Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Umum
Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari Provinsi Gorontalo
yang luas wilayahnya 64,79 km atau sekitar 0,58 % dari luas Provinsi Gorontalo.
Jumlah penduduk Kota Gorontalo sebesar 194.153 jiwa dengan kepadatan
penduduk mencapai 2.996 jiwa/km. Secara geografis wilayah Kota Gorontalo
terletak antara 000 28 17- 000 35 56 utara (LU) dan 1220 59 44-1230 05
59 bujur timur (BT) dengan batas-batas sebagai berikut :
Batas utara

: Kecamatan Bolango utara Kabupaten Bone Bolango

Batas timur

: Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango

Batas selatan : Teluk Tomini


Batas barat

: Kecamatan Telaga dan Batudaa Kabupaten Gorontalo

Kota Gorontalo terdiri dari 9 Kecamatan dengan 50 Kelurahan yaitu :


1. Kecamatan Kota Barat

: 7 Kelurahan

2. Kecamatan Dungingi

: 5 Kelurahan

3. Kecamatan Kota Selatan : 5 Kelurahan


4. Kecamatan Kota Tengah : 6 Kelurahan
5. Kecamatan Kota Timur

: 6 Kelurahan

6. Kecamatan Kota Utara

: 6 Kelurahan

7. Kecamatan Sipatana

: 5 Kelurahan

8. Kecamatan Dumbo Raya : 5 Kelurahan


9. Kecamatan Hulondalangi : 5 Kelurahan

37

Berdasarkan hasil observasi awal di Kota Gorontalo terdapat 22 Sekolah


Menengah Pertama, dari 22 Sekolah tersebut terdapat 6 Sekolah yang menjual
minuman olahan berwarna kuning. Adapun alamat dari 6 Sekolah Menegah
Pertama tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1 Nama Sekolah Menegah Pertama di Kota Gorontalo yang dijadikan
Lokasi Penelitian
No

Nama Sekolah Menegah


Pertama

Lokasi

1
SMP 1
2
SMP 2
3
SMP 3
4
SMP 6
5
SMP 7
6
MTS N
Sumber : Data Primer 2013

Kecamatan Kota Selatan


Kecamatan Kota Selatan
Kecamatan Kota Tengah
Kecamatan Kota Selatan
Kecamatan Kota Selatan
Kecamatan Kota Utara

Dilihat dari semua lokasi sekolah yang terletak berseberangan dengan


jalan yang menjadi akses utama bagi siswa untuk masuk sekolah dan keluar disaat
pulang sekolah menjadikan tempat tersebut strategis untuk para penjaja makanan
yang menjajakan makanannya di depan sekolah. Hal ini memungkinkan setelah
pulang sekolah dengan berbagai jenis jajanan yang dijual didepan sekolah
termasuk minuman olahan menjadi daya tarik siswa untuk membeli. Sehingga
para penjaja makanan lebih cenderung memilih Sekolah Menengah Pertama yang
ada di perkotaan dibandingkan yang ada di pedesaan.

38

Tabel 4.2 Jumlah Sampel di 6 Sekolah Menengah Pertama Kota Gorontalo


Jumlah pedagang dan sampel
di 6 Sekolah
No
Keterangan
Jumlah
Jumlah
penjual
sampel
1
SMP 1
2
3
Minuman sirup dan es
mambo
2
SMP 2
2
3
Minuman sirup
3
SMP 3
1
2
Minuman sirup
4
SMP 6
2
2
Minuman sirup
5
SMP 7
1
1
Minuman sirup
6
MTs N
1
1
Minuman sirup
9
12
Sumber : Data Primer 2013
Nama Sekolah
Menengah
Pertama

4.2 Hasil Penelitian


4.2.1

Distribusi penjual berdasarkan umur


Penjual minuman olahan sirup yang ditemukan pada setiap lokasi

merupakan penjual tetap atau penjual yang telah lama berjualan. Distribusi
penjual jajanan minuman olahan di Sekolah Menegah Pertama Kota Gorontalo
berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.3 Disribusi frekuensi responden berdasarkan kelompok umur
Kelompok umur
n
%
(tahun)
35 40
5
41,7
41 46
2
16,7
47 52
4
33,3
53 - 58
1
8,3
12
100,0
Sumber : Data Primer 2013
Pada tabel menunjukkan bahwa sebanyak 5 responden (41,7 %) yang
berumur 35-40 tahun, sebanyak 2 responden (16,7%) yang berumur 41-46 tahun,
sebanyak 4 responden (33,3%) yang berumur 47-52 tahun dan 1 responden (8,3%)
yang berumur 53-58 tahun.

39

4.2.2

Distribusi penjual berdasarkan jenis kelamin


Distribusi frekuensi menurut jenis kelamin penjual minuman olahan di

Sekolah Menegah Pertama dapat dilihat pada tabel berikut.


Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin

Laki-laki
Perempuan

1
11
12

8,4
91,6
100,0

Sumber : Data Primer 2013


Pada tabel 4.3 bahwa hanya 1 orang (8,4%) responden adalah berjenis
kelamin laki-laki dan sebanyak 11 orang (91,6%) responden yang berjenis
kelamin perempuan. Jumlah tertinggi responden lebih banyak perempuan
dibandingkan laki-laki.
4.2.3

Distribusi penjual berdasarkan tingkat pengetahuan


Distribusi frekuensi menurut pendidikan terakhir responden di Sekolah

Menengah Pertama, dapat dilihat pada tabel berikut.


Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan
Pendidikan Terakhir

SD
SMP
SMA

2
9
1
12

16,6
75
8,4
100,0

Sumber : Data Primer 2013


Pada tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 9 orang (75%) yang
berpendidikan SMP, 2 orang (16,6%) yang menamatkan pendidikan hingga SD,
dan 1 orang (8,4%) yang pendidikan terakhirnya hingga SMA.
40

Hasil pemeriksaan Laboratorium Badan Pengawasan Obat dan Makanan


(BPOM) Kota Manado, pada jajanan minuman olahan yang berwarna kuning di
Sekolah Menegah Pertama Kota Gorontalo diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.6 Hasil identifikasi kualitatif Methanil Yellow pada minuman olahan sirup
berwarna kuning di Sekolah Menegah Pertama Kota Gorontalo
Hasil perbandingan baku methanil
yellow dengan hasil sampel
Sampel
(+) jika
Minuman
Keterangan
ditemukan
Olahan
Hasil Sampel
(-) jika tidak
ditemukan
1
Kuning pendar
Memenuhi Syarat
2
Kuning pendar
Memenuhi Syarat
3
Putih pucat
Memenuhi Syarat
4
Kuning pucat
Memenuhi Syarat
5
Putih bening
Memenuhi Syarat
6
Kuning telur
Memenuhi Syarat
7
Orens bening
Memenuhi Syarat
8
Orens bening
Memenuhi Syarat
9
Kuning bening
Memenuhi Syarat
10
Orens bening
Memenuhi Syarat
11
Kuning orens
Memenuhi Syarat
12
Kuning bening
Memenuhi Syarat
Sumber : Data Diperoleh Dari Laboratorium BPOM Manado
Dilakukan pengujian terhadap sampel minuman olahan sirup berwarna
kuning untuk melihat ada atau tidak kandungan pewarna sintetis methanil yellow
pada sampel minuman olahan dengan menggunakan metode Ekstraksi. Analisis
yang dilakukan dilaboratorium adalah analisis kualitatif yaitu mengidentifikasi
pewarna pada pangan sampel minuman yang diuji. Pada tahap pengujian kualitatif
dengan metode ekstraksi, sampel minuman dimasukkan 30 ml kedalam corong
pisah, kemudian menambahkan 6 ml larutan natrium hidroksida 10% b/v dan 60
ml larutan natrium klorida 20%, diekstraksi 2 kali, setiap kali dengan 25 ml amil
alcohol. Kumpulkan ekstrak amil alcohol dan diekstraksi sebanyak 2 kali, setiap

41

kali ekstraksi dengan 5 ml campuran ammonia-air (1:9) dan setelah itu air cuci
dibuang. Pada masing-masing larutan uji dan larutan baku ditambahkan 2 ml HCL
pekat untuk mengidentifikasi perubahan warna sebagai penentuan ada tidaknya
kandungan pewarna methanil yellow pada sampel uji yang apabila sampel uji
berubah warna menjadi ungu maka sampel mengandung methanil yellow.
Bahan baku methanil yellow yang dijadikan pembanding mengalami
perubahan warna ungu, ini mengindikasikan bahwa sampel yang akan diuji jika
terjadi perubahan warna menjadi ungu maka sampel tersebut positif mengandung
methanil yellow. Setelah diuji Didapatkan hasil negative (-) pada semua sampel.
Ini dikarenakan hasil yang di dapat menunjukkan perbedaan warna pada sampel
hasil uji dengan warna baku pembanding methanil yellow seperti pada tabel 4.5,
Sehingga dapat diartikan keseluruhan sampel yang diuji tidak ditemukan pewarna
terlarang methanil yellow.
Perubahan warna ungu yang menjadi dasar dari hasil pengujian zat
pewarna sintetis methanil yellow, bahwa lebih tinggi kadar zat pewarna yang
digunakan maka akan semakin berwarna ungu hasil yang didapatkan. Perubahan
warna ini merupakan hasil dari pelarutan zat yang ditambahkan dalam
mengidentifikasi zat pewarna sehingga menghasilkan warna ungu yang menjadi
penentuan dalam hasil pengujian (Astuti, 2012).
4.3 Pembahasan
4.3.1 Karakteristik responden
Pengambilan sampel di 6 Sekolah dengan jumlah 12 sampel selama 1 hari,
dalam pengambilan sampel ada beberapa penjual yang tidak bersedia,

42

penyebabnya penjual tidak ingin sampel minuman yang dijualnya untuk diperiksa.
Dengan alasan penjual tersebut, lebih diduga adanya zat pewarna yang
digunakannya seperti pewarna sintetis methanil yellow. Dari hasil laboratorium
negative (-) maka diduga adanya zat pewarna lain yang digunakan seperti zat
pewarna yang dizinkan yaitu sunset yellow yang pernah ditemukan pada makanan
jajanan nasi kuning. Dalam wawancara yang dilakukan, beberapa penjual tidak
mengetahui Bahan-bahan Tambahan Pangan (BTP) seperti pewarna Methanil
yellow dan Rhodamine B. Meskipun banyak informasi mengenai pangan di media
televisi dan koran, penjual tetap tidak memahami dikarenakan tingkat
pengetahuan serta pendidikan yang hanya Sekolah Menengah Pertama (SMP)
membuat beberapa penjual tetap santai dalam menjual meskipun tidak berbekal
pengetahuan.
Penjual biasanya membeli bahan baku untuk minuman di pasar yang lebih
mudah dijangkau dan bahan-bahan yang dijual dipasar tradisional lebih murah
dibandingkan pasar modern. Dengan hasil yang didapatkan negative (-) bahwa
bahan baku methanil yellow masih jarang didapatkan dipasaran, melihat semua
penjual lebih banyak memilih pasar sebagai pusat pembelian kebutuhan. Penjual
juga biasanya lebih mencari kemudahan dalam menjual dengan membeli bahanbahan yang memang telah tersedia dipasaran dari pada bahan-bahan yang sulit
didapatkan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 9 pedagang yang berbeda, pada
dasarnya dengan tingkat pendidikan yang rata-rata Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dimana tingkat pengetahuan mereka masih sangat minim, karena

43

umumnya para penjual minuman olahan tidak mengetahui secara spesifik


mengenai zat pewarna yang dijual dipasaran seperti Methanil Yellow dan
Rhodamin B. Walaupun dari laboratorium hasil yang didapatkan negative (-) hal
ini disebabkan karena penjual minuman bukan tidak menggunakan pewarna
sintetis methanil yellow, akan tetapi bahan-bahan yang digunakan atau
dicampurkan dalam minuman jajanan biasanya didapatkan langsung dipasaran
dan tidak menutup kemungkinan adanya zat pewarna lain yang digunakan penjual
dalam minuman apabila tersedia bahan bakunya.
Pengambilan sampel di 6 Sekolah yaitu sampel sirup dan es mambo yang
berwarna kuning. Pada masing-masing Sekolah ada yang menjual lebih dari 1
minuman sirup seperti SMP 1, SMP 2, SMP 3 dan SMP 6. Sampel minuman sirup
ini tersaji dalam bentuk cair dan padat dan telah didinginkan dalam kotak
pendingin. Sampel dalam bentuk padat seperti es mambo, sebelum di bawa ke
Laboratorium Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sampel padat
dicairan terlebih dahulu kemudian dituang dalam botol kaca yang berwarna gelap.
Penjual minuman olahan, dapat dilihat pada tabel 4.4 dari beberapa
penjual terdapat 1 penjual yang berjenis kelamin laki-laki dan lainnya berjenis
kelamin perempuan. Perbedaan pengetahuan antara laki-laki dan perempuan
tentang sistem penjualan sangat jauh berbeda, dimana laki-laki lebih santai dan
hanya sekedar mengawasi barang-barang yang dijual seperti minuman. Untuk
perempuan dalam hal menjual lebih banyak mengawasi dan lebih mengetahui
serta bahan-bahan apa saja yang digunakan, seperti perempuan lebih mengetahui

44

cara-cara pembuatan serta pencampuran bahan-bahan dalam pembuatan minuman


sirup yang akan dijual.
Bahan-bahan seperti pewarna dan pengawet paling banyak dijual dipasar
tradisional dibandingkan dengan pasar modern, dilihat dari pasar tradisional
merupakan fasilitas umum dan tempat menjual semua bahan-bahan baku makanan
dan minuman jajanan yang diperjual belikan secara bebas. Setiap bahan yang
dijual tidak semua bisa didapatkan secara langsung dan cepat, banyak pedagang
hanya melakukan pemesanan bahan baku apabila ada konsumen yang
membutuhkan dalam jumlah besar/banyak. Banyak industri kecil lebih memilih
pasar sebagai tempat untuk membeli bahan-bahan baku dibandingkan dengan
tempat-tempat yang sulit didapatkan (Supraptini, 2009).
Hasil yang negative (-) dari laboratorium sebagaimana penelitian
sebelumnya yang dilakukan Sigar dan Yudhistira (2012) di Kota Manado, dari 18
sampel sirup yang diuji tidak teridentifikasi adanya zat pewarna methanil yellow,
maka semua sampel dapat dikatakan bebas dari kandungan pewarna sintetis. Dari
beberapa penjual terdapat satu penjual yang lebih memikirkan kesehatan, karena
minuman yang dikonsumsi kebanyakan oleh anak-anak sekolah, dalam hal ini
berdasarkan penelitian dari Jusniar (2009) bahwasannya untuk beberapa penjual
dilingkungan sekolah, dalam menjajakan minuman hanya melihat dari segi
kesehatannya dan tidak mencari keuntungan melihat jajanan yang dijual lebih
banyak dikonsumsi oleh anak sekolah dibandingkan orang dewasa.
Rendahnya pengetahuan penjual minuman olahan terhadap zat pewarna
sintetis methanil yellow dapat dilihat berdasarkan tingkat usia, dimana rata-rata

45

penjual minuman olahan berusia 35-40 tahun dan 47-50 tahun dengan jenis
kelamin perempuan, bahwa usia yang lebih tinggi pengetahuan yang didapat jauh
lebih sedikit dibandingkan yang berusia 30 tahun lebih rendah. Tingkat
pengetahuan mengenai bahan-bahan berbahaya lebih umum diketahui oleh remaja
dari pada orang yang berusia lebih tinggi seperti 40 tahun keatas yang lebih
menggunakan cara-cara yang praktis seperti bahan-bahan yang mudah didapat dan
tidak memakan biaya relative mahal.
Pengelompokkan usia dewasa awal dengan usia 18-40 tahun lebih
memiliki produktivitas tinggi. Usia dewasa memungkinkan mempunyai
pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang lebih baik dari pada usai lebih
tinggi/tua karena pengalaman dalam memperoleh akses informasi lebih banyak,
baik televisi, radio dan majalah/koran maupun media lainnya, namun pada usia
lebih tinggi memiliki kemungkinan kekurangan informasi tentang pengetahuan
pangan sehingga dapat mempengaruhi cara berpikir, bertindak dan emosi
(Nasution, 2009).
Hasil wawancara dengan 9 penjual, kebanyakan penjual yang berusia
tinggi tidak mengetahui tentang bahan-bahan pangan seperti pewarna dan
pengawet. Beberapa penjual berpendapat bahwa bahan-bahan yang akan
dicampurkan dalam minuman olahan yang dibuat seperti sirup A,B,dan C serta
pemanis dibeli langsung dipasaran. Penjual biasanya lebih fokus dalam menjual
dibandingan mencari tahu informasi mengenai bahan-bahan tambahan pangan.
Pewarnanan makanan dan minuman yang biasa dicampurkan kedalam
berbagai jenis minuman, terutama berbagai produk jajanan pasar serta berbagai

46

makanan dan minuman olahan yang dibuat oleh industri kecil atau industri rumah
tangga. Dengan secara sengaja maupun tidak sengaja lebih banyak digunakan oleh
industri besar (Walangadi, 2012). Dalam pengunaan bahan-bahan pewarna oleh
industri kecil seperti penjual makanan dan minuman olahan dikantin-kantin
sekolah tanpa memikirkan efek negative terhadap konsumen terutama anak
sekolah yang sering mengkonsumsi dapat menurunkan tingkat prestasi belajar
anak-anak disekolah pada umumnya (Akbari, 2012).
Meskipun demikian, penggunaan zat-zat berbahaya sepertinya tak
terelakkan dalam pangan makanan dan minuman. Oleh sebab itu, konsumen harus
tahu dan mengerti zat apa saja yang masih diperkenankan untuk dikonsumsi atau
yang dilarang karena berdampak buruk terhadap kesehatan, serta dapat
meningkatkan angka kasus keracunan bahan-bahan kimia berbahaya diindonesia
(Arisman,2008).
Dilihat dari faktor perilaku, pada dasarnya perilaku masyarakat merupakan
suatu kebiasaan yang menunjuk pada tindakan secara otomatis dilakukan penjual
pada keadaan tertentu dengan dasar pemikiran yang sangat terbatas. Penjual lebih
cenderung menjual jajanan yang lebih banyak dikonsumsi sehingga tidak
mendapatkan kesulitan dalam menjual, seperti menggunakan bahan baku yang
mudah dijangkau. Pada umumnya penjaja minuman olahan menyadari akan
dampak penggunaan zat kimia berbahaya untuk lebih spesifik dalam zat pewarna
sintetis seperti methanil yellow penjual masih sangat minim dalam pengetahuan.
Dalam penggunaan nya harus ada sifat kehati-hatian saat mengkonsumsi minuman
olahan, karena apabila pewarna sintetis mudah didapati dipasaran akan mungkin

47

digunakan untuk dicampurkan dalam minuman olahan yang dijajakan


dilingkungan sekolah.
Maraknya fenomena peredaran bahan kimia berbahaya dapat menjadi
masalah bagi keamanan pangan khususnya pangan jajanan anak sekolah.
Banyaknya penjual minuman olahan di sekolah-sekolah dengan berbagai jenis
warna yang dapat menarik anak-anak untuk membeli, sangat diperlukan tingkat
kewaspadaan dalam mengkonsumsi minuman olahan yang berwarna mencolok
karena dapat berdampak tidak baik bagi kesehatan apabila sering dikonsumsi
setiap hari. Makanan dan minuman yang paling banyak menjadi penyebab
gangguan kesehatan adalah dikantin-kantin kampus dan sekolah (Rahayu, 2002).
Efek yang tidak baik dapat mengganggu fungsi kerja dalam tubuh pada anak-anak
sekolah yang masih sangat rentan terhadap penyakit lebih utamnya terhadap zatzat berbahaya yang masuk dalam tubuh manusia.
4.3.2 Hasil uji identifikasi methanil yellow
Pengujian laboratorium Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Manado, maka hasil yang didapatkan pada sampel minuman olahan yang
berwarna kuning menunjukkan nilai Negative (-) atau tidak teridentifikasi zat
pewarna sintetis Methanil Yellow. Hasilnya sesuai dengan yang dilakukan Akbari
(2012) dari 20 sampel yang di uji pada jajanan anak sekolah dasar kencana juga
tidak ditemukan mengandung zat methanil yellow. Tidak adanya zat pewarna
methanil yellow pada minuman olahan tersebut mungkin dikarenakan bahan baku
dari zat pewarna ini sulit untuk didapatkan. Namun, diduga adanya kandungan zat
pewarna lainya pada 12 sampel tersebut yang dapat membahayakan bila sering

48

mengkonsumsinya, seperti zat pewarna yang diizinkan Sunset yellow yang pernah
ditemukan pada makanan nasi kuning di Sekolah Dasar Kota Gorontalo. Dalam
hal ini zat pewarna sunset yellow telah dijual dipasaran.
Berdasarkan Tingkat pengetahuan yang telah diuraikan pada tabel 4.5 di
atas bahwa dilihat dari harga minuman yang dijual relatif murah memungkinkan
penjual minuman olahan tersebut menggunakan pewarna jenis lain pada minuman
olahannya. Penelitian yang dilakukan Nasution (2009) sebanyak 44,6% penjual
Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang menambahkan Bahan Tambahan
Pangan ke dalam makanan/minuman yang dijual, dan 61,9% penjual PJAS
membeli Bahan Tambahan Pangan (BTP) di warung, dan hampir 70,0% penjual
PJAS memakai penyedap rasa.
Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan campuran dalam
pangan untuk mengubah makanan dan minuman seperti bentuk, tekstur, warna,
rasa, kekentalan, aroma, pengawet serta untuk mempermudah proses pengolahan.
Salah satu Bahan Tambahan Pangan yang sering digunakan pada pangan adalah
pewarna, baik pewarna alami maupun buatan. Pewarna sintetis Methanil Yellow
umumnya merupakan pewarna sintetis yang dilarang penggunaanya oleh
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88, karena merupakan
pewarna tekstil dan dilarang keras dalam obat, kosmetik, makanan dan minuman.
Dampak yang terjadi akibat penggunaan zat pewarna Methanil Yellow dapat
berupa iritasi pada saluran pernapasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan
bahaya kanker dan kandung kemih (Purba, 2009).

49

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat


dan Makanan (BPOM) Pusat pada 195 sekolah di 18 provinsi diantaranya
Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, dan Denpasar sebanyak 861 sampel yaitu
minuman ringan, es sirup, saos, kerupuk dam makanan gorengan. Hasil uji
analisis menunjukkan bahwa 46 sampel minuman sirup mengandung Amaranth
dan 8 sampel minuman sirup dan minuman ringan mengandung methanil yellow.
Penelitian secara kualitatif yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Medan,
dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Kertas diperoleh hasil
bahwa dari 20 sampel yang terdiri dari 10 minuman sirup dan 10 sirup yang
diperiksa bahwa semua sampel minuman mengandung pewarna sintetis yang
dilarang.
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Badan pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) RI dibeberapa sekolah dasar di 18 provinsi dengan hasil
positive (+) mengandung methanil yellow, pada Provinsi Gorontalo berdasarkan
hasil wawancara telah melakukan pengawasan terhadap pengunaan zat-zat kimia
berbahaya seperti pewarna dan pengawet pada tiap terjadi kasus keracunan, saat
bulan puasa maupun sebelum terjadi kasus. Hanya saja pada saat pemeriksaan
sampel dari BPOM, sampel yang dikumpulkan kebanyakan yang berlabel
kadangkala juga sering diuji sampel yang tidak berlabel pada saat bulan puasa
dilihat banyaknnya aneka jenis kue dan minuman olahan yang dijual siap saji
disetiap tempat. Dengan tidak ditemukan methanil yellow pada minuman olahan
sirup di beberapa Sekolah Menegah Pertama Kota Gorontalo dapat diartikan
bahwa tingkat pengawasan terhadap Bahan Tambahan Pangan yang dilarang

50

penggunannya telah terlaksana dengan baik, dampak dari penggunaan bahanbahan kimia yang berbahaya sangat tidak baik bagi kesehatan terutama
penggunaan methanil yellow yang sering dikonsumsi dapat menimbulkan tumor
dalam berbagai jaringan hati, kandung kemih, saluran pencernaan atau jaringan
kulit serta dampaknya bagi kesehatan lingkungan yaitu limbah dengan pewarna
sintetis dapat mencemari sumber-sumber air warga, baik yang dibuang ke sungai,
atau yang dibuang ke tanah karena akan mudah masuk ke sumur.
Pewarna methanil yellow yang tidak di dapati atau dengan hasil negative(-)
diharapkan dapat bertahan dari tahun 2013 sampai tahun berikut-berikutnya
sehingga di Provinsi Gorontalo dapat terbebas dari angka keracunan zat-zat
berbahaya dan anak-anak sekolah sebagai generasi penerus bangsa dapat terus
berkembang dan berprestasi tanpa ada sentuhan penyakit-penyakit akibat
gangguan kesehatan. Penggunan zat pewarna alami lebih menguntungkan dari
segi kesehatan dibandingkan dengan buatan. Pewarna alami yang baik digunakaan
seperti kunyit untuk warna kuning, caramel untuk warna coklat, klorofi dan daun
pandan sebagai pewarna hijau. Dengan digunakan pewarna alami dapat menjamin
konsumen/anak-anak sekolahan bebas dalam mengkonsumsi makanan dan
minuman olahan.

51

Anda mungkin juga menyukai