PENDAHULUAN
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang menyerang jaringan
paru, tidak termasuk pleura, disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis) (PDPI, 2006). TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak
usia 0-14 tahun (Kemenkes RI, 2013).
TB anak merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara
berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu
penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang
maupun di negara maju. Setiap tahun diperkirakan 9 juta kasus TB baru dan 2 juta
di antaranya meninggal. Dari 9 juta kasus baru TB di seluruh dunia, 1 juta adalah
anak usia <15 tahun. Dari seluruh kasus anak dengan TB, 75% didapatkan di dua
puluh dua negara dengan beban TB tinggi (high burden countries). Dilaporkan
dari berbagai negara presentase semua kasus TB pada anak berkisar antara 3%
sampai >25%. (WHO, 2006).
Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB anak sering kali tidak khas.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak, sulit
didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Karena sulitnya
mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti
overtreatment. Di lain pihak, ditemukan juga underdiagnosis dan undertreatment.
Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa
dengan sputum basil tahan asam (BTA) positif sehingga penanggulangan TB
ditekankan pada pengobatan pengobatan TB dewasa. Akibatnya penanganan TB
anak kurang diperhatikan.
Mendiagnosis TB pada anak cukup sulit, karena populasi basil TB paru
anak sangat sedikit (paucibacillary) sehingga sulit mendapatkan basil TB untuk
konfirmasi diagnosis TB, sehingga membutuhkan anamnesis dan analisis yang
teliti, adanya kontak dengan TB dewasa aktif, pemeriksaan fisik dan penunjang
lainnya seperti uji tuberkulin dan foto rontgen. Dengan menganalisis hasil
pemeriksaan yang teliti dapat dihindari overdiagnosis atau underdiagnosis TB
anak.
Dosis obat anti Tuberkulosis pada anak juga relatif lebih tinggi daripada dewasa
karena perbedaan farmakokinetik dan farmakodinamik
(Kusuma, 2007;
Pelaporan transmisi melalui ASI belum pernah ada kecuali ibu menderita
mastitis TB (Tumbelaka dan Karyanti, 2013)
tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan
akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di
tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran
limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di
saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika
fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus
primer,
limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary complex).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan
pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan
sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB
bervariasi selama 212 minggu, biasanya berlangsung selama 48 minggu.
Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga mencapai jumlah
103104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas selular.
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah
terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB
terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin
masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi
baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.
Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila
imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli
akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated
immunity, CMI).
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga
akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan
gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru
atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus
dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ballvalve mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan
erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk
fistula.
Massa keju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai
lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut
menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen
langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh
tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut
sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
terdeteksi. Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada tahap ini (Rahajoe et al.,
2010).
MANIFESTASI KLINIS
Karena patogenesis TB sangat kompleks, manifestasi klinis TB sangat
bervariasi dan bergantung pada faktor kuman TB, penjamu serta interaksi diantara
keduanya. Faktor kuman bergantung pada jumlah kuman dan virulensinya,
sedangkan faktor penjamu bergantung pada usia dan kompetensi imun serta
kerentanan penjamu pada awal terjadinya infeksi.
Anak kecil sering tidak menunjukkan gejala selama beberapa waktu.
Tanda dan gejala pada balita dan dewasa muda cenderung lebih signifikan
sedangkan pada kelompok dengan rentang umur diantaranya menunjukkan
clinically silent dissease (Kliegman, 2011).
Kita perlu curiga jika anak terkena TB paru saat (Kemenkes RI, 2013):
1. Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular
2. Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB
anak.
3. Terdapat gejala sistemik/umum TB anak:
a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1
bulan dengan penanganan gizi atau naik tetapi tidak sesuai dengan
grafik pertumbuhan.
b. Demam lama (2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang
jelas, yang dapat disertai keringat malam. Demam pada umumnya
tidak tinggi. Temuan demam pada pasien TB berkisar antara 4080% kasus.
c. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan
biasanya multipel.
d. Batuk lama 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah
reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain
batuk telah dapat disingkirkan.
e. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat
10
11
dewasa, dengan gambaran infiltrat pada lobus atas dan kavitas. Anak dengan
penyakit ini cenderung mengalami demam, anoreksia, malaise, penurunan berat
badan, keringat malam, batuk produktif, nyeri dada dan hemoptisis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG (WHO, 2006; Kemenkes RI, 2013)
Uji tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat
antigen yang kuat. Uji tuberkulin yang positif menandakan adanya reaksi
hipersensitifitas terhadap antigen (tuberkuloprotein) yang diberikan. Jika
disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB, maka
akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Uji tuberkulin cara mantoux
dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-23 2TU secara intrakutan di
bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan.
Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul. Jika tidak timbul indurasi
sama sekali hasilnya dilaporkan sebagai negatif.
Secara umum hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi
10 mm
12
13
14
Tidak jelas
BTA(+)
Uji Tuberkulin
Negatif
Laporan
keluarga (BTA
negatif atau
tidak jelas)
-
Berat badan /
Status Gizi
Demam tanpa
sebab yang
jelas
Batuk
Pembesaran
kelenjar koli,
aksila, inguinal
Pembengkakan
2 minggu
3 minggu
1 cm, jumlah
> 1, tidak nyeri
Ada
Kontak TB
Klinis gizi
buruk
atau BB/TB <
70%
atau BB/U <
60%
-
Positif ( 10
mm atau 5
mm pada
keadaan
imunosupresi)
-
15
tulang / sendi
panggul, lutut,
falang
Foto Thorak
pembengkakan
Normal/kelainan Gambaran
tidak jelas
sugestif TB
Catatan:
Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi sesuai baku.
Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG ( 7 hari)
harus dievaluasi dengan sistim skoring TB anak, BCG bukan merupakan alat
diagnostik.
16
Jenis
TB Ringan
Efusi Pleura TB
Fase
Fase
Intensif
Lanjuta
2HRZ
n
4HR
Prednison
Lama
6 bulan
tapp off
TB BTA positif
TB Paru dengan
tanda-tanda
2HRZE
2HRZ+E
4HR
7-10HR
atau S
9-12
tapp off
bulan
kerusakan luas
TB milier
TB + destroyed
lung
Meningitis TB
10HR
Peritonitis TB
tapp off
2 mgg dosis penuh kmdn
Perikarditis TB
tapp off
2 mgg dosis penuh kmdn
Skeletal TB
tapp off
-
12 bulan
17
intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari untuk
mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika
obat tidak diminum setiap hari.
d. Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun
ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lainlain
dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
e. Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional
f. Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
h. Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu
pasien.
i. OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT
KDT.
1. Isoniazid
Isoniazid (isokotinik hidrazil) adalah obat antituberkulosis (OAT) yang
sangat efektif saat ini, bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam
keadaan metabolik aktif (kuman yang sedang berkembang), bakteriostatik
terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel kuman,
dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh termasuk CSS, cairan
pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan memiliki angka reaksi simpang
(adverse reaction) yang sangat rendah.
Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah
5-15 mg/kgBB/hari, maksimal 300mg/hari, dan diberikan dalam satu kali
pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300
mg, dan dalam bentuk sirup 100 mg/5cc. Sediaan dalam bentuk sirup biasanya
tidak stabil, sehingga tidak dianjurkan penggunaannya. Konsentrasi puncak di
18
dalam darah, sputum, dan CSS dapat dicapai dalam 1-2 jam dan menetap selama
paling sedikit 6-8 jam. Isoniazid dimetabolisme melalui asetilasi di hati. Anakanak mengeliminasi isoniazid lebih cepat daripada orang dewasa, sehingga
memerlukan dosis mg/KgBB yang lebih tinggi dari pada dewasa. Isoniazid pada
air susu ibu (ASI) yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah
plasenta, tetapi kadar obat yang mmencapai janin/bayi tidak membahayakan.
Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yaitu hepatotoksik dan
neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya terjadi pada pasien
dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan bertambahnya usia. Sebagian
besar pasien anak yang menggunakan isoniazid mengalami peningkatan kadar
transaminase darah yang tidak terlalu tinggi dalam 2 bulan pertama, tetapi akan
menurun sendiri tanpa penghentian obat. Idealnya, perlu pemantauan kadar
transaminase pada 2 bulan pertama, tetapi karena jarang menimbulkan
hepatotoksisitas maka pemantauan laboratorium tidak rutin dilakukan, kecuali bila
ada gejala dan tanda klinis.
2. Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki
semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat
dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem
gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan), dan kadar serum
puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini, rifampisin diberikan dalam bentuk oral
dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari, dengan satu kali
pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis rifampisin
tidak melebihi 15 mg/kgBB/hari dan dosis isoniazid 10 mg/kgBB/hari.
Distribusinya sama dengan isoniazid.
Efek samping rifampisin lebih sering terjadi dari isoniazid. Efek yang
kurang menyenangkan bagi pasien adalah perubahan warna urin, ludah, sputum,
dan air mata, menjadi warna oranye kemerahan. Selain itu, efek samping
rifampisin
adalah
gangguan
gastrointestinal
(mual
dan
muntah),
dan
19
termasuk
kuinidin,
siklosporin,
digoksin,
teofiin,
kloramfenikol,
hepatotoksisitas,
anoreksia,
dan
iritasi
saluran
cerna.
Reaksi
20
21
dalam menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat merusak saraf
pendengaran janin yaitu 30% bayi akan menderita tuli berat.
Nama Obat
Isoniazid
Dosis harian
Dosis maksimal
(mg/kgBB/hari)
10 (7-15)
(mg/hari)
300
Rifampisin
15 (10-20)
600
Efek Samping
Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitivitas
Gastrointestinal, reaksi kulit,
hepatitis, trombositopenia,
peningkatan enzim hati, cairan
tubuh berwarna oranye
Pirazinamid
Etambutol
35 (30-40)
20 (15-25)
kemerahan
Toksisitas hati, atralgia,
gastrointestinal
Neuritis optik, ketajaman
penglihatan berkurang, buta
warna merah-hijau, penyempitan
lapang pandang,
hipersensitivitas, gastrointestinal
Streptomisin
15-40
1000
Ototoksis, nefrotoksik
Tabel 4. Obat antituberkulosis yang biasa dipakai dan dosisnya
*
**
Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat
mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorpsi dengan baik
melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan).
Panduan Obat TB
Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2 bulan
pertama) dan sisanya fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB minimal tiga
macam obat pada fase intensif dan dilanjutkan dengan dua macam obat pada fase
lanjutan (4 bulan atau lebih). Pemberian panduan obat ini bertujuan untuk
22
6 Bulan
9 Bulan
12 Bulan
Isoniazid
Rifampisin
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin
Prednison
23
nafsu makan dan lain-lain. Apabila respon pengobatan baik, maka pengobatan
dilanjutkan.
Apabila respon setelah 2 bulan kurang baik, yaitu gejala masih ada dan
tidak terjadi penambahan BB, maka OAT tetap diberikan sambil dilakukan
evaluasi lebih lanjut mengapa tidak terjadi perbaikan. Kemungkinan yang terjadi
adalah misdiagnosis, mistreatment, atau resistensi terhadap OAT. Bila awalnya
pasien ditangani di sarana kesehatan terbatas, maka pasien dirujuk ke sarana yang
lebih tinggi atau ke konsultan paru anak. Evaluasi yang dilakukan meliputi
evaluasi kembali diagnosis, ketepatan dosis OAT, keteraturan minum obat,
kemungkinan adanya penyakit penyulit/penyerta, serta evaluasi asupan gizi.
Setelah pengobatan 6 bulan dan terdapat perbaikan klinis, pengobatan dapat
dihentikan. Foto rontgen toraks ulang pada akhir pengobatan tidak perlu
dilakukan secara rutin.
Pengobatan selama 6 bulan bertujuan untuk meminimalisasi residu
subpopulasi persisten M. tuberculosis (tidak mati dengan obat-obatan) bertahan
dalam tubuh, dan mengurangi secara bermakna kemungkinan terjadinya
kekambuhan.
Pada pasien TB anak yang pada awal pengobatan hasil pemeriksaan
dahaknya BTA positif, pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan dahak ulang sesuai dengan alur pemantauan pengobatan pasien TB
BTA positif.
Putus obat
Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan penyebab
kegagalan terapi.
Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan di fase
lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali mulai dari
awal.
Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di fase
lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai
selesai.
24
0,1-1%.
Kontraindikasi
imunisasi
BCG
adalah
kondisi
imunokompromais, misalnya defisiensi imun, infeksi berat, gizi buruk, dan gagal
tumbuh. Pada bayi prematur, BCG ditunda hingga bayi mencapai berat badan
optimal.
Kemoprofilaksis
Terdapat dua jenis kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan
kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah
terjadinya
infeksi
TB,
sedangkan
kemoprofilaksis
sekunder
mencegah
25
26
DAFTAR PUSTAKA
CDC.
2014.
TB
in
Children
in
The
United
http://www.cdc.gov/tb/topic/populations/TBinChildren/default.htm.
States.
Diakses
http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-pengendalian-