Bisnis event organizer (EO) di Indonesia tumbuh dan berkembang bak
jamur di musim penghujan. Tidak hanya anak muda yang tengah mencari kerja, para professional yang telah bekerja mapan di bidang lain pun terpesona dan banting stir menjadi entrepreneur di dunia EO, bahkan tidak sedikit para pejabat, artis dan juga selebritis yang juga “nyambi” berprofesi sebagai orang EO. Memang, tidak semua EO yang berdiri dapat hidup dan berkembang bagus, ada yang hanya dalam hitungan bulan sudah bubar setelah menggelar sat-dua event, namun banyak juga yang bertahan bahkan bisa berkembang sebagai perusahaan besar yang mampu menghidupi puluhan karyawan. Melihat gejala tersebut, tampaknya usaha EO memang sangat menjanjikan masa depan. EO bukanlah usaha yang sifatnya hanya sebagai hobi semata, meski terlihat dalam pekerjaannya senantiasa menampakkan sebuah kesenangan, kegembiraan, dan juga hiburan. Membangun bisnis EO tidak ada bedanya dengan bisnis jasa lainnya, perlu strategi, perencanaan, totalitas kerja, dan juga komitmen.
Mengapa Muncul Profesi EO ?
Bisnis “kepanitiaan” di Indonesia atau bahkan dunia ini sebetulanya sudah berlangsung lama, kalau kita mencoba melihat kebelakang, acara olimpiade pertama kali digelar pada jaman romawi kuno juga merupakan hasil sebuah jasa event organizer, hanya saja sebutan Event Organizer ditandai oleh hebohnya acara Bursa Orang Muda (BOM) pada tahun ’80-an yang dimotori teman-teman Radio Prambors Jakarta. Kemudian acara BOM berlanjut dengan melakukan roadshow ke beberapa daerah di Indonesia lewat ajang adu kreasi anak muda yang bertajuk “Muke Gile” dengan Sersan Prambors- nya (Sys NS, Pepeng, Nana Krip, dan Krisna Purwana). Di daerah, kegiatan serupa juga mulai unjuk gigi. Radio yang menjadi tempat berkumpul anak muda pada waktu itu menjadi lahan kreatif dalam membuat event. Kita ingat bagaimana hebohnya acara jumpa fans sandiwara radio ‘Saur Sepuh’ (1986-1987), dengan tokohnya Brama Kumbara, Lasmini, dan Mantili. Perkembangan bisnis EO ini semakin terlihat nyata, ketika dunia periklanan juga berkembang pesat dengan hadirnya televisi swasta di Indonesia. Ribuan produk dan merek ramai-ramai menebar pesona untuk meraih sebanyak mungkin konsumennya. Selain beriklan lewat media, produk dan merk tersebut juga berpromosi dengan cara mensponsori acara- acara yang digelar di sejumlah tempat, bahkan saat ini para pemilik produk sudah mengalokasikan dananya secara khusus untuk event yang disebut sebagai brand activity maupun below the line communication. Event semakin popular seiring terjadinya pergeseran trend pemasaran ke arah community marketing, sehingga perusahaan membutuhkan event sebagai media interaksi langsung dengan komunitasnya. Dalam sebuah event, produk dapat dieksploitasi lebih detail dari kulit hingga bijinya dan dapat dirasakan langsung oleh konsumennya. Dengan kepiawaian orang- orang EO, sebuah acara yang biasa-biasa saja, diolah menjadi tontonan yang menyenangkan dan menghibur. Banyak contoh kasus event-event yang benar-benar dikemas dengan sangat apik dan menghibur, seperti Java Jazz festival, Festifal Dago, LA Light Indie Fest, Pasar Seni ITB, dan banyak lagi. Tidak berhenti disitu, karena menginginkan hasil yang baik dan tidak merepotkan berbagai pihak, acara-acara keluarga pun mulai ditangani secara profesional oleh event organizer, seperti Pesta Perkawinan, Perayaan Ulang Tahun, Pertemuan Keluarga Besar (Gathering), dan lain sebagainya. Hal serupa juga diikuti oleh instansi pemerintahan, lembaga – lembaga independent dan lain – lain. Sungguh, peluang kerja yang sangat luas bagi event organizer. Dunia tidak mungkin berjalan ke belakang. Ke depan, kesempatan untuk berkarya di dunia EO akan semakin lapang. Yang terpenting adalah pekerja EO harus memiliki semangat melayani, karena semangat inilah yang menjadi modal utama orang-orang EO.