan dan tidak diindikasikan
2.1.7 Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:
1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diareKuman-kuman
pathogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral.
Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan
padacara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif,
meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping
ASI
c. Penggunaan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun
sehabisbuang air besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
33
Probiotik
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan
yang difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya
keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat
dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama
untuk bayi yang tidak minum ASI. Pada sistematik review yang dilakukan
Komisi Nutrisi ESPGHAN (Eropean Society of Gastroenterology
Hepatology and Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan-laporan
yang berkaitan dengan peran probiotik untuk pencegahan diare. Saavedra
dkk tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya bahwa susu formula yang
disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan Streptococcus
thermophilus bila diberikan pada bayi dan anak usia 5-24 bulanyang dirawat
di Rumah Sakit dapat menurunkan angka kejadian diare dari 31% menjadi
7%, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39% pada kelompok plasebo
menjadi 10% pada kelompok probiotik. Penelitian Phuapradit P. dkk di
Thailand pada tahun 1999 menunjukan bahwa bayi yang minum susu
formula yang mengandung probiotik Bifidobacterium Bb 12 dan
Streptococcus thermophylus lebih jarang menderita diare oleh karena infeksi
rotavirus. Oberhelman RA dkk tahun 2002 melaporkan penggunaan
LactobacillusGG di Peru pada komunitas dengan resiko tinggi diare dapat
menurunkan episode diare terutama pada anak-anak usia 18-29 bulan
dibandingkan dengan plasebo (4,7 v 5,9 episod/anak/thn dengan p=0,0005),
akan tetapi penelitian yang sama di Finlandia tahun 2001 tidak menemukan
adanya efek proteksi pada konsumsi jangka lama susu formula yang
disuplementasi dengan probiotik. DSouza dkk tahun 2002 melaporkan
bahwa probiotik jika diberikan bersama-sama dengan antibiotika
mengurangi resiko Antibiotic Associated Diaorrhea. Kemungkinan
mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui perubahan
lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan antimikroba
34
flora
intestinal
yang
menguntungkan
kesehatan.
Lactobacilli dan
35
36
BAB III
STATUS PRESENT
Data Pasien
Data diperoleh dari observasi langsung (home visit), wawancara
dengan pasien dan catatan medik selama pasien berobat :
Anamnesis
1
Identitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Nama Ayah
Umur
Pekerjaan
Nama Ibu
Umur
Pekerjaan
Agama
Alamat
: An. A
: Perempuan
: 5 tahun
: Tn. S
: 38 tahun
: pengrajin mas
: Ny. S
: 35 tahun
: Ibu rumah Tangga
: Islam
: Bangetayu Wetan RT 02 RW 01
II. Anamnesa
A. Keluhan : berak cair
B. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien diantar oleh ibunya datang ke puskesmas bangetayu
dengan keluhan bab cair 5x sehari dirasakan sejak kemarin. Bab
cair tidak disertai lendir dan darah, bau tidak asam, tidak nyemprot.
37
: disangkal
Enteritis
: disangkal
Bronkitis
: disangkal
Disentri basiler
: disangkal
Pnemonia
: disangkal
Disentri amoeba
: disangkal
Morbili
: disangkal
Typh.abdominalis
: disangkal
Pertusis
: disangkal
Cacing
: disangkal
Varisela
: disangkal
Operasi
: disangkal
Difteri
: disangkal
Trauma
: disangkal
Malaria
: disangkal
Reaksi obat/alergi
: disangkal
Polio
: disangkal
D. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada yang mengalami keluhan serupa pasien.
E. Riwayat sosio ekonomi :
Ayah pasien bekerja pengrajin mas dan ibu sebagai ibu rumah
tangga. Pasien berobat dengan biaya pribadi.
Kesan ekonomi: cukup
F. Data Khusus
:
1 Riwayat Kehamilan
Anak perempuan dari ibu P2A0 hamil 39 minggu. Ante natal care
Riwayat Kelahiran
Bayi lahir, aterm, dengan seksio, berat badan 3100 gram, langsung
menangis dan kemerahan.
3
Riwayat makan-minum
N
o
Imunisasi
Berapa Kali
Umur
1.
BCG
1x
1 bulan
2.
DPT
combo(HIB+Hepatitis
)
3x
2,4,6 bulan
3.
Polio
4x
0,2,4,6, bulan
4.
Hepatitis B
1x
0 bulan
5.
Campak
1x
9 bulan
Pertumbuhan :
Berat badan lahir 3000 gram, berat badan sekarang 8 kg dan tinggi
badan sekarang 90 cm.
39
Perkembangan :
Tersenyum
Miring dan tengkurap
Duduk tanpa berpegangan
Berdiri berpegangan
: 2 bulan
: 3 bulan
: 6 bulan
: 9 bulan
: Perempuan
Usia
: 5 tahun
Berat badan
: 14 kg
Tinggi badan
Tanda vital: TD
=: HR
cukup.
: RR
= 26 x/menit, reguler
:t
= 36,9 o C (aksila)
KU/Kesadaran
Kepala
Rambut
40
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Kulit
Dinding thorax
Paru :
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
perkusi
Auskultasi
41
Abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: timpani
Palpasi
Hepar
tepi tajam,
permukaan rata
Lien
: tidak teraba
Alat kelamin
Anggota Gerak :
Atas (ka/ki)
Bawah (ka/ki)
Capilary refill
< 2
< 2
Akral dingin
-/-
-/-
R. Fisiologis
+/+
+/+
R. Patologis
-/-
-/-
Ptechie
-/-
-/-
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
V. Diagnosis Kerja
Assesment : Diare akut dehidrasi ringan-sedang
DD :
42
VI. Terapi
Metronidazole
Vitamin B compleks
m.f pulv dtd no. IX
S3ddI pulv
Zinc syr fl I
S1dd I cth
Paracetamol syr
S1dd Icth
oralit
VII. Edukasi
Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun cair
makan makanan yang bergizi
Minum obat secara teratur dan tepat waktu
Cuci peralatan makan dengan air bersih yang mengalir dan sabun
Istirahat cukup
VIII. Prognosis
Ad vitam
: ad bonam
Ad functionam
: ad bonam
Ad sanationam
: ad bonam
43
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisa
Faktor-faktor di lapangan yang mendukung pasien mengalami diare sesuai dengan
tinjauan pustaka. Terdapat beberapa faktor resiko yangg menjadikan pasien
mengalami diare pada kasus ini:
1. Perilaku
Perilaku hidup bersih sehat (PHBS) pada keluarga cukup baik. Misalnya
perilaku cuci tangan dengan memakai sabun batangan sebelum dan sesudah
makan, sesudah buang air besar dan kecil. Ayah pasien memelihara burung di
rumah dan di bawahnya terdapat sumur dan alat-alat makan. Membuang
sampah di halaman.
2. Lingkungan
- Lingkungan individu
Di dalam rumah, ayah pasien memelihara burung yang untuk dijual tetapi di
bawahnya terdapat sumur dan alat-alat makan. Tidak ada tempat sampah di
dalam rumah.
- Masyarakat
Tetangga rumah masih banyak yang membuang sampah sembarangan.
3. Pelayanan kesehatan
Puskesmas cukup aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan segera
melakukan rujukan untuk pasien tersebut. Jarak antara rumah dengan tempat
rujukan juga dapat dijangkau pasien dan keluarganya, sehinga penyakit tersebut
dapat ditanggulangi.
4. Genetik
Pasien tidak memiliki riwayat genetik pada keluarga.
44
HL-BLUM
LINGKUNGAN
PERILAKU
Tidak ada tempat sampahCuci tangan dengan sabun batang
Kebiasaan Membuang sampah di sembarang tempa
1. 2.
DIARE
GENETIK
(-)
PELAYANAN KESEHATAN
(-)
45
Pertimbangan ini dari aspek waktu, masih dapat ditunda atau harus segera
ditanggulangi. Semakin pendek tenggang waktunya, semakin mendesak
untuk ditanggulangi.
2. Kelompok Kriteria S : Kegawatan (Seriousness)
Besarnya akibat atau kerugian yang dinyatakan dalam besaran kuantitatif
berapa rupiah, orang dll.
3. Kelompok Kriteria G : Perkembangan (Growth)
Kecenderungan atau perkembangan akibat dari permasalahan. Semakin
berkembang masalah, semakin diprioritaskan.
Plan of Action
Masalah
Kegiatan
Tujuan
Sasaran
Metode
Waktu
Biaya
Pelaksana
46
Penyediaan
Mencegah
Seluruh
Pemberi
Dokter
Sabun cair
penularan
anggota
an sabun
muda FK
dan
lewat sabun
keluarga
cair dan
Unissula
tempatn
dan
ya
Puskesmas
tempatnya
Bangetayu
Penyediaan
Kebiasaan
Seluruh
Penyedi
Dokter
tempat
membuang
anggota
aan 2
muda FK
sampah
sampah di
keluarga
tempat
Unissula
tempatnya
sampah:
dapur
dan
depan
rumah
Penyuluha
Perilaku cuci
Seluruh
Dokter
n cuci
tangan yang
anggota
muda FK
tangan
keluarga
Unissula
dan
membuang
sampah pada
tempatnya
47
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1.
Adanya
informasi
yang
diperoleh
tentang
faktor
yang
3.
Puskesmas Bangetayu.
Faktor pelayanan kesehatan tidak mempengaruhi terjadinya diare
4.
5.
Puskesmas Bangetayu.
Faktor genetik tidak mempengaruhi terjadinya diare wilayah kerja
Puskesmas Bangetayu.
49
BAB VI
PENUTUP
Demikianlah laporan dan pembahasan mengenai hasil peninjauan kasus
Diare pada pasien di Puskesmas Bangetayu. Kami menyadari bahwa kegiatan ini
sangat penting dan bermanfaat bagi para calon dokter, khususnya yang kelak akan
terjun
di
masyarakat
sebagai
Health
Provider, Decision
Maker, dan
50
DAFTAR PUSTAKA
Boone J.L, Stress and hypertention, Primary care 4;3, 2004: 623-649
Crowther C ; Eclampsi at Harare Maternity Hospital; An
Epidemiological Study. Sout Art Med J 2008;68: 927-929
Cunningham, Mac Donald, Gant; William Obstetri; Alih bahasa: Joko
Suyono, Andry Hartono; Ed. 18; 2006
Daely M, 2007, Standar pelayanan kebidanan propinsi sumatra utara
Departemen Kesehatan RI., 2009, Pedoman Pemantauan Wilayah
Setempat Kesehatan Ibu
dan Anak
(PWS-KIA). Dirjen
Binkesmas. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
Pregnancy Safer
and Child
Survival.
Dinkes.
Jateng.
51
52
Bina
53
LAMPIRAN INTERVENSI
54
SEBELUM
SESUDAH
Lantai Rumah
Atap Rumah
Fiber
55
56
57
58