Batas timur
: 7 Kelurahan
2. Kecamatan Dungingi
: 5 Kelurahan
: 6 Kelurahan
: 6 Kelurahan
7. Kecamatan Sipatana
: 5 Kelurahan
37
Lokasi
1
SMP 1
2
SMP 2
3
SMP 3
4
SMP 6
5
SMP 7
6
MTS N
Sumber : Data Primer 2013
38
merupakan penjual tetap atau penjual yang telah lama berjualan. Distribusi
penjual jajanan minuman olahan di Sekolah Menegah Pertama Kota Gorontalo
berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.3 Disribusi frekuensi responden berdasarkan kelompok umur
Kelompok umur
n
%
(tahun)
35 40
5
41,7
41 46
2
16,7
47 52
4
33,3
53 - 58
1
8,3
12
100,0
Sumber : Data Primer 2013
Pada tabel menunjukkan bahwa sebanyak 5 responden (41,7 %) yang
berumur 35-40 tahun, sebanyak 2 responden (16,7%) yang berumur 41-46 tahun,
sebanyak 4 responden (33,3%) yang berumur 47-52 tahun dan 1 responden (8,3%)
yang berumur 53-58 tahun.
39
4.2.2
Laki-laki
Perempuan
1
11
12
8,4
91,6
100,0
SD
SMP
SMA
2
9
1
12
16,6
75
8,4
100,0
41
kali ekstraksi dengan 5 ml campuran ammonia-air (1:9) dan setelah itu air cuci
dibuang. Pada masing-masing larutan uji dan larutan baku ditambahkan 2 ml HCL
pekat untuk mengidentifikasi perubahan warna sebagai penentuan ada tidaknya
kandungan pewarna methanil yellow pada sampel uji yang apabila sampel uji
berubah warna menjadi ungu maka sampel mengandung methanil yellow.
Bahan baku methanil yellow yang dijadikan pembanding mengalami
perubahan warna ungu, ini mengindikasikan bahwa sampel yang akan diuji jika
terjadi perubahan warna menjadi ungu maka sampel tersebut positif mengandung
methanil yellow. Setelah diuji Didapatkan hasil negative (-) pada semua sampel.
Ini dikarenakan hasil yang di dapat menunjukkan perbedaan warna pada sampel
hasil uji dengan warna baku pembanding methanil yellow seperti pada tabel 4.5,
Sehingga dapat diartikan keseluruhan sampel yang diuji tidak ditemukan pewarna
terlarang methanil yellow.
Perubahan warna ungu yang menjadi dasar dari hasil pengujian zat
pewarna sintetis methanil yellow, bahwa lebih tinggi kadar zat pewarna yang
digunakan maka akan semakin berwarna ungu hasil yang didapatkan. Perubahan
warna ini merupakan hasil dari pelarutan zat yang ditambahkan dalam
mengidentifikasi zat pewarna sehingga menghasilkan warna ungu yang menjadi
penentuan dalam hasil pengujian (Astuti, 2012).
4.3 Pembahasan
4.3.1 Karakteristik responden
Pengambilan sampel di 6 Sekolah dengan jumlah 12 sampel selama 1 hari,
dalam pengambilan sampel ada beberapa penjual yang tidak bersedia,
42
penyebabnya penjual tidak ingin sampel minuman yang dijualnya untuk diperiksa.
Dengan alasan penjual tersebut, lebih diduga adanya zat pewarna yang
digunakannya seperti pewarna sintetis methanil yellow. Dari hasil laboratorium
negative (-) maka diduga adanya zat pewarna lain yang digunakan seperti zat
pewarna yang dizinkan yaitu sunset yellow yang pernah ditemukan pada makanan
jajanan nasi kuning. Dalam wawancara yang dilakukan, beberapa penjual tidak
mengetahui Bahan-bahan Tambahan Pangan (BTP) seperti pewarna Methanil
yellow dan Rhodamine B. Meskipun banyak informasi mengenai pangan di media
televisi dan koran, penjual tetap tidak memahami dikarenakan tingkat
pengetahuan serta pendidikan yang hanya Sekolah Menengah Pertama (SMP)
membuat beberapa penjual tetap santai dalam menjual meskipun tidak berbekal
pengetahuan.
Penjual biasanya membeli bahan baku untuk minuman di pasar yang lebih
mudah dijangkau dan bahan-bahan yang dijual dipasar tradisional lebih murah
dibandingkan pasar modern. Dengan hasil yang didapatkan negative (-) bahwa
bahan baku methanil yellow masih jarang didapatkan dipasaran, melihat semua
penjual lebih banyak memilih pasar sebagai pusat pembelian kebutuhan. Penjual
juga biasanya lebih mencari kemudahan dalam menjual dengan membeli bahanbahan yang memang telah tersedia dipasaran dari pada bahan-bahan yang sulit
didapatkan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 9 pedagang yang berbeda, pada
dasarnya dengan tingkat pendidikan yang rata-rata Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dimana tingkat pengetahuan mereka masih sangat minim, karena
43
44
45
penjual minuman olahan berusia 35-40 tahun dan 47-50 tahun dengan jenis
kelamin perempuan, bahwa usia yang lebih tinggi pengetahuan yang didapat jauh
lebih sedikit dibandingkan yang berusia 30 tahun lebih rendah. Tingkat
pengetahuan mengenai bahan-bahan berbahaya lebih umum diketahui oleh remaja
dari pada orang yang berusia lebih tinggi seperti 40 tahun keatas yang lebih
menggunakan cara-cara yang praktis seperti bahan-bahan yang mudah didapat dan
tidak memakan biaya relative mahal.
Pengelompokkan usia dewasa awal dengan usia 18-40 tahun lebih
memiliki produktivitas tinggi. Usia dewasa memungkinkan mempunyai
pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang lebih baik dari pada usai lebih
tinggi/tua karena pengalaman dalam memperoleh akses informasi lebih banyak,
baik televisi, radio dan majalah/koran maupun media lainnya, namun pada usia
lebih tinggi memiliki kemungkinan kekurangan informasi tentang pengetahuan
pangan sehingga dapat mempengaruhi cara berpikir, bertindak dan emosi
(Nasution, 2009).
Hasil wawancara dengan 9 penjual, kebanyakan penjual yang berusia
tinggi tidak mengetahui tentang bahan-bahan pangan seperti pewarna dan
pengawet. Beberapa penjual berpendapat bahwa bahan-bahan yang akan
dicampurkan dalam minuman olahan yang dibuat seperti sirup A,B,dan C serta
pemanis dibeli langsung dipasaran. Penjual biasanya lebih fokus dalam menjual
dibandingan mencari tahu informasi mengenai bahan-bahan tambahan pangan.
Pewarnanan makanan dan minuman yang biasa dicampurkan kedalam
berbagai jenis minuman, terutama berbagai produk jajanan pasar serta berbagai
46
makanan dan minuman olahan yang dibuat oleh industri kecil atau industri rumah
tangga. Dengan secara sengaja maupun tidak sengaja lebih banyak digunakan oleh
industri besar (Walangadi, 2012). Dalam pengunaan bahan-bahan pewarna oleh
industri kecil seperti penjual makanan dan minuman olahan dikantin-kantin
sekolah tanpa memikirkan efek negative terhadap konsumen terutama anak
sekolah yang sering mengkonsumsi dapat menurunkan tingkat prestasi belajar
anak-anak disekolah pada umumnya (Akbari, 2012).
Meskipun demikian, penggunaan zat-zat berbahaya sepertinya tak
terelakkan dalam pangan makanan dan minuman. Oleh sebab itu, konsumen harus
tahu dan mengerti zat apa saja yang masih diperkenankan untuk dikonsumsi atau
yang dilarang karena berdampak buruk terhadap kesehatan, serta dapat
meningkatkan angka kasus keracunan bahan-bahan kimia berbahaya diindonesia
(Arisman,2008).
Dilihat dari faktor perilaku, pada dasarnya perilaku masyarakat merupakan
suatu kebiasaan yang menunjuk pada tindakan secara otomatis dilakukan penjual
pada keadaan tertentu dengan dasar pemikiran yang sangat terbatas. Penjual lebih
cenderung menjual jajanan yang lebih banyak dikonsumsi sehingga tidak
mendapatkan kesulitan dalam menjual, seperti menggunakan bahan baku yang
mudah dijangkau. Pada umumnya penjaja minuman olahan menyadari akan
dampak penggunaan zat kimia berbahaya untuk lebih spesifik dalam zat pewarna
sintetis seperti methanil yellow penjual masih sangat minim dalam pengetahuan.
Dalam penggunaan nya harus ada sifat kehati-hatian saat mengkonsumsi minuman
olahan, karena apabila pewarna sintetis mudah didapati dipasaran akan mungkin
47
48
mengkonsumsinya, seperti zat pewarna yang diizinkan Sunset yellow yang pernah
ditemukan pada makanan nasi kuning di Sekolah Dasar Kota Gorontalo. Dalam
hal ini zat pewarna sunset yellow telah dijual dipasaran.
Berdasarkan Tingkat pengetahuan yang telah diuraikan pada tabel 4.5 di
atas bahwa dilihat dari harga minuman yang dijual relatif murah memungkinkan
penjual minuman olahan tersebut menggunakan pewarna jenis lain pada minuman
olahannya. Penelitian yang dilakukan Nasution (2009) sebanyak 44,6% penjual
Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang menambahkan Bahan Tambahan
Pangan ke dalam makanan/minuman yang dijual, dan 61,9% penjual PJAS
membeli Bahan Tambahan Pangan (BTP) di warung, dan hampir 70,0% penjual
PJAS memakai penyedap rasa.
Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan campuran dalam
pangan untuk mengubah makanan dan minuman seperti bentuk, tekstur, warna,
rasa, kekentalan, aroma, pengawet serta untuk mempermudah proses pengolahan.
Salah satu Bahan Tambahan Pangan yang sering digunakan pada pangan adalah
pewarna, baik pewarna alami maupun buatan. Pewarna sintetis Methanil Yellow
umumnya merupakan pewarna sintetis yang dilarang penggunaanya oleh
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88, karena merupakan
pewarna tekstil dan dilarang keras dalam obat, kosmetik, makanan dan minuman.
Dampak yang terjadi akibat penggunaan zat pewarna Methanil Yellow dapat
berupa iritasi pada saluran pernapasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan
bahaya kanker dan kandung kemih (Purba, 2009).
49
50
penggunannya telah terlaksana dengan baik, dampak dari penggunaan bahanbahan kimia yang berbahaya sangat tidak baik bagi kesehatan terutama
penggunaan methanil yellow yang sering dikonsumsi dapat menimbulkan tumor
dalam berbagai jaringan hati, kandung kemih, saluran pencernaan atau jaringan
kulit serta dampaknya bagi kesehatan lingkungan yaitu limbah dengan pewarna
sintetis dapat mencemari sumber-sumber air warga, baik yang dibuang ke sungai,
atau yang dibuang ke tanah karena akan mudah masuk ke sumur.
Pewarna methanil yellow yang tidak di dapati atau dengan hasil negative(-)
diharapkan dapat bertahan dari tahun 2013 sampai tahun berikut-berikutnya
sehingga di Provinsi Gorontalo dapat terbebas dari angka keracunan zat-zat
berbahaya dan anak-anak sekolah sebagai generasi penerus bangsa dapat terus
berkembang dan berprestasi tanpa ada sentuhan penyakit-penyakit akibat
gangguan kesehatan. Penggunan zat pewarna alami lebih menguntungkan dari
segi kesehatan dibandingkan dengan buatan. Pewarna alami yang baik digunakaan
seperti kunyit untuk warna kuning, caramel untuk warna coklat, klorofi dan daun
pandan sebagai pewarna hijau. Dengan digunakan pewarna alami dapat menjamin
konsumen/anak-anak sekolahan bebas dalam mengkonsumsi makanan dan
minuman olahan.
51