SKENARIO B BLOK 27
Disusun oleh:
KELOMPOK B5
Zahrunisa Al Jannah
04121401007
04121401008
04121401014
04121401017
Ramitha Yulisman
04121401036
Raissa Oslin
04121401039
KM Syarif Azhar
04121401048
04121401065
Ni Komang Leni
04121401069
Abdur Rozak
04121401080
E Jethro Solaiman
04121401087
Muhammad Adil
04121401103
Shobana An Agustin
04121401101
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karuniaNya laporan tutorial skenario B blok 27 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar
tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat
dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok 5 tutorial,
dan juga teman-teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan
laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat
bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Penyusun
Skenario B Blok 27
1 jam sebelum masuk RS, Bujang dianiaya oleh tetangganya dengan menggunakan
sepotong kayu. Bujang pingsan kurang lebih 5 menit kemudian sadar kembali dan
melaporkan kejadian ini ke kantor polisis terdekat. Polisi mengantar Bujang ke RSUD
untuk dibuatkan visum et repertum, di RSUD Bujang mengeluh luka dan memar di
kepala sebelah kanan disertai nyeri kepala hebat dan muntah.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
RR: 28x/menit, Tekanan Darah 130/90 mmHg, Nadi: 50x/menit, GCS: E4 M6 V5, pupil
isokor, reflex cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif.
Regio Orbita: Dextra et Sinistra tampak hematom, sub-conjunctival bleeding (-)
Regio Temporal Dextra: Tampak luka ukuran 6x1 cm, tepi rata, sudut tumpul dengan
dasar fraktur tulang.
Regio Nasal: Tampak darah segar mengalir dari kedua lubang hidung
Tak lama setelah selesai dilakukan pemeriksaan, tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri.
Dari hasil pemeriksaan pada saat terjadi penurunan kesadaran didapatkan:
Pasien mengorok, RR 24x/menit, Nadi 50x/menit, Tekanan Darah 140/90 mmHg,
Pasien membuka mata dengan rangsang nyeri, melokalisir nyeri, dan mengerang dalam
bentuk kata-kata. Pupil anisokor, reflex cahaya pupil kanan negatif, reflex cahaya pupil
kiri reaktif/normal.
Pada saat itu Anda merupakan Dokter jaga UGD di RSUD tersebut dibantu oleh 3 orang
perawat.
Klarifikasi Istilah
Pingsan
Visum et repertum
Luka
Memar
Pupil Isokor
Hematom
Epistaksis
Ngorok
Anisokor
Identifikasi Masalah
1. 1 jam sebelum masuk RS, Bujang 20 tahun dianiaya oleh tetangganya, dipukul
2.
3.
4.
5.
6. Pemeriksaan tambahan ?
Analisis Masalah
1.
Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma
jaringan lunak/otak laserasi, dengan derajat yang bervariasi tergantung pada luas
daerah trauma. Trauma kapitis dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung.
Akibat-akibat dari suatu rudapaksa pada kepala yang sangat dipengaruhi oleh:
Jenis benda (tajam/tumpul) yang mengakibatkan trauma kapitis.
Kecepatan benda tersebut.
Arah benturan, apakah dari arah depan belakang atau dari samping.
Lokasi dan jaringan yang terkena, apakah daerah yang dilalui oleh
udara/pembuluh darah besar/saraf/jaringan otak.
Apakah kepala dalam keadaan diam atau bergerak.
Biomekanika trauma:
Mekanisme trauma pada kasus ini adalah trauma akselerasi dengan jenis lesi
coup dan jenis trauma tumpul.
darah diantara lamina interna kranui dan duramater. Pada awalnya TIK masih
terkompesasi dengan cara bergesernya CSF dan darah vena keluar dari ruang
intrakranial, namun selanjutnya TIK tidak dapat dikompensasi dan menyebabkan
TIK meningkat.
b.
melibatkan
akson-akson,
maka
cedera
ini
juga
dikenal
kerusakan jaringan otak tetapi kontinuitas otak masih utuh, hilangnya kesadaran
Cedera kepala sedang : jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara
penyidik (polisi) kepada dokter menyangkut perlukaan pada tubuh manusia. Visum et
Repertum (VeR) merupakan alat bukti dalam proses peradilan yang tidak hanya
memenuhi standar penulisan rekam medis, tetapi juga harus memenuhi hal-hal yang
disyaratkan dalam sistem peradilan. Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang
dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis
terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia,
berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu
sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP). Penyidik yang dimaksud adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1)
butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik tersebut adalah penyidik
tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa
manusia.
Visum perlukaan :
langsung (pada korban dengan luka ringan)
sementara (korban dengan perawatan lebih lanjut)
lanjutan (setelah korban sembuh/meninggal)
Visum psikiatri
Visum keracunan
Visum jenazah
c.
Syarat pembuat:
- Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
- Di wilayah sendiri
- Memiliki SIP
- Kesehatan baik
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat VeR korban hidup, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat VeR jenazah, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
atas permintaan penyidik tentang apa yang dilihat dan ditemukan terhadap manusia baik
hidup maupun mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia berdasarkan
keilmuannya untuk kepentingan peradilan. Visum et repertum adalah salah satu alat bukti
yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHP
Jenis visum Visum Orang Hidup dan Visum Orang Mati
Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:
1. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa
2. Bernomor dan bertanggal
3. Mencantumkan kata Pro Justitia di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
5. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan
6.
7.
8.
9.
10.
pemeriksaan
Tidak menggunakan istilah asing
Ditandatangani dan diberi nama jelas
Berstempel instansi pemeriksa tersebut
Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum . Apabila ada lebih dari
satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan keduanya
berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et repertum
masing-masing asli
11. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan
disimpan sebaiknya hingga 20 tahun
Dokter
Perawat
Petugas Administrasi
3. Tahapan-tahapan dalam pembuatan visum et repertum pada korban hidup
Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik.
Yang berperan dalam kegiatan ini adalah dokter, mulai dokter umum sampai dokter
spesialis yang pengaturannya mengacu pada S.O.P. Rumah Sakit tersebut. Yang
diutamakan pada kegiatan ini adalah penanganan kesehatannya dulu, bila kondisi telah
memungkinkan barulah ditangani aspek medikolegalnya. Tidak tertutup kemungkinan
bahwa terhadap korban dalam penanganan medis melibatkan berbagai disiplin spesialis.
Penerimaan surat permintaan keterangan ahli/ visum et revertum
Adanya surat permintaan keterangan ahli/ visum et repertum merupakan hal yang
penting untuk dibuatnya visum et repertum tersebut. Dokter sebagai penanggung jawab
pemeriksaan medikolegal harus meneliti adanya surat permintaan tersebut sesuai
ketentuan yang berlaku. Hal ini merupakan aspek yuridis yang sering menimbulkan
masalah, yaitu pada saat korban akan diperiksa surat permintaan dari penyidik belum ada
atau korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan keterangan ahli/ visum et
repertum .
Apabila
tekanan tersebut
mengenai pusat
vagal motor (area
postrema) pada
dasar ventrikel
keempat di
medula bagian
infra tentorial,
dapat
mengakibatkan
refleks muntah
perangsangan
pusat muntah
menyebabkan
kontraksi duodenum dan antrum lambung sehingga tekanan intraabdomen meningkat
peristaltik retrograd lambung terisi penuh dan diafragma naik ke kavitas thoraks
melalui kontraksi kuat otot abdominal peningkatan intrathoraks esofagus membuka
muntah tanpa disertai mual terlebih dahulu.
4. Hasil pemeriksaan:
Vital Sign: RR: 28x/menit, TD: 130/90 mmHg, Nadi: 50x/menit, GCS: E4 M6 V5,
pupil isokor, reflex cahaya: pupil kanan reaktif, pupil kiri reaktif.
Orbita: Hematom dextra et sinistra.
Temporal Dextra: Luka ukuran 6x1 cm, tepi tidak rata, sudut tumpul dengan dasar
fraktur tulang.
Nasal: Epistaksis.
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal hasil pemeriksaan:
i.
Vital sign
No Pemeriksaan
1
fisik
RR : 28 x/mnt
Normal
Interpretasi
16-24
Takipneu,
x/menit
merupakan
untuk
2
menjaga
perfusi
otak
adekuat.
Hipertensi, kompensasi iskemik
otak. Dengan rumus :
CPP = MAP - ICP
Jika
tekanan
intracranial
Peningkatan
menyebabkan
MAP
peningkatan
tekanan darah.
TIK (ICP) kompensasi untuk
mempertahankan
CPPpeningkatan
3
Nadi 50 x/mnt
60-100
MAPhipertensi
Bradikardi, akibat
mmHg
4
5
6
GCS E4M6V5
pupil isokor
reflex cahaya
pupil
E4M6V5
Isokor
: Reaktif
penekanan
merangsang
pusat
inhibisi jantung.
Normal
Normal, N. III normal
Normal, N. III normal
kanan
Orbital
Regio orbita yang tampak hematom bilateral merupakan hal yang tidak normal.
Beberapa penyebab dari perdarahan perioorbita (periorbital ecchymosis) berdasarkan
Health Grades (2014), adalah:
-
Neuroblastoma
Luka Perforasi
Paska Operasi
Amyloidosis
High osteotomy
Migraine
Selain itu, ekimosis periorbita juga dapat disebabkan oleh cedera langsung pada
region periorbita.
Ekimosis periorbita merupakan salah satu manifestasi klinis dari fraktur basis cranii
fossa anterior. Bagian posterior dari fossa anterior dibatasi oleh os. Spenoid, processus
clinoidalis anterior, dan jugum sphenoidalis. Ekimosis periorbita yang terjadi bilateral
disebut brill hematoma atau raccoon eyes. (Japardi, 2004). Ekimosis periorbita atau
disebabkan oleh adanya darah yang mengalir melalui jaringan-jaringan menuju jaringan
di periorbita, sehingga menyebabkan diskolorasi atau perubahan warna pada kelopak
mata atas dan kelopak mata bawah (Somasundaram, et al, 2014).
iii.
Temporal
Pada temporal dijumpai adanya luka ukuran 6x1 cm, tepi rata, sudut tumpul dengan
dasar fraktur tulang terjadi akibat trauma tumpul (menggunakan kayu).
Trauma pada bagian temporal akan menyebabkan terdorongnya unkus medial dan
gyrus hipokampus menuju tentorium menjepit N.III dan secara langsung menekan otak
tengah (midbrain).
iv.
Nasal
Interpretasi: Rhinorrhagia
Mekanisme: Trauma tumpul fraktur basis kranii os. cribiformis merobek pembuluh
darah perdarahan
5. Pasien tiba-tiba tidak sadar, diperiksa:
Snoring, Nadi 50x/menit, TD: 140/90 mmHg, GCS: 10, Pupil anisokor dextra, reflex
cahaya pupil kanan (-)
Mekanisme pingsan kedua
Gejala tersebut menunjukkan adanya lucid interval yaitu tenggang waktu antara
kejadian trauma kapitis dan mulai timbulnya penurunan kesadaran. Lucid interval
merupakan gejala khas pada epidural hematoma (EDH).
Mekanisme pingsan kembali :
Nadi 50x/menit
Aliran darah ke otak berhubungan langsung dengan cerebral perfusion pressure (CPP).
CPP merupakan selisih antara mean arterial pressure (MAP) dan intracranial pressure
(ICP). Oleh karena itu, untuk memenuhi perfusi otak, tekanan darah arteri, yang diwakili
oleh MAP, harus lebih besar dibaandingkan ICP. Ketika tekanan darah arteri lebih kecil
dibandingkan ICP, suatu reflex yang disebut CNS ischemic response, diinisiasi oleh
hipotalamus di otak. Hipotalamus mengaktifkan system saraf simpatis, menyebabkan
vasokonstriksi perifer dan peningkatan cardiac output. Kedua efek ini menyebabkan
peningkatan tekanan darah arteri. Ketika tekanan darah arteri melebihi ICP, aliran darah
menuju otak terpenuhi. Peningkatan tekanan darah arteri akibat CNS ischemic respons
akan menstimulasi baroreseptor di badan carotis, sehingga menurunkan denyut jantung
secara drastis seringkali hingga menjadi bradikardia. Keadaan ini dikenal sebagai
Cushing reflex. Cushing reflex membantu menyelamatkan otak pada saat perfusi buruk.
Akan tetapi, keadaan ini juga merupakan suatu tanda akhir dari peningkatan tekanan
intrakranial dan mengindikasikan akan terjadinya herniasi batang otak. Selain itu,
terdapat istilah lain, yaitu Cushing triad, yang ditandai dengan hipertensi, bradikardia,
dan pernafasan yang irregular pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial.
Temuan ini merupakan manifestasi lain dari Cushing reflex. Respirasi irregular terjadi
karena perfusi yang menurun pada batang otak akibat pembengkakan atau kemungkinan
herniasi batang otak (Bledsoe, 2007).
vii.
viii.
Sistolic
< 120 and
120-139 or
Diastolic
< 80
80-89
140-159 or
160 or
90-99
100
Interpretasi pasien:
Tekanan darah tinggi stage 1
Peningkatan tekanan darah
terjadi sebagai mekanisme
autoregulasi tubuh untuk
mempertahankan CPP
(Cerebral pulse pressure)
CPP = MAP TIK
MAP = 2 SBP + DBP
3
GCS: 10
Skor GCS 10 menunjukkan terjadinya cedera kepala sedang. Hal ini diakibatkan
oleh cedera kepala perdarahan intrakranial massa di intra kranial bertambah
tekanan intrakranial meningkat autoregulasi dengan meningkatkan tekanan darah
tidak ditata laksana dengan sempurna perdarahan semakin banyak herniasi
menekan pusat kesadaran.
ix.
Bersihkan luka pada kepala dan tutup luka dengan kasa atau perban yang bersih.
Pastikan bahwa ventilasi yang adekuat dan oksigenasi tetap berjalan, dan
peralatan penghisap berada pada tempat yang dekat sebagai kesiagaan bila
penderita muntah.
Kembangkan balon pipa endotrakeal untuk memastikan bahwa balon tidak
kesebelah kiri.
Secara visual identifikasi epiglotis dan kemudian pita suara.
Dengan hati-hati masukkan pipa endotrakeal kedalam trakea tanpa menekan gigi
atau jaringan-jaringan di mulut.
Kembangkan balon dengan udara secukupnya agar tidak bocor. Jangan
mengembangkan balon secara berlebihan.
Periksa penempatan pipa endotrakeal dengan cara memberi ventilasi dengan bag
valve tube.
Secara visual perhatikan pengembangan dada dengan ventilasi.
Auskultasi dada dan abdomen dengan stetoskop untuk memastikan letak pipa.
Amankan pipa (dengan plester). Apabila penderita dipindahkan, letak pipa harus
dinilai ulang.
Apabila intubasi endotrakeal tidak bisa diselesaikan dalam beberapa detik atau
selama waktu yang diperlukan untuk menahan napas sebelum ekshalasi, hentikan
percobaan intubasinya, ventilasi penderita dengan alat bag-valve-mask, dan coba lagi.
Penempatan pipa harus diperiksa dengan teliti. Foto toraks berguna untuk
menilai letak pipa, tetapi tidak dapat menyingkirkan intubasi esofageal.
Hubungkan alat kolorimetris CO2 ke pipa endotrakeal antara adaptor dengan alat
ventilasi. Penggunaan alat kolorimetrik merupakan suatu cara yang dapat diandalkan
untuk memastikan bahwa letak pipa endotrakeal berada dalam airway.
Pasang alat pulse oxymeter pada salah satu jari penderita (perfusi perifer harus
masih ada) untuk mengukur dan memantau tingkat saturasi oksigen penderita.
Pulse oxymeter berguna untuk memantau tingkat saturasi oksigen secara terus
menerus dan sebagai cara menilai segera tindakan intervensi.
Pemantauan oksimetri pulsa/pulse oxymetri
Pulse oxymeter didesain untuk mengukur saturasi oksigen dan laju nadi pada
sirkulasi perifer. Apabila menilai hasil pulse oxymeter, nilailah pembacaan pembacaan
awal:
Apakah laju nadi sesuai dengan monitor EKG?
Apakah saturasi oksigen cocok/sesuai?
Apabila pulse oxymeter memberikan hasil yang rendah atau sangat sulit
membaca penderita, carilah penyebab fisiologisnya, jangan menyalahkan alatnya.
Circulation
Akses vena perifer
Pilih tempat yang baik di salah satu anggota badan, misalnya pembuluh di
sebelah depan dari siku, lengan depan, pembuluh kaki (safena).
Pasang turniket elastis di atas tempat punktur yang dipilih.
Bersihkan tempat itu dengan larutan antiseptis.
Tusuklah pembuluh tersebut dengan kateter kaliber besar dengan plastik di atas
HIPOTESIS
Bujang mengalami perdarahan epidural, fraktur basis cranii, dan herniasi otak et causa
ANATOMI KEPALA
1. Kulit Kepala
a. SCALP
Kulit kepala terdiri atas lima lapis, tiga lapisan yang pertama saling
melekat dan bergerak sebagai sebuah unit. Untuk membantu mengingat nama
kelima lapisan kulit kepala tersebut, gunakan setiap huruf dari SCALP (=kulit
kepala) untuk menunjukkan lapisan kulit kepala
Skin : kulit, tebal dan berambut, dan mengandung banyak kelenjar sebacea
Connective tissue : jaringan ikat di bawah kulit, yang merupakan jaringan
lemak fibrosa. Septa fibrosa menghubungkan kulit dengan aponeurosis
m.occipitofrontalis. Pada lapisan ini terdapat banyak pembuluh arteri dan vena.
Arteri merupakan cabang-cabang dari a. carotis externa dan interna, dan
venosus intracranialis.
Pericranium, merupakan periosteum yang menutupi permukaan luar tulang
tengkorak. Perlu diingat bahwa sutura di antara tulang tulang tengkorak dan
dapat menaikkan alis mata seperti pada ekspresi keheranan dan ketakutan.
c. Persarafan Sensorik Kulit Kepala
Truncus utama saraf sensorik terletak pada fascia superficialis. Dari
anterior di garis tengah menuju ke lateral ditemukan saraf-saraf berikut ini :
N.supratrochlearis, cabang dari divisi ophtalmica n.trigeminus,
cabang
dari
divisi
maxillaris
n.trigeminus,
Cabang
terakhirnya
mempersarafi
kulit
daerah
temporal.
opticum.
Dasar fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di lateral dan oleh
lamina cribriformis ossis ethmoidalis di medial. Crista galli adalah tonjolan
tajam ke atas dari os ethmoidale di garis tengah dan merupakan tempat
melekatnya falx cerebri. Di antara crista galli dan crista ossis frontalis terdapat
apertura kecil, yaitu foramen cecum, untuk tempat lewatnya vena kecil dari
mucosa hidung menuju ke sinus sagittalis superior. Sepanjang crista galli
terdapat celah sempit pada lamina cribriformis untuk tempat lewatnya
n.ethmoidalis anterior menuju ke cavum nasi. Permukaan atas lamina
cribriformis menyokong bulbus olfactorius, dan lubang-lubang halus pada
lamina cribrosa dilalui oleh n.olfactorius.
2) Fossa Cranii Media
Fossa cranii media terdiri dari bagian medial yang sempit dan bagian
lateral yang lebar. Bagian medial yang agak tinggi dibentuk oleh corpus ossis
sphenoidalis, dan bagian lateral yang luas membentuk cekungan di kanan dan
kiri, yang menampung lobus temporalis cerebri. Di anterior dibatasi oleh ala
minor ossis sphenoidalis dan di posterior oleh batas atas pars petrosa ossis
temporalis. Di lateral terletak pars squamosa ossis temporalis, ala major ossis
sphenoidalis dan os parietale. Dasar dari masing-masing bagian lateral fossa
cranii media dibentuk leh ala major ossis sphenoidalis dan pars squamosa dan
petrosa ossis temporalis.
Os sphenoidale mirip kelelawar dengan corpus terletak di bagian
tengah dan ala major dan minor terbentang kanan dan kiri. Corpus ossis
sphenoidalis berisi sinus sphenoidalis yang berisi udara, yang dibatasi oleh
membrana mucosa dan berhubungan dengan rongga hidung. Sinus ini
berfungsi sebagai resonator suara. Di anterior, canalis opticus dilalui oleh
n.opticus dan a.ophthalmica, sebuah cabang dari a.carotis interna, menuju
orbita. Fissura orbitalis superior, yang merupakan celah di antara ala major
dan minor ossis sphenoidalis, dilalui oleh n.lacrimalis, n.frontalis, n.trochlearis,
n.oculomotorius, n.nasociliaris, dan n.abducens, bersama dengan v.ophthalmica
superior. Sinus venosus sphenoparietalis berjalan ke medial sepanjang pinggir
posterior ala minor ossis sphenoidalis dan bermuara ke dalam sinus
cavernosus.
Foramen rotundum, terletak di belakang ujung medial fissura orbitalis
superior, menembus ala major ossis sphenoidalis dan dilalui oleh n.maxillaris
dari ganglion trigeminus menuju fossa pterygopalatina. Foramen ovale
terletak posterolateral terhadap foramen rotundum dan menembus ala major
ossis sphenoidalis dan dilalui oleh radix sensorik besar dan radix motorik kecil
dari n.mandibularis menuju ke fossa infratemporalis n.petrosus minus juga
berjalan melalui foramen ini.
Foramen spinosum yang kecil terletak posterolateral terhadap foramen
ovale dan juga menembus ala major ossis sphenoidalis. Foramen ini dilalui
oleh a.meningea media dari fossa infratemporalis menuju ke cavum cranii.
Kemudian arteri berjalan ke depan dan lateral di dalam alur pada permukaan
atas pars squamosa ossis temporalis dan ala major ossis sphenoidalis.
Pembuluh ini berjalan dalam jarak yang pendek, kemudian terbagi dalam
ramus anterior dan posterior. Ramus anterior berjalan ke depan dan atas, ke
angulus anteroinferior ossis temporalis. Di sini, arteri membuat saluran yang
pendek dan dalam, kemudian berjalan ke belakang dan atas pada os parietale.
Pada tempat ini, arteri paling mudah cedera akibat pukulan pada kepala. Ramus
posterior berjalan ke belakang dan atas, melintasi pars squamosa ossis
temporalis untuk sampai os parietale.
Foramen laserum besar dan iregular terletak antara apeks pars petrosa
osis temporalis dan os sphenoidale. Muara inferior foramen laserum terisi
kartilago dan jaringan fibrosa, dan hanya sedikit pembuluh darah melalui
jaringan tersebut dari rongga tengkorak ke leher. Canalis caroticus bermuara
pada sisi foramen lacerum di atas muara inferior yang tertutup. A.carotis
interna masuk ke foramen dari canalis ini dan segera melengkung ke atas untuk
sampai pada sisi corpus ossis sphenoidalis. Di sini, arteri ini membelok ke
depan dalam sinus cavernosus untuk mencapai daerah processus clinoideus
anterior. Pada tempat ini, a.carotis interna membelok vertikal ke atas, medial
terhadap processus clinoideus anterior, dan muncul dari sinus cavernosus.
Lateral terhadap foramen lacerum terdapat lekukan pada apeks pars
petrosa ossis temporalis untuk ganglion temporalis. Pada permukaan anterior
os petrosus terdapat dua alur saraf, alur medial yang lebih besar untuk
n.petrosus major, sebuah cabang n.facialis, dan alur lateral yang lebih kecil
untuk n.petrosus minor, sebuah cabang dari plexus tymphanicus. N. petrosus
major ke dalam foramen lacerum dibawah ganglion trigeminus dan bergabung
dengan n.petrosus profundus (serabut symphatis dari sekitar a.carotis
interna), untuk membentuk n.canalis pterygoidei. N. petrosus minor berjalan ke
depan ke foramen ovale.
N.abducens melengkung tajam ke depan, melintasi apeks os petrosus,
medial terhadap ganglion trigeminus. Di sini, saraf ini meninggalkan fossa
cranii posterior dan masuk ke dalam sinus cavernosus. Eminentia arcuata
adalah penonjolan bulat yang terdapat pada permukaan anterior os petrosus dan
ditimbulkan oleh canalis semicircularis superior yang terletak di bawahnya.
Tegmen tympani adalah lempeng tipis tulang, yang merupakan penonjolan ke
depan pars petrosa ossis temporalis dan terletak berdampingan dengan pars
squamosa tulang ini. Dari belakang ke depan, lempeng ini membentuk atap
antrum mastoideum, cavum tympani dan tuba auditiva. Lempeng tipis tulang
ini merupakan satu-satunya penyekat utama penyebaran infeksi dari dalam
cavum tympani ke lobus temporalis cerebri.
Bagian medial fossa cranii media dibentuk oleh corpus ossis
sphenoidalis. Di depan terdapat sulcus chiasmatis, yang berhubungan dengan
chiasma opticum dan berhubungan ke lateral dengan canalis opticus. Posterior
terhadap sulcus terdapat peninggian, disebut tuberculum sellae. Di belakang
peninggian ini terdapat cekungan dalam, yaitu sella turcica, yang merupakan
tempat glandula hypophisis. Sella turcica dibatasi di posterior oleh lempeng
tulang bersegi empat yang disebut dorsum sellae. Angulus superior dorsum
sellae mempunyai dua tuberculum disebut processus clinoideus posterior,
yang menjadi tempat perlekatan dari pinggir tetap tentorium cerebelli.
3) Fossa Cranii Posterior
Fossa cranii posterior dalam dan menampung bagian otak belakang,
yaitu cerebellum, pons dan medulla oblongata. Di anterior fossa dibatasi oleh
pinggir superior pars petrosa ossis temporalis dan di posterior dibatasi oleh
permukaan dalam pars squamosa ossis occipitalis. Dasar fossa cranii posterior
dibentuk oleh pars basillaris, condylaris, dan squamosa ossis occipitalis dan
pars mastoideus ossis temporalis. Atap fossa dibentuk oleh lipatan dura,
tentorium cerebelli, yang terletak di antara cerebellum di sebelah bawah dan
lobus occipitalis cerebri di sebelah atas.
Foramen magnum menempati daerah pusat dari dasar fossa dan dilalui
oleh medulla oblongata dengan meningen yang meliputinya, pars spinalis
ascendens n.accessories, dan kedua a.vertebralis. Canalis hypoglossi terletak
di atas pinggir anterolateral foramen magnum dan dilalui oleh n.hypoglossus.
Foramen jugularis terletak di antara pinggir bawah pars petrosa ossis
temporalis dan pars condylaris ossis occipitalis. Foramen ini dilalui oleh
struktur berikut ini dari depan ke belakang : sinus petrosus inferior, n.IX, n.X
dan n.XI, dan sinus sigmoideus yang besar. Sinus petrosus inferior berjalan
turun di dalam alur pada pinggir bawah pars petrosa ossis temporalis untuk
mencapai foramen. Sinus sigmoideus berbelok ke bawah melalui foramen dan
berlanjut sebagai v.jugularis interna.
Meatus acusticus internus menembus permukaan superior pars
petrosa ossis temporalis. Lubang ini dilalui oleh n.verstibulocochlearis dan
radix motorik dan senorik n.facialis. Crista occipitalis interna berjalan ke atas
di
garis
tengah,
posterior
terhadap
foramen
magnum,
menuju
ke
protuberantia occipitalis interna. Pada crista ini melekat falx cerebelli yang
kecil, yang menutupi sinus occipitalis.
Kanan dan kiri dari protuberantia occipitalis interna terdapat alur lebar
untuk sinus transversus. Alur ini terbentang di kedua sisi, pada permukaan
dalam os occipitale, sampai ke angulus inferior atau sudut os parietale.
Kemudian alur berlanjut ke pars mastoideus ossis temporalis, dan di sini sinus
transversus berlanjut sebagai sinus sigmoideus. Sinus petrosus superior
berjalan ke belakang sepanjang pinggir atas os petrosus di dalam sebuah alur
sempit dan bermuara ke dalam sinus sigmoideus. Sewaktu berjalan turun ke
foramen jugulare, sinus sigmoideus membuat alur yang dalam pada bagian
belakang os petrosus dan pars mastoideus ossis temporalis. Di sini, sinus
sigmoideus terletak tepat posterior terhadap antrum amstoideum.
3. Meningen
(ruang subdural) yang terletak antara duramater dan araknoid, dimana sering
dijumpai perdarahan subdural.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut
Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan
subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus
dan
Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang
berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat
pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla spinalis
dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan
defisit neurologis yang berat. Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi
koordinasi dan keseimbangan, terletak dalam fosa posterior, berhubungan
dengan medula spinalis, batang otak, dan juga kedua hemisfer serebri.
5. Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh
pleksus
khoroideus
aquaductus sylvii menuju ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari sistem
ventrikel dan masuk ke dalam ruang subaraknoid yang berada di seluruh
permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi
vena melalui vili araknoid.
6.
Tentorium
Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra tentorial
(terdiri atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang
infratentorial (berisi fosa kranii posterior).
TRAUMA KEPALA
A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya
(Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera
mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan
Luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan
jaringa otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.
B. ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas
2 Kecelakaan kerja
3. Trauma pada olah raga
4. Kejatuhan benda
5. Luka tembak
C. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul
setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat
cedera kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis
dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan:
1. Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan
cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan
mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh
peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu
cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
2. Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan
neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera
kepala.
a. Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit
atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio
cerebral maupun hematoma.
b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit
tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau
hematoma intracranial.
3. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
a. Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk
garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak
Geger otak berasal dari benturan kepala yang menghasilkan getaran keras atau
menggoyangkan otak, menyebabkan perubahan cepat pada fungsi otak , termasuk
kemungkinan kehilangan kesadaran lebih 10 menit yang disebabkan cedera pada kepala.
Tanda-tanda/gejala geger otak, yaitu : hilang kesadaran, sakit kepala berat, hilang
ingatan (amnesia), mata berkunang-kunang, pening, lemah, pandangan ganda.
Memar otak lebih serius daripada geger otak, keduanya dapat diakibatkan oleh
pukulan atau benturan pada kepala. Memar otak menimbulkan memar dan pembengkakan
pada otak, dengan pembuluh darah dalam otak pecah dan perdarahan pasien pingsan,
pada keadaan berat dapat berlangsung berhari-hari hingga berminggu-minggu. Terdapat
amnesia retrograde, amnesia pascatraumatik, dan terdapat kelainan neurologis,
tergantung pada daerah yang luka dan luasnya lesi:
a. Gangguan pada batang otak menimbulkan peningkatan tekanan
intracranialyang dapat menyebabkan kematian.
b. Gangguan pada diensefalon, pernafasan baik atau bersifat Cheyne-Stokes,
pupil mengecil, reaksi cahaya baik, mungkin terjadi rigiditas dekortikal (kedua
tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalamsikap fleksi)
c. Gangguan pada mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran menurun
hingga koma, pernafasan hiperventilasi, pupil melebar, refleks cahaya tidak ada,
gerakan mata diskonjugat (tidak teratur), regiditasdesebrasi (tungkai dan lengan
kaku dalam sikap ekstensi).
Hematoma epidural
Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak. Perdarahan ini terjadi
karena terjadi akibat robeknya salah satu cabang arteria meningeamedia, robeknya sinus
venosus durameter atau robeknya arteria diploica. Robekan ini sering terjadi akibat
adanya fraktur tulang tengkorak. Gejala yang dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid
interval (masa sadar setelah pingsan sehingga kesadaran menurun lagi), tensi yang
semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin
bertambah lambat, hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil.
Hematoma subdural
Hematoma intraserebral
Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di dalam jaringan
otak, sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio berat.
Gejala-gejala yang ditemukan adalah :
a. Hemiplegi
b. Papilledema serta gejala-gejala lain dari tekanan intrakranium yang
meningkat.
c. Arteriografi karotius dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri
perikalosa ke sisi kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri serebri
media yang tidak normal.
Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat menimbulkan fraktur
pada dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk rumah sakit dengan kesadaran yang
menurun, bahkan tidak jarang dalam keadaan koma yang dapat berlangsung beberapa
-Epidural
-Subdural
-Sub arachnoid
-Intraventrikuler
b. Malformasi faskuler
-Fistula karotiko-kavernosa
-Fistula cairan cerebrospinal
-Epilepsi
-Parese saraf cranial
-Meningitis atau abses otak
-Sinrom pasca trauma
E. PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan pencegahan
terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma.
Upaya yang dilakukan yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya kecelakaan
lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya cedera seperti
pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman, dan memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yangdirancang
untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi. Dilakukan dengan
pemberian pertolongan pertama, yaitu :
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh tercepat
pada kasus cedera. Guna menghindari gangguan tersebut penanganan masalah
airway menjadi prioritas utama dari masalah yang lainnya. Beberapa kematian
karena masalah airway disebabkan oleh karena kegagalan mengenali masalah airway
yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur
posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri. Pada pasien dengan
penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya gangguan jalan
nafas, selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh
karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara ke
dalam paru. Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang mengancam
airway.
DAFTAR PUSTAKA
1. 2. Arif, et al, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta.
2. Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi,
EGC, Jakarta.
3. Basuki, Endro, Sp.BS,dr; 2003, Materi Pelatihan GELS (General Emergency Life
Support), Tim Brigade Siaga Bencana (BSB), Jogjakarta.
4. Sari, et al. 2005. Chirurgica Re-Package+ Edition. Jogjakarta, Tosca Enterprise.
5. http://www.fleshandbones.com/readingroom/pdf/883.pdf
6. http://www.boa.ac.uk/PDF%20files/NICE/NICE%20head%20injury
%20guidelines.pdf
7. Harsono, 2000. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta, Gajah Mada University
Press.
8. Morales, D. 2005. Brain Contusion. www.emedicine.com
9. McDonald, D.K., 2006. Epidural Hematoma. www.emedicine.com
10. Wagner, A.L., 2005. Subdural Hematoma. www.emedicine.com
11. Gershon, A. 2005. Subarachnoid Hematoma. www.emedicine.com