Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

Manusia adalah pembentuk budaya. Budaya dibentuk supaya ada peraturan


agar manusia bisa hidup bersama dan berhubungan satu sama lain dengan harmonis.
Tapi manusia sering menjadi terikat dengan budaya ini dan sulit untuk melepaskan
diri dari budayanya. Kita sering lupa pada hakikat dibentuknya budaya itu. Budaya
pada hakekatnya adalah menurut Prof Koentjaraningrat mengungkapkan bahwa
kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.
Awalnya pada setiap budaya mempunyai esensi dan nilai yang sangat kental
maknanya bagi kehidupan masyarakat. Namun, semakin berkembangnya peradaban
manusia, esensi dari kebudayaan tersebut sudah memudar. Memang masih tetap
dilakukan, tapi tidak seketat dulu.
Selama budaya itu masih relevan untuk membangun hidup kita ke arah yang
lebih baik, maka kita boleh tetap mempertahankannya. Namun jika budaya itu sudah
mengganggu pertumbuhan rohani kita, atau bahkan merusaknya, maka seharusnya
kita meninggalkannya dan membentuk budaya yang baru atau masuk ke dalam
budaya yang lain. Tuhan sudah memberikan kuasa kepada kita untuk mengelola dunia
ini, kita tinggal memilih bagaimana menyikapi setiap budaya tersebut.
Bagaimana kita menerapkannya dalam konteks Indonesia? Indonesia adalah
negara dengan banyak suku sehingga beragam pula budayanya. Dari beberapa budaya
yang terbentuk itu, terdapat beberapa budaya yang terkadang tidak sesuai dengan
pengajaran agama Kristen. Hal ini bukan berarti bahwa Kristen menolak dengan
radikal setiap budaya yang tidak tercantum dalam Alkitab. Namun, Kristen berusaha
menghargai dan tidak menghakimi bahwa kebudayaan itu salah dan tidak boleh
dilakukan. Hal inilah yang membuat perdebatan bagaimana orang Kristen
menghadapi dan merespon budaya yang ada di lingkungannya.

Salah satu budaya yang masih kental di tengah-tengah masyarakat adalah


budaya Jawa khususnya Jawa Tengah. Budaya Jawa diperlakukan sebagai sesuatu
yang layak dihormati, diberi tempat dan perhatian di tengah masyarakat Jawa.
Kebudayaan Jawa ini juga berpengaruh terhadap umat kristiani yang juga memegang
ajaran-ajaran Kristen. Sehingga hal tersebut dipergumulkan atau didialogkan dengan
kekristenan yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari secara kritis, terbuka,
jujur, dan rendah hati.
Dalam pembahasan makalah ini, kami fokus mengambil kasus budaya
peringatan orang meninggal yang dikenal dengan istilah mitung dina, matang
puluh, nyatus, mendak dan nyewu. Istilah-istilah tersebut digunakan untuk
peringatan hari kematian. Mitung dina yaitu peringatan hari kematian yang
dilakukukan 7 setelah kematian seseorang, matang puluh (empat pulu hari setelah
kematian), nyatus (seratus hari setelah kematian), mendak (satu tahun setelah
kematian) dan nyewu (1000 hari setelah kematian). Dari contoh kasus tersebut kami
akan membahas sikap-sikap apa saja yang terjadi di kalangan umat kristiani terhadap
budaya dan sikap apa yang seharusnya diterapkan sebagai umat kristen yang sesuai
juga dengan pandangan etika Kristen.

PEMBAHASAN
A. BUDAYA
Menurut Edward B. Taylor, Kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan berasal dari kata Sansekerta budaya yaitu bentuk jamak
dari budi yang artinya roh atau akal. Jadi kata kebudayaan berarti segala
sesuatu yang diciptakan oleh roh dan akal manusia. Kebudayaan adalah
mengerjakan kemungkinan-kemungkinan dalam alam oleh manusia. .
Dimanapun manusia mengubah dan mengusahakan/mengerjakan
kemungkinan-kemungkinan

jasmani

dan

rohani,

disitulah

terdapat

kebudayaan.
Menurut Prof Koentjaraningrat mengungkapkan bahwa kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.
Koentjaraningrat menggambarkan kebudayaan mencakup 7 unsur universal
sesuai urutan dari yang lebih sukar berubah, yaitu: (1) sistem religi dan
upacara keagamaan; (2) sistem dan organisasi kemasyarakatan; (3) sistem
pengetahuan; (4) sistem bahasa; (5) sistem kesenian; (6) sistem mata
pencarian hidup; dan (7) sistem teknologi dan peralatan. Kebudayaan adalah
khas hasil manusia, karena di dalamnya, manusia menyatakan dirinya sebagai
manusia,

mengembangkan

keadaannya

sebagai

manusia,

dan

memperkenalkan dirinya sebagai manusia. Dalam kebudayaan, bertindaklah


manusia sebagai manusia dihadapan alam, namun ia membedakan dirinya dari
alam dan menundukkan alam bagi dirinya

B. ETIKA
Secara Etimologi Etika berasal dari bahasa Yunani Ethos yang berarti
sikap, cara berfikir, watak kesesuaian atau adat. Ethos identik dengan Moral,
yang dalam Bahasa Indonesia berarti akhlak atau kesusilaan yang
mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi
pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.
Etika merupakan cabang dari filsafat etika mencari ukuran baik
buruknya bagi tingkah laku manusia. Etika adalah ajaran atau ilmu tentang
adat kebiasaan yang berkenaan dengan kebiasaan baik atau buruk yang
diterima umum mengenai sikap, perbuatan, kewajiban dan sebagainya.
Etika adalah merupakan suatu cabang ilmu filsafat, tujuannya adalah
mempelajari perilaku, baik moral maupun immoral dengan tujuan membuat
pertimbangan yang cukup beralasan dan akhirnya sampai pada rekomendasi
yang memadai yang dapat diterima oleh suatu golongan tertentu atau individu.
C. ETIKA KRISTEN
Dasar etika Kristen adalah iman Kristiani. Iman Kristiani inilah yang
akan dipakai untuk menjadi asumsi dasar dalam melakukan penilaian etis.
Etika Kristen meruapakan tanggapan akan kasih Allah yang menyelamatkan
kita. Kehidupan etis merupakan cara hidup dalam persekutuan dengan Tuhan.
Secara kontekstual, makna etika Kristen diperhadapkan pada situasi
terntentu, yakni kini dan di sini. Oleh sebab itu, etika Kristen mempelajari
situasi yang seharusnya dengan mengingat situasi yang sebenarnya. Etika
Kristen bersifat universal dan juga kontekstual. Etika Kristen merupakan
sesuatu yang terbuka dan dinamis yang bergerak dalam ruang dan waktu.
Maksudnya ialah adanya analisis etis yang harus merupakan suatu interaksi
antar disiplin ilmu, dengan konteks budaya sekitar, berorientasi pada masalahmasalah konkret, dan juga peka terhadap perkembangan serta kecenderungan
yang mutakhir.

Etika harus memakai penalaran yang bersifat objektif dan rasional.


Objektif dan rasional disini berarti etika Kristen dapat disajikan sedemikian
rupa dalam bahasa yang dapat ditangkap oleh semua orang.
Etika kristen mencari tahu hal apa yang harus dillakukan sebagai
pengikut Yesus dan bagaiman menjalankan kehidupan yang layak bagi Yesus.
Etika kristen didasari oleh iman kepada Yesus kristus.
Etika kristen adalah salah satu ungkapan refleksi teologis seseorang
yang menerima dan percaya kepada Yesus dengan menjalankan kehidupan
yang layak.
Etika Kristen tidak pernah berhenti kepada suatu pemahaman. Ia tak
pernah menilai sesuatu hal pada posisi negatif atau pada posisi positif saja. Ia
selalu berkembang mengikuti perkembangan yang ada. Hal ini disebabkan
karena etika kristen akan terus berusaha untuk menjadi pembimbing yang baik
dalam menghadapi realitas yang ada untuk mencapai kehidupan yang layak
untuk kemuliaan Yesus Kistus.
Etika Kristen tidak beralaskan kemampuan-kemampuan insani dan
tidak mulai dengan mengetengahkan dosa dan kelemahan manusia sehingga
titik lainnya tidak lain kecuali anugerah Allah. Tolak ukurnya bukan
kepatuhan hukum dan peraturan yang dibebankan dari luar (heteronomi)
bukan upaya menerapkan tuntutan-tuntutan yang berasal dari rasionalitas
manusia (otonomi), melainkan prakarsa ilahi yang hendak memulihkan dan
meneguhkan

perelasian

hakiki

dengan

manusia

sebagaimana

yang

dimaksudkannya sejak awal mula (teonomi). Etika Kristen tidak mulai dengan
apa yang wajib kita lakukan tetapi dengan apa yang telah dan terus menerus
Allah sudi lakukan.
Sains mendefinisikan etika sebagai, serangkaian prinsip moral, kajian
mengenai moralitas. Karena itu Etika Kristen adalah prinsip-prinsip yang
disarikan dari iman Kristen yang menjadi dasar tindakan kita. Walaupun
Firman Tuhan mungkin tidak menyinggung dan membicarakan seluruh situasi
yang mungkin kita hadapi dalam kehidupan kita, prinsip-prinsipnya memberi

kita standar yang harus kita ikuti dalam situasi-situasi di mana tidak ada
instruksi yang eksplisit. Misalnya, Alkitab tidak berbicara secara eksplisit
mengenai penggunaan obat-obat terlarang, namun berdasarkan prinsip-prinsip
yang kita pelajari melalui Alkitab kita tahu bahwa itu salah.
Salah satunya adalah Alkitab mengatakan bahwa tubuh kita adalah bait
Roh Kudus dan kita harus memuliakan Allah dengannya (1 Korintus 6:19-20).
Mengenali apa yang diakibatkan oleh obat-obat terlarang pada tubuh kita
kerusakan yang diakibatkan pada berbagai organ tubuh kita tahu bahwa
menggunakan obat-obat terlarang adalah merusak bait Roh Kudus. Dan jelas
hal itu tidak memuliakan Allah. Alkitab juga memberi tahu kita bahwa kita
harus mengikuti pemerintah yang Allah telah tempatkan (Roma 13:1).
Mengingat natur obat-obat terlarang yang ilegal, penggunaannya berarti
Etika Kristen adalah etika berbasis karakter yang menghadirkan kasih,
keadilan, pembebasan dari ketertindasan, kemurahan, dan belas kasihan dalam
berhubungan dengan orang lain.
D. ETIKA KRISTEN TERHADAP BUDAYA
Sepanjang kehidupan gereja/orang percaya, ternyata ditemukan adanya
berbagai macam sikap gereja terhadap kebudayaan. Barangkali pemikiran
Richard Niebuhr penulis buku Kristus dan kebudayaan dapat membantu
kita untuk lebih memahami masalah ini.
Richard Niebuhr menyampaikan bahwa setidaknya ada 5 (lima)
macam sikap gereja (orang Kristen) terhadap kebudayaan. Lima sikap itu
adalah:

1. Injil dipandang bertentangan dengan kebudayaan


Gereja memandang dunia di bawah kekuasaan si jahat sebagai kerajaan
kegelapan. Warga Gereja disebut oleh Injil adalah anak-anak terang, karena itun
tidak hidup dalam kegelapan. Dunia kegelapan ini dikuasai oleh nafsu
kedagangan, nafsu mata, kesombongan. Semua itu akan berlalu sebab mereka
akan dikalahkan oleh iman kepada Kristus (Niebuhr, 56).
Artinya, menjadi orang percaya haruslah menentang kebudayaan,
sebab kebudayaan akan menghambat tumbuhnya kesucian hati untuk dapat
diterima Tuhan. Mereka menjalani hidup kekristenannya dengan cara
mengasingkan diri, tinggal di tempat terpencil/bertapa, bahkan menyiksa
tubuhnya sendiri. Dengan cara hidup seperti itu mereka beranggapan bahwa
itulah cara hidup untuk menekankan kesucian di depan Tuhan. Prinsip hidup
semacam itu pernah dijalani oleh orang-orang Kristen pada abad-abad
pertama.
2. Gereja dari/dalam Kebudayaan
Dalam pemahaman ini dihayati bahwa Kristus sendiri tidak menolak
kebudayaan, bahkan sangat menghormatinya. Yesus Kristus dibesarkan dan
tinggal di tengah kebudayaan Yahudi. Dalam sejarah gereja penghayatan
semacam ini ditemukan khususnya pada kehidupan di dunia barat pada abad
pertengahan. Pada waktu itu ada pemahaman bahwa kebudayaan barat adalah
juga kebudayaan Kristen. Akibatnya, produk kebudayaan barat dianggap
sebagai produk kekristenan. Catatan: Kita tentu ingat bahwa penyebaran
kekristenan sangat agresif pada saat itu, termasuk masuknya kekristenan di
Indonesia.
Akibat yang masih sangat terasa sampai pada saat ini adalah
kekristenan kita masih sangat berwarna barat. Contoh yang paling mudah
adalah tentang Perayaan Natal. Setiap merayakan Natal kita tidak pernah lupa
memasang Pohon Terang (pohon cemara dengan hiasan dan saljunya).
Padahal keseharian kita sangat asing dengan salju. Pohon terang adalah
7

produk budaya barat dalam mengungkapkan sukacita natal, dan itu cocok
dengan iklim dan cuaca di negara barat. Kita mengambil alih begitu saja tanpa
mengkritisi apakah Natal dengan pohon terang itu cocok dengan budaya kita?
Yang lebih memperihatinkan lagi adalah menganggap bahwa Pohon Terang
adalah produk kebudayaan Kristen. Selama beberapa abad kita mengikuti
tradisi kekristenan barat. Bahkan jaman dulu ada warga jemaat yang
memprotes keras pada saat pohon terang akan diganti dengan janur. Kata
pemrotes penggantian itu akan mencoreng kemurnian kekristenan. Secara
tersirat protes itu sebenarnya merupakan wujud sikap mengagungkan budaya
barat bukan mengagungkan iman Kristen. Sebab pohon terang tidak terdapat
di dalam Alkitab. Bahkan cerita tentang Natal halnya terdapat tidak lebih dari
4-5 pasal dari keseluruhan isi Alkitab.
Di lingkup GKJW tentulah kita sangat mengenal nama J. Emde (yang
sekarang makamnya ditempatkan di Sukun Malang). J. Emde meminta orang
Jawa yang sudah dibaptis agar meninggalkan berbagai atribut kejawaan atau
yang biasanya dipakai/digunakan (misalnya: sarung, peci, wayang, dsb). Dan
diganti dengan baju, celana, sepatu, musik (barat). Mungkin pengaruh ajaran
J. Emde inilah di gereja kita hanya mengenal alat musik organ/orgel,
sedangkan alat-alat musik lainnya seperti gitar, seruling, kendang dan
sebagainya. Baru tahun-tahun terakhir ini saja dapat diterima oleh semua
warga jemaat.
3. Gereja /Injil berada di atas Kebudayaan
Menurut Thomas Aquinas (1225-1274), kebudayaan menciptakan
aturan suatu kehidupan sosial yang ditemukan oleh akal budi manusia yang
dapat dikenal oleh semua yang berakal sehat sebab bersifat hukum alam. Tapi
disamping hukum alam ada hukum Ilahi yang dinyatakan Allah melalui para
Nabi yang melampaui hukum alam. Sebagian hukum Ilahi adalah harmonis
dengan hukum alam dan sebagian lagi melampauinya dan itulah menjadi
hukum dari hidup supernatural manusia (ordo supernaturalis). Hukum Ilahi
8

terdapat dalam perintah: juallah semua apa yang kamu miliki, berikan kepada
orang miskin sedang hukum alam terdapat dalam perintah kamu tidak boleh
mencuri, yaitu hukum yang sama dapat ditemui oleh akal manusia dan didalam
wahyu. Dari contoh itu Thomas Aquinas menyimpulkan bahwa hukum alam
yang ditemui yang terdapat dalam kodrat hidup manusia berada di bawah ordo
supernaturalis. Manusia dalam hidupnya sudah kehilangan ordo supernaturalis
dan untuk dapat memulihkannya kembali hanyalah melalui sakraman. Gereja
berada dalam ordo supernatulis. Oleh karena itu kebudayaan berada di bawah
hirarkis gereja.
Dalam pandangan ini dipahami bahwa kebudayaan tidak perlu
dimusuhi. Mengapa? Karena kebudayaan merupakan salah satu realisasi jati
diri manusia yang telah diberi akal budi oleh Allah. Sebab tidak dapat
dipungkiri bahwa melalui kebudayaan manusia dapat mengenal tentang apa
yang baik dan buruk (nilai-nilai hidup). Hanya saja nilai-nilai hidup yang
ditawarkan oleh kebudayaan itu tidak mungkin mencapai pada pengenalan
akan Allah yang sejati. Oleh karena itu kebudayaan membutuhkan tambahan,
yaitu anugerah Allah (dalam hal itu: Yesus Kristus). Yesus Kristus memberi
nilai plus pada kebudayaan.
4. Gereja/Injil selalu pada posisi paradok dengan kebudayaan (Christ and
culture is in paradox)
Dalam pandangan ini, iman dan kebudayaan dipisahkan. Orang beriman
(Kristen) berada dalam dua suasana yaitu berada dalam kebudayaan dan
sekaligus berada dalam anugerah Allah dalam Kristus. Oleh sebab itu orang
beriman dihimpit oleh dua suasana yaitu hidup dalam iman dan hidup dalam
kebudayaan. Pandangan dualisme kelihatan juga secara samar dalam ajaran
Marthin Luther yang mencetuskan reformasi pada tahun 1517 Menurut dia
orang beriman hidup dalam dua kerajaan, yaitu kerajaan Allah yang rohani dan
kerajaan duniawi. Kerajaan Allah adalah suatu kerajaan anugerah dan
kemuliaan, tetapi kerajaan duniawi adalah suatu kerajaan kemurkaan dan
9

kekerasan. Kedua kerajaan itu tidak dapat dicampur adukkan. Masing-masing


lingkungan menurutaturannya. Jadi manusia hidup dalam dua tatanan yaitu
tatanan kebudayaan berdasarkan hukum alam dan tatanan rohani yaitu tatanan
surgawi. Ada kesan bahwa Marthin Luther tidak menghubungkan tatanan
duniawi dengan yang surgawi sehingga kehidupan dalam kebudayaan dan
surgawi tidak berhubungnan. Dengan itu ada kemungkinan orang tidak lagi
membawa imannya dalam kehidupan dalam kebudayaan (Niebuhr, 194).
Dalam pemahaman ini dihayati bahwa selama Injil berada di dunia,
maka Injil/Gereja/orang percaya akan selalu berada dalam suasana
pergumulan. Sederhananya sebagai berikut, pada satu sisi orang percaya
adalah anggota keluarga Allah, tetapi di sisi lain orang percaya masih banyak
terikat oleh kebutuhan dan juga godaan dunia. Keadaan seperti ini sangat sulit
kita hindari. Hal yang perlu dilakukan dalam posisi seperti ini adalah upaya
untuk selalu mengedepankan kehendak Tuhan supaya kita tetap dapat hidup
dengan baik di dunia serta berkenan di hadapan Tuhan.
5. Gereja-Injil memperbaharui kebudayaan
Banyak orang Kristen sepanjang abad tidak menyetujui keempat pendirian
tersebut baik dalam teori maupun dalam politik. Yesus Kristus yang telah datang
kepada manusia yang telah rusak untuk menyembuhkan dan memperbaharui
apa yang telah ditulari melalui hidup dan kematiannya, ia mengatakan
kebesaran kasih Allah dan tentang begitu dalamnya dosa manusia (241).
Denganjalan Injilnya ia memulihkan apa yang telah rusak dan memberi arah
baru terhadap kehidupan yang telah rusak (242). Atas pemikiran teologis
tersebut, Agustinus meletakkan gagasan Injil pengubah kebudayaan atau Injil
adalah Conversionis terhadap kebudayaan. Pemikiran Augustinis ini dilanjutkan
oleh Johanes Calvin pada awal abad ke 16. Titik tolak pikirannya berawal pada
pandangannya bahwa hukum-hukum kerajaan Allah telah ditulis dalam kodrat
manusia dan dapat terbaca dalam kebudayaannya. Dengan itu hidup dan
kebudayaan manusia dapat ditransformasikan sebab kodrat dan kebudayaan
10

manusia dapat dicerahkan, sebab mengandung kemungkinan itu pada dirinya


sebagai pemberian Ilahi. Oleh sebab itu Injil harus diaktualisasikan dalam
kebudayaan supaya kebudayaan lebih dapat mensejahterakan manusia (245246).
Dalam pemahaman ini dihayati bahwa kehadiran Injil di tengah dunia
adalah untuk memperbaharui dunia-kebudayaan. Johanes Calvin yang
mengungkapkan bahwa dengan kehadiran Kristus, maka kita dipanggil untuk
menjadikan dunia sebagai panggung untuk memuliakan Allah (Theatrum
gloriae Dei). Kebudayaan tidak perlu dimusuhi atau ditentang, melainkan
kita bisa memberi makna baru pada suatu kebudayaan. Lihat pada Matius
12:9-13, bagaimana Yesus memberikan makna baru dan lebih tepat akan hari
sabat.
Contoh lain misalnya budaya nyekar ke kubur yang sudah akrab di
tengah masyarakat kita. Kalau orang lain melakukan nyekar barangkali
dengan tujuan agar mendapatkan pahala dari Tuhan, namun kita tidak. Kita
dapat saja nyekar tetapi dengan makna yang baru. Nyekar ke kubur bisa
kita maknai sebagai bentuk penghayatan kita bahwa kuburan itu ibarat
mengenang seseorang yang kita kasihi. Kubur bukan sebagai lambang
kematian atau berakhirnya kehidupan seseorang, tetapi kuburan justru
sebagai simbol kebangkitan/kehidupan yang indah. Perhatikan ungkapan
Rasul Paulus Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah
keuntungan (Filipi 1 : 21).

Demikian 5 macam sikap yang sepanjang sejarah gereja selalu bisa


ditemukan. Pada hakekatnya tidak ada gereja atau pribadi orang percaya yang
hanya berpegang teguh pada satu sikap. Sikap yang biasanya diambil adalah
merupakan perpaduan antara 2 (dua) atau 3 (tiga) dari 5 sikap tersebut di atas.

11

E. STUDI KASUS
Ada banyak pergumulan orang Kristen tentang bagaimana hidup
beriman di tengah tradisi atau budaya yang sudah lama menyatu dalam
kehidupannya.
Misalnya memiliki pergumulan iman di seputar tradisi kematian.
Khususnya dalam kehidupan masyarakat Jawa. Masyarakat di Jawa, dalam
kasus ini Jawa Tengah memiliki tradisi slametan (selamatan) untuk
memperingati dan mendoakan arwah orang yang sudah meninggal yang
biasanya dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari ketujuh, pada hari
ke-40, ke-100, ke satu tahun pertama, kedua tahun hingga hari ke 1000.
Peringatan hari kematian merupakah warisan budaya Jawa Hindu
Kuno yang memang berpusat di Jawa Tengah yaitu kerajaan Mataram Hindu.
Orang yang meninggal jika tidak diadakan selamatan (kenduri: 1 hari, 3 hari,
7 hari, 40 hari dst, /red ) maka rohnya akan gentayangan adalah jelas-jelas
berasal dari ajaran agama Hindu. Dalam keyakinan Hindu roh leluhur (orang
mati) harus dihormati karena bisa menjadi dewa terdekat dari manusia [Kitab
Weda Smerti Hal. 99 No. 192]. Selain itu dikenal juga dalam Hindu adanya
Samskara (menitis/reinkarnasi). Dalam Kitab Manawa Dharma Sastra Weda
Smerti hal. 99, 192, 193 yang berbunyi : "Termashurlah selamatan yang
diadakan pada hari pertama, ketujuh, empat puluh, seratus dan seribu.
Dalam buku media Hindu yang berjudul : "Nilai-nilai Hindu dalam budaya
Jawa, serpihan yang tertinggal" karya : Ida Bedande Adi Suripto, ia
mengatakan : "Upacara selamatan untuk memperingati hari kematian orang
Jawa hari ke 1, 7, 40, 100, dan 1000 hari, jelas adalah ajaran Hindu."
Tidak mudah untuk meninggalkan tradisi yang sudah menyatu dalam
kehidupan kita dan masyarakat, bagaimana iman Kristen menyikapi hal ini.
Karena masih ada anggota jemaat yang meminta pelayanan bidston (kebaktian
doa) pada hitungan hari-hari tersebut.
Kalau pun gereja melayani permintaan kebaktian doa tersebut maka isi
dan maknanya berbeda, bukan untuk mendoakan arwah tapi merupakan

12

kebaktian syukur karena keluarga terus disertai Tuhan walaupun ada anggota
keluarga yang telah meninggal dunia. Kebaktian itu diadakan untuk
menguatkan iman keluarga dan mengajak keluarga mensyukuri kasih Tuhan
karena anggota keluarga telah kembali pada Tuhan. Kebaktian ini biasa
disebut ibadah penghiburan. Bagi orang Kristen,

ibadat penghiburan

setidaknya memiliki tiga pokok, yaitu:


a. Kesempatan bagi sesama warga jemaat untuk mewujudkan rasa
saling menguatkan, saling menopang, dan saling menanggung beban
kesusahan.
b. Kesempatan untuk mengenang nilai-nilai positif dari saudara yang
telah dipanggil Tuhan.
c. Kesempatan untuk menghayati betapa terbatasnya kita selaku
manusia. Ini sekaligus kesempatan bagi kita untuk merenung: betapa
kita tidak berdaya di depan Tuhan.
Orang Kristen tidak boleh hidup larut dalam dukacita. 1 Tesalonika
4:13-14 mengingatkan agar orang-orang Kristen tidak berduka seperti orang
yang tidak punya pengharapan karena setiap orang yang meninggal dalam
iman kepada Tuhan Yesus, maka ia akan dikumpulkan bersama dengan Tuhan.
Boleh berduka dan merasa kehilangan anggota keluarga yang kita kasihi tapi
jangan terlalu lama sebab orang Kristen yang meninggalkan dunia telah
berada di pangkuan Bapa. Kalau sampai 7 hari, 40 hari, 100 hari, setahun
bahkan 1000 hari masih berduka berarti dia tidak hidup dalam iman dan
pengharapan kepada Tuhan Yesus Kristus.
Iman Kristen mengajarkan bahwa ada Tuhan yang berkuasa atas hidup
dan mati kita. Bagi orang Kristen, kematian bukan akhir dari segalanya
melainkan awal dari kehidupan kekal bersama Tuhan. Jadi kalau kita hidup
beriman Kristen, tak perlu takut menghadapi kematian dan seharusnya
percaya bahwa orang mati tidak akan dapat mempengaruhi keselamatan orang
yang hidup.

13

Dalam kasus ini, dapat kita lihat bahwa pandanga etis Kristen adalah
cenderung memperbaharui kebudayaan. Kalau kebudayaan jawa memandang
peringatan kematian bertujuan untuk mendoakan ketenangan orang yang telah
meninggal dunia. Kekristenan memberikan isi dan maknanya berbeda. Bukan
untuk mendoakan arwah tapi merupakan kebaktian syukur karena keluarga
terus disertai Tuhan walaupun ada anggota keluarga yang telah meninggal
dunia. Selain itu mengingatkan agar orang-orang Kristen tidak berduka seperti
orang yang tidak punya pengharapan karena setiap orang yang meninggal
dalam iman kepada Tuhan Yesus, maka ia akan dikumpulkan bersama dengan
Tuhan

14

KESIMPULAN
Dalam Kejadian 2:15, manusia diberi tugas bergenerasi, berkuasa,
mengusahkan dan memelihara. Untuk melakukan tugas-tugas itu, manusia berbudaya.
Namun untuk dapat berbudaya dengan baik, manusia di beri berkat terlebih dahulu.
Akal budi dan segala alat pengindraan menjadi modal dasar untuk berbudaya. Dapat
kita ketahui bahwa kebudayaan menurut iman Kristen adalah semua alat untuk
memuji Tuhan. Dasarnya adalah kasih kepada sesama yang menimbulkan kerja sama
dan komunikasi yang harmonis.
Sesungguhnya kehidupan manusia tidak bisa lepas dari budaya dan tradisi.
Justru dalam budaya dan tradisi itulah manusia mengembangkan kemanusiaan dan
komunitasnya. Budaya dan tradisi menjadi sarana bagi manusia untuk memaknai
alam, sesama dan TUHAN-nya. Iman Kristen dipengaruhi budaya dan tradisi yang
ada di sekitarnya tetapi sekaligus juga menciptakan budaya dan tradisi baru. Kristen
telah menjadi salah satu sumber kekuatan untuk melahirkan kebudayaan.
Beberapa sikap yang dapat menjadi pertimbangan dalam menghadapi
kebudayaan yang ada. Sikap tersebut adalah Injil dipandang bertentangan dengan
kebudayaan (menentang), Gereja dari/dalam kebudayaan (sikap akomodasi
atau adaptasi), Gereja /Injil berada di atas kebudayaan (sikap dominasi),
Gereja/Injil selalu pada posisi paradok dengan kebudayaan (Christ and culture
is in paradox) (sikap mendua), Gereja-Injil memperbaharui kebudayaan
(sikap pengudusan serta adopsi)
Iman dan budaya memang berbeda namun juga begitu menyatu dan saling tak
terpisahkan, saling menghidupi. Jadi kita tidak boleh anti budaya namun harus kritis
terhadap budaya. Akan tetapi juga perlu berhati-hati, jangan mencampuradukkan
iman Kristen dengan kepercayaan-kepercayaan lain. Tentu tradisi yang tidak
mengandung unsur pemujaan kepada allah lain bahkan mengandung nilai-nilai
solidaritas dan kemanusiaan perlu kita hargai dan terima. Bila perlu tradisi itu kita
pakai dengan memberi makna baru yang lebih kristiani.
15

DAFTAR PUSTAKA
Brotosudarmo, Drie, S. 2007. Etika Kristen Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta:
Andi
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:PT. Renaka Cipta
Niebuhr, Richard, H. Christand Culture, terj. Satya Karya, Jakarta : Petra Jaya, tt.
Sumartono, Edy, makalah Ajaran GKI tentang Budaya dan Tradisi Yang Ada Di
Tengah Masyarakat
http://www.gkjw.web.id/ibadat-penghiburan diunduh pada 3 November 2011 jam
12.04 WIB
http://cabeoles.blogspot.com/2010/06/definisi-etika.html diunduh pada 3 November
2011 jam 12.09 WIB
http://www.oaseonline.org/artikel/ngelow-perspektif.htm diunduh pada 3 November
2011 jam 12.30 WIB
http://www.yabina.org/TanyaJawab/Feb_02.htm diunduh pada 3 November 2011 jam
13.05 WIB
http://pecintasunnah.blogspot.com/2011/03/acara-kematian-7-40-100-1000-hari.html
diunduh pada 10 November 2011 pukul 13.15 WIB

16

Anda mungkin juga menyukai