Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber nutrisi terbaik bagi bayi baru lahir adalah air susu ibu (ASI).
Setelah melalui masa pemberian ASI secara ekslusif yang umumnya
berlangsung 3-6 bulan, bayi mulai diberikan susu formula sebagai pengganti
air susu ibu (PASI). PASI lazimnya dibuat dari susu sapi, karena susunan
nutriennya dianggap memadai dan harganya terjangkau.
Susu sapi dianggap sebagai penyebab alergi makanan pada anak-anak
yang paling sering dan paling awal dijumpai dalam kehidupan. Alergi susu
sapi merupakan suatu penyakit berdasarkan reaksi imunologis yang timbul
sebagai akibat dari susu sapi atau makanan yang mengandung susu sapi.
Hippocrates pertama kali melaporkan adanya reaksi terhadap susu
sapi sekitar tahun 370 SM. Dalam dekade belakangan ini prevalensi dan
perhatian terhadap alergi susu sapi semakin meningkat. Susu sapi sering
dianggap sebagai penyebab alergi makanan pada anak-anak yang paling
sering. Beberapa penelitian pada beberapa negara di seluruh dunia
menunjukan prevalensi alergi susu sapi pada anak-anak pada tahun pertama
kehidupan sekitar 2%. Sekitar 1-7% bayi pada umumnya menderita alergi
terhadap protein yang terkandung dalam susu sapi. Sedangkan sekitar 80%
susu formula bayi di pasar menggunakan bahan dasar susu sapi.
Pada sumber lain dikatakan bahwa alergi terhadap protein susu
sapi/Cows milk protein allergy (CMPA) terjadi pada 2-6% dari anak-anak,
dengan prevalensi tertinggi pada usia tahun pertama. Sekitar 50% anak
telah ditunjukkan sembuh dari CMPA pada usia tahun pertama, atau 80-90%
dalam tahun kelimanya. Alergi pada susu sapi 85% akan menghilang atau
menjadi toleran sebelum usia 3 tahun. Penanganan alergi terhadap susu sapi
adalah menghindari susu sapi dan makanan yang mengandung susu sapi,
dengan memberikan susu kedelai sampai terjadi toleransi terhadap susu
sapi. Perbedaan kontras antara penyakit alergi terhadap susu sapi dan

makanan lain pada bayi adalah bahwa dapat terjadi toleransi secara spontan
pada anak usia dini.
Alergi protein susu sapi dapat berkembang pada anak-anak yang diberi
ASI atau pada anak-anak yang diberi susu formula. Namun, anak-anak yang
diberi ASI biasanya memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk menjadi
alergi terhadap makanan lainnya. Biasanya, anak yang diberi ASI dapat
mengalami alergi terhadap susu sapi jika bayi tersebut bereaksi terhadap
kadar protein susu sapi yang sedikit yang didapat dari diet ibu saat
menyusui. Pada kasus lainnya, bayi-bayi tertentu dapat tersensitisasi
terhadap protein susu sapi pada ASI ibunya, namun tidak mengalami reaksi
alergi sampai mereka diberikan secara langsung susu sapi.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai alergi susu sapi pada anak,
sehingga pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang definisi,
manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan pencegahan alergi susu
sapi pada anak
Definisi
Alergi susu sapi adalah suatu penyakit yang berdasarkan reaksi
imunologis yang timbul sebagai akibat pemberian susu sapi atau makanan
yang mengandung susu sapi, dan reaksi ini dapat terjadi cepat atau lambat.
(IDAI)
Epidemiologi
Diperkirakan insiden alergi susu sapi pada anak-anak adalah 2-6%,
dengan prevalensi tertinggi terjadi pada 1 tahun pertama kehidupan. Sekitar
50% anak-anak dapat sembuh dari alergi susu sapi hingga usia 1 tahun, dan
80-90% sembuh hingga usia 5 tahun. (Italian Journal of Pediatrics, Carlo
Caffarelli).
Etiologi

Protein susu sapi merupakan allergen tersering pada berbagai reaksi


hipersensitivitas pada anak. Susu sapi mengandung sedikitnya 20 komponen
protein yang dapat merangsang produksi antibodi manusia. Protein susu sapi
terdiri dari 2 fraksi, yaitu casein dan whey. Fraksi casein yang membuat susu
berbentuk kental (milky) dan merupakan 76% sampai 86% dari protein susu
sapi. Fraksi casein dapat dipresipitasi dengan zat asam pada pH 4,6 yang
menghasilkan 5 casein dasar, yaitu , , , k, dan . (IDAI)
Beberapa protein whey mengalami denaturasi dengan pemanasan ekstensif
(albumin serum bovin, gamaglobulin bovin, dan -laktalbumin). Akan tetapi,
dengan pasteurisasi rutin tidak cukup untuk denaturasi protein ini, tetapi
malah meningkatkan sifat alergenitas beberapa protein susu, seperti laktoglobulin. (IDAI)
Patogenesis
Alergi susu sapi merupakan respon imun spesifik allergen susu sapi
yang secara predominan diperantari lgE (lgE mediated immune response)
dan tidak diperantarai lg E atau seluler (cellular immune response).
Reaksi akut (diperantari lgE) terhadap susu disebabkan oleh pelbagai
allergen susu. Protein susu utama dibagi menjadi 2 fraksi yaitu kasein dan
whey

dengan

masing-masing

80%

dan

20%.

Table

karakteristik kimia yang terdapat pada protein susu sapi.

menunjukan

Kasein temasuk -1 kasien (32%), -2 kasien (10%), -kasien (28%)


dan -kasien (20%) (Bos d 8) dari total protein. Whey allergen yang paling
penting adalah -laktalbumin 5% (ALA, Bos d 4) dan -laktoglobumin 10%
(BLG, Bos d 5) dari total protein. Allergen minor yang lain adalah termasuk
bovine serum albumin (BSA, Bos d 6), laktoferin dan imunoglobulin (Bos d 7).
Telah di identifikasi urutan lgE binding epitop dari allergen susu mayor dan
beberapa telah diinfestigasi untuk analisis mutasi. Patogenesis dan
penyebab dalam allergen tidak diperantarai lg E susu sapi dan alergi susu
yang disebabkan oleh proses gabung lgE dan non lgE mediated masih belum
dipahami.
Reaksi diperantari lgE merupakan mekanisme alergi imunologi yang
diidentifikasi serta dapat didiagnosa dengan lebih mudah berbanding dengan
tidak diperantarai lgE. Disebabkan gejalanya cepat muncul (dalam beberapa
menit sampai beberapa jam setelah kontak dengan allergen), maka
mekanisme ini disebut sebagai hipersensitivitas cepat. Diperantarai lgE
menyebabkan gejala pada kulit (urtikaria dan angioedem), sistem respirasi
(rhinokonjungtivitis dan asma), dan traktus gasterointestinal (mual, muntah
dan diare)
Protein alergi susu sapi diperantari lgE terdapat 2 tahap: pertama dari
sensitisasi, terbentuk ketika kekebalan sistem tubuh diprogram dengan
cara yang menyimpang, sehingga IgE antibodi terhadap protein susu sapi
disekresi. Antibodi tersebut mengikat pada permukaan sel mast dan basofil,
dan pada kontak berikutnya protein susu yang memicu "aktivasi, ketika IgE
bergabung dengan sel mast mengikat epitop alergi terdapat pada protein
susu dan melepaskan mediator inflamasi dengan cepat yang
dalam

berperan

reaksi alergi. Alergen tersebut dipinositosis dan diekspresikan oleh

antigen presenting sel (APC).


Interaksi antara APC dan limfosit T mempromosikan modulasi dan
aktivasi limfosit B. Aktivasi limfosit B memproduksi antibodi IgE yang
berinteraksi dengan Fc mereka dengan alergen pada permukaan mast-sel.
Interaksi antara alergen pada sel mast atau basofil dan antibodi IgE

mempromosikan proses sinyal intraseluler dengan degranulasi sel dan


pelepasan histamin, PAF dan mediator inflamasi lain.
Pengetahuan tentang mekanisme imunologi yang tidak diperantarai
lgE pada alergi susu sapi masih kurang. Terdapat beberapa mekanisme telah
disuggested termasuk reaksi diperantarai TH 1 terbentuk dari kompleks imun
yang mengaktivasi komplemen, atau sel T/sel mast/interaksi neuron
termasuk perubahan fungsi dalam otot polos dan motaliti usus. Makrofag,
diaktifkan oleh alergen protein susu sapi oleh sitokin, mampu mensekresi
pada mediator vasoaktif (PAF, leukotrin) dan sitokin (IL-1, pIL-6, IL-8, GMCSF, TNF-) yang mampu meningkatkan fagosistosis seluler. Ini melibatkan
sel epitel, yang melepaskan sitokin (IL-1, IL-6, IL-8, IL-11, GM-CSF), kemokin
(RANTES, MCP-3, MCP-4, eotaxin) dan mediator lain (leukotrien, PGs, 15HETE,

endotelin-1).

Mekanisme

ini

menghasilkan

peradangan seluler kronis (pada sistem gastrointestinal (GI), kulit, dan


pernafasan).
proses

inflamasi

Ketika
terlokalisir

di

tingkat

GI,

fagositosis

imun

dapat

mengkontribusi untuk menjaga hiperpermeabilitas epitel dan berpotensi


untuk meningkatkan paparan antigen protein susu sapi. Ini melibatkan TNF-
dan IFN- , antagonis TGF- dan IL-10 dalam mediasi toleransi oral.
Manifestasi klinis

Diagnosa banding
Diagnosis banding yang berpotensi pada alergi protein susu sapi adalah termasuk infeksi virus
berulang dan intoleransi laktosa sementara. Kondisi yang bersamaan juga dapat terjadi pada:
beberapa masalah regurgitasi terjadi pada 20% dari semua bayi, dengan atau tanpa alergi protein
susu sapi. Di sisi lain, refluks gastro-oesophageal merupakan salah satu manifestasi yang
mungkin dapat terjadi pada alergi protein susu sapi. Alergi protein susu sapi juga dapat
dihubungkan dengan kolik infantile; alergi protein susu sapi berkontribusi untuk kolik pada
sekitar 10% bayi dengan kolik. Meskipun pada beberapa bayi yang lebih kecil, terdapat sebuah
hubungan antara dermatitis atopik dan alergi protein susu sapi yang disarankan, banyak kasus
dari dermatitis atopik yang tidak berhubungan. Bayi yang lebih kecil dan / atau beberapa
dermatitis atopik yang parah, lebih kuat pada hubungan yang tampak. Reaksi terhadap makanan
lain - terutama telur dan kedelai, gandum, ikan dan kacang kejadian yang sering terjadi dalam
kombinasi dengan alergi protein susu sapi. Oleh karena itu, makanan pendamping ASI dan lebih
diutamakan, seluruh pemberian makanan tambahan seharusnya dihindari selama diagnostik
eliminasi diet .

(Diagnosis and Management of Cows Milk Protein Allergy in Infants-Pediatric


Gastroenterology, Hepatology and Nutrition, University Childrens Hospital Brussels, Free
University Brussels, Belgium 2012)
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis alergi susu sapi dapat ditegakkan dengan pemeriksan oral food challenge
(OFC). oral food challenge dilakukan dengan supervisi ahli. Selain itu juga dapat dilakukan uji
tempel, uji tempel dilakukan untuk mengevaluasi serum IgE spesifik susu sapi. Penggunaan uji
tempel dilakukan pada pasien suspek alergi susu sapi dan dilakukan berdasarkan tanda klinik dan
pretest. Dari hasil pemeriksaan IgE dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori , yaitu tinggi,
sedang dan rendah. IgE spesifik susu sapi dengan konsentrasi yang tinggi dan hasil uji tempel (+)
berhubungan dengan peningkatan reaksi imun terhadap antigen susu sapi yang berarti alergi susu
sapi (+).

Tatalaksana dari Alergi Susu Sapi


(Akib, Arwin. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak Edisi Kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2008: Jakarta)
Bila diagnosis Alergi Susu Sapi (ASS) sudah ditegakkan maka susu sapi harus dihindarkan
dengan ketat supaya toleran dapat cepat tercapai. Eliminasi susus sapi direncanakan selama 6
18 bulan. Bila gejala menghilang, dapat dicoba provokasi setelah eliminasi 6 bulan. Bila gejala
tidak timbul lagi berarti anak sudah toleran dan susu sapi dapat diberikan kembali. Bila gejala
timbul kembali, maka eliminasi dilanjutkan kembali sampai 1 tahun dan seterusnya. Umumnya
bayi akan toleran sekitar umur 3 tahun. 50 % akan toleran pada usia 2 tahun, 60% pada usia 4
tahun, dan 80% pada usia 6 tahun. Keluarga pasien, teman, guru harus dijelaskan mengenai
keadaan pasien supaya harus membaca label setiap makanan siap olah sebelum dikonsumsi.
1. Pemakaian susu kedele sebagai pengganti dapat dipilih, tatapi 30 -40 % ASS akan alergi juga
terhadap susu kedele. Zeiger dkk mendapatkan hanya 14% ASS yang alergi susu kedele pada
anak usia <3.5 tahun. Susu pengganti diberikan susu kedele, walaupun dilaporkan 30 - $0% dari
ASS akan alergi juga susu kedele. Bila alergi terhadap susu sapid an susu kedele diberikan susu
sapi hidrosilat.
2. gejala yang ditimbulkan ASS diobati secara simptomatis.

(Kneepkens, Frank. Clinical Practice. Diagnosis and treatment of cows milk allergy. 2009: Eur J
Pediatr 168:891 896)
Terapi
Mengeliminasi protein susu sapi dari makanan adalah satu satunya yang terbukti sebagai terapi
pada saat ini
ASI. Ibu yang menyusui harus mengeliminasi produk susu dari makanannya. Terdapat
kontroversi tentang penilaian lainyya: karena anak anak memiliki peningkatan resiko terhadap
alergi makanan lainnya, adalah suatu hal yang bijak bagi seorang ibu untuk mengeliminasi
allergen lain seperti susu kedele, telur, daging sapi. Bagaimanapun juga ini menjadi tekanan
tersendiri bagi ibu dan mungkin memprovokasi kegagalan pemberian ASI. Pendekatan
praktisnya dimulai dengan eliminasi protein susu sapid an eliminasi produk lain hanya jika anak
memperlihatkan gejala.
Susu Formula. Formula digantikan dengan formula hipoalergi yang berdasarkan protein susu
yang terhidrolisasi secara ekstensif. Terdapat pengalaman terbatas dengan hidrolisasi
diabndingkan dengan sumber lainnya seperti susu kedele dan kolagen. Sumber proteinnya
mungkin berdasarkan protein air dadih yang terhidrolisasi ekstensif (eHW) dan kasein (eHC).
Anak yang tidak toleran terhadap eHW mungkin dapat mentoleransi eHC, begitupun sebaliknya.
Makanan keras. Tidak dibutuhkan untuk menunda pemberian makanan keras. Kebanyakan anak
dapat mentoleransi makanan lainnya (non-susu) ketika dikenalkan setelah umur 4 bulan. Pada
anak yang alergi berat, makanan keras adalah pilihan yang bijak: hanya satu atau dua makanan
baru per 3 harinya.
Konseling. Diagnosis alergi susu sapi memiliki imbas yang besar pada sebuah keluarga. Edukasi
yang sesuai pada orang tua dan pengasuh adalah hal yang penting. Mereka butuh belajar tidak
hanya strategi pencegahan, seperti membaca label makanan dan menghindari situasi yang
beresiko tinggi, tetapi juga harus mengenal gejala dan tanda awal dan juga tatalaksanan untuk
reaksi akut.
(Munasir, Zakiudin. The Management of Food Allergy in Indonesia. Asia Pacific Allergy 2013;
3:23 28)
Terapi untuk alergi susu sapi berdasarkan rekomendasi terbaru
Indonesi (2010)

ASI
Susu formula

Lanjutkan ASI, hindari susu sapid an produknya pada makanan ibu


Ganti susu formula dengan:
-eHF
-AAF untuk pasien dengan gejala yang berat

Formula

-Formula susu kedele untuk bayi (usia diatas 6 bulan)


terhidrolisasi Tidak untuk terapi alergi susu sapi

sebagian (pHF)
Formula terhidrolisasi eHF digunakan untuk terapi alergi susu sapi
secara ekstensif (eHF)
Formula susu kedele

Formula susu kedele tidak termodifikasi tidak bisa digunakan untuk

Susu lainnya

terapi alergi susu sapi


Pasien alergi susu sapi tidak harus mengkonsumsi susu mamalia

lainnya (seperti susu kambing atau domba)


Formula susu kedele Formula susu kedele terhidrolisasi dapat digunakan sebagai terapi
terhidrolisasi (HSF)
alergi susu sapi pada bayi diatas 6 bulan
Formula asam amino Ini direkomendasikan pada terapi alergi susu sapi terutama pada pasien
(AAF)

dengan gejala yang berat

(Kattan, Jacob. Milk and Soy Allergy. Pediatr Clin North Am. 2011 April; 58(2): 407 426)
Pencegahan
Terapi utama dari semua alergi makanan adalah dengan menjauhi makanan penyebab tersebut.
Menghindari susu dapat menyebabkan gangguan pada nutrisi karena susu merupakan sumber
lemak dan protein yang penting pada masa kanak kanak. Dan juga, mengeliminasi susu dari
makanan akan sangat sulit karena protein susu sapi dapat ditemukan dalam bentuk makanan
lainnya seperti permen, pudding, hot dogs, sosis, margarine, roti roti, dan lain lain.
Pengganti
Pada anak anak berumur kurang dari 12 bulan, casein terhidrolisasi secara ekstensif atau
formula protein gandum biasanya dapat ditoleransi, tetapi terkadang sering diindikasikan
pemberian formula yang berdasarkan asam amino. Untuk anak lebih tua yang menghindari
konsumsi susu, suplemen kalsium direkomendasikan. Karena masih terdapat resiko ringan alergi
susu kedele pada individu dengan alergi susu, maka formula berdasarkan protein susu kedele
tidak diindikasikan pada tatalaksanan pasien berumur dibawah 6 bulan dengan alergi susu yang

dimediasi IgE atau pada pasien dengan riwayat enterocolitis atau enteropathy karena protein susu
sapi. The Nutrition Committee of the European Society of Pediatric Gastroenterology,
Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN) dan The American Academy of Pediatrics (AAP)
membagi penggunaan susu kedele pada terapi bayi dengan alergi susu sapi. Pada Guideline yang
diterbitkan ESPGHAN menyarankan penggantian ke formula susu kedele setelah usia 6 bulan,
sedangkan AAP merekomendasikan penggunaan formula susu kedele terlebih dahulu
dibandingkan ekstensif hidrolisasi pada terapi alergi susu sapi, tanpa mempertimbangkan usia
(Munasir, Zakiudin. The Management of Food Allergy in Indonesia. Asia Pacific Allergy 2013;
3:23 28)
Prognosis
Alergi susu sapi biasanya adalah sebuah kondisi sementara. Hal ini ditunjukkan bahwa pada usia
3 tahun, 85% anak-anak kembali mengalami toleransi terhadap protein susu sapi. Beberapa studi
terbaru, bagaimanapun, adalah kurang optimis, bertahannya IgE-mediasi alergi protein susu sapi
sudah dilaporkan bertahan sampai usia 8 tahun sebanyak 15% bahkan sebanyak 58% dari anakanak. Dianjurkan untuk mengulangi percobaan secara berkala untuk menjaga anak pada
eliminasi diet yang

tidak lebih dari yang dibutuhkan. Tidak ada alasan untuk melakukan

Double-blind placebocontrolled food challenges (DBPCFC) kecuali diagnosis tidak pernah telah
dibuat dengan benar. Percobaan dapat dijadwalkan pada usia 12, 18 dan 24 bulan dan setiap
tahun selanjutnya.
(Clinical practice. Diagnosis and treatment of cows milk allergy-eur j pediatric 2009)

Manajemen Alergi Susu Sapi


Dugaan Alergi Susu
Sapi

Eliminasi makanan

- Anamnesis
dan Pemeriksaan
Eliminasi
makanan
pada
Bermasalah
Pertahankan
eliminasi
makanan
dengan
susu
Eliminasi makanan
dengan
Dibawah
observasi
klinis,
kenalkan
Fisik
Kenalkan
formula susu
ibu, tidak ada Protein
dengan
biaya
susu
formula
terhidrolisasi
pada
ibu
sampai
usia
9

12
formulaTidak
asamada
IgE
RAST/
SPT untuk susu sapi
kembali
Sapi
pada
Ada
Susu
Sapi Protein
selama 2Susu
4-Tidak
Tidak
ada
kedele
dan
Pikirkan
Pikirkan
Ada ekstensif,
Pikirkan
adadan
secara
selama
2monitor
4
bulan,
dan
sedikitnya
selama
6
amino
selama
2
minggu
makanan ibu/ susu
sapi
formula
pada
Tidak
Susu
Formula
pada
perbaikan
perbaikan
perbaikan
gejala alergi
susu
diagnosis
lain
Ada minggu
kemungkinan
Perbaikan
diagnosis
lain Gejala
ASI pada bayi
perbaikan
Gejala
Ya

bulan/ ekstensif formula

kemampuan?

4 minggu

Anda mungkin juga menyukai