Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN

TANAMAN PERKEBUNAN, KEHUTANAN DAN INDUSTRI

PROSPEK TANAMAN KAKAO DI INDONESIA

ERVANSYAH PUTRA
05121407006

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2015

I. PENDAHULUAN

Kakao secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tipe besar, yaitu Criollo (Amerika
Tengah dan Amerika Selatan) dan Forastero (Amazona dan Trinitario). Tanaman kakao dapat
diperbanyak dengan cara generativ ataupun vegetatif. Kakao lindak umumnya diperbanyak
dengan benih dari klon-klon induk yang terpilih. Sedangkan kakao mulia umumnya
diperbanyak secara vegetatif. Namun, kakao lindak pun dewasa ini juga sering diperbanyak
secara vegetatif untuk meningkatkan mutu dan hasil. Budidaya kakao sangat ditentukan oleh
tersedianya benih dan bibit yang baik untuk menjamin tersedianya benih yang bermutu, maka
dewasa ini di Indonesia terdapat sekitar 10 produsen benih.
Kakao Indonesia memiliki keunggulan yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok
digunakan untuk blending. Apabila difermentasi dan diolah dengan baik, maka kualitasnya
dapat mengalahkan kakao Ghana. Pasar kakao Indonesia juga berpotensi untuk tetap naik
apalagi kondisi Indonesia lebih baik dari pada kedua negara pesaing tersebut. Berita
menyebutkan bahwa ekspor kakao Sumatera Utara meningkat karena beberapa negara
kosumen kakao beralih ke Indonesia karena kondisi keamanan Pantai Gading yang tidak
stabil karena perang saudara.
Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia dimana bila
dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao yang berasal
dari Ghana dan kakao Indonesia mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh sehingga
cocok bila dipakai untuk blending. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao
Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Dengan kata lain,
potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan
distribusi pendapatan cukup terbuka. Meskipun demikian, agribisnis kakao Indonesia masih
menghadapi berbagai masalah kompleks antara lain produktivitas kebun masih rendah akibat
serangan hama penggerek buah kakao (PBK), mutu produk masih rendah serta masih belum
optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus
peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih
besar dari agribisnis kakao.
Hasil produksi tanaman yang tinggi dapat dimungkinkan dengan memenuhi semua
syarat tumbuh, pengadaan bibit yang berkualitas tinggi dan manajemen lahan yang baik.
Banyak daerah di Indonesia yang cocok untuk lokasi tanam kakao karena dapat memenuhi
syarat tanaman kakao. Pengadaan bibit kakao kualitas tinggi sudah mulai dikembangkan

dengan penggunaan teknik Somatic Embryogenesis (SE) sehingg diharapkan dapat


mendukung penyediaan bibit klonal skala massa. Namun, manajemen lahan kakao di
Indonesia masih belum optimal, masih butuh perbaikan.
Prinsip dasar rehabilitasi dengan metode sambung samping adalah penyatuan
kambium dari entres dengan kambium batang bawah, di samping itu pula penggunaan entres
dari klon klon unggul sangat dianjurkan karena diyakini mempunyai dampak positif
terhadap peningkatan produksi dan mutu hasil, sehingga ketersediaan klon unggul mutlak
diperlukan. Alternatif rehabilitasi dengan menggunakan metode sambung samping dianggap
cukup efektif karena petani dengan mudah dapat melakukan sendiri serta waktu yang
dibutuhkan relatif singkat. Upaya rehabilitasi tanaman kakao dimaksudkan untuk
memperbaiki atau meningkatkan potensi produktivitas dan salah satunya dilakukan dengan
teknologi sambung samping (side grafting).
Secara garis besar, tujuan perbaikan tanaman adalah untuk meningkatkan produktivitas dan
mutu biji yang dihasilkan. Sambung samping dapat juga digunakan untuk memperbaiki
tanaman yang rusak secara fisik, menambah jumlah klon dalam populasi tanaman, mengganti
klon, dan pemendekan tajuk tanaman. Jika dibandingkan dengan sambung pucuk, maka
sambung samping memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi karena batang bawah
masih memiliki tajuk yang lengkap, sehingga proses fotosintesis untuk menghasilkan zat-zat
makanan dapat berlangsungdengan baik.
Kendala yang sering dihadapi ketika melakukan rehabilitasi tanaman kakao dengan
metode sambung samping adalah jauhnya jarak antara pohon induk atau sumber entres
dengan tempat atau kebun yang akan direhabilitasi, sehingga dibutuhkan waktu yang agak
lama mulai dari pengambilan entres sampai dengan proses penyambungan. Selain itu pula
jumlah tanaman kakao yang akan disambung sering dalam jumlah yang sangat banyak,
sehingga tidak bisa dilakukan penyambungan dalam waktu sehari dan entres yang belum
tersambung harus disimpan untuk keesokan harinya baru dilakukan penyambungan.

II.

ISI

Kakao (Theobroma cacao) merupakan tanaman tahunan yang menjadi salah satu
unggulan ekspor non migas Indonesia. Kakao berpotensi tetap menjadi produk unggulan
pertanian di Indonesia karena iklim Indonesia yang tropis dan dapat memenuhi syarat tumbuh
tanaman tersebut. Untuk saat ini, Indonesia merupakan produser kakao nomor tiga terbesar di
dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.
Varietas kakao yang umumnya ditanam di perkebunan kakao di Indonesia adalah
varietas Criolo (Fine Cocoa), Forastero (Bulk Cocoa) dan Trinitario (Hybrid). Dari ketiga
jenis tersebut, yang memiliki tingkat produksi tinggi adalah varietas Forastero terutama
kultivar Upper Amazone Hybrid (UAH). UAH juga cepat mengalami masa generatif setelah 2
tahun dan tahan penyakit VSD (Vascular Streak Dieback).
Dalam agribisnis kakao ada beberapa kendala yang dihadapi, khususnya dalam
peningkatan produktivitas dan kualitas yang dihasilkan antara lain adalah masih
mempergunakan teknologi tradisional dengan bahan tanaman yang tidak berasal dari klon
atau biji yang terpilih dan dengan budidaya yang kurang memadai, serta serangan organisme
pengganggu tanaman (OPT) berupa hama dan penyakit.
Selain permasalahan tersebut, dalam era globalisasi dewasa ini terdapat tuntutan
terhadap produk yang dihasilkan harus memenuhi kualitas yang tinggi dan proses produksi
akrab lingkungan. Fakta di lapang menunjukkan bahwa pengendalian hama di tingkat
produsen saat ini masih terbatas pada penggunaan pestisida saja, sementara tuntutan
konsumen mengarah kepada persyaratan lingkungan yang diakui oleh WTO (ISO 14000) dan
Codex Alimentarius (adanya ambang batas maksimum kandungan zat tambahan, logam berat,
residu pestisida dan bahan pencemar lainnya). Artinya, apabila kakao Indonesia ingin bersaing
di pasar global maka mau tak mau persyaratan tersebut harus dipenuhi.
A. Masalah Kakao Indonesia
Banyak masalah yang harus dihadapi perkakaoan Indonesia. Masalah-masalah tersebut
sangat luas dan rumit yang terbentang dari industri hulu sampai hilir. Apabila dicari masalah
utamanya maka akan didapatkan persoalan sumberdaya, kebijakan dan keuangan.
1. Masalah utama pertama yang menimpa perkakaoan Indonesia adalah sumberdaya
manusia yang kurang. Sekitar 87% petani kakao Indonesia memiliki pengetahuan yang
kurang mengenai seluk-beluk perkakaoan. Sumber daya manusia yang minim dapat
menyebabkan manajemen yang tidak optimal.

2. Masalah berikunya adalah kebijakan pemerintah yang menyebabkan hampir semua


ekspor kakao Indonesia dalam bentuk biji. Pemerintah yang menetapkan PPN 10%
untuk pembelian biji kakao. Petani menjadi lebih senang mengekspor biji kakao
daripada mengolahnya kembali. Industri pengolahan kakao dan coklat di Indonesia juga
menjadi lesu, keragaman produk kakao juga rendah. Padahal, pada pohon industri
kakao, berbagai macam potensi industri dapat dihasilkan, mulai dari cocoa powder,
cocoa concentrate sampai cocoa butter untuk industri makanan; lethicin, tannin, alkohol
untuk industri kimia; hingga pupuk hijau dan pakan ternak. Untuk itu, perlu ditinjau
kembali

kebijakan

tersebut,

atau

pemerintah

lebih

mendorong

petani

kakao Indonesia dengan segala fasilitas fisik, dana dan kebijakan lain yang mendukung.
3. Masalah utama terakhir adalah masalah keuangan atau dana. Kekurangan modal
membuat rentetan masalah yang panjang. Hal ini diperparah dengan sulitnya menerima
pinjaman bank, naiknya harga pupuk dan pestsida dan penurunan harga kakao di tingkat
petani.
Data menyebutkan bahwa tahun 2008 terjadi penurunan harga kakao di Indonesia
mengalami penurunan. Penyebab utamanya adalah anjloknya harga kakao dunia. Kondisi
tanaman yang tua sehingga produksi cenderung terus menurun. Tahun ini bahkan akan
diprediksikan terjadinya penurunan produksi karena banyak tanaman yang akan di
revitaslisasi. Revitalisasi yang akan menyebabkan penurunan produksi tahun 2009 ini
diharapkan dapat meningkatkan produksi untuk tahun-tahun berikutnya.
B. Mutu Kakao Indonesia Rendah
Indonesia merupakan produsen kakao nomor tiga terbesar di dunia namun biji kakao
Indonesia kurang diminati karena mutu kakao Indonesia rendah. Selama ini, biji
kakao Indonesia merupakan batas standar mutu ekspor-impor biji kakao. Bahkan di Amerika
Serikat, biji kakao Indonesia mendapatkan automatic detentionkerena sering ditemukan
jamur, kotoran, serangga dan benda-benda asing lainnya.
Rendahnya mutu kakao Indonesia ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1. Kualimortas tanaman kakao Indonesia yang menurun, karena kebanyakan kakao di
Indonesia telah menua.
2. Penyakit VSD (Vascular Streak Dieback) dan hama PBK (Pengerek Buah Kakao) yang
menyerang kebanyakan perkebunan kakao di Indonesia.
3. Biji kakao Indonesia jarang yang di fermentasi terlebih dahulu, padahal mutu biji yang
telah difermentasi lebih baik daripada yang belum difermentasi.
4. Teknologi pascapanen yang masih sederhana dan mesin pengolahan yang telah tua.

5. Sarana dan prasarana pendukung yang kurang, seperti gudang; pasokan listrik yang
kurang; transportasi dari, ke dan di dalam kebun, tempat pengolahan dan menuju negara
pengekspor yang masih buruk.
Mutu kakao Indonesia yang cenderung tidak membaik ini menyebabkan persepsi pasar
dunia terhadap kakao Indonesia sulit membaik. Selain automatic detention yang dilakukan
Amerika Serikat, beberapa negara ekspor memberikan tarif yang lebih tinggi. Permasalahan
ini sulit dipecahkan, kecuali Indonesiameningkatkan mutu kakaonya dan adanya campur
tangan pemerintah.

Departeman
Perindustrian.
2007.
Gambaran
Sekilas
Industri
Kakao.http://www.depperin.go.id/PaketInformasi/Kakao/kakao.pdf. Akses 15 Feb
2009.
Litbang
Deptan.
2008.
Prospek
dan
Arah
Pengembangan
Agribisnis
Kakao.http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b4kakao. Akses 15 Feb
2009.
Razak,

H.A. dan Gusli S. 2007. Cocos Village (CVM) menuju Revitalisasi


Perkakaoan Indonesia dengan Kemandirian Lokal. Direktori Kakao Indonesia 2007.
Asosiasi Kakao Idonesia (ASKINDO), Jakarta.

Sikumbang, Z. 2007. Prospek Agroindustri Kakao Indonesia di Pasaran Dunia sampai 2010
(Tantangan Perdagangan dan Industri Kakao Indonesia).Direktori Kakao Indonesia
2007. Asosiasi Kakao Idonesia (ASKINDO),Jakarta.
Nahda Kanara, Ciputat, 2 Maret 2009, http://agrikanara.blogspot.com/2009/03/kakaoindonesia.html

Anda mungkin juga menyukai