Thia
Thia
Thiazolidindion
Thiazolidinedione (sering juga disebut TZDs atau glitazone) berfungsi
memperbaiki sensitivitas insulin dengan mengaktifkan gen-gen tertentu yang terlibat
dalam sintesa lemak dan metabolisme karbohidrat. Thiazolidinedione tidak
menyebabkan hipoglikemia jika digunakan sebagai terapi tunggal, meskipun mereka
seringkali diberikan secara kombinasi dengan sulfonylurea, insulin, atau metformin.
Beberapa studi menunjukkan thiazolidinediones mengakibatkan berbagai
efek baik pada jantung, termasuk penurunan tekanan darah dan peningkatan
trigliserida dan kadar kolesterol (termasuk peningkatan kadar HDL, yang dikenal
sebagi kolesterol baik). Obat ini juga meredam molekul yang disebut 11Best HSK-1
yang berperan penting pada sindrom metabolik (kondisi pre diabetes, termasuk
tekanan darah tinggi dan obesitas) dan diabetes melitus tipe 2.
Rosiglitazone (Avandia) dan pioglitazone (Actos) adalah obat dari golongan
thiazolidinedione yang sudah disetujui. Salah satu studi meyakini rosiglitazone bisa
memperbaiki fungsi sel beta dan membantu mencegah progresivitas diabetes.
Tetapi, di balik manfaatnya yang besar, efek samping obat golongan ini pun
mengkhawatirkan.
Kontraindikasi:
Hipersensitivitas terhadap pioglitazon
Efek samping :
Udem, sakit kepala, hipoglikemia, mialgia, faringitis, sinusitis, gangguan gigi, infeksi
saluran pernapasan atas.
Peringatan :
Hentikan terapi jika ditemukan gangguan hati, gangguan jantung, kehamilan.
Interaksi :
Alovartastin
dan
ketokonazol
mempengaruhi
pioglitazon
dan
pioglitazon
Peringatan :
Hentikan terapi jika ditemukan gangguan hati, gangguan jantung, kehamilan.
Dosis :
Bersama metformin atau sulfonilurea, 1-2 dd 4 mg a.c atau p.c
Pabrik :
Smithkline Beckham
4)
Thiazolidindion/glizaton
Thiazolidindion merupakan suatu golongan obat antidiabetes oral yang baru-baru ini
dikenalkan yang meningkatkan sensitivitas insulin terhadap jaringan sasaran. Dua anggota
dari golongan tersebut tersedia secara komersial; rosiglitazone dan pioglitazone. Pioglitazone
juga dapat berfungsi sebagai suplemen untuk terapi sulfonilurea atau terapi insulin pada
populasi diabetes tipe 2. FDA mencatat bahwa tersedia thiazolidindion alternatif yang tidak
menyebabkan toksisitas hati dalam penelitian klinis; hal tersebut member kontribusi untuk
diputuskannya penarikan persetujuan yang telah diberikan pada troglitazone (Katzung, 2002).
B. THIAZOLIDINDION / GLITAZON.
Thiazolindindion berikatan pada peroxisome proliferator activated receptor gamma (PPAR )
suatu reseptor initi di sel otot dan sel lemak.
Contoh golongan ini adalah :
Pioglitazon.(Actos).
Rosiglitazon (Avandia).
Cara kerja hampir sama dengan pioglitazon, diekskresi melalui urin dan feces. mempunyai
efek hipoglikemik yang cukup baik jika dikombinasikan dengan metformin. Pada saat ini
belum beredar di Indonesia.
Golongan : Thiazolidindion
Obat :
Pioglitazon ; Dapat dimulai dengan dosis 15 atau 30mg sekali sehari, Maksimal dosis : 45mg
perhari, Aturan pakai : Dengan atau tanpa makanan
Rosiglitazon ; Dosis : 4 mg sehari, dan dapat ditingkatkan sampai dengan 8 mg perhari dalam
1-2 dosis terbagi setelah 8-12 minggu pemakaian (di kombinasikan dengan insulin) atau 12
minggu (di kombinasikan dengan metformin), Aturan pakai : Dengan atau tanpa makanan.
Mekanisme kerja : Merangsang produksi insulin lebih kuat di pancreas akan tetapi tidak
dapat terus menerus
Obat :
Nateglinid ; Dosis awal : 120mg 3 kali sehari, Dosis maksimal : 180mg 3 kali sehari ; Aturan
pakai : Diminum 1-30 menit sebelum makan
Repaglinid ; Dosis awal : 500mcg, dapat ditingkatkan tergantung pada repons pasien dalam
interval 1-2 minggu, Maksimal dosis : 16mg perhari. Untuk penggunaan dosis > 4mg, dapat
diberikan dalam dosis terbagi, Aturan pakai : Diminum sebelum makan, atau 15 menit
sebelum makan
Obat OHO golongan thiazolidindion pada pasien diabetes melitus berhubungan dengan
peningkatan risiko fraktur tulang terutama fraktur tulang pinggul dan tulang pergelangan tangan.
Sebelumnya, dianggap bahwa pasien dengan diabetes tipe 2 memiliki densitas tulang yang lebih
tinggi daripada normal, sehingga risiko kejadian fraktur lebih rendah. Namun ternyata dari
penelitian yang dilakukan, diketahui terjadi peningkatan risiko fraktur, terutama pada tempattempat yang non-vertebra, dan ini tidak tergantung dari umur, indeks massa tubuh dan densitas
tulang pada pasienpasien diabetes ini, dan diperkirakan kejadian fraktur ini berhubungan dengan
komplikasi diabetes, risiko trauma dan terutama; penggunaan obat antidiabetes.
Penelitian terbaru dilakukan oleh dr. Christoph Meier dari Boston University, Massachusetts,
Amerika Serikat. Penelitian yang dilakukan adalah:
Jumlah
Para ahli berpendapat bahwa hingga kini tidak ada konfirmasi dari penelitian-penelitian jangka
panjang mengenai superioritas thiazolidindion dibandingkan dengan OHO lainnya dalam
menurunkan hasil klinik. Oleh karena itu, OHO yang lebih tua (sulfonylurea generasi ke-2 (dan ke-3)
serta metformin diberikan sebagai terapi pilihan pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2, di
mana metformin tetap menjadi first line therapy.