Anda di halaman 1dari 6

Detektor pada KG

Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak
(gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi
merupakan sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponenkomponen didalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor untuk analisa
kuantitatif maupun kualitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fasa diam
dan fasa gerak. Detektor digunakan untuk memonitor gas pembawa yang keluar dari kolom dan
merespon perubahan komposisi solut yang terelusi.
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh sebuah detektor, antara lain:
Dapat merespon dengan cepat kehadiran solut
Memiliki rentangan respon linier yang luas
Memiliki kepekaan tinggi
Stabil pada pengoperasian
Beberapa parameter yang sering dijumpai pada detektor, yaitu:
a.

Ratio signal

Ratio signal terhadap detector (S/N) menyatakan hubungan antara respon detektor dengan getaran
rekorder setelah pembesaran maksimum. Besaran S/N digunakan untuk menentukan Batas
Deteksi Minimum.
b. Batas Deteksi Minimum (BDM)
Harga BDM telah tercapai kesepakatan adalah sebesar 2 S/N. factor respon dinyatakan dengan
rumus A/M, dimana A adalah area puncak dan M adalah cuplikan untuk detector yang peka
terhadap massa. Untuk detector yang peka terhadap konsentraasi digunakan rumus AF/M,
dimana F adalah laju alir pembawa gas.
c.

Kisaran Dinamik Linear (KD)

Kisaran Dinamik (KD) menyatakan rasio besarnya solut terhadap besaran solut minimum yang
dapat terdeteksi secara linier. Makin besar harga KD makin besar jangkauan konsentrasi yang
dapat dianalisis. Pengertian yang lebih operasional untuk KD adalah besaran konsentrasi
cuplikan dimana respon berdasarkan pengukuran area kurang lebih 20%.
d. Kespesifikan/ keuniversalan detektor
Jenis-Jenis Detektor

Berdasarkan Kespesifikannya
1. Detektor Spesifik
Detektor spesifik yaitu detector yang hanya dapat mendeteksi beberapa jenis senyawa saja.
Contoh: DTE dan DFN
2. Detektor Universal
Detektor Universal yaitu detector yang dapat mendeteksi semua jenis senyawa. Contoh: DHP
dan DIN.
Berdasarkan pengaruhnya terhadap cuplikan
1. Detektor Destruktif
Detektor Destruktif adalah jenis detector yang dapat merusak cuplikan,
contoh: DIN.
2. Detektor non destruktif
Detektor non destruktif adalah jenis detector yang tidak merusak cuplikan, contoh: DHP.
Berdasarkan cara kerjanya
1. Detektor Hantaran Panas (DHP atau Thermal Conductivity Detector =TCD)
Detektor ini didasarkan bahwa panas dihantarkan dari benda yang suhunya tinggi ke benda lain
yang suhunya lebih rendah. Pada detektor ini filament harus dilindungi dari udara ketika filamen
itu panas dan tidak boleh dipanaskan tanpa dialiri gas pembawa. Secara teoritis keuntungannya
tidak merusak komponen yang dideteksi. Detektor hantar panas termasuk detektor konsentrasi
yakni semua molekul yang melewatinya diukur jumlahnya dan tidak tergantung pada laju aliran
fasa gerak.
2. Detektor Ionisasi Nyala (DIN)
Detektor ini mengukur jumlah atom karbon dan bersifat umum untuk semua senyawa organik
(Senyawa Flour tinggi dan karbondisulfida tidak terdeteksi). Respon sangat peka, dan linier
ditinjau dari segi ukuran cuplikan serta teliti.
Hal yang perlu diperhatikan dalam detektor ini adalah kecepatan aliran O2 dan H2 (H2 30mL per
menit dan O2 sepuluh kalinya), serta suhu (harus diatas 100C untuk mencegah kondensasi uap
air yang mengakibatkan FID berkarat atau kehilangan sensitivitasnya)
3. Detektor Tangkapan Elektron (DTE)

Detektor ini dilengkapi dengan radioaktif yaitu 3H atau 63Ni. Dasar kerja detektor ini adalah
penangkapan elektron oleh senyawa yang mempunyai afinitas terhadap elektron bebas, yaitu
senyawa yang mempunyai unsur-unsur negatif.
4. Detektor Fotometri Nyala (DFN)
Prinsip detektor ini yaitu senyawa yang mengandung sulfur atau fosfor dibakar dalam nyala
hydrogen/oksigen maka akan terbentuk spesies yang tereksitasi dan menghasilkan suatu emisi
yang spesifik yang dapat diukur pada panjang gelombang tertentu. Untuk yang mengandung S
diukur pada 393 nm, sementara yang mengandung fosfor diukur pada 526 nm.
5. Detektor Nitrogen Fosfor (DNF)
Detektor ini sangat selektif terhadap nitrogen dan fosfor karena adanya elemen aktif diatas aliran
kapiler yang terbakar oleh plasma (1600C). Elemen dapat berupa logam kalium, rubidium atau
sesium yang dilapiskan pada silinder kecil alumunium, dan berfungsi sebagai sumber ion di
dalam plasma yang menekan ionisasi hidrokarbon di dalam plasma tetapi menaikkan ionisasi
sampel yang mengandung N atau P
Table. Karakteristik beberapa detector kromatografi
Detektor
DHP

BDM (g det-1)
10-9

KD
104

DIN
DTE

10-12
10-13

107
102-105

DNF

10-14 (P)
10-12 (N)

105
105

Batas Suhu (C) Tanda-tanda Khas


450
Tidak merusak, peka
terhadap suhu dan aliran
400
Merusak, sangat stabil
350
Tidak merusak, mudah
terkontaminasi, peka
terhadap suhu
400
Mirip DIN
400
Mirip DIN

5. Komputer pada KG
Kromatografi gas modern menggunakan komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak
(software) untuk digitalisasi signal detektor dan mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
a.

Memfasilitasi setting parameter-parameter instrument seperti: aliran fase gas; suhu oven dan
pemrogaman suhu; serta pemyuntikan samel secara otomatis.

b. Menampilkan kromatogrm dan informasi-informasi lain dengan menggunakan gafik berwarna.


c.

Merekam data kalibrasi, retensi, serta perhitungan-perhitungan dengan statistic.

d. Menyimpan data parameter analisis untuk analisis senyawa tertentu.

D. DERIVATISASI PADA KROMATOGRAFI GAS


Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi senyawa
lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis menggunakan kromatografi
gas.
Macam-macam derivatisasi:
-

Silylation: membuat dengan mudah sample menjadi volatile.

Alkylation: melindungi hydrogen aktif tertentu

Acylation: untuk senyawa yang mengandung fluorinated group


Alasan dilakukan derivatisasi adalah :

1. Senyawa tersebut memungkinkan dilakukan analisis dengan KG terkait dengan volatilitas dan
stabilitasnya.
2.

Untuk meningkatkan batas deteksi dan bentuk kromatogram. Beberapa senyawa tidak
menhasilkan bentuk kromatogram yang bagus(misal pucak kroatogram yang tumpang tindih)
atau sampel yang dituju tidak terdeteksi, oleh karena itu diperlukan derivatisasi sebelum
dilakukan analisis dengan kromatografi gas.

3.

Meningkatkan volatilitas, misal senyawa gula. Tujuan utama derivatisasi adalah untk
meningkatkan volatilitas senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap(non-volatil). Senyawasenyawa dengan dengan berat molekul rendah biasanya tidak mudah menguap karena adanya
gaya tarik menarik inter molekuler antara gugus-gugus polar, karenanya jika gugus-gugus polar
ini ditutup dengan cara derivatisasi, maka akan mampu meningkatkan volatilitas senyawa
tersebut secara dramatis.

4. Meningkatkan deteksi, misal untuk kolesterol dan senyawa-senyawa steroid.


5. Meningkatkan stabilitas. Beberapa senyawa volatil mengalami dekomposisi parsial karena panas
sehingga diperlukan derivatisasi untuk meningkatkan stabilitasnya.
6. Meningkatkan batas deteksi pada penggunaan detektor tangkap elektron (ECD).
7. Menurunkan volatilitas suatu senyawa yang terlalu volatile.
8. Senyawa polar yang umumnya akan menyerap permukaan aktif dari column, dibuat kurang polar
dengan derivatisasi.
Berikutnya akan diuraikan beberapa cara derivatisasi yang dilakukan pada kromatografi gas
sebagai berikut:
a. Esterifikasi

Digunakan untuk membuat derivat gugus karboksil. Pengubahan gugus karboksil menjadi
esternya akan meningkatkan volatilitas karena akan menurunkan ikatan hidrogen. Derivatisasi
dengan esterifikasi dapat dilakukan dengan cara esterifikasi Fisher biasa dalam asam kuat,
menurut reaksi:
H atau BF3
R-OH + R-COOH

R-COOR

Ester metil paling banyak digunakan, meskipun demikian ester etil, propil, dan butil juga sering
dimanfaatkan untuk derivatisasi ini. Ester alifatik yang lbih panjang dibuat dengan tujuan untuk
menurunkan volatilitas, meningkatkan respon detektor, meningkatkan resolusi atau daya pisah
dari bahan pengganggu, dan meningkatkan resolusi dari senyawa-senyawa yang mempunyai
rumus molekul yang hampir sama.
b. Asilasi
Jika sampel yang diuji mengandung fenol, alkohol, atau amin primer atau sekunder maka sering
digunakan derivatisasi dengan asilasi yang merupakan reaksi yang paling umum. Derivatisasi
dengan cara ini dilakukan dengan menggunakan asam asetat. Asilasi pada umumnya memberikan
bentuk kromatogram yang baik.Asilasi dilakukan dengan menggunakan perfluoroanhidrida yang
murni atau dalam pelarut, misalnya asetonitril dan etil asetat.
c.

Alkilasi
Digunakan untuk menderivitasi alkohol, fenol, amina primer dan sekunder, imida, dan
sulfhidril.Derivat dapat dibuat dengan sintesis Wiliamson, yakni alkohol atau fenol ditambah
alkil atau benzil halida dengan adanya basa.

d. Sililasi
Derivat silil saat ini digunakan untuk menggantikan eter alkil untuk analisis sampel yang bersifat
polar yang tidak mudah menguap.Derivat yang paling sering dibuat adalah trimetilsilil.
Derivatisasi dengan cara sililasi mempunyai beberapa keuntungan:

Dapat dilakukan dalam vial kaca dengan tutup bersekrup yang dilapisi dengan teflon.

Eter silil mudah dibuat untuk banyak gugus fungsi., dll.

e.

Kondensasi

Reaksi kondensasi dapat digunakan untuk derivatisasi amina yang mana pereaksinya
mengandung gugus karbonil.Amina primer bereaksi dengan keton membentuk enamin atau
bereaksi dengan karbon disulida membentuk isotiosianat.Aseton dan siklobutanon bereaksi
dengan amin primer membentuk enamin yang menghasilkan puncak tunggal dalam KG.
f.

Siklisasi
Penutupan gugus polar melalui siklisasi dilakukan pada senyawa yang mengandung 2 gugus
fungsi yang kira-kira sangat mudah dibuat heterosiklis beratom 5 atau 6.Beberapa heterosiklis
yang terbentuk adalah ketal, boronat, triazin, dan fosfit.Asam amino juga bereaksi dengan
anhidrida asam atau klorida membentuk azlakton yang bersifat lebih volatil.

Anda mungkin juga menyukai