Anda di halaman 1dari 44

TEORI TEORI MOTIV

ASI (MOTIVATION THE


ORIES)

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan


(energi) seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan
entusiasmenya dalam melaksanakan suatu
kegiatan, baik yang bersumber dari dalam
diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik)
maupun dari luar individu (motivasi
ekstrinsik).

Motivasi merupakan akibat dari interaksi


seseorang dengan situasi tertentu yang
dihadapi.
Menurut Robbins (2001:166) menyatakan
definisi dari motivasi yaitu kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi
untuk tujuan organisasi yang dikondisikan
oleh kemampuan upaya itu untuk
memenuhi beberapa kebutuhan individual.

b) Need for affiliation.


Kebutuhan akan kehangatan dan sokongan
dalam kehidupannya atau hubungannya
dengan orang lain. Kebutuhan ini akan
mengarahkan tingkah laku individu untuk
melekukan hubungan yang akrab dengan
orang lain. Orang-orang dengan need
affiliation yang tinggi ialah orang yang
berusaha mendapatkan persahabatan.

Pengertian prestasi menurut Murray (dalam J.


Winardi, 2004):...Melaksanakan tugas atau
pekerjaan yang sulit. Menguasai,
memanipulasi atau mengorganisasi objekobjek fiskal, manusia atau ide-ide untuk
melaksanakan hal-hal tersebut secepat
mungkin dan seindependen mungkin sesuai
kondisi yang berlaku.
Mencapai perporman puncak untuk diri
sendiri. Mampu menang dalam persaingan
dengan pihak lain. Meningkatkan
kemampuan diri melalui penerapan bakat
secara berhasil

Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak


menentukan terhadap kualitas perilaku yang
ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja
maupun dalam kehidupan lainnya..
Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya
tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan
peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya
pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun
(2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi
individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
(1) durasi kegiatan;
(2) frekuensi kegiatan;
(3) persistensi pada kegiatan;
(4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam
mengahadapi rintangan dan kesulitan;

(5) devosi dan pengorbanan untuk


mencapai tujuan;
(6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai
dengan kegiatan yang dilakukan;
(7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk
(out put) yang dicapai dari kegiatan yang
dilakukan;
(8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.

beberapa macam teori berprestasi.

1. Teori Motivasi Beprestasi dari McClelland


Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai
prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan
bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan
seseorang akan prestasi.
Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan
akan prestasi tersebut sebagai keinginan : Melaksanakan sesuatu
tugas atau pekerjaan yang sulit.
Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik,
manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat
mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku.
Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi.
Mencapai performa puncak untuk diri sendiri.
Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain.
Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara
berhasil.

Need menurut McClelland dibagi atas tiga:


a) Need For achievement. Ada
beberapa orang yang memiliki dorongan
yang kuat untuk berhasil. Mereka lebih
mengejar prestasi pribadi daripada imbalan
terhadap keberhasilan. Mereka bergairah
untuk melakukan sesuatu lebih baik dan
lebih efisien jika dibandingkan dengan hasil
sebelumnya.

Ciri-ciri:
Berusaha melakukan sesuatu dengan caracara baru dan kreatif.
Mencari feedback tentang perbuatannya.
Memilih resiko yang sedang di dalam
perbuatannya.
Mengambil tanggung jawab pribadi atas
perbuatannya.

Ciri-ciri:
Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi
yang ada dalam pekerjaannya daripada segi
tugas-tugas yang ada dalam pekerjaan
tersebut.
Melakukan pekerjaannya lebih efektif apbila
bekerjasama dengan orang lain dalam
suasana yang lebih kooperatif.
Mencari persetujuan atau kesepakatan dari
orang lain.
Lebih suka dengan orang lain daripada
sendirian.
Selalu berusaha menghindari konflik.

c. Need for power.


Adanya keinginan yang kuat untuk
mengendalikan orang lain, intuk
mempengaruhi orang lain dan untuk
memiliki dampak terhadap orang lain.

Ciri-ciri:
Menyukai pekerjaan dimana mereka
menjadi pimpinan.
Sangat aktif dalam menentukan arah
kegiatan dari sebuah organisasi dimanapun
dia berada.
Mengumpulkan barang-barang atau
menjadi anggota suatu perkumpulan yang
dapat mencerminkan prestise.
Sangat peka terhadap struktur pengaruh
antar pribadi dari kelompok atau organiasi.

2. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)

1.

2.

3.
4.

5.

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow


pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia
mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu:
Kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa
lapar, haus, istirahat dan sex;
Kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik
semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan
intelektual;
Kebutuhan akan kasih sayang (love needs);
Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada
umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status;
dan
Atualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya
kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan
potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah
menjadi kemampuan nyata.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama


(fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya
dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan
primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula
dengan klasifikasi kebutuhan sekunder.
Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan
manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis
dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu
orang dengan yang lainnya karena manusia
merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa
kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat
materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental,
intelektual dan bahkan juga spiritual

Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya


organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan
makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam
kehidupan organisasional,
teori klasik Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan
mengalami koreksi. Penyempurnaan atau koreksi tersebut
terutama diarahkan pada konsep hierarki kebutuhan yang
dikemukakan oleh Maslow.
Istilah hierarki dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara
analogi berarti anak tangga.
Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai
dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.
Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan
manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan
kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum
kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan
terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum
seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.

Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan


manusia makin mendalam penyempurnaan dan koreksi dirasakan bukan
hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman
menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia
berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik,
seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa
dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai
kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki.
Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa:
Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di
waktu yang akan datang;
Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa
bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam
pemuasannya.
Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai titik jenuh dalam arti
tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu
dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat
teoritis, namun telah memberikan fondasi dan mengilhami bagi pengembangan
teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih
bersifat aplikatif.

3. Teori Clyton Alderfer (Teori ERG)

Teori Alderfer dikenal dengan akronim


ERG . Akronim ERG dalam teori Alderfer
merupakan huruf-huruf pertama dari tiga
istilah yaitu: E = Existence (kebutuhan
akan eksistensi), R = Relatedness
(kebutuhanuntuk berhubungan dengan
pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan
akan pertumbuhan)

Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal
penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara
teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer.
Karena Existence dapat dikatakan identik dengan hierarki
pertama dan kedua dalam teori Maslow; Relatedness senada
dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep
Maslow dan Growth mengandung makna sama dengan self
actualization menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer
menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu
diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer
disimak lebih lanjut akan tampak bahwa:
Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar
pula keinginan untuk memuaskannya;
Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi
semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah
dipuaskan;
Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang
tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk
memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.

Tampaknya pandangan ini didasarkan


kepada sifat pragmatisme oleh manusia.
Artinya, karena menyadari
keterbatasannya, seseorang dapat
menyesuaikan diri pada kondisi obyektif
yang dihadapinya dengan antara lain
memusatkan perhatiannya kepada hal-hal
yang mungkin dicapainya.

4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)

Frederick Herzberg (1923-2000), adalah


seorang ahli psikolog klinis dan dianggap
sebagai salah satu pemikir besar dalam
bidang manajemen dan teori motivasi.
Frederick I Herzberg dilahirkan di
Massachusetts pada 18 April 1923. Sejak
sarjana telah bekerja di City College of New
York. Lalu tahun 1972, menjadi Profesor
Manajemen di Universitas Utah College of
Business. Hezberg meninggal di Salt Lake
City, 18 Januari 2000.

Teori Dua Faktor Hezberg

Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990 : 177)


mengemukakan teori motivasi berdasar teori
dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator.
Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi dua
bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik,
rasa aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat
tinggi (prestise dan aktualisasi diri) serta
mengemukakan bahwa cara terbaik untuk
memotivasi individu adalah dengan
memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.

Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti


kebijakan, administrasi perusahaan, dan
gaji yang memadai dalam suatu pekerjaan
akan menentramkan karyawan. Bila faktorfaktor ini tidak memadai maka orang-orang
tidak akan terpuaskan (Robbins,2001:170).
Menurut hasil penelitian Herzberg ada tiga
hal penting yang harus diperhatikan dalam
memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990 :
176) yaitu

Hal-hal yang mendorong karyawan adalah


pekerjaan yang menantang yang mencakup
perasaan berprestasi, bertanggung jawab,
kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu
sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu.
Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah
terutama pada faktor yang bersifat embelembel saja dalam pekerjaan, peraturan
pekerjaan, penerangan, istirahat dan lain-lain
sejenisnya.
Karyawan akan kecewa bila peluang untuk
berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi
sensitif pada lingkungannya serta mulai
mencari-cari kesalahan.

Herzberg menyatakan bahwa orang dalam


melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi
oleh dua faktor yang merupakan
kebutuhan, yaitu :
Maintenance Factors. Adalah faktor-faktor
pemeliharaan yang berhubungan dengan
hakikat manusia yang ingin memperoleh
ketentraman badaniah. Kebutuhan
kesehatan ini merupakan kebutuhan yang
berlangsung terus-menerus, karena
kebutuhan ini akan kembali pada titik nol
setelah dipenuhi.

Motivation Factors. Adalah faktor


motivator yang menyangkut kebutuhan
psikologis seseorang yaitu perasaan
sempurna dalam melakukan pekerjaan.
Factor motivasi ini berhubungan dengan
penghargaan terhadap pribadi yang
berkaitan langsung denagn pekerjaan

Penerapan Teori Dua Faktor Herzberg


Dalam Organisasi
Dalam kehidupan organisasi, pemahaman
terhadap motivasi bagi setiap pemimpin
sangat penting artinya, namun motivasi
juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit.
Hal ini dikemukakan oleh Wahjosumidjo
(1994 : 173) sebagai berikut :

Motivasi sebagai suatu yang penting (important


subject) karena peran pemimpin itu sendiri
kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin
tidak boleh tidak harus bekerja bersama-sama
dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu
diperlukan kemampuan memberikan motivasi
kepada bawahan.
Motivasi sebagai suatu yang sulit (puzzling
subject), karena motivasi sendiri tidak bisa
diamati dan diukur secara pasti. Dan untuk
mengamati dan mengukur motivasi berarti harus
mengkaji lebih jauh perilaku bawahan. Disamping
itu juga disebabkan adanya teori motivasi yang
berbeda satu sama lain.

Untuk memahami motivasi karyawan digunakan teori


motivasi dua arah yang dikemukakan oleh Herzberg:
Pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg
berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau pegawai
pemerintahan di tempat ia bekerja saja. Sementara
teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu
untuk manusia pada umumnya.
Kedua, teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki
kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan
antara kebutuhan dengan performa pekerjaan. Teori
ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg tahun 1966
yang merupakan pengembangan dari teori hirarki
kebutuhan menurut Maslow.

Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi


pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori
ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya
mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa
pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi,
pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999 :
13).
Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik
Amerika Serikat dari berbagai Industri, Herzberg
mengembangkan teori motivasi dua faktor (Cushway and Lodge,
1995 : 138). Menurut teori ini ada dua faktor yang
mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor
pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier
atau intrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang
juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation.

Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong


karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong
yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor
ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri
seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.
Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi
pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan
inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan
tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama
dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi.
Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor
ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh
organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada
perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (dalam
Sondang, 2002 : 107).

Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut


Herzberg adalah: pekerjaan itu sendiri (the work it
self), prestasi yang diraih (achievement), peluang
untuk maju (advancement), pengakuan orang lain
(ricognition), tanggung jawab (responsible).
Menurut Herzberg faktor hygienis/extrinsic factor
tidak akan mendorong minat para pegawai untuk
berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini
dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal
seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak
menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi
sumber ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge,
1995 : 139).

Sedangkan faktor motivation/intrinsic factor


merupakan faktor yang mendorong semangat guna
mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan
terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih
memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi daripada
pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker
& Hall dalam Timpe, 1999 : 13).
Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan
sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan oleh
para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh
mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka
peroleh dari pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan itu
dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka.

5. Teori Keadilan

Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia


terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara
usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi
dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila
seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa
imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua
kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang
lebih besar, atau
Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam
melaksanakan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya.

Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai


biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding,
yaitu:
Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak
diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan,
keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang
kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang
bersangkutan sendiri;
Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di
kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai
jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai.

Pemeliharaan hubungan dengan pegawai


dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat
dan petugas di bagian kepegawaian harus
selalu waspada jangan sampai persepsi
ketidakadilan timbul, apalagi meluas di
kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi
maka akan timbul berbagai dampak negatif
bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat
kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya
kecelakaan dalam penyelesaian tugas,
seringnya para pegawai berbuat kesalahan
dalam melaksanakan pekerjaan masingmasing, pemogokan atau bahkan perpindahan
pegawai ke organisasi lain.

6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)

Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam


penetapan tujuan memiliki empat macam
mekanisme motivasional yakni : (a) tujuantujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuantujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan
meningkatkan persistensi; dan (d) tujuantujuan menunjang strategi-strategi dan
rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini
menyajikan tentang model instruktif
tentang penetapan tujuan.

7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul Work And


Motivation mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai
Teori Harapan. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat
suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan
yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada
hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat
menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk
memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan
berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan
untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan
akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya
itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya
itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.

Di kalangan ilmuwan dan para praktisi


manajemen sumber daya manusia teori
harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri
karena penekanan tentang pentingnya
bagian kepegawaian membantu para
pegawai dalam menentukan hal-hal yang
diinginkannya serta menunjukkan cara-cara
yang paling tepat untuk mewujudkan
keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap
penting karena pengalaman menunjukkan
bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui
secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi
cara untuk memperolehnya.

8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku

Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di


muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi
karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan
persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat
subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi
tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan
diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh
berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan
tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri
seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah
perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan
hukum pengaruh yang menyatakan bahwa manusia
cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai
konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan
mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang

Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik


yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik
dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat
pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada
kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik
tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia
lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan
lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha
meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan
belajar menggunakan komputer sehingga
kemampuannya semakin bertambah, yang pada
gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif
lagi di kemudian hari.

Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang


terlambat berulangkali mendapat teguran dari
atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan
sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan
dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku
pegawai tersebut berakibat pada modifikasi
perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di
tempat tugas. Penting untuk diperhatikan bahwa agar
cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku
tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia
yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara
tersebut ditempuh dengan gaya yang manusiawi
pula.

9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.

Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada


satu model motivasi yang sempurna, dalam arti
masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan, para ilmuwan terus menerus
berusaha mencari dan menemukan sistem
motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung
berbagai kelebihan model-model tersebut
menjadi satu model. Tampaknya terdapat
kesepakan di kalangan para pakar bahwa model
tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori
yang mengaitkan imbalan dengan prestasi
seseorang individu.

Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat


dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal
maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah :
(a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri;
(b) harga diri;
(c) harapan pribadi;
(d) kebutuhaan;
(e) keinginan;
(f) kepuasan kerja;
(g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang,
antara lain ialah :
(a) jenis dan sifat pekerjaan;
(b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung;
(c) organisasi tempat bekerja;
(d) situasi lingkungan pada umumnya;
(e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

Anda mungkin juga menyukai