Syarat2 Pembukuan-2015
Syarat2 Pembukuan-2015
____
___________________________________
PENDAHULUAN
1. Kewajiban menyelenggarakan Pembukuan
Kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan atas seseorang atau suatu
badan diatur dalam :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, pasal 6 yang antara lain
menyatakan bahwa setiap orang yang menyelenggarakan suatu
perusahaan diwajibkan membuat catatan-catatan sehingga sewaktu-waktu
dapat diketahui hak dan kewajibannya. Diwajibkan pula menyusun suatu
neraca sesuai dengan kebutuhan perusahaan tersebut.
b. Undang-Undang Perseroan Terbatas, namun hanya secara implisit
mengatur tentang kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan.
c. Undang-Undang perpajakan, khususnya dalam Undang-Undang nomor 6
tahun 1983 yang terakhir diubah dengan Undang-Undang nomor 16 tahun
2000 tetang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Untuk hal
terakhir akan dibahas secara lebih rinci pada uraian selanjutnya.
2. Pengertian Pembukuan dan Syarat Syarat Pembukuan
Pengetian Pembukuan diatur dalam UU KUP pasal 1 angka 29 yang
menyatakan bahwa pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan
yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang dan jasa, yang ditutup dengan
penyusunan laporan keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba pada
setiap akhir tahun.
Syarat-Syarat Pembukuan
Berdasarkan UU KUP pasal 28 telah digariskan persyaratan pembukuan
sebagai berikut :
a. Pembukuan harus diselenggaran dengan iktikat baik dan mencerminkan
keadaan dan kegiatan usaha yang sebenarnya;
b. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta,
kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya serta penjualan dan
pembelian;
c. Pembukuan harus ditutup setiap akhir tahun dengan membuat neraca dan
laporan Rugi laba berdasarkan prinsip pembukuan yang taat azas
(konsisten) dengan tahun sebelumnya;
d. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia, dengan
huruf latin, angka Arab, dengan bahasa Indonesia dengan satuan mata
uang rupiah. Namun demikian dimungkinkan pembukuan diselenggarakan
dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah.
e. Buku-buku dan catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang menjadi
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan
data dari pembukuan yang di kelola secara elektronik atau secara program
on-line, wajib disimpan dalam waktu 10 tahun. Batas watu 10 tahun ini
terkait dengan adanya batas kadaluwarsa tindakan penagihan pajak yang
boleh dilakukan terhadap wajib pajak;
Wajib Pajak yang dapat menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa
asing (nomor 2d) meliputi:
1) Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing;
2) Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya;
3) Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Bagi Hasil;
4) Bentuk Usaha Tetap;
5) Wajib Pajak yang berafiliasi dengan perusahaan induk di luar negeri.
f.
Bahasa dan satuan yang diperbolehkan untuk digunakan dalam
pembukuan wajib pajak adalah Bahasa Inggris dan satuan mata uang dolar
Amerika Serikat.
g. Persyaratan penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa asing dan mata
uang selain rupiah ialah bahwa wajib pajak terlebih dahulu harus
1|P a g e
287466738.doc
dibuat tgl.
23-Sep-15
____
___________________________________
mendapatkan ijin tertulis dari Menteri Keuangan, kecuali wajib pajak dalam
rangka Kontrak Karya dan Kontrak Bagi Hasil.
Ijin tertulis dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Direktur
Jenderal Pajak paling lambat tiga bulan sebelum tahun buku dimulai atau tiga
bulan sejak pendirian wajib pajak bagi wajib pajak baru.
3. Prinsip Konsistensi
Konsep taat azas atau konsisten dalam akuntasi sangat perlu, karena adanya
perubahan metode pencacatan akan mengakibatkan kekeliruan dalam
penyajian laporan. Prinsip taat azas adalah prinsip yang sama digunakan
dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya. Prinsip ini antara
lain ditetapkan dalam :
Stelsel pengakuan penghasilan;
Tahun buku;
Metode penilaian persediaan;
Metode penyusutan dan amortisasi
(pasal 28 KUP)
Sebagai contoh misalnya suatu perusahaan semula menggunakan penilaian
persediaan dengan menggunakan metode rata-rata kemudian tahun
berikutnya menggunakan metode FIFO, maka yang demikian tidak
diperkenankan. Sekali wajib pajak memilih salah satu cara penilaian
pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok maka untuk tahuntahun berikutnya harus digunakan cara yang sama.
Wajib Pajak dimungkinkan melakukan perubahan terhadap metode
pembukuan yang digunakan dengan syarat yang bersangkutan harus
mendapatkan ijin dari Direktur Jenderal Pajak.
4. Tujuan dilakukan pembukuan adalah agar dapat dihitung pajak-pajak yang
terutang meliputi antara lain jenis-jenis pajak : Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah
(PPN/PPn.BM) serta pajak-pajak daerah.
Tujuan laporan keuangan menurut SAK adalah untuk menyediakan informasi
yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan
suatu per-usahaan yang bermanfaat untuk mengambil suatu keputusan.
5.
Peredaran
brutonya
dalam
satu
tahun
tidak
lebih
dari
Rp4.800.000.000.
(Per Menkeu Nomor-01/PMK.03/2007 jo PP 46 tahun 2013)
6.
Pencatatan
Pencatatan sebagai dimaksudkan dimuka terdiri dari data yang dikumpulkan
secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penerimaan bruto
penghasilan. Catatan tersebut nantinya digunakan sebagai dasar untuk
menghitung pajak terutang. [psl 28 (9) KUP]. Penghitungan pajak terutang
yang didasarkan pada catatan tersebut dilakukan dengan Norma Penghitungan
7. Norma Penghitungan
Norma penghitungan adalah pedoman untuk memghitung besarnya
penghasilan netto yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Sebagaimana disebutkan dimuka, Norma Penghitungan digunakan untuk
2|P a g e
287466738.doc
dibuat tgl.
23-Sep-15
____
___________________________________
menghitung
pajak
terhadap
WP
yang
diijinkan
untuk
hanya
mengelenggarakan pencatatan. Akan tetapi disamping diperuntukkan bagi WP
yang diijinkan hanya menyelenggarakan pencatan, Norma Penghitungan
diterapkan juga terhadap WP yang seharusnya menyelenggarakan
pembukuan namun ternyata tidak tidak sepenuhnya menyelenggarakan
pembukuan, tidak bersedia menunjukkan pembu-kuan, bukti-bukti pembukuan
pada saat dilakukan pemeriksaan pajak. [psl 14 (5) PPh].
Wajib pajak yang tidak harus menyelenggarakan pembukuan adalah wajib
pajak yang peredaran usahanya dalam satu tahun tidak lebih dari
Rp4.800.000.000. (PP nomor 46 tahun 2014).
Perhitungan PPh-nya ditetapkan sebesar 1% dari peredaran bruto dan pajak
dihitung setiap bulan.
Contoh :
Tn AHMAD adalah pedagang tektil di Pasar Tanah Abang. Dalam tahun 2014
jumlah peredaran brutonya sebesar Rp2.500.000.000 (tidak mencapai
Rp.4.800.000.000.
Dalam bulan Januari 2015 peredaran brutonya sebesar Rp100.000.000. PPh
terutang bulan Januari 2015 = 1% x Rp100.000.000 = Rp1.000.000.
8. Tahun Pajak dan Tahun Buku
Pada dasarnya tahun pajak adalah sama dengan tahun takwim (tahun
kalender). Sedangkan tahun buku adalah periode antara dimulainya
pembukuan sampai denga ditutupnya pembukuan. Dalam hal tahun buku
sama dengan tahun tahun takwim maka tahun pajaknya adalah sama dengan
tahun takwim/kalender. Wajib Pajak dapat menggunakan tahun buku tidak
sama dengan tahun takwim dengan syarat masanya tidak lebih dari 12 bulan.
Apabila tahun pajak tidak sama dengan tahun takwim maka penyebutan
tahun pajaknya menggunakan tahun yang didalamnya terdapat enam bulan
pertama atau lebih.
Contoh :
287466738.doc
dibuat tgl.
23-Sep-15
____
___________________________________
287466738.doc
dibuat tgl.
23-Sep-15
____
___________________________________
Fiskal
6.858.000
6.183.000
675.000
120.000
20.000
25.000
25.000
Nihil
50.000
15.000
Nihil
4.000
10.000
25.000
294.000
381.000
Fiskal
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
50.000
25.000
12.500
12.500
Nihil
100.000
287466738.doc
dibuat tgl.
23-Sep-15
____
___________________________________
6|P a g e
287466738.doc
dibuat tgl.
23-Sep-15