Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2014. Cemilan Sehat. Diakses dalam http://klikdokter.com/healthnewstopics/topikutama/10-tips-cemilan-sehat-anak Pada Jam 08.15 WIB.
Anonim,2014. Cemilan Anak. Diakses dalam http://artikel/5-cemilan-sehat-untuk-anak Pada
Jam 08.00 WIB.
Assaury. 1996. Manajemen Pemasaran Dasar, Konsep, dan Strategi. Jakarta. PT. Raja
Grafindo Persada.
Bass Wakelfield dan Kolasa. 1980. Pangan. Jakarta. Kencana Prenada Media Group.
Buchari Alma. 2000. Product Development Implementation. Jakarta. Erlangga.
Cohen L. 1937.Quality Function Deployment, How to Make QFD Work for You.
Massachusetts: Addison-Wesley.
Goetsch, D.L, dan Stanley B. Davis. 1997. Manajemen Mutu Total. Jakarta: PT. Prenhallindo.
Guiltinan, Joseph P dan Paul Gordon. 1991. Manajemen Pemasaran : Strategi dan Program.
Jakarta. Erlangga.
Iman Soeharto, Ir. 2001. Manajemen Proyek (Dari Konseptual Sampai Operasional) Edisi
Kedua Jilid 2.Jakarta. Erlangga.
Kotler dan Amstrong (2002). Prinsip-Prinsip Pemasaran. Surabaya.Penerbit Erlangga.
Lyman, Howard B. 1989. Test Scores and What They Mean. Fifth edition. Boston: Allyn and
Bacon.
Oesman, Nurdin. (2002). Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum.Jakarta.PT. Raja
Grafindo Persada.
Sigit. 1992. Product Development. Yogyakarta. Penerbit BPFE
Stanton J William. 1996. Prinsip Pemasaran. Yogyakarta. Penerbit Liberty.
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor. IPB.
Zimmerman dan Hart. 1982. Value Engineering A Practical Approach. Penerbit Van Nostrand
Company. New York.

DASAR TEORI

Produk merupakan salah satu aspek penting dalam variabel marketing mix, produk
juga merupakan salah satu variabel yang menentukan dalam kegiatan suatu usaha. Banyaknya
pesaing dalam dunia bisnis memerlukan suatu bentuk produk yang berbeda satu sama
lainnya. Suatu produk haruslah memiliki suatu keunggulan ataupun kelebihan dibandingkan
produk yang dihasilkan perusahaan lain, dalam hal ini perusahaan pesaing. Suatu produk
tidak dapat dilepaskan dari pemuasan kebutuhan dan keinginan konsumen. Suatu produk juga
tidak dapat dikatakan memiliki nilai jual jika produk tersebut tidak menarik bagi konsumen
untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai produk tersebut, para ahli mempunyai
gambaran tentang definisi produk itu.
Pengertian produk menurut Kotler (2002:3): Produk memiliki pengertian yang luas
yaitu segala sesuatu yang ditawarkan, dimilki, digunakan, atau dikonsumsikan sehingga dapat
memuaskan keinginan dan kebutuhan termasuk didalamnya adalah fisik, jasa, orang, tempat,
organisasi serta gagasan.
Sedangkan pengertian produk itu sendiri menurut Djaslim Saladin dan Yevis Marty
Oesman (2002:71) terbagi dalam beberapa pengertian, yaitu
Pengertian Produk adalah:
a. Dalam pengertian sempitnya, produk adalah sekumpulan sifat-sifat fisik dan kimia yang
berwujud yang dihimpun dalam suatu bentuk yang serupa dan yang telah dikenal.
b. Dalam pemgertian secara luas, produk adalah sekelompok sifat-sifat yang berwujud
(tangible) dan tidak berwujud (intangible) yang didalamnya sudah tercakup warna, harga,
kemasan, prestise pabrik, prestise pengecer dan pelayanan yang diberikan produsen dan
pengecer yang dapat diterima konsumen sebagai kepuasan yang ditawarkan terhadap
keinginan atau kebutuhan konsumen.
c. Secara umumnya, produk itu diartikan secara ringkas sebagai segala sesuatu yang dapat
memenuhi dan memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia, baik yang berwujud
maupun tidak berwujud.
Dari beberapa definisi tentang produk tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
produk adalah suatu bentuk barang atau jasa, yang ditawarkan dan telah dibuat sedemikian
rupa untuk ditawarkan atau dijual, dimiliki, dan digunakan atau dikonsumsikan agar dapat
memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Pengembangan produk dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan
perusahaan untuk menambah manfaat, ciri, desain dan layanan pada barang dan jasa.
Pengertian pengembangan produk telah banyak dikemukakan para ahli, antara lain:

1. Assaury (1996) mengatakan bahwa pengembangan produk (product development) adalah


suatu kegiatan atau aktifitas yang dilakukan dalam menghadapi kemungkinan perubahan
suatu produk ke arah yang lebih baik sehingga dapat memberikan daya guna maupun
2.

daya pemuas yang lebih besar.


Stanton (1996) mengatakan bahwa pengembangan produk (product development) adalah
suatu istilah yang terbatas meliputi kegiatan teknis, seperti riset produk, rekayasa dan

design.
3. Guiltinan (1991) mengatakan bahwa pengembangan produk (product develpoment)
adalah suatu kebutuhan dan keinginan yang selalu berubah mengakibatkan adanya
segmen baru atau adanya persaingan dan perubahan teknologi.
4. Sigit (1992) mengatakan bahwa pengembangan produk (product development) disebut
juga merchandising adalah kegiatan-kegiatan manufacturer (pembuat barang) atau
middlemen (perantara) yang bermaksud melakukan penyesuaian barang-barang yang
dibuat atau ditawarkan untuk dijual atas permintaan pembeli.
5. Kotler dan Armstrong (1996) mengatakan bahwa pengembangan produk adalah strategi
untuk pertumbuhan perusahaan dengan menawarkan produk baru atau yang dimodifikasi
ke segmen pasar yang sekarang.
6. Dari berbagai pengertian pengembangan produk tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa pengembangan produk adalah suatu usaha yang dilakukan perusahaan melalui
perbaikan bentuk, penyederhanaan, pembentukan kembali, menambah desain atau model
dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen atau pelanggan.
Tujuan dari pengembangan produk menurut Buchari Alma (2000:101) tujuan
pengembangan produk adalah :
1.

Untuk memenuhi keinginan konsumen yang belum puas

2.

Untuk menambah omzet penjualan

3.

Untuk memenangkan persaingan

4.

Untuk mendayagunakan sumber-sumber produksi

5.

Untuk meningkatkan keuntungan dengan pemakaian bahan yang sama

6.

Untuk mendayagunakan sisa-sisa bahan

7.

Untuk mencegah kebosanan konsumen

8.

Untuk menyederhanakan produk, pembungkus


Menurut Kotler proses pengembangan produk mengemukakan bahwa ada delapan

proses pengembangan produk baru yaitu mencakup: pemunculan gagasan (idea generation),
penyaringan gagasan (idea screening), pengembangan dan pengujian konsep (concept
development and testing), pengembangan strategi pemasaran (marketing strategy
3

development), analisis bisnis (business analysis), pengembangan produk (product


development), pengujian pasar (market testing), dan komersialisasi (commercialization).
Dalam setiap tahapan proses tersebut, manajemen akan mereview dan mengambil keputusan
apakah lanjut atau menghentikan proses pengembangan produk baru tersebut.
Pentingnya pengembangan produk baru mengharuskan perusahaan menetapkan
manfaat-manfaat apa yang akan diberikan oleh produk itu. Menurut Stanton (1996:222),
pentingnya pengembangan produk baru sebagai berikut :
1. Hubungan dengan daur hidup produk
Ada dua hal yang berkaitan dengan konsep daur hidup membantu menjelaskan mengapa
inovasi produk sangat penting, pertama setiap produk yang ada dalam perusahaan
akhirnya tidak terpakai lagi. Kedua, keuntungan pada umumnya akan menurun karena usia
produk semakin menua, jika produk tidak diubah atau diganti dan akhirnya perusahaan
akan bangkrut.
2. Produk menunjukkan laba
Pengembangan produk sangat penting untuk mempertahankan laba yang telah
direncanakan.
3. Pengembangan produk sangat penting bagi perusahaan
Produk yang berorientasi pada pengembangan produk baru diharapkan dapat tumbuh dan
berkembang.
Preferensi

terhadap

makanan

didefinisikan

sebagai

derajat

kesukaan

atau

ketidaksukaan terhadap makanan dan preferensi ini akan berpengaruh terhadap konsumsi
pangan (Suhardjo 1989). Bass Wakelfield dan Kolasa (1980) menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi preferensi pangan yaitu; 1) ketersediaan makanan di suatu tempat, 2)
pembelian makanan untuk anggota keluarga yang lain, khususnya orang tua, 3) pembelian
makanan dan penyediaannya yang mencerminkan hubungan kekeluargaan dan budaya, 4)
rasa makanan, tekstur, dan tempat.
Dalam memilih makanan tertentu yang disukai pengalaman seseorang dapat menjadi
landasan yang kuat. Beberapa faktor antara lain enak, menyenangkan, tidak membosankan,
berharga murah, mudah didapat dan diolah. Penampakan merupakan hal yang banyak
mempengaruhi preferensi dan kesukaan konsumen. Kesukaan terhadap makanan dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Ini termasuk waktu dan konteks dimana makanan itu disajikan sama
halnya dengan kondisi pribadi kita pada saat itu, seperti seberapa kita lapar, mood pada saat
itu, dan waktu terakhir sejak kita terakhir makan makanan tersebut (Lyman 1989).
Cemilan yang sehat dapat membantu anak untuk tetap kenyang sepanjang hari dan
juga dapat memberikan energi tambahan serta nutrisi penting. Tapi cemilan tidak bisa
sembarangan cemilan untuk diberikan ke buah hati. Pasalnya, salah menu bisa-bisa malah
4

menuai masalah kesehatan lebih rumit lagi. Misalnya, porsi snack atau pilihan menu snack
yang berlemak dan berkalori malah membuat anak jadi kegemukan atau obesitas, yang
juntrungannya malah-malah membuat anak berisiko mengalami gangguan jantung dan
bahkan diabetes (Anonim, 2014).
Untuk mendongkrak kesehatan anak selain mengkonsumsi makanan utama, camilan
bisa melengkapi gizi anak. Disarankan agar anak mendapat dua kali makanan selingan setiap
hari antara sarapan dengan makan siang, serta antara makan siang dengan makan malam.
Mereka membutuhkan porsi makanan yang sedikit tapi sering. Oleh sebab itu, harus bijak
menyediakan pilihan makanan yang sehat dan bergizi karena tidak semua camilan yang dijual
di pasaran sehat. Banyak yang nilai gizinya tidak ada, bahkan ada yang mengandung zat
kimia yang tidak baik untuk kesehatan anak. Salah satu cemilan sehat untuk anak-anak adalah
biskuat, sari gandum, mini pizza dan genji strawberry pie (Anonim,2014).
Salah satu produk pangan kering yang banyak disukai anak-anak dan orang dewasa
adalah produk biskuit sebagai makanan ringan atau snack food yang dapat dikonsumsi pada
selang waktu tertentu atau dapat dikonsumsi pada waktu makan.Produk biskuit jenisnya
beragam. Biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu biskuit keras, crackers, wafer,
dan cookies. Pada analisis ini dilakukan analisis terhadap produk biskuit kering merk
Biskuat. Disini dilakukan pengamatan terhadap pengembangan produk yang dilakukan oleh
Biskuat dari awal munculnya hingga produknya yang beredar hingga saat ini. Proses
perubahan produk tersebut tentu memiliki hal yang melatarbelakanginya, mengapa Biskuat
perlu melakukan pengembangan produk dan mengapa perlu melakukan perubahan-perubahan
selama ini.
Pengembangan produk pangan untuk menambah nilai jual produk biasanya
membutuhkan biaya yang tidak sedikit apalagi dibutuhkan suatu proses reformulasi produk di
dalamnya. Untuk itu diperlukan suatu cara dalam rangka meningkatkan mutu dan nilai jual
produk tanpa harus melakukan formulasi ulang terhadap produk. Beberapa modifikasi dan
inovasi yang dapat dilakukan terkait pengembangan produk baru antara lain modifikasi
flavor, warna, bentuk, substitusi bahan baku utama dengan bahan baku lainnya dengan tujuan
menurunkan biaya produksi atau meningkatkan nilai gizi produk tersebut tanpa mengurangi
dan menurunkan mutunya.
Biskuat adalah merek biskuit yang diproduksi oleh Mondelz Indonesia. Merek ini
juga dikenal sebagai Tiger di negara-negara Asia Tenggara selain Indonesia. Target konsumen
terbesar yang mengonsumsi Biskuat adalah anak-anak usia 5-11 tahun. Seluruh produk
Biskuat diperkaya 9 vitamin dan 6 mineral yang terdiri dari vitamin A, B1, B2, B3, B6, B9,
5

B12, D dan E. Serta 6 mineral yaitu Kalsium, Selenium, Zat Besi, Iodium, Seng dan
Magnesium. Varian pertama Biskuat, yaitu Biskuat Energi, diluncurkan pada tahun 1999 oleh
Danone. Merek ini diakuisisi oleh Kraft Foods pada tahun 2008. Saat ini Biskuat adalah
merek dari Mondelz Indonesia (perusahaan yang diresmikan pada tanggal 1 Juli 2013
menggantikan Kraft Foods sebelumnya).
Value Engineering adalah usaha yang terorganisasi secara sistematis dan
mengaplikasikan suatu teknik yang telah diakui, yaitu teknik mengidentifikasi fungsi produk
atau jasa yang bertujuan memenuhi fungsi yang diperlukan dengan harga yang paling
ekonomis (Iman Soeharto, 2001). Menurut Zimmerman dan Hart (1982) Value Enginnering
adalah penerapan suatu teknik manajemen melalui pendekatan yang sistematis dan
terorganisasi dengan menggunakan analisis fungsi pada suatu proyek atau produk sehingga
diperoleh hasil yang mempunyai keseimbangan antara fungsi dengan biaya, keandalan, mutu
dan hasil guna (Performance).
Dengan kata lain Value Engineering atau rekayasa nilai merupakan suatu pendekatan
sistematis dan kreatif dalam mengidentifikasi fungsi-fungsi, menetapkan nilai, dan
mengembangkan gagasan atau ide-ide untuk mendapatkan berbagai alternatif yang dapat
digunakan untuk melaksanakan fungsi-fungsi dengan biaya yang lebih rendah, tanpa
mengurangi mutu dan nilai. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Value Engineering
bukanlah :
a. Cost Cutting Process, yaitu proses menurunkan biaya dengan menekan harga satuan tetapi
mutu dan penampilan dari suatu produk atau proyek tidak dipertahankan.
b. Mengendalikan mutu dari suatu produk atau proyek, tetapi berusaha mencari produk
dengan kualitas yang baik dan biaya yang seminimal mungkin.
c. Re-design atau desain ulang, mengoreksi kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh perencana
atau melakukan penghitungan ulang yang sudah dibuat oleh perencana.
Fast (Functional Analysis SistemTechnique) yaitu suatu metoda untuk menganalisis,
mengkoordinasi dan mencatat fungsi-fungsi dari sutau system secara terstruktur. Dengan
menggunakan metoda ini nantinya akan dapat dibangun suatu diagram yang menggambarkan
fungsi-fungsi setiap elemen dalam suatu proyek secara sistimatis dan dapat dicari hubungan
antara masing-masing fungsi serta batasan lingkup permasalahan yang dikaji dengan
menggunakan dua buah pertanyaan yaitu bagaimana (how) dan mengapa (why).
Menurut Cohen (1937), QFD (pengembangan fungsi kualitas) adalah suatu metode
untuk perencanaan dan pengembangan produk yang terstruktur yang memungkinkan team
pengembangan untuk menentukan keinginan dan kebutuhan pelanggan dengan jelas, dan
6

kemudian mengevaluasi produk atau melayani dengan kemampuan yang secara sistematik
dalam pemenuhan keinginan pelanggan tersebut.
Pengembangan fungsi kualitas (QFD) merupakan suatu tindakan untuk mendisain
proses terhadap tanggapan kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengembagan Fungsi Kualitas
(QFD) menterjemahkan apa yang menjadi keinginan konsumen. Hal ini memungkinkan
organisasi/perusahaan untuk meperioritaskan kebutuhan pelanggan, menemukan tanggapan
inovatif atas kebutuhan tersebut, dan meningkatkan proses sehingga tercapai efektivitas
maksimum. Pengembangan fungsi kualitas (QFD) adalah tindakan yang menuntun
peningkatan proses yang memungkinkan dari suatu organisasi untuk memenuhi kepuasan
pelanggan,Goetsch dan Stanley (1997).
QFD yang ditunjukkan disini sebagai sebuah seri matrik yang berhubungan dengan
kebutuhan konsumen terhadap kebutuhan yang terus-menerus yang ditunjukkan disini adalah
tipe-tipe perkembangan
1. keinginan konsumen menuju ke kebutuhan teknik dari suatu jasa.
2. kebutuhan teknik dari suatu jasa menuju ke kebutuhan proses.
3. kebutuhan proses menuju ke prosedur kualitas.
Proses dalam QFD dilaksanakan dengan menyusun satu atau lebih matrik yang
disebut The House Of Quality.Matrik ini menjelaskan apa saja yang menjadi kebutuhan dan
harapan pelanggan dan bagaimanamemenuhinya. Matrik yang disebut House Of
Qualitysecara umum dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1 The House of Quality


(Sumber: Cohen, 1995: 12)
Menurut Cohen (1992) tahap-tahap dalam menyusun rumah kualitas adalah sebagai berikut:
1. Tahap I Matrik Kebutuhan Pelanggan, tahap ini meliputi: 1) Memutuskan siapa

pelanggan, 2) Mengumpulkan data kualitatif berupa keinginan dan kebutuhan konsumen,


3) Menyusun keinginan dan kebutuhan tersebut, dan 4) Pembuatan diagram afinitas
2. Tahap II Matrik Perencanaan, tahap ini bertujuan untuk mengukur kebutuhan-kebutuhan

pelanggan dan menetapkan tujuan-tujuan performansi kepuasan.


3. Tahap III Respon Teknis, pada tahap ini dilakukan transformasi dari kebutuhan-

kebutuhan konsumen yang bersifat non teknis menjadi data yang besifat teknis guna
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
4. Tahap IV Menentukan Hubungan Respon Teknis dengan Kebutuhan Konsumen. Tahap ini

menentukan seberapa kuat hubungan antara respon teknis (tahap 3) dengan kebutuhankebutuhan pelanggan (tahap 1).
5. Tahap V Korelasi Teknis, tahap ini memetakan hubungan dan kepentingan antara

karakterisitik kualitas pengganti atau respon teknis. Sehingga dapat dilihat apabila suatu
8

respon teknis yang satu dipengaruhi atau mempengaruhi respon teknis lainnya dalam
proses produksi, dan dapat diusahakan agar tidak terjadi bottleneck.
6. Tahap IV Benchmarking dan Penetapan Target, pada tahap ini perusahaan perlu

menentukan respon teknis mana yang ingin dikonsentrasikan dan bagaimana jika
dibandingkan oleh produk sejenis

PEMBAHASAN

10

Anda mungkin juga menyukai