Anda di halaman 1dari 6

Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti

____

___________________________________

PENDAHULUAN
1. Kewajiban menyelenggarakan Pembukuan
Kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan atas seseorang atau suatu
badan diatur dalam :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, pasal 6 yang antara lain
menyatakan bahwa setiap orang yang menyelenggarakan suatu
perusahaan diwajibkan membuat catatan-catatan sehingga sewaktu-waktu
dapat diketahui hak dan kewajibannya. Diwajibkan pula menyusun suatu
neraca sesuai dengan kebutuhan perusahaan tersebut.
b. Undang-Undang Perseroan Terbatas, namun hanya secara implisit
mengatur tentang kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan.
c. Undang-Undang perpajakan, khususnya dalam Undang-Undang nomor 6
tahun 1983 yang terakhir diubah dengan Undang-Undang nomor 16 tahun
2000 tetang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Untuk hal
terakhir akan dibahas secara lebih rinci pada uraian selanjutnya.
2. Pengertian Pembukuan dan Syarat Syarat Pembukuan
Pengetian Pembukuan diatur dalam UU KUP pasal 1 angka 29 yang
menyatakan bahwa pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan
yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang dan jasa, yang ditutup dengan
penyusunan laporan keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba pada
setiap akhir tahun.
Syarat-Syarat Pembukuan
Berdasarkan UU KUP pasal 28 telah digariskan persyaratan pembukuan
sebagai berikut :
a. Pembukuan harus diselenggaran dengan iktikat baik dan mencerminkan
keadaan dan kegiatan usaha yang sebenarnya;
b. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta,
kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya serta penjualan dan
pembelian;
c. Pembukuan harus ditutup setiap akhir tahun dengan membuat neraca dan
laporan Rugi laba berdasarkan prinsip pembukuan yang taat azas
(konsisten) dengan tahun sebelumnya;
d. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia, dengan
huruf latin, angka Arab, dengan bahasa Indonesia dengan satuan mata
uang rupiah. Namun demikian dimungkinkan pembukuan diselenggarakan
dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah.
e. Buku-buku dan catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang menjadi
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan
data dari pembukuan yang di kelola secara elektronik atau secara program
on-line, wajib disimpan dalam waktu 10 tahun. Batas watu 10 tahun ini
terkait dengan adanya batas kadaluwarsa tindakan penagihan pajak yang
boleh dilakukan terhadap wajib pajak;
Wajib Pajak yang dapat menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa
asing (nomor 2d) meliputi:
1) Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing;
2) Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya;
3) Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Bagi Hasil;
4) Bentuk Usaha Tetap;
5) Wajib Pajak yang berafiliasi dengan perusahaan induk di luar negeri.
f.
Bahasa dan satuan yang diperbolehkan untuk digunakan dalam
pembukuan wajib pajak adalah Bahasa Inggris dan satuan mata uang dolar
Amerika Serikat.
g. Persyaratan penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa asing dan mata
uang selain rupiah ialah bahwa wajib pajak terlebih dahulu harus
1|P a g e

287466738.doc

dibuat tgl.

23-Sep-15

Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti

____

___________________________________

mendapatkan ijin tertulis dari Menteri Keuangan, kecuali wajib pajak dalam
rangka Kontrak Karya dan Kontrak Bagi Hasil.
Ijin tertulis dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada Direktur
Jenderal Pajak paling lambat tiga bulan sebelum tahun buku dimulai atau tiga
bulan sejak pendirian wajib pajak bagi wajib pajak baru.
3. Prinsip Konsistensi
Konsep taat azas atau konsisten dalam akuntasi sangat perlu, karena adanya
perubahan metode pencacatan akan mengakibatkan kekeliruan dalam
penyajian laporan. Prinsip taat azas adalah prinsip yang sama digunakan
dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya. Prinsip ini antara
lain ditetapkan dalam :
Stelsel pengakuan penghasilan;
Tahun buku;
Metode penilaian persediaan;
Metode penyusutan dan amortisasi
(pasal 28 KUP)
Sebagai contoh misalnya suatu perusahaan semula menggunakan penilaian
persediaan dengan menggunakan metode rata-rata kemudian tahun
berikutnya menggunakan metode FIFO, maka yang demikian tidak
diperkenankan. Sekali wajib pajak memilih salah satu cara penilaian
pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok maka untuk tahuntahun berikutnya harus digunakan cara yang sama.
Wajib Pajak dimungkinkan melakukan perubahan terhadap metode
pembukuan yang digunakan dengan syarat yang bersangkutan harus
mendapatkan ijin dari Direktur Jenderal Pajak.
4. Tujuan dilakukan pembukuan adalah agar dapat dihitung pajak-pajak yang
terutang meliputi antara lain jenis-jenis pajak : Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah
(PPN/PPn.BM) serta pajak-pajak daerah.
Tujuan laporan keuangan menurut SAK adalah untuk menyediakan informasi
yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan
suatu per-usahaan yang bermanfaat untuk mengambil suatu keputusan.
5.

Pengecualian terhadap kewajiban menyelenggarakan pembukuan


Dalam undang-undang pajak dimungkinkan Wajib Pajak (WP) untuk tidak
menyeleng-garakan pembukuan, namun untuk WP dimaksud diwajibkan untuk
menyelenggarakan pencatatan. Syarat untuk dapat hanya menyelenggarakan
pencatatan (bukan pembu-kuan) ialah:

WP dimaksud adalah WP Orang Pribadiatau Wajip Pajak Badan, tidak


termasuk Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap.

Peredaran
brutonya
dalam
satu
tahun
tidak
lebih
dari
Rp4.800.000.000.
(Per Menkeu Nomor-01/PMK.03/2007 jo PP 46 tahun 2013)

6.

Pencatatan
Pencatatan sebagai dimaksudkan dimuka terdiri dari data yang dikumpulkan
secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penerimaan bruto
penghasilan. Catatan tersebut nantinya digunakan sebagai dasar untuk
menghitung pajak terutang. [psl 28 (9) KUP]. Penghitungan pajak terutang
yang didasarkan pada catatan tersebut dilakukan dengan Norma Penghitungan

7. Norma Penghitungan
Norma penghitungan adalah pedoman untuk memghitung besarnya
penghasilan netto yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Sebagaimana disebutkan dimuka, Norma Penghitungan digunakan untuk
2|P a g e

287466738.doc

dibuat tgl.

23-Sep-15

Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti

____

___________________________________

menghitung
pajak
terhadap
WP
yang
diijinkan
untuk
hanya
mengelenggarakan pencatatan. Akan tetapi disamping diperuntukkan bagi WP
yang diijinkan hanya menyelenggarakan pencatan, Norma Penghitungan
diterapkan juga terhadap WP yang seharusnya menyelenggarakan
pembukuan namun ternyata tidak tidak sepenuhnya menyelenggarakan
pembukuan, tidak bersedia menunjukkan pembu-kuan, bukti-bukti pembukuan
pada saat dilakukan pemeriksaan pajak. [psl 14 (5) PPh].
Wajib pajak yang tidak harus menyelenggarakan pembukuan adalah wajib
pajak yang peredaran usahanya dalam satu tahun tidak lebih dari
Rp4.800.000.000. (PP nomor 46 tahun 2014).
Perhitungan PPh-nya ditetapkan sebesar 1% dari peredaran bruto dan pajak
dihitung setiap bulan.
Contoh :
Tn AHMAD adalah pedagang tektil di Pasar Tanah Abang. Dalam tahun 2014
jumlah peredaran brutonya sebesar Rp2.500.000.000 (tidak mencapai
Rp.4.800.000.000.
Dalam bulan Januari 2015 peredaran brutonya sebesar Rp100.000.000. PPh
terutang bulan Januari 2015 = 1% x Rp100.000.000 = Rp1.000.000.
8. Tahun Pajak dan Tahun Buku
Pada dasarnya tahun pajak adalah sama dengan tahun takwim (tahun
kalender). Sedangkan tahun buku adalah periode antara dimulainya
pembukuan sampai denga ditutupnya pembukuan. Dalam hal tahun buku
sama dengan tahun tahun takwim maka tahun pajaknya adalah sama dengan
tahun takwim/kalender. Wajib Pajak dapat menggunakan tahun buku tidak
sama dengan tahun takwim dengan syarat masanya tidak lebih dari 12 bulan.
Apabila tahun pajak tidak sama dengan tahun takwim maka penyebutan
tahun pajaknya menggunakan tahun yang didalamnya terdapat enam bulan
pertama atau lebih.
Contoh :

Pembukuan dimulai tanggal 1 April 2014 dan diakhiri 31 Maret 2015,


maka tahun pajaknya adalah tahun 2014.

Pembukuan dimulai tanggal 1 Juli 2014 dan diakhiri tanggal 30 Juni


2015, maka tahun pajaknya adalah tahun 2014.

Pembukuan dimulai 1 Oktober 2014 dan ditutup tanggal 30 September


2015, maka tahun pajaknya adalah tahun 2015, karena dalam tahun 2014
jumlah bulannya tidak mencapai enam bulan.
9. Penghasilan dan Pengakuan atas Penghasilan
Penghasilan (income) diartikan sebagai suatu penambahan aktiva dan
penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak
berasal dari kontibusi penanaman modal (PSAK nomor 23 SAK 1994).
Undang-Undang Pajak [psl 4 (1) PPh] menyatakan bahwa penghasilan adalah
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk
konsumsi maupun untuk menambah kekayaan yang bersangkutan. Dapat
dikatakan bahwa pada umumnya apa yang secara akuntansi dianggap sebagai
penghasilan demikian pula menurut undang-undang perpajakan.
Dalam hal pengakuan atas penghasilan, ketentuan perpajakan menyatakan
bahwa penghasilan tersebut telah diterima atau diperoleh. Pengertian
diterima menunjuk pada realisasi atas penghasilan sedangkan diperoleh
menunjuk pada pengakuan penghasilan.
Stelsel kas adalah metode akuntansi yang menggunakan saat terjadinya
penerimaan atau pengeluaran kas sebagai kreteria untuk mengakui suatu
beban atau biaya serta pendapatan atau penghasilan bruto. Laba usaha
3|P a g e

287466738.doc

dibuat tgl.

23-Sep-15

Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti

____

___________________________________

ditentukan dengan cara mengurangkan jumlah pengeluaran kas terhadap


penerimaan kas dari penghasilan brutonya.
Dalam stelsel kas ini tidak berarti semua transaksi penerimaan dan
pengeluaran kas harus diakui sebagai pendapatan dan beban. Penerimaan
dan pengeluaran kas yang tidak berakibat harus diakui sebagai pendapatan
dan biaya adalah:

Penerimaan dan pengeluaran kas yang berasal dari transaksi modal,


yaitu transaksi penyetoran atau penarikan modal.

Penerimaan dan pengeluaran kas yang berasal dari transaksi pinjaman,


yaitu transaksi dari penarikan dan pembayaran kembali pinjaman;

Pengeluaran kas yang bermanfaat lebih dari satu tahun.


Untuk menentukan kapan penghasilan itu diterima atau diperoleh undangundang perpajakan menunjuk pada metode pembukuan yang
yang
diselenggarakan wajib pajak, yang dapat berupa akrual basis (stelsel akrual)
maupun kas basis (stelsel kas).
Dalam menggunakan stelsel kas dalam menghitung PPh harus diperhatikan
hal-hal sebagai berikut :

Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi


seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan.
Dalam
menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh
pembelian dan persediaan;

Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang


dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan
hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi;
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa stelsel kas untuk tujuan
perpajakan dapat dikatakan stelsel campuran.[palas 28 (5) KUP].
Stelsel Akrual adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan pada
penghasilan yang diakui pada saat diperoleh dan biaya diakui pada waktu
terutang.
Dalam hal stelsel Akrual dalam penerapan undang-undang pajak tidak
terdapat catatan secara khusus, yang artinya mengikuti metode berdasarkan
akuntansi.
Perlu ditambahkan bahwa termasuk dalam penerapan metode akrual adalah
perhitungan
penghasilan
berdasarkan
metode
prosentase
tingkat
penyelesaian pekerjaan pada bidang usaha konstruksi.
10.Perbedaan Waktu dan Perbedaan Permanen
Karena adanya koreksi-koreksi penyesuaian mengakibatkan ada perbedaan
Laba Fiskal dengan Laba Komersial. Koreksi-koreksi ini terjadi karena adanya
perbedaan perlakuan terhadap suatu pos biaya dalam perhitungan laba
komersial dengan laba fiskal yang dida-sarkan pada aturan perpajakan.
Perbedaan tersebut ada yang bersifat permanen dan ada pula yang bersifat
Beda Waktu.
Perbedaan Permanen terjadi misalnya terdapat adanya pos yang berdasarkan
perhitungan laba komersial diakui, namun berdasarkan aturan perpajakan pos
tersebut tidak diakui sebagai pos biaya, misalnya : sumbangan, pemberian
penggantian
dalam
bentuk
fasilitas
ataupun
natura,
biaya
representasi/jamuan tamu. Apabila laba komersial dan laba fiskal tersebut
diperbandingkan untuk kurun waktu tertentu maka perbedaan tersebut akan
tetap ada/permanen dan tidak terkoreksi.
Perbedaan Waktu terjadi karena adanya distribusi pembebanan yang berbeda
antara perhitungan laba komersial dengan laba fiskal, namun dalam kurun
waktu tertentu sejatinya apabila dijumlahkan akan sama, misalnya pos biaya
penyusutan.
Untuk lebih jelasnya dapat diberikan gambaran sbb:
4|P a g e

287466738.doc

dibuat tgl.

23-Sep-15

Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti

____

___________________________________

Gambaran Beda Waktu dan Beda Permanen


ribuan rupiah
Uraian
Komersial
Perbedaan
Beda Waktu
Beda
Permanen
1.Penjualan
6.858.000
2.Harga Pokok
6.183.000
3.Laba Bruto
675.000
4.Bi
Operasional
dan Umum
a.Gaji, THR dst
120.000
b.Sewa
20.000
Gedung
c.Listrik,telpon
25.000
d.Alat
25.000
tulis/kanto
e.Sumbangan
6.000
6.000
f.Penyusutan
20.000
30.000
g.Bi
15.000
Pemasaran
h.Jamuan
25.000
25.000
tamu
i.Ongkos
4.000
angkut
j.Perjalanan
10.000
k.Biaya lain25.000
lain
Jml Biaya
295.000
5.Laba Netto
380.000
Gambaran Beda Waktu dan Beda Permanen
Uraian
Komersial
Perbedaan
Beda Waktu
Beda
Permanen
e.Sumbangan
Tahun 1
6.000
6.000
Tahun 2
7.000
7.000
Tahun 3
5.000
5.000
Tahun 4
6.000
6.000
Tahun 5
6.000
6.000
30.000
30.000
f.Penyusutan
Mesin
20.000
(30.000)
tahun 1
20.000
(5.000)
tahun 2
20.000
7.500
tahun 3
20.000
7.500
tahun 4
20.000
20.000
100.000
Nihil
Jumlah

Fiskal
6.858.000
6.183.000
675.000

120.000
20.000
25.000
25.000
Nihil
50.000
15.000
Nihil
4.000
10.000
25.000
294.000
381.000
Fiskal

Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
Nihil
50.000
25.000
12.500
12.500
Nihil
100.000

11. Koreksi Positif dan Koresksi Negatif


Karena adanya koreksi-koreksi penyesuaian mengakibatkan ada perbedaan
Laba Fiskal dengan Laba Komersial. Koreksi-koreksi ini terjadi karena adanya
perbedaan perlakuan terhadap suatu pos biaya/penghasilan dalam
perhitungan laba-rugi komersial dengan laba-rugi fiskal yang didasarkan pada
5|P a g e

287466738.doc

dibuat tgl.

23-Sep-15

Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti

____

___________________________________

aturan perpajakan. Perbedaan tersebut menimbulkan terjadinya koreksi dari


Laba Rugi Komersial untuk menghitung Laba Rugi Fiskal. Kareksi dapat berupa
Koreksi Positif atau dapat berupa Koreksi Negatif.
Koreksi Positif terjadi apabila sebagai hasil dari koreksi tersebut
mengakibatkan Laba Fiskal menjadi Lebih Besar dari pada Laba Komersial,
atau sebaliknya mengakibatkan Rugi Fiskal menjadi lebih kecil dari pada Rugi
Komersial.
Koreksi Negatif terjadi apabila sebagai hasil dari koreksi tersebut
mengakibatkan Laba Fiskal menjadi Lebih Kecil dari pada Laba Komersial, atau
sebaliknya mengakibatkan Rugi Fiskal menjadi Lebih Besar dari pada Rugi
Komersial.

6|P a g e

287466738.doc

dibuat tgl.

23-Sep-15

Anda mungkin juga menyukai