LAPORAN PENDAHULUAN
CHOLANGITIS/KOLANGITIS
1. PENDAHULUAN
Cholangitis akut merupakan infeksi bakteri dari sistem duktus
bilier, yang bervariasi tingkat keparahannya dari ringan dan dapat sembuh
sendiri sampai berat dan dapat mengancam nyawa.
Pertama kali dikemukakan pada tahun 1877 oleh Charcot, dia
mempostulatkan bahwa penyakit ini berhubungan dengan proses patologi
berupa obstruksi bilier dan infeksi bakteri. Cholangitis merupakan salah
satu komplikasi dari batu pada ductus choledochus.
Penyakit ini perlu diwaspadai karena insidensi batu empedu di Asia
Tenggara cukup tinggi, serta kecenderungan penyakit ini untuk terjadi
pada pasien berusia lanjut, yang biasanya memiliki penyakit penyerta yang
lain yang dapat memperburuk kondisi dan mempersulit terapi.
Penting bagi dokter umum untuk mengetahui penyakit ini, agar
dapat menegakkan diagnosis secara tepat, melakukan penanganan pertama,
memberikan penjelasan yang baik kepada pasien, dan merujuk secara
tepat.
2. DEFINISI
Kolangitis akut merupakan superimposa infeksi bakteri yang
terjadi pada obstruksi saluran bilier, terutama yang ditimbulkan oleh batu
empedu, namun dapat pula ditimbulkan oleh neoplasma ataupun striktur.
3. PATOFISIOLOGI
Klebsiella
(16%),
Spesies
Enterococcus
(15%),
Spesies
dari
bacteremia
sistemik
yang
ditimbulkan
oleh
refluks
karsinoma
periampuler.
Sebelum
tahun
1980-an
batu
negara-negara
barat,
Choledocholithiasis
merupakan
10-15%
pasien
dengan
cholecystitis
memiliki
Pasca cholecystectomy
dengan
cytomegalovirus
atau
infeksi
Hepatomegali ringan
Jaundice (60%)
Sepsis
Hipotensi (30%)
Takikardia
6. DIAGNOSIS DIFERENTIAL
a. Cholecystitis dan kolik Bilier
b. Penyakit Divertikuler
c. Hepatitis
d. Iskemia mesenterika
e. Pancreatitis
f. Shock Septik
Diagnosis lain yang perlu dipertimbangkan:
a. Sirosis
b. Liver Failure
c. Abses hepar
d. Appendicitis accuta
e. Ulcus pepticum yang mengalami perforasi
f. Pyelonephritis
g. Diverticulitis colon kanan
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Uji Laboratorium
yang
positif,
banyak
diantaranya
menunjukkan
infeksi
polimikrobial
Hasil urinalisis biasanya normal
Lipase: keterlibatan ductus choledochus bagian bawah dapat
menimbulkan pancreatitis dan peningkatan kadar lipase. Sepertida dari
pasien mengalami sedikit peningkatan pada kadar lipase. Peningkatan
enzim
pankreas
menunjukkan
bahwa
batu
saluran
empedu
b. Studi Pencitraan
Studi pencitraan penting untuk mengkonfirmasi keberadaan dan
penyebab obstruksi bilier dan untuk menyingkirkan kondisi yang lain.
Ultrasonografi dan CT scan merupakan pemeriksaan yang paling
sering dilakukan.
Ultrasonografi sangat baik untuk melihat batu empedu dan
cholecystitis. Pemeriksaan ini sangat sensitif dan spesifik untuk
memeriksa kandung empedu dan menilai dilatasi saluran bilier, namun
pemeriksaan ini sering melewatkan batu yang terdapat pada ductus
biliaris distal. Ultrasonografi transabdominal merupakan pemeriksaan
awal pilihan. Ultrasonografi dapat membedakan obstruksi intrahepatik
dari obstruksi ekstrahepatik dan memperlihatkan dilatasi ductus. Pada
sebuah penelitian, hanya 13% choledocholithiasis dapat diamati pada
USG, namun dilatasi CBD terdapat pada 64% kasus. Keuntungan USG
adalah dapat dilakukan secara cepat di UGD (dengan USG portabel),
kemampuan untuk melihan struktur lain (aorta, pancreas, liver),
kemampuan untuk mengidentifikasi komplikasi (misal perforasi,
empyema, abscess) dan tidak terdapatnya resiko radiasi
Kerugian dari USG adalah hasil pemeriksaan yang bergantung
pada kemampuan operator dan pasien (kadar lemak pasien dll), tidak
mampu untuk melihat ductus cysticus, dan penurunan sensitivitas bagi
batu saluran empedu distal. Hasil USG yang normal tidak dapat
menyingkirkan diagnosis cholangitis.
Endoscopic
retrograde
cholangiopancreatography
(ERCP)
untuk
memvisualisasikan
batu
radioluscent
dan
resonance
cholangiopancreatography
(MRCP)
Udara
dalam
dinding
kandung
empedu
bilier
(hepatic
2,6-dimethyliminodiacetic
acid
(>4,4)
Keadaan baru makan atau tidak makan selama 24jam juga dapat
ini
memerlukan
didiagnosa
dengan
batu
empedu,
karena
USG
dapat
9. PENGOBATAN LAIN
Extracorporeal shock-wave lihotripsy (ESWL) pertama kali
dipergunakan untuk menghancurkan batu ginjal. Teknik ini telah
dikembangkan untuk pengobatan batu empedu, baik pada kandung
empedu
maupun
dikombinasikan
pada
dengan
saluran
prosedur
empedu.
Pengobatan
endoskopik untuk
ini
sering
memudahkan
lewatnya batu yang telah terfragmentasi atau pengobatan oral yang dapat
melarutkan fragmen tersebut. Kadang kala, batu dapat dilarutkan dengan
mempergunakan berbagai bahan kimia yang dimasukkan langsung pada
slauran bilier,
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Cholangitis cukup jarang terjadi. Biasanya terjadi bersamaan
dengan penyakit lain yang menimbulkan obstruksi bilier dan bactibilia
(misal: setelah prosedur ERCP, 1-3% pasien mengalami cholangitis).
b. Keluhan Utama
Pada penderita kolangitis, klien mengeluh nyeri perut kanan atas,
nyeri tidak menjalar/menetap, nyeri pada saat menarik nafas dan nyeri
seperti ditusuk tusuk.
c. Riwayat Penyakit
-
Pasca cholecystectomy
System Pernapasan
o Inspeksi : Dada tampak simetris, pernapasan dangkal, klien
tampak gelisah.
o Palpasi : Vocal vremitus teraba merata.
o Perkusi : Sonor.
o Auskultasi : Tidak terdapat suara nafas tambahan (ronchii,
wheezing)
System Kardiovaskuler
Terdapat takikardi dan diaforesis.
Sistem Neurology
Tidak terdapat gangguan pada system neurology.
System Pencernaan
o Inspeksi : tampak ada distensi abdomen diperut kanan atas,
klien mengeluh mual dan muntah.
o Auskultasi : peristaltic ( 5 12 x/mnt) flatulensi.
o Perkusi : adanya pembengkakan di abdomen atas/quadran
kanan atas, nyeri tekan epigastrum.
o Palpasi : hypertympani.
System Eliminasi
Warna urine lebih pekat dan warna feses seperti tanah liat.
System integument
System muskuluskeletal
Terdapat kelemahan otot karena gangguan produksi ATP.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
b. Gangguan pemenuham nutrisi berhubungan dengan mual muntah
c. Gangguan pola tidur/istirahat berhubungan dengan iritasi peritonial.
d. Gangguan keseimbangan berhubungan dengan reaksi inflamasi
e. Resiko anemia berhubungan dengan kekurangan vitamin K
f. Resiko dehidrasi berhubungan dengan mual muntah.
3. INTERVENSI
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi tujuan : nyeri
berkurang setrelah dilakukan tindakan keperwatan 1 x 24 jam. kriteria
hasil : keadaan umum normal klien mengatakan nyerinya berkurang
wajah tampak rileks tidak lagi menyeringai keskitan. Skala nyeri (13)
Ttv dalam batas normal
Intervensi :
-
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang
penyebab mual / muntah serta tindakan yang akan dilakukan
meningkatkan pengetahuan klien tentang penyebab
masalah serta mendorong klien agar lebih kooperatif
terhadap tindakan yang akan dilakukan
2) Kaji distensi abdomen
tanda nonverbal ketidaknyamanan b/d gangguan
pencernaan
Urine cukup
TTV stabil
Rencana intervensi :
1) Pertahankan intakke dan output cairan
-
4) Kolaborasi :
-
Pemberian antiemetic
Pemberian cairan IV
Pemasangan NGT