Anda di halaman 1dari 32

REVISI PENUGASAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

MODEL SURVEILANS KLASIK


Surveilans memungkinkan pengambil keputusan untuk memimpin dan mengelola

dengan efektif. Surveilans kesehatan masyarakat memberikan informasi kewaspadaan dini


bagi
perlu

pengambil keputusan dan


diperhatikan

pada

manajer tentang

masalah-masalah

kesehatan

yang

suatu populasi. Surveilans kesehatan masyarakat merupakan

instrumen penting untuk mencegah outbreak penyakit dan mengembangkan respons segera
ketika penyakit mulai menyebar. Informasi dari surveilans juga penting bagi kementerian
kesehatan,

kementerian keuangan, dan donor, untuk memonitor sejauh mana populasi telah

terlayani dengan baik (DCP2, 2008). Gambar 5.1 menyajikan skema sistem surveilans.

Surveilans berbeda dengan pemantauan (monitoring) biasa. Surveilans dilakukan


secara terus-menerus tanpa terputus (kontinu), sedang pemantauan dilakukan intermiten
atau episodik. Dengan mengamati secara terus-menerus dan sistematis maka perubahanperubahan kecenderungan penyakit dan factor yang mempengaruhinya dapat diamati
atau diantisipasi, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah investigasi dan pengendalian
penyakit dengan tepat.

Surveilans dapat juga digunakan untuk memantau


kesehatan.

efektivitas

program

Gambar 5.3.menyajikan contoh penggunaan surveilans untuk memonitor

performa dan efektivitas program pengendalian TB. Perhatikan, dengan statistik


deskriptif sederhana surveilans mampu memberikan informasi tentang kinerja program
TB yang meningkat dari tahun ke tahun, baik jumlah kasus TB yang dideteksi, ketuntasan
pengobatan kasus, maupun kesembuhan kasus. Perhatikan pula peran penting
time-series dalam

analisis data surveilans yang dikumpulkan dari

data

waktu ke

waktu dengan interval sama. Tujuan: Memonitor kemampuan program TB dalam


memastikan kerampungan pengobatan (completion) dan kesembuhan (cure) kasus TB
tahun 2006-2009.

Ruang Lingkup Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan


Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai sebab, oleh karena itu secara
operasional masalah-masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan
sendiri, diperlukan tatalaksana terintegrasi dan komprehensif dengan kerjasama yang
harmonis antar sektor dan antar program, sehingga perlu dikembangkan subsistem

survailans epidemiologi kesehatan yang terdiri dari Surveilans Epidemiologi Penyakit


Menular, Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Surveilans Epidemiologi
Kesehatan Lingkungan Dan Perilaku, Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan, dan
Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra
1.

Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular, merupakan analisis terus menerus dan


sistematis terhadap penyakit menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya

pemberantasan penyakit menular.


2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, merupakan analisis terus menerus
dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor risiko untuk mendukung
3.

upaya pemberantasan penyakit tidak menular.


Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku, merupakan analisis
terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor risiko untuk mendukung

program penyehatan lingkungnan.


4. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan, merupakan analisis terus menerus dan
sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko untuk mendukung program5.

program kesehatan tertentu.


Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra, merupakan analisis terus menerus dan
sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko untuk upaya mendukung
program kesehatan matra

INDIKATOR SURVEILANS
Fungsi surveilans terdiri dari 2 bagian yaitu fungsi inti dan penunjang. Fungsi inti

meliputi deteksi, pelaporan, investigasi dan konfirmasi, analisis dan interpretasi, dan
aksi/respon. Fungsi penunjang meliputi pelatihan, supervisi, sumber daya, dan standart
panduan (Rajab, 2009).
Indikator surveilans
1.
2.
3.
4.
5.

Specific (spesifik)
Measurable (dapat diukur)
Action oriented (orientasi pada aksi)
Realistic (realistis)
Timely (tepat waktu) (Rajab, 2009).
Sebagai sumber surveilan, menurut WHO terdapat 10 macam sumber data yang

dapat digunakan, yaitu:


1. Data mortalitas (kematian)

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Data morbiditas (Kesakitan)


Data Epidemik
Laporan penggunaan laboratorium (hasil tes laboratorium)
Laporan investigasi kasus secara individual
Laporan investigasi epidemik (penyelidikan wabah)
Survey khusus (regristrasi penyakit, survey serologis)
Informasi binatang sebagai reservoir dan vector
Data demografik
Data lingkungan (Maryani dan Muliani, 2010).
Untuk mendukung tercapainya unsur-unsur tersebut diatas diperlukan unsur dasar dari

kegiatan diantaranya :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Jaringan yang baik dari orang-orang yang bermotivasi tinggi


Definisi kasus dan mekanisme pelaporan yang jelas
Sistem komunikasi yang efesien
Epidemiologi dasar namun berbunyi
Ada dukungan laboratoris
Umpan balik yang baik dan respon yang cepat (Rajab, 2009).

PERAN PUSKESMAS
Puskesmas (Health Centre) adalah suatu kesatuan organisasi fungsionil yang langsung
memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam satu
wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok.Puskesmas
mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang sangat besar dalam memelihara
kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan status kesehatan
masyarakat seoptimal mungkin.
Suatu unit organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan yang berada di
garda terdepan dan mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan,
yang melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
terpadu untuk masyarakat di suatu wilayah kerja tertentu yang telah ditentukan secara
mandiri dalam menentukan kegiatan pelayanan namun tidak mencakup aspek
pembiayaan.
Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada paling dekat
ditengah-tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit pelayanan
kesehatan lainya (Rumah Sakit Swasta maupun Negeri).Fungsi Puskesmas adalah
mengembangkan

pelayanan

kesehatan

yang

menyeluruh

seiring

dengan

misinya.Pelayanan kesehatan tersebut harus bersifat menyeluruh atau yang disebut


dengan Comprehensive Health Care Service yang meliputi aspek promotive, preventif,
curative, dan rehabilitatif.Prioritas yang harus dikembangkan oleh Puskesmas harus
diarahkan ke bentuk pelayanan kesehatan dasar (basic health care services) yang lebih
mengedepankan upaya promosi dan pencegahan (public health service).
Seiring dengan semangat otonomi daerah, maka Puskesmas dituntut untuk mandiri
dalam

menentukan

kegiatan

pelayanannya

yang

akan

dilaksanakan.

Tetapi

pembiayaannya tetap didukung oleh pemerintah. Sebagai organisasi pelayanan mandiri,


kewenangan yang dimiliki Puskesmas juga meliputi : kewenangan merencanakan
kegiatan sesuai masalah kesehatan di wilayahnya, kewenangan menentukan kegiatan
yang termasuk public goods atau private goods serta kewenangan menentukan target
kegiatan sesuai kondisi geografi Puskesmas. Jumlah kegiatan pokok Puskesmas
diserahkan pada tiap Puskesmas sesuai kebutuhan masyarakat dan kemampuan sumber
daya yang dimiliki, namun Puskesmas tetap melaksanakan kegiatan pelayanan dasar yang
menjadi kesepakatan nasional.
Jadi, yang harus diketahui adalah bahwa peran Puskesmas adalah sebagai ujung
tombak dalam mewujudkan kesehatan nasional secara komprehensif, tidak sebatas aspek
kuratif dan rehabilitatif saja seperti di Rumah Sakit.

LEVEL PELAYANAN KESEHATAN


RS Provinsi
RS Kabupaten
Puskesmas kecamatan
Puskesmas kelurahan
Posyandu
Fungsi pokok puskesmas yakni:
Sebagai Pusat Pembangunan Kesehatan Masyarakat di wilayah kerjanya.
Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam
meningkatkankemampuan untuk hidup sehat

rangka

Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepadamasyarakat


di wilayah kerjanya.
Proses dalam melaksanakan fungsinya, dilaksanakan dengan cara:
a. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalamrangka
menolong dirinya sendiri.
b. Memberikan petunjuk kepada

masyarakat

tentang

bagaimana

menggali

danmenggunakan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien.


c. Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis
maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut
tidak menimbulkan ketergantungan.
d. Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat.
e. Bekerja sama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program
1. Program Pokok Puskesmas
Kegiatan pokok Puskesmas dilaksanakan sesuai kemampuan tenaga maupun
fasilitasnya, karenanya kegiatan pokok di setiap Puskesmas dapat berbeda-beda.
Namun demikian kegiatan pokok Puskesmas yang lazim dan seharusnya
dilaksanakan adalah sebagai berikut :
KIA
KB
Usaha Kesehatan Gizi
Kesehatan Lingkungan
Pemberantasan dan pencegahan penyakit menular
Pengobatan termasuk penanganan darurat karena kecelakaan
Penyuluhan kesehatan masyarakat
Kesehatan sekolah
Kesehatan olah raga
Perawatan KesehatanMasyarakat
Kesehatan kerja
Kesehatan Gigi dan Mulut
Kesehatan jiwa
Kesehatan mata
Laboratorium sederhana
Pencatatan dan pelaporan dalam rangka SIK
Pembinaan pengobatan tradisional
Kesehatan remaja
Dana sehat
2. Tugas Puskesmas

Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas (UPTD) kesehatan


kabupaten / kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunankesehatan
disuatu wilayah. Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama
menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan, yang meliputi pelayanan kesehatan perorang (private
goods) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public goods).Puskesmas melakukan
kegiatan-kegiatan termasuk upaya kesehatan masyarakat sebagai bentuk usaha
pembangunan kesehatan.
Jenis pelayanan kesehatan puskesmas disesuaikandengan kemampuan
puskesmas, namun terdapat upaya kesehatan wajib yang harus dilaksanakan oleh
puskesmas ditambah dengan upaya kesehatan pengembangan yang disesuaikan
dengan permasalahan yang ada serta kemampuan puskesmas.Upaya-upaya kesehatan

wajib tersebut adalah ( Basic Six):


Upaya promosi kesehatan
Upaya kesehatan lingkungan
Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana
Upaya perbaikan gizi masyarakat
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
Upaya pengobatan
3. Puskesmas dalam masa JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)
Puskesmas merupakan ujung tombak dari program jaminan kesehatan
nasional (JKN).Peran puskesmas sangat krusial dimana merupakan posisi pelayanan
kesehatan dasar yang berperan sebagai kontak pertama kepada masyarakat.Untuk
mencapai tujuan MDGs maka pembangunan puskesmas perlu direvitalisasi untuk
memberikan layanan primer yang lebih baik dan berkualitas.
Pelayanan promotif dan preventif yang diberikan puskesmas meliputi:
(berdasarkan perpres no 12 tahun 2013 pasal 21)
Penyuluhan kesehatan perorangan
Penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilakuhidup bersih
dan sehat
Imunisasi dasar
Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis-B(DPTHB), Polio, dan Campak.

Keluarga Berencana

meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi bekerjasama


dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana.
Skrining kesehatan

diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakitdan


mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.Ketentuan mengenai tata
cara pemberian pelayanan skrining kesehatanjenis penyakit, dan waktu pelayanan
skrining kesehatan diatur denganPeraturan Menteri
Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh

Pemerintah dan/atauPemerintah Daerah


Sedangkan pelayanan kuratif dan rehabilitative yang diberikan meliputi :

Administrasi pelayanan.
Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
Tindakan medis non spesialistik, baik operatifmaupun non operatif
Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
Pemeriksaan penunjang diagnostic laboratorium tingkat pertama.
Rawat inap tingkat pertama sesuai denganindikasi

TENTANG SURVEILANS SENTINEL


Menurut Depkes (Depkes, 2004) penetapan puskesmas sentinel dilakukan oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota dengan kriteria mudah dijangkau dari ibu kota Kabupaten/Kota,
jumlah tenaga yang cukup dan mempunyai manajemen pencatatan dan pelaporan yang baik.
Sentinel Surveilans adalah kegiatan analisis data dengan cara pengumpulan dan pengolahan
data secara terus menerus yang dilakukan di wilayah/ unit yang terbatas atau sempit. (Depkes
RI, 2004). Surveilans Sentinel melakukan aktivitas pemantauan terhadap suatu populasi luas
atau suatu populasi tertentu yang difokuskan pada indikator kesehatan kunci, antara lain
sebagai berikut:
1. Sentinel kejadian kesehatan, yakni berupa kejadian penyakit, kecacatan atau kematian
yang dapat menjadi tanda penting bahwa upaya preventif atau pengobatan yang sedang
dijalankan perlu melakukan perbaikan. (Rutsein)

2. Surveilans Sentinel, yakni suatu sistem yang dapat memperkirakan insiden penyakit pada
suatu negara yang tidak memiliki sistem surveilans yang baik berbasis populasi tanpa
melakukan survei yang mahal. (Woodhall)
Adapun pengertian Sentinel sendiri terbagi atas tiga macam, yaitu :
1. Sentinel Health Event (Sentinel kejadian kesehatan)
2. Sentinel Site (klinik atau pusat pelayanan lain yang memonitor kejadian-kejadian
kesehatan)
3. Sentinel Provider (kerjasama para penyelenggara pelayanan kesehatan perorangan)

Sumber Data Surveilans Sentinel


- Register harian dan LBI Puskesmas termasuk pencatatan dari Puskesmas Pembantu.
- Penyakit yang dicatat adalah kasus baru
- Pencatatan total laki-laki dan perempuan serta total kunjungan
- Register rawat jalan dan rawat inap Rumah sakit (RL2a dan RL2b)
- Pada register rawat jalan dan rawat inap RS dicatat total laki-laki dan perempuan, total
kunjungan, dan total kematian perjenis penyakit.

Analisis dan rekomendasi tindak lanjut


Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dalam analisis dan rekomendasi tindak lanjut
adalah sebagai berikut :
- Melakukan analisis mingguan PWS penyakit potensial KLB dalam bentuk tabel, dan
grafik kecenderungan mingguan.
- Menginformasikan hasilnya pada Rumah sakit Sentinel dan non sentinel, Puskesmas,
program terkait di Dinas Kesehatan Kab/kota dan Dinas Kesehatan Ka./kota yang
berbatasan dengan PWS atau SKD KLB serta sektor terkait.
- Melakukan analisis tahunan perkembangan penyakit, dan menghubungkannya dengan
faktor risiko, perubahan lingkungan, perencanaan, dan keberhasilan program.
- Memanfaatkan hasil analisis untuk profil tahunan, bahan perencanaan Dinkes
Kab./kota, serta informasi program untuk Dinas Kesehatan propinsi, Rumah sakit,

laboratorium, pusat penelitian, perguruan tinggi, Ditjen PPM & PL, serta sektor terkait di
daerahnya.
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1479/Menkes/Sk/X/2003, Surveilans Terpadu
Penyakit (STP) adalah pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit menular dan
surveilans epidemiologi penyakit tidak menular dengan metode pelaksanaan surveilans
epidemiologi rutin terpadu beberapa penyakit yang bersumber data Puskesmas, Rumah
Sakit, Laboratorium dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sedangkan pengertian dari
surveilans epidemiologi rutin terpadu sendiri adalah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan, dan atau faktor risiko kesehatan.
Secara operasional penyelenggaraan Surveilans Terpadu Penyakit meliputi :

Jenis penyakit yang termasuk dalam surveilen terpadu penyakit puskemas sentinel sama
dengan jenis penyakit surveilen terpadu penyakit berbasis puskesmas dengan
menambahkan penyakit tidak menular prioritas hipertensi dan diabetes mellitus. Secara
detail sebagai berikut:
1. Jenis Penyakit Menular dan Tidak Menular Yang Bersumber Data Dari Puskesmas
Sentinel
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14

Penyakit
Kolera
Diare
Diare berdarah
Tifus perut klinis
TBC paru BTA (+)
Tersangka TBC paru
Kusta PB
Kusta MB
Campak
Difteri
Batuk rejan
Tetanus
Hepatitis klinis
Malaria klinis

No
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.

Penyakit
Malaria vivax
Malaria falciparum
Malaria mix
Demam berdarah dengue
Demam dengue
Pneumonia
Sifilis
Gonorrhoe
Frambusia
Filariasis
Influensa
Hipertensi
Diabetes mellitus

Sumber: Depkes 2004


2. Jenis Penyakit Menular dan Tidak Menular Yang Bersumber Data Dari Rumah Sakit Sentinel
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Penyakit
Kolera
Diare
Diare berdarah
Tifus perut klinis
Tifus perut widal/kultur (+)
TBC paru BTA (+)
Tersangka TBC paru
Kusta PB
Kusta MB
Campak
Difteri
Batuk rejan
Tetanus

No
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.

Penyakit
Filariasis
Influensa
Ensafalitis
Meningitis
Angina pectoris
Infark miokard akut
Infark miokard subsekuen
Hipertensi esensial (primer)
Jantung hipertensi
Ginjal hipertensi
Jantung dan ginjal hipertensi
Hipertensi sekunder
Diabetes mellitus (DM) bergantung

14.

Hepatitis klinis

39.

insulin
Diabetes

15.

Hepatitis HBSAg (+)

40.

bergantung insulin
Diabetes
mellitus

(DM)

16.

Malaria klinis

41.

berhubungan malnutrisi
Diabetes mellitus (DM)

YTD

42.
43.
44.

lainnya
Diabetes mellitus (DM) YTT
Neoplasma ganas serviks uteri
Neoplasma ganas payudara

17.
18.
19.

Malaria vivax
Malaria falciparum
Malaria mix

mellitus

(DM)

tidak

20.

Demam berdarah dengue

45.

Neoplasma ganas hati dan saluran

21.
22.
23.

Demam dengue
Pneumonia
Sifilis

46.
47.
48.

empedu intrahepatic
Neoplasma ganas bronkus dan paru
Paru obtruksi menahun
Kecelakaan lalulintas adalah dirawat
karena

24.
25.

Gonorrhoe
Frambusia

49.

kecelakaan

lalu

lintas

(Traffict accident)
Psikosis

Sumber: Depkes, 2004

3. Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data Laboratorium


Laboratorium diwajibkan mengamati 9 penyakit sebagai berikut:

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Kolera
Tifus Perut Widal /Kultur(+)
Difteri
Hepatitis HBsAg(+)
Malaria Vivax
Malaria Falsifarum
Malaria Mix
Enterovirus
Resistensi Dan Tes Sensitivitas

4. Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data KLB penyakit dan

keracunan di Kabupaten/Kota
5. Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data Puskesmas Sentinel
6. Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data Rumah Sakit Sentinel

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Pada Rumah Sakit Sentinel penyakit yang diamati adalah sebagai berikut:
Angina pectoris
Infark miokard subsekuen
Hipertensi primer
Jantung hipertensi
Ginjal hipertensi
Jantung dan ginjal hipertensi
Hipertensi sekunder
DM bergantung insulin
DM tdk bergantung insulin

j.
k.
l.
m.

DM berhubungan malnutrisi
Neoplasma ganas serviks uteri
Neoplasma ganas payudara
Neoplasma ganas hati dan saluran empedu intraherpatik

CONTOH SURVEILANS
Surveilans Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

1. Pengertian

Dalam Surveilans Epidemiologis Penyakit Demam Berdarah Dengue

(DBD), ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu :


a. Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah proses pengumpulan,
pengolahan, analisis dan interpretasi data, serta penyebarluasan informasi ke
penyelenggara program dan pihak / instansi terkait secara sistematis dan terus
menerus tentang situasi DBD dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan
dan penularan penyakit tersebut agar dapat dilakukan tindakan penanggulangan
secara efektif dan efisien.

b.

Kasus DBD adalah penderita DBD atau SSD

c.

Penderita DBD adalah penderita penyakit yang didiagnosis sebagai DBD

d.

Penegakan diagnosis DBD

atau SSD

Diagnosis klinis DBD adalah penderita dengan gejala demam

tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2 7
hari disertai manifestasi perdarahan (sekurang kurangnya uji tourniquet positif).
Trombositopenia (jumlah trombosit 100.000/l), dan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit 20 %)

Diagnosis Laboratoris adalah hasil pemeriksaan serologis pada

tersangka DBD menunjukan hasil positif pada pemeriksaan HI test atau


peninggian (positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada pemeriksaan dengue rapid
test.

e.

Penegakan diagnosis DD adalah gejala demam tinggi mendadak, kadang

bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot,
tulang atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Hasil pemeriksaan darah
menunjukannleukopeni kadang dijumpai trombositopeni. Pada penderita DD tidak
dijumpai kebocoran plasma atau hasil pemeriksaan serologis pada penderita yang
diduga DD menunjukan peninggian (positif) IgM saja.

f.

Tersangka DBD adalah penderita demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang

jelas, berlangsung terus menerus selama 2 7 hari disertai tanda tanda perdarahan
sekurang kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif dan atau jumlah
trombosit 100.000 / l.

g.

Laporan kewaspadaan dini DBD (KD/RS DBD) adalah laporan segera (paling

lambat dikirimkan dalam 24 jam setelah penegakkan diagnosis) tentang adanya


penderita (DD, DBD dan SSD) termasuk tersangka DBD agar segera dapat
dilakukan tindakan atau langkah langkah penanggulangan seperlunya.

h.

Laporan tersangka DBD dimaksudkan hanya untuk kegiatan proaktif

surveilans dan peningkatan kewaspadaan, tetapi bukan sebagai laporan kasus atau
penderita DBD.

i. Unit pelayanan kesehatan adalah rumah sakit (RS), Puskesmas, Puskesmas


Pembantu, balai pengobatan, poliklinik, dokter praktek bersama, dokter praktek
swasta, dan lain lain.

j.

Puskesmas setempat ialah puskesmas dengan wilayah kerja di tempat dimana

penderita DBD berdomisili.

k.

Stratifikasi desa / kelurahan DBD :


1)

Kelurahan / desa endemis adalah Kelurahan / desa yang dalam 3 tahun

terakhir, setiap tahun ada penderita DBD.

2) Kelurahan / desa sporadis adalah Kelurahan / desa yang dalam 3 tahun


terakhir terdapat penderita DBD tetapi tidak setiap tahun.

3)

Kelurahan / desa potensial adalah Kelurahan / desa yang dalam 3 tahun

terakhir tidak pernah ada penderita DBD, tetapi penduduknya padat,


mempunyai hubungan transportasi yang ramai dengan wilayah yang lain dan
presentase rumah yang ditemukan jentik lebih atau sama dengan 5%.

4) Kelurahan / desa bebas adalah kelurahan / desa yang tidak pernah ada
penderita DBD selama 3 tahun terakhir dan presentase rumah yang ditemukan
jentik kurang dari 5 %.

2.

Alur Pelaporan Penyakit Demam Berdarah Dengue

a.

Pelaporan Rutin

1)

Setiap unit pelayanan kesehatan yang menemukan tersangka atau

Pelaporan dari unit pelayanan kesehatan (selain puskesmas)

penderita DBD wajib segera melaporkannya ke dinas kesehatan kabupaten / kota


setempat selambat lambatnya dalam 24 jam dengan tembusan ke puskesmas
wilayah tempat tinggal penderita. Laporan tersangka DBD merupakan laporan
yang

dipergunakan

untuk

tindakan

kewaspadaan

dan

tindak

lanjut

penanggulangannya juga merupakan laporan yang dipergunakan sebagai laporan


kasus yang diteruskan secara berjenjang dari puskesmas sampai pusat. Formulir
yang digunakan adalah formulir kewaspadaan dini RS (KD/RS-DBD) (lampiran
1), dan formulir rekapitulasi penderita DBD per bulan (DP-DBD/RS) (lampiran
2).

2)

Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten / kota


Menggunakan formulir KD/RS-DBD untuk pelaporan kasus DBD dalam 24

jam setelah diagnosis ditegakkan

Menggunakan formulir DP-DBD sebagai data dasar perorangan DBD yang

dilaporkan perbulan

Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan

Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB

Menggunakan formulir W1 bila terjadi KLB

3)

Pelaporan dari dinas kesehatan kabupaten / kota ke dinas kesehatan provinsi


Menggunakan formulir DP-DBD sebagai data dasar perorangan DBD yang

dilaporkan perbulan

Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan

Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB

Menggunakan formulir W1 bila terjadi KLB

4)

Pelaporan dari dinas kesehatan provinsi ke Ditjen PP & PL


Menggunakan formulir DP-DBD sebagai data dasar perorangan DBD yang

dilaporkan perbulan.

Menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan

Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB

Menggunakan formulir W1 bila terjadi KLB

b.

Pelaporan dalam situasi kejadian luar biasa

1)

Pelaporan oleh unit pelayanan kesehatan (selain puskesmas)

Menggunakan formulir W1

Pelaporan dengan formulir DP-DBD ditingkatkan frekuensinya menjadi mingguan

atau harian

Pelaporan dengan formulir KD/RS-DBD tetap dilaksanakan

2)

Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten / kota

Menggunakan formulir W1

Menggunakan formulir KD/RS-DBD untuk pelaporan kasus DBD dalam 24 jam

setelah diagnosis ditegakkan

Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB

3)

Pelaporan dari dinas kesehatan kabupaten / kota ke dinas kesehatan provinsi

Menggunakan formulir W1

Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB

4)

Pelaporan dari dinas kesehatan provinsi ke Ditjen PP & PL

Menggunakan formulir W1

Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB

c.

Umpan balik pelaporan

Umpan balik pelaporan perlu dilaksanakan guna meningkatkan kualitas dan

memelihara kesinambungan pelaporan, kelengkapan dan ketepatan waktu pelaporan serta

analisis terhadap laporan. Frekuensi umpan balik oleh masing masing tingkat
administrasi dilaksanakan setiap tiga bulan, minimal dua kali dalam setahun.

3.

Surveilans Epidemiologis Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di

Puskesmas

Surveilans Epidemiologis Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di

Puskesmas meliputi kegiatan pengumpulan dan pencatatan data tersangka DBD dan
penderita DD,DBD,SSD; pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk
pemantauan KLB; KD/RS-DBD untuk pelaporan tersangka DBD, penderita DD, DBD,
SSD dalam 24 jam setelah diagnosis ditegakkan; laporan KLB (W1); laporan mingguan
KLB (W2-DBD); laporan bulanan kasus/kematian DBD dan program pemberantasan (KDBD); data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD (DP-DBD), penentuan
stratifikasi (endemisitas) desa/kelurahan, distribusi kasus DBD per RW/dusun, penentuan
musim penularan dan kecenderungan DBD.

a.

Pengumpulan dan pencatatan data.

1)

Pengumpulan dan pencatatan dilakukan setiap hari, bila ada laporan

tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD. Data tersangka DBD dan penderita DD,
DBD, SSD yang diterima puskesmas dapat berasal dari rumah sakit atau dinas kesehatan
kabupaten/kota, puskesmas sendiri atau puskesmas lain (cross notification) dan
puskesmas pembantu, unit pelayanan kesehatan lain (balai pengobatan, poliklinik, dokter
praktek swasta, dan lain lain), dan hasil penyelidikan epidemiologi (kasus tambahan
jika sudah ada konfirmasi dari rumah sakit / unit pelayanan kesehatan lainnya).

2)

Untuk pencatatan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD

menggunakan

Buku catatan harian penderita DBD yang memuat catatan (kolom)

sekurang kurangnya seperti pada form DP-DBD ditambah catatan (kolom) tersangka
DBD.

b.

Data dalam Buku catatan harian penderita DBD diolah dan disajikan dalam

bentuk :

Pengolahan dan Penyajian data.

1)

Pemantauan situasi DD, DBD, SSD mingguan menurut desa/kelurahan

2)

Penyampaian laporan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD

selambat lambatnya dalam 24 jam setelah diagnosis ditegakkan menggunakan formulir


KD/RS-DBD.

3)

Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD menggunakan

formulir DP-DBD yang disampaikan perbulan.

4)

Laporan mingguan (W2-DBD)


Jumlahkan penderita DBD dan SSD setiap minggu menurut desa /

kelurahan

5)

Laporan bulanan

Jumlahkan penderita / kematian DB, DBD, SSD termasuk data beberapa

Laporkan ke dinas kesehatan kabupaten / kota dengan formulir W2-DBD

kegiatan pokok pemberantasan / penanggulangannya setiap bulan.

6)

Cara menentukan stratifikasi (endemisitas) desa / kelurahan

Laporkan ke dinas kesehatan kabupaten / kota dengan formulir K-DBD.


Penentuan stratifikasi desa / kelurahan DBD

Buatlah tabel desa/kelurahan dengan menjumlahkan penderita DBD dan

SSD dalam 3 (tiga) tahun terakhir.

7) Mengetahui distribusi penderita DBD per RW/dusun, dibuat pertahun dengan

Stratifikasi desa tersebut di sajikan dalam bentuk peta

cara menjumlahkan penderita DBD dan SSD per RW / dusun.

8)

Jumlahkan penderita DBD dan SSD per bulan selama 5 tahun terakhir dan

Penentuan musim penularan DBD.

disajikan dalam bentuk table dan selanjutnya di sajikan dalam bentuk grafik.

9)

Mengetahui kecenderungan situasi penyakit, untuk mengetahui apakah

situasi penyakit DBD diwilayah puskesmas tetap, naik atau turun.

4.

Surveilans Epidemiologis Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di

Dinas Kesehatan Kabupaten

a.

Pencatatan Data

1)

Sumber data

Laporan KD/RS-DBD dari RS (pemerintah atau swasta)

Laporan data dasar personal DBD dari puskesmas (DP-DBD)

Laporan rutin bulanan (K-DBD) dari puskesmas

Laporan W1 dan W2-DBD

Laporan hasil surveilans aktif oleh dinas kesehatan kabupaten / kota ke

unit pelayanan kesehatan

Cross Notification dari kabupaten / kota lain.

2)

Pencatatan data
Untuk pencatatan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD, misalnya

menggunakan Buku catatan penderita DBD yang memuat catatan (kolom) sekurang
kurangnya seperti pada form DP-DBD ditambah catatan (kolom) tersangka DBD.

Perlu kecermatan terhadap kemungkinan pencatatan yang berulang untuk

pasien yang sama, misalnya antara tersangka DBD dan penderita DBD selama proses
perawatan dan antara penderita DBD yang dilaporkan RS dengan yang dilaporkan oleh
puskesmas, sehingga perlu penyesuaian data.

b.

Dari data yang ada pada buku catatan penderita DD, DBD dan SSD dapat

Pengolahan dan Penyajian Data

dilakukan penyajian data sebagai berikut :

Pemantauan situasi DD, DBD, SSD mingguan menurut kecamatan

Laporan data dasar perorangan penderita DD, DBD, SSD menggunakan

formulir DP-DBD yang disampaikan per bulan.

Laporan mingguan (W2-DBD)


Laporan bulanan, jumlahkan dan laporkan penderita / kematian DD, DBD,

SSD termasuk beberapakegiatan pokok pemberantasan / penanggulangannya setiap


bulan.

Penentuan stratifikasi kecamatan DBD

Mengetahui distribusi penderita DBD per desa / kelurahan

Penentuan musim penularan

Mengetahui kecenderungan situasi DBD, untuk mengetahui apakah situasi

penyakit DBD di wilayah kabupaten / kota tetap, naik atau turun.

Mengetahui jumlah penderita DD, DBD dan SSD per tahun

Mengetahui distribusi penderita dan kematian DBD menurut tahun,

kelompok umur dan jenis kelamin

CONTOH SAJIAN DATA SURVEILANS DBD

Angka Insiden

Dari Gambar di bawah ini tampak siklus epidemik terjadi setiap sembilan-sepuluh

tahunan, hal ini terjadi kemungkinan karena adanya perubahan iklim yang berpengaruh terhadap
kehidupan vektor, di luar faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor perilaku dan
partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk yang
sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD
semakin mudah dan semakin luas.

Dalam lima tahun terakhir (2005-2009) 5 provinsi dengan AI tertinggi dapat dilihat pada

Gambar. Provinsi DKI dan Kalimantan Timur selalu berada dalam 5 provinsi AI tertinggi dengan
DKI Jakarta selalu menduduki AI yang paling tinggi setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena

pengaruh kepadatan penduduk, mobilitas penduduk yang tinggi dan sarana transportasi yang
lebih baik disbanding daerah lain, sehingga penyebaran virus menjadi lebih mudah dan lebih
luas. Berbeda dengan Kaltim yang penduduknya tidak terlalu padat, menurut SUPAS 2005
kepadatan penduduk Kalimantan Timur hanya 12 orang/km2 (DKI Jakarta 13.344 orang/km2).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian DBD di Kalimantan Timur, kemungkinan
adalah karena curah hujan yang tinggi sepanjang tahun dan adanya lingkungan biologi yang
menyebabkan nyamuk lebih mudah berkembang biak.

Berdasarkan AI suatu daerah dapat dikategorikan termasuk dalam risiko tinggi,

sedang dan rendah yaitu risiko tinggi bila AI > 55per 100.000 penduduk, risiko sedang bila AI
20-55 per 100.000 penduduk danrisiko rendah bila AI <20 per 100.000 penduduk. Dari Gambar
3 di atas terlihat dari tahun 2005 hingga 2009, jumlah provinsi yang berisiko tinggi (high risk)
meningkat dan terjadi perubahan. Misalnya pada tahun 2007 seluruh provinsi di pulau Jawa dan
Bali masuk sebagai daerah risiko tinggi dimana pada tahun ini terjadi epidemik (Gambar 1).
Tetapi pada tahun 2009 terjadi perubahan dimana provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur
dan Kalimantan Tengah masuk dalam resiko tinggi.

Angka Kematian

Contoh sajian data angka kematian akibat penyakit DBD di setiap Provinsi pada tahun
2009

Dari grafik di atas pada tahun 2009, provinsi dengan Angka Kematian tertinggi karena
DBD adalah Bangka Belitung (4,58%), Bengkulu (3,08%) dan Gorontalo (2,2%).
Provinsi yang angka kematian tidak ada adalah Sulawesi Barat. Tetapi sebagian besar
provinsi atau 19 provinsi (61,3%) belum mencapai target CFR < 1%, maka dari itu setiap

pemerintah provinsi harus lebih mencanangkan penanggulangan dan pemberantasan


penyakit DBD.

Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD

Jumlah kasus KLB DBD yang dilaporkan pada tahun 1998 2009 tampak berfluktuasi.
Demikian juga dengan jumlah provinsi dan kabupaten yang melaporkan KLB DBD dari
tahun 1998 2009 tampak berfluktuasi. Tampak pada tahun 1998 dan 2004 jumlah
kab/kota melaporkan kejadian KLB DBD paling tinggi yaitu 104 kab/kota dan 75
kab/kota. Pada tahun tersebut juga dilaporkan jumlah kasus DBD mengalami
peningkatan. Tahun 1998 kasus KLB menyumbang 58% (41.843/72.133) dari total
laporan kasus DBD, sedangkan tahun 2004 kasus KLB hanya menyumbang 9,5%
(7.588/79.462) dari kasus DBD. Setelah tahun 2004 AI dan kasus absolut DBD terus
meningkat namun laporan kasus KLB dan jumlah kab/kota yang melaporkan KLB terus
menurun. Hal ini apakah karena adanya keengganan melaporkan terjadinya KLB DBD
oleh pemerintah daerah atau karena lemahnya sistem pelaporan KLB, untuk
mengetahuinya perlu diteliti lebih lanjut.

Pada Gambar di bawah ini, tampak AK pada KLB setelah tahun 1999 mulai tampak
mengalami penurunan, namun umumnya masih diatas 1 persen, kecuali pada tahun 2002,
2007 dan 2008. Pada tahun 2009 AK meningkat di atas 1 persen, setelah mengalami
penurunan yang signifikan pada tahun 2008, sedangkan pada tahun 2009 jumlah kasus
KLB yang dilaporkan lebih rendah dari tahun 2008 (lihat Gambar). Hal ini perlu menjadi
perhatian dan diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi, sehingga dapat diketahui
upaya pencegahannya dan dilakukan tindak lanjut.

Sajian Data di Rumah Sakit

Laporan kasus rawat inap dan kasus rawat jalan pasien DBD di RS dari tahun

2004-2008 tidak diketahui jumlah rumah sakit yang melaporkan dari tahun ke tahun, sehingga
sulit menganalisis atau menginterpretasi data tersebut. Dari data ini tampak cukup banyak pasien
DBD yang di rawat jalan, sehingga perlu dilakukan validasi data apakah pasien rawat jalan
adalah pasien kontrol pasca rawat inap saja atau pasien lama diitambah dengan pasien baru. Dari
data ini tampak peringkat kematian DBD (menurut 50 peringkat kematian), tidak termasuk

dalam 10 besar penyebab kematian. Berdasarkan laporan yang bersumber dari Ditjen.PP&PL dan
laporan yang bersumber dari Ditjen.Yanmed tampak perbedaan jumlah kasus DBD yang
dilaporkan. Hal ini kemungkinan karena sistem laporan DBD belum terintegrasi dan belum ada
mekanisme tukar menukar (sinkronisasi) antara data Puskesmas dan data RS di Kab/Kota.

N
o

T
a
h
u
n

Rawat jalan

L
k

2
0
0
4

2
0
0
5

2
0
0
6

1
3
.
9
6
0
2
3
.
0
4
1
2
2
.
6

P
r

1
2
.
5
3
6
1
9
.
8
6
6
2
0
.
9

Rawat inap

T
o
t
a
l

L
k

2
6
.
4
9
6
4
2
.
9
0
7
4
3
.
6

2
6
.
4
2
0
4
0
.
9
1
3
4
2
.
3

P
r

2
3
.
3
2
1
3
6
.
6
2
6
3
9
.
0

T
o
t
a
l
4
9
.
7
4
1
7
7
.
5
3
9
8
1
.
3

50
pe
ri
ng
ka
t
ke
m
at
ia
n

19

30

20

2
0
0
7

2
0
0
8

9
9
2
7
.
2
2
6

0
5
2
8
.
1
2
0
4
.
2
1
4

4
.
4
6
7

0
4
5
5
.
3
4
6

8
.
6
8
1

1
2
4
2
.
6
0
3
4
7
.
3
3
4

8
0
3
8
.
1
7
2
4
3
.
1
3
2

9
2
8
0
.
7
7
5
9
0
.
4
6
6

27

DAFTAR PUSTAKA

Hadisaputro, Soeharyo. 2013. Epidemiologi Manajerial Teori dan Aplikasi. Semarang:

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Hal 171-184


Achmadi, Umar Fahmi, dkk. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi: Demam Berdarah

Dengue. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI.


Epidemiologi, Jendela Buletin. 2010. Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Kementerian
Kesehatan

RI

Pusat

Data

dan

Surveilans

Epidemiologi.

(E-Jurnal).

www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN%20DBD.pdf diakses tanggal

August 2015.
Health,
Public.

publichealth.com/2015/02/surveilans-epidemiologi-dbd.html. diakses pada August 2015.


Kepmenkes RI No.1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan


Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003

Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan


http://annaregina25.blogspot.com/2013/06/pengertian-fungsi-puskesmas.html

Surveilens

Epidemiologi

pada tanggal 1 September jam 15.00 WIB.

DBD.

http://www.indonesian-

diakses

http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/2013/PUBLIK/BinwilKemenkesMagelang/
BPJS-ASKES.pdf diakses pada tanggal 1 September jam 15.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai