Anda di halaman 1dari 9

Batubara

Genesa Batubara
Oleh : Yustin Paisal, ST, MT

1.1 Pembentukan Gambut dan Batubara


Batubara
terbentuk
akibat
proses
pembatubaraan
atau coalification dari bagian bagian tumbuhan tertentu yang
tersedimentasi, yang mana berlangsung lebih dari jutaan tahun
yang lalu (Tabel 1.1). Batubara merupakan batuan sedimen
organoklastik (organic sedimentary rock) yang berasal dari
tumbuhan yang mana dalam kondisi tertentu tidak mengalami
proses pembusukan dan penghancuran sempurna.
1.1.1 Coalification

Batubara sebagai sedimen organoklastik yang berkomposisi


heterogen, terbentuk dari akumulasi residual woody material
dengan komposisi utama cellulosa, lignin, dan plant protein. Proses
pembatubaraan mencakup tiga proses utama pengendapan,
diagenesis (konversi
biokimia,
dan
kompaksi),
dan methamorphosis (konversi geokimia) (Seyler, 1959). Dengan
proses tersebut mengubah cellulosa secara bertahap menjadi
gambut, lignit, bituminus, dan atau hingga menjadi antrasit. Suatu
reaksi yang mungkin dari pembentukan lignit dapat digambarkan
sebagai berikut:
Pembatubaraan
atau coalification berdasarkan
geneshanya
merupakan konversi dari woody material menjadi batubara setelah
melalui peatification dan lignitification (lihat
skema
proses
pembatubaraan oleh Seyler). Tahap awal dari proses tersebut
adalah
penguraian
unsur
vegetasi
melalui
kerja microoorganisms (bakteri dan ganggang) yang berlangsung
lambat di dalam rawa yang relatif stabil, meliputi lokasi
pengendapan yang sangat luas. Hasil proses awal tersebut adalah
terbentuknya formasi gambut. Adalah jelas bahwa jika lokasi
endapan kering, setelah woody material terendapkan dalam air,
material tersebut akan membusuk dengan sempurna dengan
melepaskan gas CO2dan H2O. Kehadiran air memperlambat
pembusukan dengan mencegah masuknya O2 dari udara bebas yang
digunakan
untuk
proses
pembusukan
woody
material
oleh organisms.
Gambut yang terbentuk dapat diestimasikan keasalannya melalui
fakta bahwa adanya bagian-bagian tanaman terdiri dari selulosa,
lignin, dan protein tanaman. Selulosa adalah senyawa karbohidrat
yang terhidrolisa menjadi berbagai macam bentuk. Protein tanaman
secara esensial mengandung nitrogen, demikian pula sering
ditemukan sulfur dan fosfor. Persenyawaan unsur kimia tersebut
membentuk asam amino. Lignin dihubungkan dengan selulosa
tetapi berbeda dalam struktur benzenoid dan tidak mudah
terhidrolisa menjadi senyawa yang lebih sederhana.

Tahap awal dari pembusukan tumbuhan dicirikan dengan lingkungan


pengendapan adalah rawa, miskin oksigen, dengan agen pengubah
adalah bakteri aerob dan microfungi. Selulosa mengalami
dekomposisi, melepaskan gas CO2dan H2O dan produk colloidal
oxidation yang disebut oxycellulose. Sedangkan, lignin oleh aksi
bakteri menghasilkan material lignin colloidal yang terhidolisis.
Protein tanaman menghasilkan asam-asam amino. Tahap awal dari
pembusukan tumbuhan adalah oksidasi dan hidrolisis akibat kerja
bakteri yang mengurangi kandungan selulosa, lignin, dan protein
menjadi produk-produk colloidal yang mana dapat bereaksi menjadi
agregat colloidal di dalam rawa. Kemestian dari proses tersebut,
maceral dari woody material sudah terbentuk, dan solusi colloidal
menyebar keseluruh bagian fragmen woody yang terbusukkan dari
berbagai ukuran yang mana telah mencapai sedikit kemajuan dari
tahap dekomposisi. Keseluruhan fenomena tersebut membantu
untuk memelihara, yang mana dalam banyak kasus, struktur
biologis dari fragmen keseluruhan memiliki proses pembatubaraan
yang kompleks.
Gambut secara esensial berupa hidrosol yang kemudian dalam
waktu lama menjadi hidrogel. Tertimbunnya gambut dibawah
lapisan tipis tumbuhan penutup dan segera aksi bakteri berakhir.
Mula-mula, mengikuti penurunan permukaan tanah rawa dan
penutup, kemudian bakteri anaerob berperan dalam penguraian
gambut tersebut. Segera aksi semua bakteri terhenti ketika adanya
akumulasi material mencegah perpindahan dari pembusukan
menghasilkan racun terhadap bakteri melalui dissolusi dalam air
atau oleh faktor-faktor lain.
Peningkatan berat akumulasi senyawa anorganik sebagai tanah
penutup gambut secara gradual menyebabkan konsolidasi gambut.
Efek dari tekanan ini yang bertambah sesuai ketebalan lapisanlapisan tanah adalah terbentuk dalam periode waktu geologi.
Pengaruh tekanan dari overburden dan begitupun, berdasarkan
waktu geologi, dari pengaruh tekanan-tekanan lainnya dan fluktuasi
suhu, yang keduanya bersumber dari pergerakan kerak bumi,
menyebabkan perubahan pada gambut. Dengan cara seperti itulah,
setiap tipe batubara yang terbentuk, menunjukkan perbedaan
arah metamorphosis dari endapan gambut. Keseluruhan tahap

terebut dalam konversiwoody material menjadi batubara seperti


yang ditunjukkan dalam Tabel 1.2.
Oleh karena itu, dapat dijelaskan bahwa endapan batubara
merupakan hasil akhir dari sejumlah pengaruh; pembusukan
vegetasi oleh bakteri aerob dan anaerob, pengendapan oleh
sedimen anaorganik, pergerakan kerak bumi, dan pengaruh erosi.
Faktor-faktor tersebut menentukan kealamiahan, kualitas dan posisi
relatif dari batubara.
Jenis vegetasi yang terurai adalah faktor yang paling penting
dibandingkan dengan faktor yang lainnya. Vegetasi yang berasal
dalam jaman Karbon adalah sangat berbeda, secara biologi dan
kimia dari jaman Cretaceous. Kondisi penguraian adalah juga
sangat penting menyangkut; kedalaman, temperatur rata-rata,
derajat keasaman dan pergerakan alamiah air dalam rawa adalah
juga menentukan jenis batubara yang akan terbentuk. Cara
terendapkan oleh sedimen merupakan pengaruh terakhir. Jika
massa organik batubara dan sedimen anorganik terbentuk secara
bergantian, kualitas batubara akan sangat terpengaruh oleh kondisi
tersebut.
Paling penting dari semua hal tersebut adalah pergerakan dari
kerak bumi. Bentuk-bentuk pergerakan tersebut, yang disebut
dengan geosynclines,
menentukan
kedalaman
penurunan
permukaan, dan dari sini suhu dapat meningkat. Suhu adalah hal
yang
terpenting
dalam
proses
pembatubaraan.
Derajat carbonification dalam
hal
ini
kandungan
karbon,
menentukan peringkat batubara. Seri pembatubaraan diilustrasikan
sebagai perubahan kontinyu dari derajat pembatubaraan.
Berdasarkan skema tersebut dapat dihubungkan antara proses dari
formasi batubara dan kharakteristik batubara. Selanjutnya, dapat
dibedakan menjadi sifat ekstrinsik dan sifat intrinsik. Sifat ekstinsik
tergantung kepada pengaruh mineral yang bercampur, yang dapat
menentukan grade dari batubara, yang mana merupakan tahap
awal dari pembatubaraan. Sifat intrinsik adalah ditentukan dari
kandungan organic matter; type dan rank (lihat Gambar 1.1).
1.1.2 Hukum Schurman dan Hilt

Proses pembatubaraan merupakan proses perubahan kimia yang


dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara gradual kandungan
karbon dari fosil material organik yang berlangsung secara alamiah.
Proses ini dapat dibedakan kedalam tahap biokimia atau diagenesis,
yang mana mencakup proses pembentukan gambut dan tahap
geokimia, yang mana selama tahap tersebut berlangsung
metamorfosis. Proses tersebut dapat dikenal, meskipun tidak selalu
jelas dalam menggambarkannya antara kedua tahap tersebut.
Sebagai bukti, bahwa transisi dari gambut menjadi lignit dan dari
lignit menjadi batubara adalah diketahui, dan lapisan gambut tidak
pernah ditemukan di bawah lapisan lignit, begitupula endapan lignit
di bawah lapisan batubara, seperti yang ditunjukkan dari hipotesis
bahwa genesa batubara mesti bermula dari perubahan gambut
menjadi lignit.
Pandangan ini ditunjang oleh dua hukum empiris. Salah satunya
adalah Hukum Schurmann bahwa kandungan air di dalam lapisan
berkurang dengan meningkatnya kedalaman. Gambut mengandung
kadar
air
lebih dari 90%.
Bagaimanapun,
sebagaimana
berkurangnya kadar air, kehilangan air, diekspresikan dalam
persentase per 100 meter pertambahan kedalaman, laju
perubahannya berlangsung dengan sangat lambat. Kandungan air
yang dikorelasikan dengan kandungan oksigen, menurut teori
tersebut bahwa kadar oksigen berkurang dan kadar karbon
meningkat dengan bertambahnya kedalaman (lihat Gambar 1.2).
Hukum kedua adalah Hukum Hilt, yang menyatakan bahwa kadar
zat terbang (volatile matter) berkurang dengan bertambahnya
kedalaman lapisan (lihat Gambar 1.3). Penentuan kadar zat terbang
adalah digunakan secara luas melalui uji empiris untuk menetapkan
derajat pembatubaraan seperti kandungan karbon dalam
batubara. Oleh karena itu, hukum Hilt juga menunjukkan suatu
konversi gradual dari material tumbuhan.
1.1.3 Penyebab Pembatubaraan
Faktor biokimia berperan penting dalam permulaan tahap proses
pembatubaraan. Dekomposisi mikrobiologi, bagaimanapun, hanya

dapat berlangsung sebagaimana ganggang dan bakteri mampu


berpartisipasi dalam woody material.
Ganggang tidak dapat hidup di bawah kedalaman kira-kira 40cm,
formasi lignit tidak dapat dipengaruhi oleh aksi aneka organisma.
Pengaruh aksi bakteri juga berkurang dengan bertambahnya
kedalaman. Pada kedalaman yang besar, konversi bakteri adalah
tidak mungkin sempurna. Begitupula, setelah tahap humifikasi
(penggambutan) dan setelah terbentuknya formasi lignit, hanya
faktor geofisik yang dapat berperan.
Dalam pandangan ini, bagaimanapun, adalah tidak sejalan dengan
semua hasil investigasi. McKenzie Taylor mempertimbangkan
bahwa dekomposisi bakteri sebagai agen utama dalam formasi
berbagai macam tipe batubara. Pertanyaan seperti apa yang bakteri
akan gunakan sebagai pengaruh dekomposisi adalah tergantung
pada pH dan potensial redoks lapisan gambut. Namun demikian,
ketika endapan gambut dibawah lapisan lempung, yang mana
melalui proses perubahan ion dengan air garam, adalah lebih
cenderung terkonversi menjadi sodium-aluminium-silika, kondisi
tersebut dominan membentuk formasi batubara; bukan hanya
sebagai lapisan penutup yang tidak dapat dilalui gas (sehingga
dengan kondisi tersebut menjaga kelangsungan hidup bakteri
anaerob) tetapi juga menghasilkan medium alkali. Sebagai implikasi
yang mana sejarah endapan gambut akan lebih kurang tergantung
pada karakter lapisan sedimen penutup.
Fuchs lebih jauh menjelaskan; ia juga mempertimbangkan peran
bakteri sebagai agen yang signifikan dalam proses dekomposisi.
Pada sisi lain ia berpendapat bahwa potensial redoks tergantung
pada kesempurnaan kedalaman material yang terendapkan.
Potensial redoks, yang mana berubah berdasarkan kedalaman,
distabilkan oleh aksi mikroorganisme. Dengan pertambahan efek
temodinamika, Fuch membukrikan bahwa reaksi pembatubaraan,
dibawah pengaruh kondisi-kondisi tersebut, berproses secara
kontinyu.
Kebanyakan faktor waktu jarang berpengaruh pada pembatubaraan
setelah tahap pembentukan lignit. Seperti contoh, pergerakan

sudah dimulai dari batubara coklat yang terdapat di Moscow


Basin yang mana, walaupun terbentuk pada jaman karbon bawah,
tidak termasuk batubara peringkat tinggi; hal ini membuktikan
bahwa batubara coklat tidak tertimbun pada kedalaman yang besar
dan juga tidak dipengaruhi oleh pengaruh tektonik.
Tidak pula dapat disimpulkan bahwa tekanan overburden sebagai
penyebab pembatubaraan, karena hal tersebut tidak sesuai dengan
prinsip termodinamika. Tekanan, bagaimanapun, sudah menjadi
suatu pengaruh yang bersumber dari kepadatan dan sifat porositas,
dan karena kandungan air, dari batubara.
Bahkan pengaruh yang besar dari tekanan tektonik belum termasuk
faktor yang lebih dominan, seperti yang dibuktikan melalui korelasi
yang lemah antara peringkat batubara dan intensitas pergerakan
kerak bumi. Sebaliknya, adanya fold yang kuat dari areal endapan
batubara memiliki peringkat relatif rendah.
Selanjutnya, telah ditunjukkan bahwa pada semua extensive coal
basins, seperti yang terdapat antara Pennsylvania dan South-Wales,
atau Limburg dan Lower Saxony, peringkat perlapisan batubara
berubah dalam pengaruh yang sama.
Investigasi sampel pada Ruhr Basin dan Limburg Selatan, telah
menunjukkan bahwa pembatubaraan relatif sempurna sebelum
proses pelipatan kerak bumi. Pergerakan tersebut telah terjadi pada
akhir jaman karbon, yang mana proses pembatubaraan telah
berlangsung selama era ini.
1.1.4 Terbentuknya Formasi Endapan Batubara
Faktor utama pada formasi batubara dan coalfield adalah akumulasi
dan pembusukan parsial dari sejumlah woody material untuk
menghasilkan gambut.. Gambut adalah cikal bakal dari asal
batubara. Gambut terbentuk di dalam rawa dimana kondisi iklim
menunjang pertumbuhan aneka vegetasi. Laju penurunan dasar
rawa mesti sama dengan laju pertumbuhan flora sehingga
akumulasi woody material dapat terjadi.

Ada dua mekanisme yang dapat menunjang pementukan formasi


endapan
batubara
dan
akumulasi
sejumlahvegetable
matter. Pertama, mekanisme in situ (umumnya dikenal dengan
teori in situ) berdasar pada postulat pertumbuhan hutan di
rawa autochtonous. Pepohonan dan berbagai jenis vegetasi mati
dan tumbang dimana mereka tumbuh. Dalam kurun waktu geologi,
proses
pengendapan
berlangsung
sangat
lambat
diikuti
pembusukanwoody material secara kontinyu hingga mencapai
ketebalan yang cukup besar kemudian terakumulasi di atas
permukaan tanah rawa membentuk gambut. Batubara yang
terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran yang luas dan
merata, serta batubara relatif memiliki kandungan mineral
anorganik yang rendah (kadar abu rendah). Batubara yang
terbentuk
dengan
cara
ini
kadang
disebut
juga
batubara autochtonous. Kedua, mekanisme drift atau biasa dikenal
dengan teori drift, menyatakan bahwa suatu lapisan gambut yang
terbentuk berasal dari bagian bagian tumbuhan yang terbawa oleh
aliran sungai atau erosi dan terendapkan pada daerah rawa ataupun
hilir (delta) yang berlangsung lama secara kontinyu. Batubara yang
terbentuk dengan cara seperti ini disebut batubaraallochtone.
1.1.5 Formasi Geosinklin
1.2 Struktur Lapisan Batubara
Batubara yang terdapat di alam umumnya memiliki struktur lapisan
yang tidak ideal lagi seperti lapisan batubara yang horisontal
dengan ketebalan seragam. Salah satu contohnya adalah batubara
yang terdapat di Tondongkura, Sulawesi Selatan, telah mengalami
bentuk-bentuk sinklin-antiklin, rekahan, sesar, dan atau patahan.
Kondisi ini sangat erat berhubungan dengan faktor endogen dan
eksogen yang merubah bentuk permukaan bumi pada zona-zona
lemah.
Lapisan batubara sering berasosiasi dengan batu lanau, batu
lempung, dan batu pasir yang bersifat kompak (consolidated), atau
dengan lanau, lempung, dan atau pasir yang bersifat lepas
(unconsolidated). Sering pula dijumpai adanya sisipan batu gamping
yang cukup tebal seperti di Tongkura. Lignit dan subbituminus pada

umumnya berasosiasi dengan lapisan yang bersifat lepas


disebabkan proses terbentuknya dalam pengaruh tekanan dan suhu
yang masih rendah. Sebaliknya, peringkat batubara yang lebih
tinggi selalu ditemukan berasosiasi dengan lapisan sedimen bersifat
consolidated akibat pengaruh tekanan dan suhu yang tinggi pada
saat pembentukannya.

Pembentukan batubara dapat terjadi di lingkungan pengendapan air


tawa dan air laut. Permukaan cekungan rawa yang berisi air tawar
bila sewaktu-waktu mengalami penurunan secara sangat lambat
apabila curah hujan sangat tinggi dan berlangsung secara kontinyu,
akan mengakibatkan banjir menutupi rawa.

Anda mungkin juga menyukai