8 Referat Kejang Demam Riski
8 Referat Kejang Demam Riski
Disusun oleh:
Rizki Amaliah
102011101067
Pembimbing:
dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A
dr. Gebyar T.B., Sp.A
dr. Ramzy Syamlan, Sp.A
dr. Saraswati Dewi, Sp.A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
DAFTAR ISI
JUDUL....................................................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
PENDAHULUAN..................................................................................................
ii
1
Definisi....................................................................................................................
Epidemiologi...........................................................................................................
Etiologi
..........................................................................................................
Patofisiologi ..........................................................................................................
12
Diagnosis Banding...................................................................................................
13
Penatalaksanaan.......................................................................................................
16
Prognosis................................................................................................................
23
Pencegahan
23
........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
26
PENDAHULUAN
Kejang demam adalah yang suatu penyakit yang terkait dengan demam,
usia, dan tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak.
Dikatakan demam apabila suhu tubuh rektal diatas 38C atau suhu aksila 37,8C.
Biasanya kejang demam terjadi pada umur 3 bulan samapai 5 tahun, dan
terbanyak umur 14-18 bulan. Kejang demam merupakan kelainan tersering pada
anak dimana 2-5% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan
kejang demam.
Kejang demam dikelompokkan menjdai dua, yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam merupakan salah satu
kelainan saraf tersering pada anak. Faktor-faktor yang berperan dalam etiologi
kejang demam, yaitu: faktor demam, usia, riwayat keluarga, dan riwayat perinatal
(asfiksia, usia kehamilan, dan bayi berat lahir rendah). Prognosis kejang demam
baik, karena kejang demam bersifat benigna. Angka kematian hanya 0,64-0,75%.
Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian berkembang
menjadi epilepsi sebanyak 2-7%. Kejang demam dapat mengakibatkan gangguan
tigkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik.
Beberapa hasil penelitian tentang penurun tingkat intelegensi paska bangkitan
kejang demam tidak sama. Empat persen penderita kejang demam secara
bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi.
Walaupun prognosis kejang demam baik, bangkitan kejang demam cukup
mengkhawatirkan bagi orang tuanya. Hasil penelitian Van Stuijiven Berg di
Kanada dan Belanda menunjukkan bahwa 17% diantara orang tua anak dengan
kejang demam tidak mempunyai pengetahuan tentang penyakit anaknya. Hasil
penelitian Karmar dkk, di India mengenai kejang demam dan 90% menganggap
anaknya akan mati.
1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal di atas 38,50 celcius) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. Nilai ambang kejang antara suhu (38,8 - 41,4)0C. Biasanya terjadi
pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 5 tahun.1,4
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi
intracranial atau penyebab tertentu. Definisi ini menyingkirkan kejang yang
disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang
pada keadaan tersebut mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam
karena keadaan yang mendasari mengenai sistem saraf pusat.5,6,7
Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang
demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsy yang diprovokasi oleh
demam (epilepsy triggered of by fever). Definisi ini tidak lagi digunakan karena
studi prospektif epidemiologi membuktikan bahwa resiko berkembangnya
epilepsy atau berulangnya kejang tanpa demam tidak sebanyak yang
diperkirakan.5 Akhir-akhir ini, kejang demam diklasifikasikan menjadi 2
golongan, yaitu kejang demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit
dan umum, dan kejang demam kompleks, yang berlangsung lebih dari 15 menit,
fokal atau multiple (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam).6,7
Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang
demam ialah 380C atau lebih, tetapi suhu sebenarnya pada waktu kejang sering
tidak diketahui1
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam
pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.8
Bila anak berusia kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, perlu dipikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi
SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.3
2. Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2%-4% dari populasi anak yang berusia 6
bulan hingga 5 tahun. Kejang pertama terbanyak terjadi antara usia 17-23 bulan,
dimana anak laki-laki lebih sering mengalami kejang demam.3
Studi populasi di Eropa dan Amerika melaporkan insiden kejang demam
sebesar 2-5% dari anak
3,4
19
Kejang demam plus adalah kejang demam dengan riwayat epilepsi pada keluarga.
Pada bayi atau anak dengan kejang demam plus ini mempunyai resiko paling
besar untuk terjadinya kejang demam, kemudian diikuti kejang selanjutnya tanpa
demam.11
Kejadian kejang demam pada anak laki-laki lebih tinggi daripada anak
perempuan dengan rasio 1,5 : 1. Jumlah episode serangan pada anak dengan
riwayat epilepsi pada keluarga 6 kali lebih tingi daripada tanpa riwayat epilepsi.11
Dari penjelasan diatas, faktor resiko untuk terjadi kejang demam yaitu:
4. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan
infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan
infeksi saluran kemih.5
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
di luar susunan saraf pusat, misalnya infeksi virus, tonsillitis, otitis media akut,
ISK, Gastrointeritis, ISPA, furunkulosis, meningitis, post imunisasi dan lain-lain.1
5. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi
dimana oksigen disediakan melalui fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak
melalui sistem kardiovaskuler. Melalui proses oksidasi glukosa dipecah menjadi
CO2 dan air.11
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan
dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal,
membran sel dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit
dilalui oleh ion (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion (Cl-). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah,
sedangkan di luar sel neuron terjadi sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang
disebut sebagai potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah
oleh adanya perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular, rangsangan yang
datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari
7
6. Klasifikasi
9
darah
yang
menyebabkan
hipoksia
sehingga
meningkatkan
b. Riwayat Penyakit.
Pada riwayat penyakit perlu ditanyakan keluhan utama dan riwayat
perjalanan penyakit. Keluhan utama adalah keluhan atau gejala yang
menyebabkan pasien dibawa berobat. Pada riwayat perjalanan penyakit disusun
cerita yang kronologis, terinci, dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak
sebelum ada keluhan sampai anak dibawa berobat. Bila pasien mendapat
pengobatan sebelumnya, perlu ditanyakan kapan berobat, kepada siapa, obat yang
sudah diberikan, hasil dari pengobatan tersebut, dan riwayat adanya reaksi alergi
terhadap obat.6
Pada kasus kejang demam, perlu digali informasi mengenai demam dan
kejang itu sendiri. Pada setiap keluhan demam perlu ditanyakan berapa lama
demam berlangsung; karakteristik demam apakah timbul mendadak, remitten,
intermitten, kontinou, apakah terutama saat malam hari, dsb. Hal lain yang
menyertai demam juga perlu ditanyakan misalnya menggigil, kejang, kesadaran
menurun, merancau, mengigau, mencret, muntah, sesak nafas, adanya manifestasi
perdarahan, dsb. Demam didapatkan pada penyakit infeksi dan non infeksi. Dari
anamnesa diharapkan kita bisa mengarahkan kecurigaan terhadap penyebab
demam itu sendiri.6
Pada anamnesa kejang perlu digali informasi mengenai kapan kejang
terjadi; apakah didahului adanya demam, berapa jarak antara demam dengan onset
kejang; apakah kejang ini baru pertama kalinya atau sudah pernah sebelumnya
(bila sudah pernah berapa kali (frekuensi per tahun), saat anak umur berapa mulai
muncul kejang pertama); apakah terjadi kejang ulangan dalam 24 jam, berapa
lama waktu sekali kejang. Tipe kejang harus ditanyakan secara teliti apakah
kejang bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal.
Ditanyakan pula lamanya serangan kejang, interval antara dua serangan,
kesadaran pada saat kejang dan setelah kejang. Gejala lain yang menyertai juga
penting termasuk panas, muntah, adanya kelumpuhan, penurunan kesadaran, dan
apakah ada kemunduran kepandaian anak. Pada kejang demam juga perlu
dibedakan apakah termasuk kejang demam sederhana atau kejang suatu epilepsi
yang dibangkitkan serangannya oleh demam (berdasarkan kriteria Livingstone).6
12
upaya
apa
yang
dilakukan
untuk
mengatasi
penyakit.
Riwayat
i. Riwayat Keluarga
Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada keluarga lainnya (ayah,
ibu, atau saudara kandung), oleh sebab itu perlu ditanyakan riwayat familial
penderita.6
8.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi 2 yakni pemeriksaan umum dan
pemeriksaan sistematis. Penilaian keadaan umum pasien antara lain meliputi
kesan keadaan sakit pasien (tampak sakit ringan, sedang, atau berat); tanda
tanda vital pasien (kesadaran pasien, nadi, tekanan darah, pernafasan, dan suhu
tubuh); status gizi pasien; serta data antropometrik (panjang badan, berat badan,
lingkar kepala, lingkar dada).6
Selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan sistematik organ dari ujung
rambut sampai ujung kuku untuk mengarahkan ke suatu diagnosis. Pada
pemerikasaan kasus kejang demam perlu diperiksa faktor faktor yang berkaitan
dengan terjadinya kejang dan demam itu sendiri. Demam merupakan salah satu
keluhan dan gejala yang paling sering terjadi pada anak dengan penyebab bias
infeksi maupun non infeksi, namun paling sering disebabkan oleh infeksi. Pada
pemeriksaan fisik, pasien diukur suhunya baik aksila maupun rektal. Perlu dicari
adanya sumber terjadinya demam, apakah ada kecurigaan yang mengarah pada
infeksi baik virus, bakteri maupun jamur; ada tidaknya fokus infeksi; atau adanya
proses non infeksi seperti misalnya kelainan darah yang biasanya ditandai dengan
dengan pucat, panas, atau perdarahan.6
Pemeriksaaan kejang sendiri lebih diarahkan untuk membedakan apakah
kejang disebabkan oleh proses ekstra atau intrakranial. Jika kita mendapatkan
pasien dalam keadaan kejang, perlu diamati teliti apakah kejang bersifat klonik,
tonik, umum, atau fokal. Amati pula kesadaran pasien pada saat dan setelah
kejang. Perlu diperiksa keadaan pupil; adanya tanda-tanda lateralisasi; rangsangan
meningeal (kaku kuduk, Kernig sign, Brudzinski I, II); adanya paresis, paralisa;
adanya spastisitas; pemeriksaan reflek patologis dan fisiologis.6
14
Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan pada anak dengan kejang demam pertama
kali dengan umur dibawah 6 bulan karena tidak tampaknya tanda meningeal pada
umur dibawah 6 bulan, sehingga sulit mendeteksi adanya meningitis maupun
infeksi intrakranial lain tanpa dilakukannya lumbal pungsi. Namun, jika yakin
bukan meningitis secara klinis tidak perlu lumbal pungsi.4
d. pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam, oleh
sebab itu tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas
(misalnya pada kejang demam komplikata pada anak usia > 6 tahun atau kejang
demam fokal).4
Pemeriksaan EEG yang dibuat 8-10 hari setelah panas tidak menunjukkan
kelainan. Dan hanya sebanyak 5% dari anak normal memiliki gambaran EEG
15
yang abnormal. EEG abnormal juga tidak dapat digunakan untuk menduga
kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari.1,4
9. Diagnosis Banding
Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis
dan cairan cerebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang
diikuti hemiperesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses
intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan
dengan kejang demam. Meningitis, ensefalitis, anak dengan demam tinggi dapat
mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang
demam.1
10. Penatalaksaan
Penatalaksanaan kejang demam meliputi 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu
pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, pengobatan profilaksis.
10.1 Pengobatan fase akut
Penanganan Kejang
Sering kali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang kejang
semua pakaian yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk
mencegah aspirasi. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Penghisapan
lendir dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, kalau perlu intubasi. Awasi
keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi
jantung.1
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada saat datang ke
tempat pelayanan kesehatan, kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam
keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
secara perlahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 2 menit dengan
dosis maksimal 20 mg.11
Obat yang praktis dan dapat diberikan kepada orang tua atau di rumah
adalah diazepam rektal dengan dosis 0,5 - 0,75 mg/kgBB/kali atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak berat badan di bawah 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan
16
berat badan diatas 10 kg. Atau diazepam rectal dengan dosis 5 mg untuk anak di
bawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak usia di atas 3 tahun.11
Kejang yang tetap belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2 kali
dengan diazepam rektal masih kejang, dianjurkan orang tua untuk segera ke
rumah sakit. Dan disini dapat dimulai pemberian diazepam intravena dengan dosis
0,3 0,5 mg/kgBB/kali. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenithoin
secara iv dengan loading dose 10-20 mg/kgbb/kali dengan kecepatan 1
mg/kgbb/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti, selanjutnya
diberikan dosis rumatan 4-8 mg/kgbb/hari (12 jam setelah pemberian loading
dose). Bila kejang belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang intensif
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demamnya dan faktor resikonya apakah kejang demam sederhana atau
kejang demam kompleks.16
Pemakaian antikonvulsan diazepam oral dosis 0,3 mg/kgbb setiap 8 jam
pada saat demam menurunkan resiko berulangnya kejang (1/3 s.d 2/3 kasus).
Begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgbb setiap 8 jam pada suhu >
38,5 0C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel, dan
sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, dan
fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.16
17
18
Menurunkan Demam
Pada dasarnya demam tidak mengakibatkan kerusakan otak jika suhu
berada di bawah 41,70C. Untungnya, otak tetap menjaga keseimbangan suhu
didalamnya dari demam yang tidak teratasi sampai batas suhu 41,1 0C. Meskipun
setiap anak mempunyai kemungkinan untuk demam, namun hanya 4% yang
berkembang menjadi kejang demam.
Untuk anak dengan kejang demam, demam dengan delirium ataupun
peningkatan suhu diatas 41,10C, terindikasi untuk dilakukan kompres dengan air
biasa (lukewarm = hangat kuku), dan tidak dengan alkohol., ataupun air es.
Antipiretik pada saat kejang dianjurkan walaupun tidak ditemukan bukti
bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam.
Obat-obat penurun panas yang dapat digunakan adalah :
Asetaminophen / parasetamol
Pemberian
asetaminofen
Ibuprofen Sirup
Ibuprofen sama halnya dengan asetaminofen, memiliki kesamaan dalam
ini hanya diberikan bila dibutuhkan analgesik-antipiretik suntikan atau bila pasien
19
tidak tahan dengan antipiretik yang lebih aman. Novalgin terdapat dalam sediaan
berupa tablet (500 mg/tab), sirup (250 mg/5 ml), dan injeksi (500 mg/ml). Pada
dewasa dosis diberikan 0,3-1 gram sehari, sementara untuk dosis anak belum ada
referensi yang menyatakan mengenai dosis yang diperkenankan. Efek samping
obat
ini
adalah
dapat
terjadi
agranulositosis,
anemia
aplastik
dan
trombositopenia.31
Sementara obat jenis lain seperti aspirin pernah menjadi antipiretik yang
populer di masyarakat, tetapi penggunaannya sebagai antipiretik untuk pediatri
saat ini dilarang, karena dapat mengakibatkan Reyes syndrome.16
10.2 Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan rutin seperti elektrolit serum, glukosa, kalsium, dapat
dilakukan untuk menyingkirkan adanya gangguan elektrolit dan metabolisme.
Angka leukosit diatas 20.000/ul atau Shift to the left yang extreme menandakan
adanya bakteremia. Sodium serum terkadang menunjukkan angka di bawah
normal, tetapi tidak cukup rendah hingga membutuhkan terapi ataupun dapat
menyebabkan kejang. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam
yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal
hanya pada kasus yang dicurigai mengalami meningitis atau bila kejang demam
berlangsung lama. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas,
sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan,
dan dianjurkan pada pasien yang berumur kurang dari 6 bulan. Untuk usia diatas 6
bulan, lumbal pungsi tidak dianjurkan lagi kecuali bila ditemukan gejala klinis
meningitis, infeksi intrakranial yang lain atau status konvulsivus. Pemeriksaan
laboratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab.1,16,20
10.3 Pengobatan profilaksis
Pencegahan
berulangnya
kejang
demam
perlu
dilakukan
karena
menakutkan dan bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak yang menetap.
Ada 2 cara profilaksis yaitu :
1. Profilaksis intermittent pada waktu demam
20
3. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti oleh kelainan
neurologis sementara atau menetap.
4. Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis.
pengobatan
rumat.
Kelainan
neurologis
tidak
nyata
misalnya
1.
2.
23
3.
Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah
4.
5.
6.
7.
anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi
sangat jarang. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6 9 kasus per
100.000 anak yang divaksinasi, sedangkan setelah vaksinasi MMR 25 34 per
100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak
demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak
merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.6
11. Komplikasi
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh kejang demam terhadap terjadinya kerusakan otak. Ada penelitian yang
membuktikan bahwa kejang demam tidak dapat berakibat buruk maupun
sebaliknya. Pada penelitian yang dilakukan oleh The National Collaborative
Perinatal Project di Amerika Serikat, dimana penelitian dilakukan terhadap 1706
anak paska kejang demam, dan diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun,
hasilnya tidak didapatkan kematian sebagai akibat dari kejang demam. Sementara
The National Child Development Study di Inggris, menyatakan bahwa anak yang
pernah mengalami kejang demam, kinerjanya tidak berbeda dengan populasi
umum waktu di tes pada usia 7 dan 11 tahun. Menurut Verity dkk, yang mengikuti
303 anak dengan kejang demam sampai usia 5 tahun, dengan hasil tidak ada
perbedaan dalam dalam bidang intelegensia, ukuran kepala maupun tingkah laku
pada anak dengan kejang demam maupun pada anak tanpa kejang demam.
24
Ada pula penelitian yang mendapatkan hasil akhir yakni kejang demam
dapat berakibat buruk, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Aicardi dan
Chevrie. Mereka meneliti 402 anak dengan kejang demam, sebanyak 131 anak
mendapatkan 1/lebih sekuele, yaitu 141 menderita epilepsi, 54 retardasi mental,
37 anak menderita kelainan neurologis lain (misal hemiplegia).20
12. Prognosis
Sampai saat ini belum tuntas masalah apakah kejang demam sendiri dapat
merusak otak atau tidak. Didapat kesan bahwa kejang demam yang singkat
umumnya benigna dan kejang demam yang lama mungkin dapat mengakibatkan
kerusakan pada otak. Mortalitas pada kejang demam sangat rendah yakni sebesar
0,64-0,74%.1
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang
menjadi:
a. Kejang demam berulang
Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
terjadinya kejang demam berulang adalah:
-
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80% sedangkan bila tidak
terdapat faktor tersebut hanya 10% - 15% kemungkinan berulang. Kemungkinan
berulang adalah pada tahun pertama.10
b. Epilepsi
Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor
resiko menjadi epilepsi adalah:
-
demam pertama
kejang demam kompleks
riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
26
DAFTAR PUSTAKA
5. Waldo. E., Neelson, MD. 2000. Ilmu Kesehatan Anak (Neelson Textbook Of
Pediatri). Edisi 15. Jakarta. EGC.
10. C M Verity. 1999. Risk of epilepsy after febrile convulsions: a national cohort
study. BMJ Volume 303: 1373 -1376
11. Sunartini. 2003. Simposium Ilmiah Manajemen Baru untuk Kejang Demam dan
Epilepsi pada Anak, di RS DR. Sardjito 27 Mei 2003. Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjahmada Yogyakarta.
16. Craig R. Warden. 2003. Evaluation and Management of Febrile Seizures in the
Out-of-Hospital and Emergency. [Ann Emerg Med. 2003;41:215-222
27
17. Tonia Jones. 2007. Childhood Febrile Seizures: Overview and Implications. Int.
J. Med. Sci. 2007, 4
18. Komite Medik RSUP DR. Sardjito. Standar Pelayanan Medis RSUP.DR.
Sardjito. 1999. Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gadjahmada Yogjakarta.
. Jakarta.
28