Anda di halaman 1dari 4

Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB)

Faktor Risiko Presbikusis

Muyassaroh
Departemen Telinga, Hidung, dan Tenggorokan,
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang

Abstrak: Presbikusis merupakan gangguan pendengaran yang disebabkan oleh degenerasi


organ pendengaran dan bersifat progresif simetris bilateral. Pencegahan atau pengurangan
faktor risiko dapat mengurangi angka kejadian presbikusis. Faktor risiko yang dapat
dimodifikasi ialah diabetes melitus, hiperkolesterol, merokok, dan paparan bising. J Indon
Med Assoc. 2012;62:153-6.
Kata kunci: presbikusis, faktor risiko

Risk Factors of Presbycusis


Muyassaroh
Department of Ear, Nose, and Throat,
Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang

Abstract: Presbycusis is a type of hearing impairment caused by progressive bilateral symmetrical degeneration of the auditory organ. Reduction of risk factors can reduce the incidence
of presbycusis. Age, sex, hypertension, diabetes mellitus, hypercholesterolemia, smoking,
and exposure to noise can affect the event of presbycusis. J Indon Med Assoc. 2012;62:153-6.
Keywords: presbycusis, risk factors

Korespondensi: Musyassaroh,
Email: muyastht@gmail.com

J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 4, April 2012

155

Faktor Risiko Presbikusis


Pendahuluan
Presbikusis adalah gangguan pendengaran sensorineural pada usia lanjut akibat proses degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara perlahan dan simetris pada
kedua sisi telinga.1
Etiologi presbikusis belum diketahui secara pasti,
walaupun diduga banyak faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya presbikusis. Faktor tersebut antara lain usia, jenis
kelamin, genetik, hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesterol,
paparan bising, dan merokok.2
Lee dan Kim dalam penelitian sebelumnya menemukan
hubungan antara usia dan jenis kelamin terhadap penurunan
ambang dengar pada usia lanjut. Rata-rata nilai ambang
dengar meningkat 1 dB setiap tahunnya pada usia 60 tahun
ke atas dan terdapat perbedaan penurunan ambang dengar
pada frekuensi 4 dan 8 kHz secara signifikan antara laki-laki
dan perempuan. 3,4 Hipertensi, diabetes melitus, dan
hiperkolesterol secara langsung dapat memengaruhi aliran
pembuluh darah koklea dan menurunkan transportasi nutrisi
yang berakibat degenerasi sekunder pada saraf kranial
kedelapan.5 Mizoue6 melaporkan merokok dan bising secara
signifikan berpengaruh terhadap kurang pendengaran pada
frekuensi tinggi dengan risiko tiga kali lebih besar dibanding
tanpa merokok.
Prevalensi presbikusis bervariasi, biasanya terjadi pada
usia lebih dari 60 tahun. Presbikusis merupakan salah satu
gangguan pendengaran yang menjadi perhatian program
penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian
(PGPKT). Tujuan program tersebut adalah menurunkan
angka kejadian presbikusis sebesar 90% pada tahun 2030.
Diharapkan dengan program tersebut dapat dicegah
peningkatan populasi presbikusis dengan memperhatikan
faktor-faktor risikonya.2
Tujuan artikel ini adalah mengetahui upaya deteksi dini,
diagnosis, dan pencegahan presbikusis melalui pengendalian
faktor risiko agar PGPKT dapat terlaksana dengan baik dan
menurunkan morbiditas akibat presbikusis.
Patogenesis
Presbikusis dapat dijelaskan dari beberapa kemungkinan
patogenesis, yaitu degenerasi koklea, degenerasi sentral, dan
beberapa mekanisme mokuler, seperti faktor gen, stres
oksidatif, dan gangguan transduksi sinyal.
Degenerasi Koklea
Presbikusis terjadi karena degenerasi stria vaskularis
yang berefek pada nilai potensial endolimfe yang menurun
menjadi 20mV atau lebih. Pada presbikusis terlihat gambaran
khas degenerasi stria yang mengalami penuaan, terdapat
penurunan pendengaran sebesar 40-50 dB dan potensial
endolimfe 20 mV (normal-90 mV).7,8
Degenerasi Sentral
Perubahan yang terjadi akibat hilangnya fungsi ner156

vus auditorius meningkatkan nilai ambang dengar atau compound action potensial (CAP). Fungsi input-output dari
CAP terefleksi juga pada fungsi input-output pada potensial
saraf pusat, memungkinkan terjadinya asinkronisasi aktifitas
nervus auditorius dan penderita mengalami kurang
pendengaran dengan pemahaman bicara buruk.9
Mekanisme Molekuler
Faktor Genetik
Strain yang berperan terhadap presbikusis, yaitu
C57BL/6J merupakan protein pembawa mutasi dalam gen
cadherin 23 (Cdh23), yang mengkode komponen ujung sel
rambut koklea.10,11 Pada jalur intrinsik sel mitokondria
mengalami apoptosis pada strain C57BL/6J yang dapat
mengakibatkan penurunan pendengaran.12,13
Stres oksidatif
Seiring dengan pertambahan usia kerusakan sel akibat
stress oksidatif bertambah dan menumpuk selama bertahuntahun yang akhirnya menyebabkan proses penuaan. Reactive oxygen species (ROS) menimbulkan kerusakan mitokondria mtDNA dan kompleks protein jaringan koklea
sehingga terjadi disfungsi pendengaran.14
Gangguan Transduksi Sinyal
Ujung sel rambut organ korti berperan terhadap
transduksi mekanik, merubah stimulus mekanik menjadi sinyal
elektrokimia Gen famili cadherin 23 (CDH23) dan protocadherin 15 (PCDH15) diidentifikasi sebagai penyusun ujung
sel rambut koklea yang berinteraksi untuk transduksi
mekanoelektrikal. Terjadinya mutasi menimbulkan defek dalam
interaksi molekul ini dan menyebabkan gangguan pendengaran.15,16
Diagnosis
A. Anamnesis
Gejala yang timbul adalah penurunan ketajaman
pendengaran pada usia lanjut, bersifat sensorineural, simetris
bilateral dan progresif lambat. Umumnya terutama terhadap
suara atau nada yang tinggi dan kadang disertai tinitus.1
B. Pemeriksaan fisik dan penunjang
Pemeriksaan fisik telinga biasanya normal dan tes penala
didapatkan tuli sensorineural.2 Pemeriksaan timpanometri tipe
A (normal), audiometri nada murni, menunjukkan tuli saraf
nada tinggi, bilateral dan simetris, terdapat penurunan yang
tajam (sloping) setelah frekuensi 2000 Hz dan berangsurangsur terjadi pada frekuensi yang rendah.2 Variasi nilai
ambang audiogram antara telinga satu dengan lainnya pada
presbikusis ini dapat terjadi sekitar 5-10 dB.17 Otoacoustic
emission (OAE) dapat menunjukkan fungsi koklea,
Presbikusis merupakan degenerasi koklea sehingga hasil
yang didapatkan refer (emisi tidak muncul). Pemeriksaan
J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 4, April 2012

Faktor Risiko Presbikusis


BERA pada presbikusis diperlukan apabila kondisi pasien
dengan kesadaran menurun atau terdapat kecurigaan tuli
saraf retrokoklear.18
Faktor Risiko
Presbikusis diduga berhubungan dengan faktor
herediter, metabolisme, aterosklerosis, bising, gaya hidup,
dan pemakaian beberapa obat. Berbagai faktor risiko tersebut
dan hubungannya dengan presbikusis adalah sebagai
berikut. 1
Usia dan Jenis Kelamin
Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun ke
atas. Pengaruh usia terhadap gangguan pendengaran
berbeda antara laki-laki dan perempuan.3,4 Laki-laki lebih
banyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi
tinggi dan hanya sedikit penurunan pada frekuensi rendah
bila dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis
kelamin pada ambang dengar frekuensi tinggi ini disebabkan
laki-laki umumnya lebih sering terpapar bising di tempat kerja
dibandingkan perempuan.4
Sunghee et al. menyatakan bahwa perbedaan pengaruh
jenis kelamin pada presbikusis tidak seluruhnya disebabkan
perubahan di koklea. Perempuan memiliki bentuk daun dan
liang telinga yang lebih kecil sehingga dapat menimbulkan
efek masking noise pada frekuensi rendah. Penelitian di Korea
Selatan menyatakan terdapat penurunan pendengaran pada
perempuan sebesar 2 kHz lebih buruk dibandingkan lakilaki. Pearson19 menyatakan sensitivitas pendengaran lebih
baik pada perempuan daripada laki-laki.
Hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat
resistensi vaskuler yang mengakibatkan disfungsi sel endotel
pembuluh darah disertai peningkatan viskositas darah,
penurunan aliran darah kapiler dan transpor oksigen. Hal
tersebut mengakibatkan kerusakan sel-sel auditori sehingga
proses transmisi sinyal mengalami gangguan yang menimbulkan gangguan komunikasi. Kurang pendengaran sensori
neural dapat terjadi akibat insufisiensi mikrosirkuler pembuluh darah seperti emboli, perdarahan, atau vasospasme. 20
Diabetes melitus
Pada pasien dengan diabetes melitus (DM), glukosa
yang terikat pada protein dalam proses glikosilasi akan
membentuk advanced glicosilation end product (AGEP)
yang tertimbun dalam jaringan dan mengurangi elastisitas
dinding pembuluh darah (arteriosklerosis). Proses selanjutnya adalah dinding pembuluh darah semakin menebal dan
lumen menyempit yang disebut mikroangiopati.21 Mikroangiopati pada organ koklea akan menyebabkan atrofi dan
berkurangnya sel rambut, bila keadaan ini terjadi pada vasa
nervus VIII, ligamentum dan ganglion spiral pada sel
Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan axon maka akan
J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 4, April 2012

menimbulkan neuropati.
National Health Survey USA melaporkan bahwa 21%
penderita diabetik menderita presbikusis terutama pada usia
60-69 tahun. Hasil audiometri penderita DM menunjukkan
bahwa frekuensi derajat penurunan pendengaran pada
kelompok ini lebih tinggi bila dibandingkan penderita tanpa
DM .5
Hiperkolesterol
Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar
lemak dalam darah (dislipidemia) di mana kadar kolesterol
dalam darah lebih dari 240 mg/dL.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan penumpukan
plak/atherosklerosis pada tunika intima. Patogenesis
atherosklerosis adalah arteroma dan arteriosklerosis yang
terdapat secara bersama. Arteroma merupakan degenerasai
lemak dan infiltrasi zat lemak pada dinding pembuluh nadi
pada arteriosklerosis atau pengendapan bercak kuning keras
bagian lipoid dalam tunika intima arteri sedangkan
arteriosklerosis adalah kelainan dinding arteri atau nadi yang
ditandai dengan penebalan dan hilangnnya elastisitas/
pengerasan pembuluh nadi. Keadaan tersebut dapat
menyebabkan gangguan aliran darah dan transpor oksigen.
Teori ini sesuai dengan penelitian Villares22 yang menyatakan
terdapat hubungan antara penderita hiperkolesterolemia
dengan penurunan pendengaran.
Merokok
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida yang
mempunyai efek mengganggu peredaran darah, bersifat
ototoksik secara langsung, dan merusak sel saraf organ
koklea. Karbonmonoksida menyebabkan iskemia melalui
produksi karboksi-hemoglobin (ikatan antara CO dan haemoglobin) sehingga hemoglobin menjadi tidak efisien
mengikat oksigen. Seperti diketahui, ikatan antara hemoglobin dengan CO jauh lebih kuat ratusan kali dibanding dengan
oksigen. Akibatnya, terjadi gangguan suplai oksigen ke organ korti di koklea dan menimbulkan efek iskemia. Selain itu,
efek karmonmonoksida lainnya adalah spasme pembuluh
darah, kekentalan darah, dan arteriosklerotik.23,24
Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea yang diakibatkan oleh merokok menjadi penyebab gangguan pendengaran
pada frekuensi tinggi yang progresif. Pembuluh darah yang
menyuplai darah ke koklea tidak mempunyai kolateral sehingga tidak memberikan alternatif suplai darah melalui jalur lain.24
Mizoue et al.6 meneliti pengaruh merokok dan bising
terhadap gangguan pendengaran melalui data pemeriksaan
kesehatan 4 624 pekerja pabrik baja di Jepang. Hasilnya
memperlihatkan gambaran yang signifikan terganggunya
fungsi pendengaran pada frekuensi tinggi akibat merokok
dengan risiko tiga kali lebih besar.
Riwayat Bising
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan
157

Faktor Risiko Presbikusis


pendengaran tipe sensorineural yang awalnya tidak disadari
karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Faktor
risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah
intensitas bising, frekuensi, lama pajanan per hari, lama masa
kerja dengan paparan bising, kepekaan individu, umur, dan
faktor lain yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut
dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang
diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat.
Hal tersebut dikarenakan paparan terus menerus dapat
merusak sel-sel rambut koklea.25
Kesimpulan
Presbikusis adalah kurang pendengaran sensorineural
pada usia lanjut akibat proses degenerasi, terjadi secara
berangsur-angsur, dan simetris pada kedua sisi telinga.
Kejadian presbikusis dipengaruhi banyak faktor, antara lain
usia, jenis kelamin, genetik, hipertensi, diabetes melitus,
hiperkolesterol, paparan bising, dan merokok. Presbikusis
termasuk gangguan pendengaran yang dapat dicegah dan
diintervensi dengan mengurangi faktor risiko.
Daftar Pustaka
1.

2.

3.
4.

5.
6.

7.

8.

9.

158

Rolland PS, Eaton D, Meyerhoff WL. Aging in the auditory


vestibular system. In: Bailey BJ, editor . Head & Neck Surgery Otolaryngology. 3rd Ed. Philadelphia, USA: Lippincott Williams
and Wilkins; 2001.p.1941-2.
Suwento R, Hendarmin H. Gangguan pendengaran pada geriatri.
Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD,
editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. 6th Ed. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2007.
p. 10-43.
Lee FS, Matthew LJ, Dubno JR, Mills JH. Longitudinal study of
pure-tone thresholds in older persons. Ear Hear. 2005;26:1-11.
Kim SH, Lim EJ, Kim HS, Park JH, Jarng SS, Lee SH. Sex
differences in a cross sectional study of age-related hearing loss
in Korean. Clin Exp Otorhinolaryngol. 2010;3:27-31.
Diniz TH, Guida HL. Hearing loss in patients with diabetes mellitus. Braz J Otorhinolaryngol. 2009;75:573-8.
Mizoue, Miyamoto, Shimizu. Combined effect of smoking and
occupational exposure to noise on hearing loss in steel factory
workers. Occup Environ Med. 2003;60:56-9.
Spiess AC, Lang H, Schulte BA, Spicer SS, Schmiedt RA. Effects
of gap junction uncoupling in the gerbil cochlea. Laryngoscope.
2002;112:1635-41.
Hellstrom LI, Schmiedt RA. Compound action potential input/
output functions in young and quiet-aged gerbils. Hear Res.
1990;50:163-74.
Keithley EM, Canto C, Zheng QY, Fischel-Ghodsian N, Johnson
KR. Age-related hearing loss and the ahl locus in mice. Hear Res.
2004;188:21-8.

10. Ohlemiller KK. Contributions of mouse models to understanding


of age- and noise-related hearing loss. Brain Res. 2006;1091:89102.
11. Someya S, Yamasoba T, Weindruch R, Prolla TA, Tanokura M.
Caloric restriction suppresses apoptotic cell death in the mammalian cochlea and leads to prevention of presbycusis. Neurobiol
Aging. 2007;28:1613-22.
12. Youle RJ, Strasser A. The BCL-2 protein family: Opposing activities that mediate cell death. Nat Rev Mol Cell Bio. 2008;9:4759.
13. Paris JR, Ballay C, Inserra M, Stidham K, Colen T, Roberson J, et
al. Genetic analysis of presbycusis by arrayed primer extension.
Annals of Science & Lab. 2008;38:352-60.
14. Loeb LA, Wallace DC, Martin GM. The mitochondrial theory of
aging and its relationship to reactive oxygen species damage and
somatic mtDNA mutations. Proc Natl Acad Sci USA.
2005;102:18769-70.
15. Kazmierczak P, Sakaguchi H, Tokita J. Cadherin 23 and
protocadherin 15 interact to form tip-link filaments in sensory
hair cells. Nature. 2007;449:87-91.
16. Boeda B, El-Amraoui A, Bahloul A. Myosin VIIa, harmonin and
cadherin 23, three Usher I gene products that cooperate to shape
the sensory hair cell bundle. EMBO J. 2002;21:668999.
17. Gates GA, Mills JH. Presbycusis. Lancet 2005;366: 1111-20.
18. Sjarifudin, Bashirudin J, Alviandi W. Tuli koklea dan tuli
retrokoklea. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti
RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. 6th Ed. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2007. p.
23-30.
19. The sixth report of the joint national committee on prevention,
detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. NIH
Publication November 1997;98-4080.
20. Fernanda M, Lopes A. Relation between arterial hypertension
and hearing loss. Intl Arch Otorhinolaryngol. 2009;13:63-8.
21. Chacra AR. Diabetes mellitus. In: Prado FC, Ramos JA, Borges
DR, Rothschild HA, editors. Tratado de atualizao teraputica.
20th Ed. So Paulo: Artes Mdicas: Cmara Publicadora do Livro;
2001. p. 375-89.
22. Villares M, Carbajo SR, Calvo D, Pello F, Blanco P, Risueno T.
Lipid profile and hearing loss aged related. Nutr Hosp. 2005;20:
52-7.
23. Pengaruh rokok terhadap pendengaran. 2010 [cited 2010 Januari
7) Available from: www. http://forum.upi.edu/v3/index.php
24. Laviolette SR, Kooy VD. The neurobiology of nicotine addiction: bridging the gap from molecules to behavior. Nature Reviews Neuroscience. 2004;5:55-65.
25. Bashirudin J, Soetirto I. Gangguan pendengaran akibat bising.
Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher. 6th Ed. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2007. p. 49-52.
FS

J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 4, April 2012

Anda mungkin juga menyukai