Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Dewasa ini,

prevalensi penyakit kronik meningkat seiring dengan

perubahan gaya hidup. Hipertensi dan diabetes melitus merupakan beberapa


penyakit yang mengalami peningkatan prevalensi. 1
sekitar 972 juta orang atau 26,4% penduduk di seluruh dunia menderita
hipertensi. Di Indonesia hipertensi termasuk dalam 3 besar tingkat kematian
tertinggi pada psaien rawat inap di rumah sakit setelah pneumonia dan cedera
kepala.1 Pada tahun 2012, prevalensi angka kejadian diabetes melitus di dunia
dalah sebanyak 371 juta jiwa. Menurut penelitian WHO, Indonesia menempati
urutan ke 4 terbesar dengan 8,426 juta orang dan diperkirakan akan menjadi
sekitar 21,257 juta pada tahun 2030.2
Diabetes melitus dan hipertensi merupakan penyakit kronis yang diderita
seumur hidup dan penderita bersiko mengalami kompilkasi seperti penyakit
jantung koroner, gagal ginjal, dan stroke. Penanganan penyakit ini harus
berkelanjutan dan mencakup berbagai intervensi baik medis ataupun non medis,
dan melibatkan banyak pihak seperti tenaga kesehatan, keluarga dan pasien
sendiri.3
Dalam upaya pengelolaan penyakit kronis ini, BPJS membuat suatu
program pengelolaan penyakit kronis (prolanis).4 program ini merupakan suatu
pengelolaan penyakit kronis dengan bentuk tindakan promotif dan preventif yang

terintegrasi. Diharapkan prolanis dapat meningkatkan kualitas hidup penderita


penyakit kronis melalui pengelolaan penyakit secara spesifik dan terintegrasi.3
1.2

Rumusan Masalah

Rumusan Masalah pada penulisan ini adalah apakah pasien puas dengan
pelayanan program prolanis.

1. 3

Tujuan Penulisan
Tujuan umum:
Mengetahui kepuasan pasien peserta program prolanis
Tujuan khusus:
1. Mengetahui gambaran karakteristik pasien peserta program prolanis
berdasarkan umur, jenis kelamin, dan lama bergabung dengan program
prolanis
2. Mengetahui kepuasan pasien peserta program prolanis
3. Mengetahui kendala yang dialami pasien peserta program prolanis.

1. 4

Manfaat penulisan
1. Bagi penulis, menambah pegetahuan mengenai penyakit hipertensi dan
diabetes melitus, serta kaitannya dengan program prolanis.
2. Bagi dokter sebagai bahan evaluasi terhadap pelayanan kesehatan yang
telah diberikan
3. Bagi BPJS sebagai bahan evaluasi program prolanis

B A B II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.1.1 Pengertian
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg.5
Klasifikasi tekanan darah menurut The Joint National Comitte on
Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure dapat dilihat pada
tabel 2.1.
Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah menurut The Joint National Comitte on
Detection Evaluation and Treatment of High Blood Pressure.5
Kategori

Sistolik

(mmHg)

(mmHg)

Normal

< 130

<85

130-139

85-89

Normal tinggi

Diastolik

Hipertensi
Tingkat 1 (ringan)

140-159

90-99

Tingkat 2 (sedang)

160-179

100-109

Tingkat 3 (berat)

180

110

2.2 Epidemiologi

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi seperti


ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, dan adanya riwayat hipertensi
dalam keluarga.6
Dari penelitian yang ada, terlihat adanya kecenderungan bahwa
masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan
masyarakat pedesaan.6
2.3 Patogenesis dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hipertensi
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama
karena interaksi antara faktor-faktor resiko tertentu. Faktor-faktor resiko yang
mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah:
1. Faktor resiko, seperti:diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok
genetis
2. Sistem saraf simpatis
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi
4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin,
angiotensin, dan aldosteron.5
Kaplan menggambarkan

beberapa faktor yang berperan dalam

pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar:


Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.5

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan darah.7


Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang
kadang-kadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode
asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi
dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil,
jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi dimulai
dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah
jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana
tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun
dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.8

2.4 Gejala dan Tanda Hipertensi


5

Perjalanan hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tak


menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi
perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila
terdapat gejala maka biasanya bersifat non-spesifik, misalnya sakit kepala atau
pusing.5
Adapun gejala lainnya adalah telinga berdengingi mimisan, sukar tidur dan
sesak nafas, rasa berat di tengkuk, rasa mudah lelah dan cepat marah juga banyak
dijumpai.6
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum
ditemui pada pasien hipertensi adalah:
1. Jantung
2. Otak
3. Penyakit ginjal kronis
4. Penyakit arteri perifer
5. Retinopati.5
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ
tersebut dapat diakibatkan langsung dari kenaikan tekanan darah, atau karena efek
tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor AT1 angiotensin
II, stress oksidatif, downregulation dari ekspresi nitrit oxide synthase, dan lainlain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitifitas
terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya
kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth
factor- (TGF-).5
6

2.5 Komplikasi
Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat yaitu tekanan
diastolik 130 mmHg atau pada kenaikan tekanan darah yang terjadi secara
mendadak dan tinggi.6
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal.
Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi
tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ
dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. 9 Mortalitas pada
pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan telah
menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering
terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal
ginjal.10
2.8

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:

Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi
(diabetes, gagal ginjal, proteinuria < 130/80 mmHg).

Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.

Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.5


Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau

kondisi penyerta lainnya seperti diabetes melitus atau dislipidemia juga harus
dilaksanakan hingga mencapai target terapi masing-masing kondisi.5

Pengobatan

hipertensi

terdiri dari

terapi

non farmakologis

dan

farmakologis. Terapi non farmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien


hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktorfaktor resiko serta penyakit penyerta lainnya.5
Terapi non farmakologis terdiri dari:
-

Menghentikan rokok

Menurunkan berat badan berlebih

Menurunkan konsumsi alkohol berlebih

Latihan fisik

Menurunkan asupan garam

Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak.5


Berdasarkan

penelitian,

banyak

mengkonsumsi

buah

dan

sayur

menurunkan tekanan sistol sebesar 7,2 mmHg dan diastol 2,8 mmHg. Kombinasi
antara konsumsi buah, sayur, dan makanan rendah lemak akan menurunkan
tekanan sistol sebesar 11,4 mmHg dan diastol 5,5 mmHg. 10
Penelitian lain menyatakan bahwa: banyak mengkonsumsi buah, sayur,
karbohidrat kompleks, dan makanan rendah lemak atau sering disebut Dietary
Approaches to Stop Hypertension (DASH) akan menurunkan tekanan sistol dan
diastol masing-masing sebesar 11,2 mmHg dan 7,5 mmHg. Kombinasi antara
pemberian DASH dan pengelolaan berat badan akan menurunan tekanan sistol
dan diastol masing-masing sebesar 16,1 mmHg dan 9,9 mmHg.10
2.2 Diabetes melitus
2.2.1 Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus


merupakan

suatu

kelompok

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. 11
2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association
(ADA), 2005, yaitu12 :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat
kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering
kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar
penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi
pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin
untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam
darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM
type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM
setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
9

f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional
2.2.3

Epidemiologi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global

diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi
366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di
dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika
Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan
diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan
berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
melakukan pemeriksaan secara teratur.13
2.2.4

Patogenesis
a. Diabetes mellitus tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel

pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun,
meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya
adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua,
keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme
pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis,
sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T
teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel
asing. Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau
sekarang dianggap sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja

10

sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta
dan penampakan diabetes.14
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin
abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target).
Abnormalitas yang utama tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat
dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal
walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase
kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi
insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah
makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin
menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.14
2.2.5 Manifestasi Klinis
Pada DM tipe 1, biasanya mulai sebelum umur 40 tahun dan biasanya
tidak obesitas. Awitan gejala dapat mendadak berupa haus, sering kencing,
peningkatan nafsu makan dan penurunan berat badan selama beberapa hari. Ciri
khasnya adalah kadar insulin plasma rendah atau tidak terukur. Kadar glukagon
meningkat tetapi dapat ditekan oleh insulin. 14
Pada DM tipe 2, biasanya muncul pada umur pertengahan atau lebih.
Pasien khas biasanya gemuk. Gejala mulai lebih bertahap dibanding pada DM
tipe 1 dan diagnosis sering dibuat jika individu tanpa gejala ditemukan
mempunyai peningkatan glukosa plasma pada pemeriksaan laboratorium rutin.
Pada DM tipe 2, kadar insulin plasma normal hingga tinggi. 14
2.2.6

Diagnosis
Langkah diagnostik DM dapat dilihat pada bagan dibawah ini.

11

Gambar 1. Langkah diagnostik DM.

2.2.7

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DM terdiri dari 11:

1.
2.
3.
4.

Edukasi
Terapi gizi medis
Latihan Jasmani
Intervensi farmakologis

12

1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi.
2. Terapi Gizi Medis
Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan
kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada
penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat
umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah
atau insulin.
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani
yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.

13

Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran


jasmani.
4. Intervensi farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
A. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
B. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
C. penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
o
o
o
o
o
o
o
o

2.2.8

Penurunan berat badan yang cepat


Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak

terkendali dengan perencanaan makan


o Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Komplikasi
Komplikasi kronis DM dapat terjadi di seluruh pembuluh darah (angiopati

diabetik). Angiopati diabetik terbagi menjadi 2, yaitu mikrovaskular dan


makrovaskular. Komplikasi mikrovaskular dapat terjadi di ginjal dan mata,
sedangkan komplikasi makrovaskular dapat terjadi di jantung, pembuluh darah
otak dan pembuluh darah kaki. 15
Adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal
merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik diabetes. Perubahan dasar/
disfungsi tersebut terutama terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot
pembuluh darah maupun pada sel mesangial ginjal, semuanya menyebabkan
14

perubahan pada perubahan dan kesintesan sel, yang berakibat komplikasi vascular
diabetes. 16

2.3 BPJS Kesehatan dan Prolanis


Badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) adalah badan hukum publik
yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri dari
BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. BPJS kesehatan merupakan badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan.(buku
saku prolanis).17
Program pengelolaan penakit kronis (prolanis) adalah sistem pelayanan
kesehatan dan pendekatan proaktif yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan
dan BPJS kesehatan dalam rangka memelihara kesehatan peserta BPJS kesehatan
yang menderita penyakit kronis, sehingga dapat mencapai kualitas hidup yang
optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Program yang
diselenggarakan oleh BPJS kesehatan ini bertujuan untuk mendorong peserta
penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup optial. Penyakit kronis yang
dimaksud disini adalah diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi. Aktifitas program
prolanis meliputi berbagai hal, antara lain :17,4
a. Konsultasi medis
Lewat kegiatan ini, peserta prolanis dapat membuat jadwal konsultasi yang
disepakati bersama fasilitas kesehatan pengelola
b. Edukasi kelompok peserta prolanis
Edukasi kelompok prolanis merupakan kegiatan untuk meningkatkan
pengetahuan

kesehatan

dalam

upaya

memulihkan

penyakit

dan

15

mencegahtimbulnya kembali penyakit serta meningkatkan status kesehatan


bagi peserta prolanis.
c. Reminder melalui SMS gateway
Merupakan bentuk kegiatan memotivasi peserta supaya melakukan kunjungan
rutin ke fasilitas kesehatan pengelola.
d. Home visite merupakan kegiatan kunjungan ke rumah peserta prolanis untuk
memberikan informasi dan edukasi kesehatan diri dan lingkungan bagi peserta
prolanis dan keluarganya. Sasaran kegiatan ini meliputi peserta baru terdaftar,
peserta tidak hadir terapi di dokter raktek perorangan/klinik/puskesmas 3 bulan
berturut-turut, peserta dengan gula darah puasa / gula darah post prandial
dibawah standar 3 bulan berturut-turut, peserta dengan tekanan darah tidak
terkontrol selama 3 bulan berturut-turut dan peserta pasca opname.

BAB III
METODE PENELITIAN

16

3.1

Desain penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian deskripif dengan metode cross sectional
untuk mengetahui kepuasan pasien peserta prolanis terhadap pelayanan prolanis.
3.2

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus

sampai September 2015 di

Fasilitas kesehatan tingkat pertama di wilayah kerja Air Molek.


3.3

Populasi dan sampel penelitian


Populasi penelitian adalah pasien penyakit kronis yang mengikuti prolanis.

Sampel pada penelitian ini adalah semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi.
Sampel penelitian diambil secara total sampling.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua pasien peserta prolanis yang
memiliki nomor telephone atau alamat lengkap yang terdaftar di fasilitas
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerja puskesmas Air Molek. Kriteria ekslusi
adalah peserta prolanis yang tidak bersedia diwawancara.
3.4

Variabel penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,
lama mengikuti program prolanis. adapun variabel kepuasan peserta
prolanis adalah sosialisasi, pelayanan, persepsi pasien terhadap
kesehatannya, dan obat.

17

3.5

Definisi operasional
Definisi operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Definisi operasional

No Variabel

Definisi operasional

Usia

Umur

peserta

Skala

prolanis

Hasil ukur

yang Nominal

Umur

dihitung dari tanggal lahir yang


tertera di KTP
2

Jenis kelamin

Jenis kelamin peserta prolanis Nominal


yang tercantum di KTP

alamat

Alamat peserta prolanis yang Nominal


tercantum

di

KTP

dan

dikelompokkan berdasarkan des

dikelompokkan

menjadi
Dibawah 50 tahun
50-60 tahun
Diatas 60 tahun

Laki-laki
perempuan

Kelurahan Air molek I


Kelurahan Air Molek II
Kelurahan Batu Gajah
Kelurahan Candi Rejo
Keurahan Jatirejo
Kelurahan Kembang Harum

18

No Variabel

pendidikan

Definisi operasional

Skala

Tingkat pendidikan formal yang Ordinal


telah dijalani oleh peserta prolanis

Lama

Lamanya

waktu

yang

Hasil ukur

Kelurahan

Gading
Kelurahan Pasir Keranji
Kelurahan Petalongan
Kelurahan Sekar Mawar
Kelurahan Serumpun Jaya
Kelurahan Tanah Merah
Kelurahan Tanjung Gading

Lembah

Dusun

SD
SMP/Sederajat
SMA/ sederajat
Perguruan tinggi

telah Numerik

mengkuti

dijalani peserta dalam mengikuti

prolanis

prolanis yang dihitung dalam

< 3 bulan
3 bulan

satuan bulan

19

Sumber

Pihak

yang

informasi

responden

menyarankan Nominal

untuk

prolanis.Dinilai

Dokter, bidan/ perawat, orang

mengikuti

terdekat

berdasarkan

pertanyaan kuisioner no. 2


No Variabel

Definisi operasional

Sosialisasi

Pemahaman responden mengenai Ordinal

prolanis

prolanis.

Dinilai

Skala

berdasarkan

Hasil ukur

Ya
Tidak

Membaik
Tidak membaik

Ya
Tidak

kuisioner nomor 3
8

Persepsi

Pendapat

pasien

mengenai Ordinal

terhadap

kesehatan

setelah

mengikuti

kesehatan

prolanis.

Dinilai

berdasarkan

kuisioner nomor 4
9

pelayanan

Kendala dalam mendapatkan obat. Ordinal


Dinilai

berdasarkan

kuisioner

20

nomor 6
10

Kepatuhan

Keteraturan

mengikuti

memeriksakan

prolanis

keteraturan dalam mengkonsumsi


obat.

responden
diri

Dinilai

dalam Ordinal
dan

Ya
Tidak

ya
tidak

berdasarkan

kuisioner nomor 5 dan 7


11

Kepuasan

Kepuasan

responden

responden

mengikuti

prolanis.

setelah Ordinal
Dinilai

berdasarkan kuisioner nomor 8


dan 9

21

3.6

Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner

pada peserta

prolanis yang terdaftar di Fasilitas kesehatan tingkat pertama di wilayah kerja


Puskesmas Air Molek.

3.7 Instrumen penelitian


Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuesioner terdiri dari
identitas responden, pertanyaan untuk menilai kepuasan pasien peserta prolanis.
Pertanyaan untuk menilai kepuasan pasien terdiri dari 8 pertanyaan dengan pilihan
jawaban ya atau tidak, 1 pertanyaan dengan 4 option dan 1 pertanyaan terbuka..
3.8 Pengolahan dan analisis data
Pengolahan data hasil penelitian dilakukan secara manual dan komputerisasi
kemudian ditampilkan dalam bentuk diagram dan analisa kepuasan pasien
diuraikan secara deskriptif.

BAB IV
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Air Molek bulan


Agustus-September 2015 pada pasien peserta prolanis yang terdaftar di Fasilitas

22

kesehatan tingkat pertama di wilayah kerja Puskesmas Air Molek. Jumlah pasien
peserta prolanis di Fasilitas kesehatan tingkat pertama di wilayah kerja Puskesmas
Air Molek adalah 32 orang, namun yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 17
orang. 1 orang menolak untuk dilakukan wawancara. Jadi, jumlah sampel pada
penelitian ini adalah 16 orang.
4.1

Karakteristik responden
Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin,umur, alamat,

pendidikan terakhir dan lamanya mengikuti program prolanis dapat dilihat pada
Tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia,
alamat, pendidikan dan lama mengikuti program prolanis
Karakteristik responden
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Usia
<50
50-60
>60

Karakteristik
responden
Alamat
Sekar mawar
Candirejo
Tanah Merah
Batu gajah
Pasir Putih
Di luar wilayah kerja
Puskesmas Air Molek
Pendidikan
Tidak sekolah

8
8

50
50

2
7
7

12,5
43,75
43,75

7
2
2
1
1
3

43,75
12,5
12,5
6,25
6,25
18,75

0
23

SD
SMP/sederajat
SMA/sederajat
Perguruan tinggi

2
5
7
2

12,5
31,25
43,75
12,5

Lama
prolanis
<3 bulan
3 bulan

5
11

31,25
68,75

mengikuti

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah responden laki-laki dan
perempuan sama, yaitu sebanyak 8 orang (50%). Responden terbanyak pada
kelompok umur 50-60 tahun dan >60 tahun sebanyak 7 orang (43,75%). Usia
responden dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu <50 tahun, 5060 tahun dan >60 tahun. Responden terbanyak adalah pada kelompok umur 50-60
tahun dan > 60 tahun sebanyak 7 orang (43,75%). Berdasarkan alamat, jumlah
responden terbanyak berasal dari desa Sekar Mawar sebanyak 7 orang (43,75%).
Responden terbanyak berdasarkan tingkat pendidikan adalah SMA/sederajat yaitu
sebanyak 7 orang (43,75%). Lamanya mengikuti prolanis dikelompokkan menjadi
dua, yaitu < 3 bulan dan 3 bulan. Responden terbanyak adalah pada kelompok
3bulan sebanyak 11 orang (68,75%).
4.2 Karakteristik jawaban responden mengenai sumber informasi
prolanis, pandangan terhadap kesehatan dan kendala selama mengikuti
prolanis
Tabel 4.2 karakteristik jawaban responden mengenai sumber informasi prolanis,
pandangan terhadap kesehatan dan kendala selama mengikuti program prolanis
Karakteristik responden
Sumber informasi prolanis
Doker

14

87,5
24

Bidan/perawat
Orang terdekat/tetangga
Pernah
mendapat
prolanis secara rinci
Ya
Tidak

0
2

12,5

7
9

43,75
56,25

penjelasan

Persepsi pasien terhadap kesehatan


setelah mengikuti prolanis
Membaik
15
Tidak membaik
1

93,75
6,25

Rutin memeriksakan kesehatan


setelah mengikuti prolanis
Ya
14
Tidak
2

87,5
12,5

Kesulitan dalam memperoleh obat


Ya
Tidak

18,75
81,25

3
13

Keteraturan minum obat setelah


ikut prolanis
Ya
14
Tidak
2

87,5
12,5

Kepuasan mengikuti prolanis


Ya
Tidak

15
1

93,75
6,25

Bersedia
prolanis
Ya
Tidak

15
1

93,75
6,25

untuk

mempromosikan

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa yang paling banyak


menyarankan responedn untuk mengikuti prolanis adalah dokter sebanyak 14
orang (87,5%). Sebanyak 9 orang (56,25%) responden mengaku belum pernah
mendapatkan penjelasan rinci mengenai prolanis. Sebanyak 15 responden
(93,75%) mengaku kesehatannya semakin membaik setelah mengikuti prolanis.

25

Berdasarkan keteraturan pemeriksaan kesehatan dan keteraturan minum obat, 14


orang (87,5%) menjawab semakin rutin memeriksakan kesehatan dan minum obat
setelah mengikuti prolanis. Sebanyak 13 orang (81,25%) menjawab tidak
mendapat kesulitan dalam memperoleh obat.

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Peserta Prolanis


Variabel yang digunakan pada penelitian ini ada 5, antara lain sumber
informasi, sosialisasi, persepsi responden, pelayanan, kepatuhan mengikuti
prolanis dan kepuasan.
Dari segi sosialisasi sebanyak 14 orang responden (87,5%) mengaku
mendapat sosialisasi awal prolanis dari dokter, sedangkan 2 responden
mendapatkan informasi awal prolanis dari orang terdekat. Sebanyak 9 responden
(56,25%) mengatakan belum pernah mendapat penjelasan mengenai program
prolanis dan belum memahami manfaat mengikuti prolanis, sedangkan 7

26

responden (43,75%) mengatakan telah pernah mendapat penjelasan mengenai


prolanis dan memahami manfaat mengikuti prolanis. Dalam strategi pelayanan
kesehatan bagi penyandang penyakit kronis , pelayanan kesehatan primer
ditempatkan sebagai ujung tombak sehingga peran dokter umum menjadi sangat
penting. Pada prolanis, salah satu pelayan kesehatan primer yag berperan adalah
dokter keluarga. Dokter keluarga prolanis memiliki peran sebagai gate keeper
dalam mengelola penyakit primer.4 Dokter umum dan dokter keluarga diharapkan
mampu melakukan sosialisasi terhadap peserta bpjs dan melakukan identifikasi
awal terhadap penyakit kronis yang menjadi target prolanis. Selain itu dokter
keluarga memiliki tugas untuk mengedukasi dan meningkatkan kemampuan
peserta prolanis untuk memelihara kesehatan secara mandiri.
Berdasarkan persepsi pasien terhadap kesehatannya, 15 responden (93,75%)
mengatakan kesehatan semakin membaik setelah mengikuti prolanis, hanya 1
responden (6,25%) yang mengatakan tidak ada perubahan terhadap kesehatannya.
Hal ini sesuai dengan tujuan prolanis, yaitu untuk mendorong peserta penyandang
penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta
terdaftar yang berkunjung ke Faskes tingkat pertama memiliki hasil baik pada
pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM tipe II dan hipertensi. 3 Bentuk
pelayanan yang diberikan dalam rangka mencapai tujuan ini seperti pelayanan
obat untuk penyakit selama satu bulan, mengingatkan jadwal konsultasi dan
pengambilan obat, memberikan informasi dan pengetahuan tentang penyakit dan
pemantauan status kesehatan secara intesif.
Kepatuhan responden terhadap prolanis dapat dilihat dari keteraturan pasien
dalam memeriksakan kesehatannya. Sebanyak 14 responden (87,5%) mengaku
lebih rutin memeriksakan kesehatannya dibandingkan sebelum mengikuti

27

prolanis, hanya 2 responden (12,5%) yang mengaku jarang memeriksakan


kesehatannya. Dari dua responden yang mengaku jarang memeriksakan
kesehatannya, satu responden memberi alasan bahwa kesehatannya sudah jauh
membaik dan beranggapan tidak perlu lagi berobat, sedangkan koresponden
lainnya mengatakan bahwa tidak ada ajakan untuk kembali memeriksakan
kesehatan jika obat telah habis. Selain itu, evaluasi program ini juga dilihat dari
kepatuhan pasien dalam meminum obat. Sebanyak 14 respoden (87,5%)
mengatakan lebih rutin dan teratur minum obat setelah mengikuti prolanis. Dokter
keluarga diharapkan mampu memantau kepatuhan pasien terhadap program ini.
Dari 16 responden, 3 responden (18,75%) mengaku terkendala dalam
memperoleh obat. Jarak yang jauh antara rumah dan fasilitas kesehatan, serta
apotik tempat mengambil obat menyulitkan responden dalam memperoleh obat.
Secara keseluruhan, sebanyak 14 responden (87,5%) merasa puas dengan
pelayanan prolanis dan merasakan manfaat terhadap kesehatan mereka. Dengan
tingginya prevalensi penyakit hipertensi di wilayah kerja puskesmas air molek,
diharapkan pihak puskesmas dan fasilitas layanan primer di wilayah kerja
puskesmas air molek melakukan promosi aktif untuk meningkatkan jumlah
peserta prolanis. Semakin banyaknya peserta prolanis diharapkan dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit kronis. Promosi kesehatan
dapat dilakukan dengan melibatkan pasien yang telah mengikuti prolanis,
sehingga dapat menjadi contoh besarnya manfaat prolanis bagi penderita penyakit
kronis. Fasilitas kesehatan primer seharusnya juga ikut melakukan kegiatan
prolanis yang lainnya, seperti pembentukan kelompok peserta prolanis dengan
berbagai macam kegiatan seperti senam hipertensi dan diabetes, melakukan
homevisite sesuai aturan prolanis, melakukan sms gateway untuk mengingatkan

28

jadwal kunjungan peserta. Untuk melaksanakan kegiatan diatas perlu kerjasama


lintas program dan lintas sektor.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
1. Responden paling banyak berusia 50-60 tahun dan >60 tahun sebanyak 7
responden (43,75%), jenis kelamin responden sama antara laki-laki dan
perempuan, alamat terbanyak responden berasal dari desa Sekar mawar
sebanyak 7 responden (43,75%), pendidikan terakhir terbanyak adalah
SMA/sederajat sebanyak 7 responden (43,75%). Responden terbanyak
mengikuti prolanis 3 bulan sebanyak 11 responden (68,75%).
2. Sebanyak 15 responden (93,75%) mengaku puas terhadap prolanis.
3. Kendala yang dialami oleh sebagian responden adalah jauhnya jarak dalam
hal mengambil obat.
6.2 saran
1. Tingkatkan promosi prolanis melalui kerja sama lintas program dan lintas
sektor .
2. Memberikan sosialisasi mengenai manfaat, tujuan prolanis kepada peserta
prolanis

29

3. Membentuk kelompok peserta prolanis dan membuat kegiatan kelompok


seperti senam hipertensi dan diabetes melitus, menjalankan sms gateway
untuk mengingatkan pasien mengenai waktu kontrol.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mehuli SA. 2012. Gambaran Persepsi Penderita Hipertensi Terhadap


Penyakit Hipertensi dan Pengobatannya di RSU Kabanjahe. Fakultas
Kedokteran Univ. Medan. Medan.
2. Amina A. 2013. Kejadian Anemia pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Ruang Rawat Jalan dan Ruang Inap Divisi Endrokinologi, Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan pada Tahun 20112012 [skripsi]. Fakultas Kedokteran Univ. Medan, Medan.
3. Panduan praktis prolanis.
4. Sari AN. 2014. Efektivitas Pelaksanaan Program Pengelolaan Penyakit
Kronis (PROLANIS) dalam Penanganan Diabetes Melitus Tipe 2 oleh
Dokter Keluarga di Kecamatan Turi, Kab. Sleman. Fakultas kedokteran
Univ. Jogjakarta.
5. Yugiantoro M. Hipertensi Esensial, Dalam: Sudoyo AW dkk, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007.
6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi VI. Jakarta: EGC; 2006.
7. Vikrant S, Tiwari SC. 2001. Essential Hypertension-Pathogenesis and
Pathophysiology. Journal of Clinical Medicine, July Vol 2.
8. Sharma S, et all. Hypertension. 2008; http//:www.emedicine.com. [diakses
tanggal 1 September 2015].
9. Cardiology Channel. Hypertension (High Blood Pressure). 2008;
http://www.Cardiologychannel.com. [diakses tanggal 1 September 2015]

30

10. Sacks FM, and Campos H. 2010. Dietary Therapy in Hypertension. New
England Journal Medicine, June.
11. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
tipe 2 di Indonesia 2006. Jakarta : PERKENI, 2006
12. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku
ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor.
Jilid III. Edisi IV. Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1857
13. Persi.Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu
Diabetes.2008 [ diakses tanggal 12 Januari 2011] http: //pdpersi.co.id
14. Foster DW.Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196
15. Fowler M. Microvascular and microvascular complications of diabetes.
2008. [diakses tanggal 18 Januari 2011] http://clinical.diabetesjournals.org
16. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis
dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta :
balai penerbit FKUI, 2006; 1906
17. Buku Saku FAQ (frequently Asked Question) BPJS Kesehatan.

31

Anda mungkin juga menyukai