SINDROMA NEFROTIK
Disusun oleh :
AFGHAN GERTA MAJID
1102010009
Kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Pasar Rebo
Pembimbing :
Dr. Hediana F, Sp.A
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama
: An. HM
Umur
BB/TB
: 10,5 kg /72 cm
Jenis Kelamin
: Laki laki
Agama
: ISLAM
Alamat
Masuk RS
No. RM
: 2014-543271
Ibu
Nama
: Tn. Junaedi
Ny. Jumaningsih
Agama
: ISLAM
ISLAM
Pendidikan
: SMP
SMA
Pekerjaan
: supir
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 29 Agustus 2014. Dan 4 September
2014
A. KELUHAN UTAMA
Bengkak pada kaki, tangan, dan kelopak mata sejak 2 hari SMRS
B. KELUHAN TAMBAHAN
Demam (+), batuk berdahak warna hijau, BAK (+) keruh kecoklatan, pusing
disangkal, mual muntah disangkal, BAB normal 1 kali per hari
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pada bulan September 2013, ibu pasien membawa Os ke dokter dengan keluhan
bengkak pada kedua kaki dan kedua mata. Sebelumnya Os mengalami sempat mengalami
demam, batuk, pilek selama 2 hari. Pasien di diagnosa kebocoran ginjal oleh dokter, dan
pasien di rawat di rumah sakit Cideres (Majalengka) selama satu minggu. Keluhan pasien
membaik, tetapi dokter belum mengizinkan pulang. Pasien pulang paksa karena masalah
keuangan.
Pada bulan Januari 2014, Os kembali mengalami bengkak seluruh tubuh dan pasien
datang ke sebuah klinik di Jakarta, dan menjalani rawat jalan dengan dokter umum selama
satu bulan. Setelah itu pasien dirujuk ke dokter spesialis anak, dan diberi obat selama dua
minggu oleh dokter tersebut. Karena keadaan pasien memburuk, maka dokter merujuk pasien
untuk datang ke RSUD Pasar Rebo.
Pada bulan Februari 2014, pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan
bengkak pada seluruh tubuh. Buang air pasien sangat sedikit, warna urin kecoklatan. Diare
lebih dari 5 kali dalam sehari dengan konsistensi cair. Pasien juga mengalami batuk, tetapi
sesak nafas disangkal oleh ibu pasien. Ibu pasien mengaku pasien demam sejak beberapa hari
yang lalu, dan sariawan. Pasien sangat rewel dan tidak mau makan dan minum. Keluhan mual
dan muntah disangkal oleh ibu pasien. Setelah di rawat beberapa hari keluhan Os berkurang
dan bengkak di seluruh tubuh mulai tidak ada
Pada tanggal 29 Agustsus 2014Os datang ke Poli klinik Anak RSUD Pasarebo dengan
keluhan bengkak pada kaki tangan dan kelopak mata. Keluhan tambahan berupa panas, batuk
berdahak berwarna hijau, warna kencing agak kecoklatan, pusing mual muntah disangkal
oleh ibu. Os melakukan pemeriksaan urin dan didapatkan proteinuri +3 namun ibu Os
menolak untuk dirawat saat itu.
Pada tanggal 4 September 2014 Os kembali datang ke RSUD pasarebo dengan
keluhan bengkak seluruh tubuh, keluhan tambahan demam disangkal, mual muntah
disangkal, batuk pilek disangkal, BAB normal agak keras, BAK 1 kali perhari. Ibu Os
memutuskan untuk merawat Os dirumah sakit.
Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Alergi
Difteri
Penyakit
Cacingan
Diare
Jantung
Penyakit
Demam
Kejang
Ginjal
Penyakit
berdarah
Darah
Demam
Kecelakaan
Radang Paru
Morbili
Tuberkulosis
Typhoid
Otitis
Hepatitis (-)
Asma (-)
Hipertensi (-)
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
Keadaan bayi
Praktik bidan
Bidan
Pervaginam
Cukup bulan (39 minggu)
o
Berat lahir
: lupa
o
Panjang
: lupa
o
Lingkar kepala
: lupa
o
Langsung menangis : Ya
o
Nilai APGAR
: lupa
o
Kelainan bawaan
:Kesan: Riwayat kehamilan dan persalinan kurang baik.
G. RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
o Pertumbuhan gigi I : usia 7 bulan (Normal 5-9 bulan)
o Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
o Psikomotor
Tengkurap
: 6 bulan
Duduk
: 8 bulan
Berdiri
: 10 bulan
Berjalan
: 15 bulan
Bicara
: 12 bulan
II
Polio
BCG
DPT
Campak
Imunisasi
Hepatitis B
III
IV
IV
J.
RIWAYAT MAKAN
Pasien mengkonsumsi ASI dari lahir sampai sekarang. Sejak usia 4 bulan pasien
diberi makanan tambahan yaitu promina. Sejak usia 1 tahun 3 bulan pasien
mengkonsumsi makanan keluarga berupa nasi, telur, ayam, tahu, tempe, ikan, dan
sayuran seadanya.
Dilakukan pada tanggal 29 Agustus 2014 dan pada tanggal September 2014 di RSUD
Pasar Rebo, Pukul 16.00 WIB.
Keadaan umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 100/70 mmHg
Nadi
: 100 x/menit
Frekuensi napas
: 33 x/menit
Suhu
: 37 0C
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
septum
deviasi (-)
Mulut
Bibir
Lidah
Tenggorokan
Leher
Toraks
Jantung
Inspeksi
Palpasi
perkusi
Auskultasi
Paru
7
Inspeksi
palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar, undulasi (+)
Perkusi
Auskultasi
Genitalia
Extremitas
Kulit
STATUS GIZI
Klinis: edema (+), tampak kurus Antropometris:
Berat Badan (BB) (dikurangi 20%)
Tinggi/Panjang Badan(TB/PB)
Lingkar kepala
Lingkar lengan atas
Lingkar perut
BB/TB
BMI
Pemeriksaan
laboratorium
29/08
06/09
satuan
Nilai
normal
Hematologi
LED
Hemoglobin
Hematokrit
Laukosit
Eritrosit
Trombosit
51
11,1
33
17,11
4,5
860
mm/jam
gr/dl
%
10^3/UL
Juta/UL
Ribu/UL
<10
10,8-12,8
35-43
5,50-15,50
3,6-5,2
217-497
Hitung jenis
Basofil
Eosinofil
Neutrofil batang
Neutrofil segmen
Limfosit
Monosit
0
3
0
37
53
7
%
%
%
%
%
%
0-1
1-3
3-6
25-60
25-50
1-6
Kimia klinik
Protein total
Albumin
Globulin
SGOT (AST)
SGPT (ALT)
Ureum
Kreatinin
eGFR
4,19
1,37
2,82
34
24
30
0,52
343,7
gr/dl
gr/dl
gr/dl
U/L
U/L
mg/dl
mg/dl
mL/min/1,73
6-8
3,5-5,2
<2
<33
<33
<48
<1
405
m2
mg/dl
9,7
31
19,43
4,2
702
Koleserol total
Urinalisa
Urin lengkap
Makroskopis
Warna
Kejernihan
Kimia urin
Berat jenis
pH
Glukosa
Bilirubin
Keton
Darah
Protein
Urobilinogen
Nitrit
Leukosit esterase
112-203
Kuning
Keruh
Kuning
Jernih
>=1.030
1.015-
6,0
Negatif
Negatif
Negatif
+1
3+
Negatif
Positif
+1
1.025
4,8-7,4
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
10
Sedimen
Leukosit
5-8
/LPB
Lk:0-3
Eritrosit
Silinder
2-3
+
/LPB
Pr:0-5
0-2
granula
halus
+1
Negatif
+1
Sel Epitel
kristal
bakteri
positif
Negatif
V. RESUME
Telah datang ke poliklinik bagian anak RSUD Pasarebo anak laki laki berusia 2 tahun 1
bulan dengan keluhan bengkak di seluruh tubuh disertai batuk (+) berdahak dan demam
selama 2 hari SMRS, BAK berwarna keruh kecoklatan,
Pemeriksaan fisik
KU : Sakit sedang, Kes : CM
TD : 100/70 mmHg, suhu : 37oC
Mata
Abdomen
Genitalia
Ekstremitas
Pemeriksaan laboratorium
Terdapat penurunan Hemoglobin, Hematokrit. Peningkatan leukosit dan trombosit. Urin
berwarna keruh dan di dapatkan proteinuri +3, hematuri +1, leukosit +1, bakteriuri +1, nitrit
+, peningkatan kolesterol dalam darah, penurunan kadar albumin (+)
IX.
PENATALAKSANAAN
Lacto B 2x1
Prednison 2.1.1
Captopril 2x3 mg
Lasix 1x10
X. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad Bonam
Ad fungtionam
: dubia ad malam
Ad sanationam
: dubia ad malam
X. FOLLOW UP
Pemeriksaan
Tanggal
05/09/2014
06/09/2014
08/09/2014
09/09/2014
Bengkak
pada
kelopak
mata,
dan kaki tangan
BAB agak keras,
BAK 2x perhari
Bengkak pada
kelopak mata,
dan kaki tangan
BAB (N), BAK
9x perhari
Bengkak
pada
kelopak mata, dan
kaki tangan sudah
mulai berkurang
BAB
1x
cair
ampas, BAK 7x
perhari
Bengkak
pada
kelopak mata, dan
kaki
tangan
berkurang, BAB 1x
kental, BAK 6x
perhari
KU
Sakit sedang
Sakit sedang
baik
baik
Kesadaran
Compos mentis
Compos
mentis
Compos mentis
Compos mentis
Tanda vital
TD=110/70
mmHg
TD=90/60
Nadi = 128x mmHg
Keluhan
S
TD
=
90/60 TD = 90/60 mmHg
mmHg
Nadi = 100 x /menit
Nadi = 100 x RR = 30 x /menit
12
O
Kepala
Mata
Leher
Paru
Jantung
Abdomen
Extremitas
Diagnosa
Pengobatan
P
/menit
RR = 30 x
/menit
Suhu = 36,4 C
Normocephali
CA -/- , SI -/Udem +/+
KGB
membesar
Suara napas
vesikuler
Rh -/-, Wh -/-
Nadi =110 x
/menit
RR =
30 x
/menit
Suhu =36,4 C
Normocephali
KGB
membesar
Normocephali
CA -/- , SI -/Udem -/-
/menit
RR = 28 x /menit
Suhu = 36,5 C
KGB
membesar
Suara napas
vesikuler
Rh -/-, Wh -/-
Suara napas
vesikuler
Rh -/-, Wh -/-
Suhu = 36,8 C
Normocephali
CA -/- , SI -/Udem -/ KGB membesar
Suara napas
vesikuler
Rh -/-, Wh -/ S1S2 reguler
Murmur (-)
Gallop (-)
S1S2 reguler
Murmur (-)
Gallop (-)
S1S2 reguler
Murmur (-)
Gallop (-)
Datar, Supel
S1S2reguler
BU(+)N, NT(-)
Murmur (-)
Lingkar perut 41
Gallop (-)
cm, edema skrotum
membesar, Supel
Datar, Supel
(-)
BU(+)N, NT(-), membesar,
BU(+)N, NT(-)
Akral hangat
asites, LP 44 cm Supel
Lingkar perut 42 Udem (-)
Edema skrotum BU(+)N, NT(-) cm, edem skrotum BB 8,7 kg
(+)
Asites,
edem (+)
Akral hangat
skrotum (+)
Akral hangat
Udem (+)
Akral hangat
Udem (-)
BB: 10,5 kg
Udem (+)
BB 9,5 kg
BB 10,4 kg
Sindrom nefrotik Sindrom
dependent
nefrotik
steroid
dependent
steroid
Lasix 2x10 mg
Lasix 2x10 mg
Prednison 2.1.1
Prednison 2.1.1
Captopril 2x3mg Captopril2x3mg
(Os
diberikan
furosemid bukan
lasix)
Lacto B 2x1
Lasix 2x10mg
Captopril 2x3mg
Prednison 2.1.1
Lacto B 2x1
Lasix 1x10mg drip
Captopril 2x3mg
Prednison 2.1.1
13
TINJAUAN PUSTAKA
SINDROMA NEFROTIK
DEFINISI
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria masif
(40mg/m2LPB/jam atau rasio proterin / kreatinin pada urin sewaktu >2mg atau dipstik2,5+),
hipoalbuminemia (2,5gr/dL), edema, dan dapat disertai hiperkolesterolemia.
Terdapat beberapa definisi atau batasan yang dipakai pada sindrom nefrotik, antara lain:
14
Remisi
Kambuh
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam
periode 12 bulan.
Kambuh sering
Responsif-steroid
Dependen-steroid
Resisten-steroid
Responder lambat
Nonresponder awal
Nonresponder lambat
Resisten-steroid
terjadi
pada
pasien
yang
sebelumnya
responsif-steroid.
EPIDEMIOLOGI
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai pada
usia 2-7 tahun dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja dan dewasa rasio ini
berkisar 1:1. Di Indonesia dilaporkan 6 kasus per 100.000 anak per tahun.
ETIOLOGI
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
Sindrom nefrotik primer
Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena
sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa
ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom
nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik
yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.
15
Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi reaksi antigen dan
antibody yang larut (soluble) dalam darah. SAAC ini kemudian menyebabkan system
komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC
membentuk deposit yang kemudian terperangkap di bawah epitel kapsula Bowman yang
secara imunofloresensi terlihat berupa benjolan yang disebut HUMPS sepanjang membrane
basalis glomerulus (mbg) berbentuk granuler atau noduler. Komplemen C 3 yang ada dalam
HUMPS ini lah yang menyebabkan permeabilitas membran basal glomerulus (mbg)
terganggu sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat melewati mbg sehingga dapat
dijumpai dalam urin.
Perubahan Elektrokemis
Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga mneimbulkan
proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan terpenting pada glomerulus
berupa gangguan fungsi elektrostatik ( sebagai sawar glomerulus terhadap filtrasi protein )
yaitu hilangnya fixed negative ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat
hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah
seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat keluar bersama urin.
PATOFISIOLOGI
1. PROTEINURIA
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik,
namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat
menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel
kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan
albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus.
Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Edema muncul akibat
rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan
konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.
Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi protein > 50
mg/kgBB/hari atau >40 mg/m2/jam atau secara kualitatif proteinuria +++ sampai ++++. Oleh
karena proteinuria paralel dengan kerusakan mbg , maka proteinuria dapat dipakai sebagai
17
petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus. Jadi yang diukur adalah
Index Selectivity of Proteinuria (ISP).
2. HIPERLIPIDEMIA
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan
aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila
kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus
albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Dikatakan hiperlipidemia karena bukan
hanya kolesterol saja yang meninggi ( kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga beberapa
konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low
Density Lipoprotein(LDL), Very Low Density Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru
meningkat bila plasma albumin < 1gr/100 mL. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu
untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel sel
hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL pleh
lipoprotein lipase. Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini terhambat oleh adanya
hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu menurunnya
aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma
sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urine. Jadi, hiperkolesteronemia ini tidak hanya
disebabkan oleh produksi yang berlebihan , tetapi juga akibat gangguan katabolisme
fosfolipid.
3. HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml.
Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme protein yang
berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan
onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan
menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan
edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi
timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha
kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal.
Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian
18
menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke
ruang interstitial.
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga
produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal
dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan
aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita
sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik
justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan
kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori
ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak
tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan
ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat
overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan
volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai
akibat hipervolemia.
4. EDEMA
Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan
mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu
berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin
merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.3Edema mula-mula nampak pada
kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca sering disertai
edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml.
Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena
edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak dapat menderita PEM.
Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rekstum dan sesak nafas dapat pula terjadi akibat
edema anasarca ini.
GEJALA KLINIS
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak
pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara lambat
19
sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering
bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema
menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).
Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada
pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada
siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada
penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Edema
biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau
GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada
pasien SNKM.
Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal
(SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Edema bersifat menyeluruh,
dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak
dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea.
Akibat edema kulit, anak tampak lebih pucat.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik.
Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus.
Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada
beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik
yang sedang kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati.
Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein
mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid.
Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani. Oleh karena adanya
distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu,
bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus
albumin dan diuretik.
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan
kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang
dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja
pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta
perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak
menjadi terganggu.
20
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International
Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai
tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.
Tanda sindrom nefrotik yaitu :
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam
atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya
mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL.
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.
Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi
pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut
berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar
albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal
meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas
yang normal.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
1) Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,perut, tungkai,
atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat
ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
21
2) Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak
mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan
hipertensi.
3) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin
Medikamentosa
Diuretikum
Kortikosteroid.
International cooperative study of kidney disease in children (ISKDC)
mengajukan cara pengobatan sebagai berikut : (
a. Selama 28 hari prednison di berikan peroral dengan dosis 60 mg/hari dengan
maksimum 80 mg/hari
b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison peroral selama 28 hari dengan dosis
40 mg/ hari/ luas permukaan badan, setiap 3 hari dalam 1 minggu dengan
dosis maksismum 60 mg/hari. Bila respon terhadap b maka pengobatan ini di
lanjutkan secara intermitten selama 4 minggu
Lain lain (pungsi asites, pungsi hidrotoraks, bila gagal jantung berikan digitalis)
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m 2/hari dengan dosis
maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar
40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu
setelah itu pengobatan dihentikan.
CD =4 minggu
AD/ID =4 minggu
Tapp.off(remisi)
Stop
Mg 1
5
Remisi
8
Remisi
23
ID = Intermittent day : prednisone 40mg/m2/hari atau 2/3 dosis CD,diberikan 3 hari berturut
turut dalam 1 minggu
AD = Pemberian prednisone berselang-seling sehari
1.
Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Protein 1-2
gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberi protein 0,5-1 gr. Kalori
rata-rata 100 kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila tanpa edema,
diberi 1-2 mg/hari. Pembatasan cairan bila terdapat gejala-gejala gagal ginjal.
Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien
konsentrat.
Berantas infeksi.
Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Metode
yang lebih efektif dan fisiologik untuk mengurangi edema ialah merangsang
diuresis dengan pemberian albumin (salt poor albumin) 0,5-1 mg/kgBB selama 1
jam disusul kemudian oleh furosemid IV 1-2 mg/kbBB/hari. Pengobatan ini dapat
diulang setiap 6 jam kalau perlu. Diuretik yang biasa dipakai ialah diutetik jangka
pendek seperti furosemid atau asam etakrinat. Jika ada hipertensi, dapat
ditambahkan obat antihipertensi.
2.
Terapi prednison sebaiknya baru diberikan SEGERA setelah diagnosis sindrom nefrotik
ditegakan.
A.
B.
Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.
Perbaiki keadaan umum penderita.
Cara pemberian pada relapse seperti pada serangan I, hanya CD diberikan sampai
remisi (tidak perlu menunggu sampai 4 minggu)
CD
AD/ID
Tapp.Off
24
Stop
Mg1
Remisi
4
Remisi
CD pred
ID pred
1
1
2
3
4
5
6
7
8
Remisi (-)
Setelah 8 minggu pengobatan prednisone tidak berhasil, pengobatan selanjutnya
dengan gabungan imunosupresan lain ( endoxan secara CD dan prednisone 40 mg/m 2/hr
secara ID)
Sindrom Nefrotik Frequent Relapser : initial responder yang relaps >= 2 kali dalam
waktu 6 bulan pertama.
CD imunosupresan + CD prednisone 0,2 mg/kg/hr
1
2
Diberikan
3
4
5
6
7
8
kombinasi pengobatan imunosupresan
lain
dan
prednisone
0,2
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m 2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m 2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m 2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m 2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison
diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m 2/48
jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10
mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan.
Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons
terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra
steroid atau untuk biopsi ginjal.
KOMPLIKASI
Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang menyebabkan
hipovolemi berat sehingga terjadi syok.
Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
26
P.Cohen,
MD.
Nephrotic
Syndrome.
Available
From
URL
http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview
27